Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

DEMAM DENGUE

Disusun oleh:
Galuh Dharanindya Ica Manohara
112011101087

Dokter Pembimbing:
dr. Sugeng Budi Rahardjo, Sp.PD

Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Penyakit Dalam di RSUD dr.Soebandi Jember

SMF/LAB. ILMU PENYAKIT DALAM


RSD.dr. SOEBANDI JEMBER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

Demam dengue dan demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic


fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan
manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Pada
DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk genus Aedes
(terutama A.aegypti dan A.albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas, dan
tempat penampungan air lainnya).
Demam dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data
dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita demam dengue setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak 1968
sampai dengan tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Negara
Indonesia sebagai Negara dengan kasus demam dengue tertinggi di Asia
Tenggara.

BAB 2. LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

Page 2

2.1 MRS 02 MARET 2015


A. IDENTITAS
Nama

: Ny.ATS

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 37 tahun

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Jalan PB Sudirman 1/31 Patrang, Jember

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Tanggal MRS

: 5 Juli 2015

Tanggal pemeriksaan

: 6 Juli 2015

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : lemas, pusing

Riwayat Penyakit Sekarang

: Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien

mengeluh demam naik turun sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan
badan terasa lemas dan sakit semua, pusing (+), nyeri perut (-), BAB (+)
konsistensi normal 1 kali sehari berwarna kuning kecoklatan dan BAK (+)
tidak ada nyeri saat BAK. Sebelumnya, pada hari ke-3 demam pasien
memeriksakan diri ke dokter dan mendapat obat sehingga pasien merasa
lebih baik, namun pada hari ke-5 pasien mengeluh demam lagi dengan
suhu tubuh naik turun disertai mual-mual namun tidak muntah. Kemudian
pasien cek lab dan mendapatkan trombosit yang menurun sehingga pasien
datang ke RSD Dr. Soebandi Jember

Riwayat Penyakit Dahulu : HT(-), DM(-), Asma(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :HT(-), DM(-), Asma(-)

Riwayat Pengobatan : Atibiotik

Anamnesis Sistem (Review of System)

LAPORAN KASUS

Page 3

Sistem Serebrospinal

: Penurunan kesadaran (-), Demam (+),

Kejang (-), Nyeri kepala (+).

Sistem Kardiovaskuler

: Palpitasi (-), Hipertensi (-), Nyeri dada (-).

Sistem Pernafasan

: Epistaksis (-), Dyspneau (-), Batuk(-), Pilek

(-), Pernafasan cuping hidung (-), Retraksi dinding dada (-), dan tidak
ada ketertinggalan gerak.

Sistem Gastrointestinal : Nafsu makan menurun, Mual (+) Muntah


(-) BAB normal tidak terdapat darah ataupun lendir.

Sistem Urogenital

: BAK lancar dan tidak nyeri, serta berwarna

kuning jernih.

Sistem Muskuloskeletal : Nyeri otot (+), Tidak artrofi, tidak ada


deformitas.

Sistem Integumentum

: Bengkak (-), Ikterik (-), Ptechiae (-),

Purpura(-), Ekimosis (-).


Kesan: Pasien demam, nyeri otot, pusing, mual, dan tidak terdapat
gangguan

di

sistem

kardiovaskuler,

pernapasan,

urogenital,

dan

integumentum.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
Tinggi Badan
Berat Badan
IMT

: cukup
: compos mentis
: 100/70 mmHg
: 84 x/menit, reguler, kuat
: 20 x/menit, thoracoabdominal, reguler
: 36,8o C
: 155 cm
: 52 Kg
: 21,64 (kesan status gizi cukup)

Kepala dan leher

LAPORAN KASUS

Page 4

Kepala:

anemia(-) pada konjungtiva okular dextra dan

sinistra

ikterik (-) pada sklera konjungtiva dextra dan

sinistra

cyanosis (-) pada mukosa

Leher:

dyspneu (-)

pembesaran nodul limfe (-)

pembesaran tiroid (-)

peningkatan JVP (-)

kaku kuduk (-)

deviasi trakea (-)

Thorax

o Cor:

Inspeksi

: ictus cordis tidaktampak

Palpasi

: ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: redup di ICS III parasternal dextra sampai ICS IV


midclavicula sinistra

Auskultasi

: S1 S2 tunggal, teratur, suara tambahan (-)

o Pulmo:

Inspeksi

: simetris, retraksi- /-

Palpasi

: fremitus N/N

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen:
Inspeksi

: dinding perut cembung

Auskultasi

: bising usus (+)

Perkusi

: timpani

LAPORAN KASUS

Page 5

Palpasi

: soepel, elastisitas kulit normal

Extremitas :

Akral Hangat
Oedem

Extremitas Atas
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

Extremitas Bawah
Dextra
Sinistra
(+)
(+)
(-)
(-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Laju Endap Darah
Leukosit
Hitung Jenis

Hematokrit
Trombosit
GULA DARAH
Glukosa Sewaktu
SEROLOGIIMUNOLOGI
Dengue Blood
Dengue Blood IgM
Dengue Blood IgG

Hasil
Pemeriksaan

Normal

Satuan

13,6
45/70
3,0
3/-/-/9/63/15

gr/dL
mm/jam
109/L

39,4
61

12,0-16,0
0-25
4,5-11
Eo/bas/stab/seg/lim
/mono
0-4/0-1/3-5/5462/25-33/2-6
36-46
150-450

130 stik

<200

mg/dL

Negatip
Positip

Negatip
Negatip

%
109/L

E. ASSESMENT
Demam Dengue
F. PLANNING

Terapi :
Inf. futrolit 14 tpm
Inj. Ranitidin 2x 1
Inj. Cebactam 2x1

LAPORAN KASUS

Page 6

Inj. Metilprednisolone 2x 125 mg


P/o Psidii 3x1
P/o Sucralfat 3x CI

Monitoring:
o Vital Sign
o Gejala klinis

Edukasi:
o Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan
dan tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
o Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada
pasien dan keluarga
o Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya
2.2 Follow Up
A. Pemeriksaan Fisik
5 Juli 2015
S
O

Demam hari
ke-5
KU: lemah
Kes:
compos
mentis
TD:
120/80
mmHg
N: 90x/mnt
RR: 20/mnt
Tax: 37,2 oC
K/L:a/i/c/d:-/-/-/Thorax: c/p: dbN
Abd: cembung,
BU
(+)
N,
timpani, soepel
Ext:
Akral
hangat
di
keempat akral,
tak ada oedem

6 Juli 2015
Lemas, pusing
KU: lemah
Kes:
compos
mentis
TD:
100/70
mmHg
N: 84x/mnt
RR: 20/mnt
Tax: 36,8 oC
K/L:a/i/c/d:-/-/-/Thorax: c/p: dbN
Abd: cembung,
BU
(+)
N,
timpani, soepel
Ext:
Akral
hangat
di
keempat akral,
tak ada oedem

7 Juli 2015
Tidak
ada
keluhan
KU: cukup
Kes:
compos
mentis
TD:
120/70
mmHg
N: 88x/mnt
RR: 20/mnt
Tax: 36,4 oC
K/L:a/i/c/d:-/-/-/Thorax: c/p: dbN
Abd: cembung,
BU
(+)
N,
timpani, soepel
Ext:
Akral
hangat
di
keempat akral,
tak ada oedem

A Obs Febris H5+ Obs Febris H6+ Demam Dengue


trombositopenia+

LAPORAN KASUS

8 Juli 2015
Tidak
ada
keluhan
KU: cukup
Kes:
compos
mentis
TD:
120/70
mmHg
N: 88x/mnt
RR: 20/mnt
Tax: 36,6 oC
K/L:a/i/c/d:-/-/-/Thorax: c/p: dbN
Abd: cembung,
BU
(+)
N,
timpani, soepel
Ext:
Akral
hangat
di
keempat akral,
tak ada oedem
Demam Dengue

trombositopenia+

Page 7

susp.
Demam
dengue
Inf. Asering 30 tpm
Inj. Omeprazol 2x1
Inj. Trolit 3x1

susp.
Demam
dengue
Inf. futrolit 14
tpm
Inj. Ranitidin 2x
1
Inj.
Cebactam
2x1
Inj.
Metilprednisolo
ne 2x 125 mg
P/o Psidii 3x1
P/o Sucralfat 3x
CI

Inf. futrolit 14
tpm
Inj. Ranitidin 2x
1
Inj.
Cebactam
2x1
Inj.
Metilprednisolo
ne 2x 125 mg
P/o Psidii 3x1
P/o Sucralfat 3x
CI

Inf. futrolit 14
tpm
Inj. Ranitidin 2x
1
Inj. Cebactam
2x1
Inj.
Metilprednisolo
ne 2x 125 mg
P/o Psidii 3x1
P/o Sucralfat 3x
CI

B. Pemeriksaan Penunjang
Jenis

Hasil Pemeriksaan
5 Juli
6 Juli
7 Juli 2015

Pemeriksaan

2015

2015

13,6
45/70

12,6

Normal

Satua
n

HEMATOLOGI
LENGKAP (DL)
Hemoglobin
Laju Endap
Darah

13,6
Sampel

12,0-16,0
0-25

tidak cukup

gr/dL
mm/j
am

untuk
Leukosit
Hitung Jenis

3,0
3/-/-/9/63

3,1

diperiksa
5,8
4,5-11
109/L
-/-/-/65/32/3 Eo/bas/stab/seg/lim/

/15

mono
0-4/0-1/3-5/54-

Hematokrit
Trombosit
GULA DARAH
Glukosa

39,4
61
130 stik

36,6
54

39,1
64

62/25-33/2-6
36-46
150-450

%
109/L

<200

mg/d

Sewaktu
SEROLOGIIMUNOLOGI
Dengue Blood
Dengue Blood

Negatip

Negatip

IgM

LAPORAN KASUS

Page 8

Dengue Blood

Positip

Negatip

IgG

BAB 3. PEMBAHASAN
1. Definisi
Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD)
atau dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi
klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada
DBD

terjadi

perembesan

plasma

yang

ditandai

oleh

hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom


renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.
2. Epidemiologi
Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar
di daerah tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di
daerah endemik (Gubler, 2002).

LAPORAN KASUS

Page 9

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian


lebih besar dibanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap
tahun diperkirakan terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana
ratusan ribu kasus demam berdarah dengue terjadi, tergantung dari aktifitas
epidemiknya (WHO, 2000).
Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875
orang terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu
diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali,dan NTB.
3. Faktor Risiko
Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum
luas, berkisar dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada
area endemik, infeksi dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama
pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.
Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang
mengalami gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan
serotipe virus yang menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia
penderita, faktor genetik dari pasien (WHO, 1997; Gubler, 1998).
4. Etiologi
Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk
dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul
4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini termasuk genus flavivirus dari family
Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Serotipe
DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah.
Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur
hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga
seseorang yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak
4 kali seumur hidupnya.

LAPORAN KASUS

Page 10

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari.
Faktor risiko penting pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti
umur, status imunitas, dan predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD
adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah
pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih


Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi,
WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti

kaleng, pot tanaman, tempat minum burung, dan lain lain.


Jarak terbang 100 meter
Nyamuk betina bersifat multiple biters (mengigit beberapa orang karena

sebelum nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)


Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi
5. Patogenesis
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih

diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa
mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue
dan sindrom renjatan dengue (Suhendro, 2006).
Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada
monosit dan masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen
(penempelan beberapa segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang
mengandung virus menyebar ke hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi
viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang bersamaan sel monosit yang telah
terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai system humoral, seperti
system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi, pengeluaran
sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan
mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun
melalui system pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini
komplemen memegang peran utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui

LAPORAN KASUS

Page 11

monnosa-binding protein, maupun melaui antibody. Komponen berperan sebagai


opsonin yang meningkatkan fagositosis, dekstruksi dan lisis virus dengue.
Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon dan interferon
berusaha mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit
B, sel plasma akan merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T
mengalami ekpresi oleh indikator berbagai molekul yang berperan sebagai
regulator dan efektor.
Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan
yang disebut ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B,
makrofag, sel dendritik, sel endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L
merupakan mediator penting terhadap berbagai fungsi efektor sel T helper,
termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan aktivasi makrofag untuk
menghancurkan virus dengue.
Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis
kompleks virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper
dan T sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akn mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator radang
seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan histamin yang
menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi yang
dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
6. Spektrum Klinis infeksi dengue

LAPORAN KASUS

Page 12

Gambar 1. Skema kriteria diagnosis infeksi dengue menurut WHO 2011

Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue


dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue simtomatik terbagi
menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD)
sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam
berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak
lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated
organopathy. Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak (Gambar 1).
Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue
Dalam perjalanan penyakit infeksi dengue, terdapat tiga fase perjalanan infeksi
dengue, yaitu
1. Fase demam: viremia menyebabkan demam tinggi
2. Fase kritis / perembesan plasma: onset mendadak adanya perembesan plasma
dengan derajat bervariasi pada efusi pleura dan asites

LAPORAN KASUS

Page 13

3. Fase recovery / penyembuhan / convalescence: perembesan plasma mendadak


berhenti disertai reabsorpsi cairan dan ekstravasasi plasma.

Gambar 2. Perjalanan penyakit infeksi dengue


Gambaran klinis
a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)
Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat dibedakan
dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan berupa makulopapular,
timbul saat demam reda. Gejala dari saluran pernapasan dan saluran cerna sering
dijumpai.
b. Demam Dengue (DD)
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot &
sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung, facial
flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri tenggorok, dan
depresi umum.
Pemeriksaan fisik:

Demam: 39-400 C, berakhir 5-7 hari

LAPORAN KASUS

Page 14

Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka(muka kemerahan),


leher, dan dada

Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit makulopapular/rubeoliform

Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki bagian
dorsal, lengan atas, dan tangan.

Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang pucat pada


kulit yang normal, disertai rasa gatal

Manifestasi perdarahan:
-

Uji bending positif dan/atau petekie

Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak, perdarahan


saluran cerna(jarang terjadi, dapat terjadi pada DD dengan
trombositopenia)

c. Demam berdarah dengue


Terdapat tiga fase dalam perjalanan penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan
masa penyembuhan (convalescent recovery) (Lampiran 1).
Fase Demam
Anamnesis
Demam tinggi 2-7 hari, dapat mencapai 400 C serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri
tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah lengkung iga kanan,
dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik

Manifestasi perdarahan

Uji bending positif (10 petekie/inch) merupakan manifestasi


perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal

Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena

Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.

Epistaksis, perdarahan gusi

Perdarahan saluran cerna

LAPORAN KASUS

Page 15

Hematuria (jarang)

Menorrhagia

Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan kelainan


fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,

perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),


hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of fever
defervescence) ditandai dengan,

Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar

Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada
dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus
= RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.

Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma

Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,


sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi,
tekanan nadi 20 mmHg, dengan peningkatan tekanan diastolik. Akral
dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (<
1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.

Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan


elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila syok
tidak dapat segera diatasi.

LAPORAN KASUS

Page 16

Fase Penyembuhan (convalescence, recovery)


Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu
makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti.
Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia dan karakteristik
confluent petechial rash seperti pada DD.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati, ginjal,
otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan infeksi penyerta,
komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang berkepanjangan.

7. Langkah Diagnostik
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan criteria klinis dan laboratorium
(WHO,2011)
Kriteria klinis :

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terusmenerus selama 2-7 hari

Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,


ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena

Pembesaran hati

Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien
tampak gelisah.

Kriteria laboratorium:

Trombositopenia (100.000/mikroliter)

Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20% dari nilai


dasar / menurut standar umur dan jenis kelamin

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan:

Dua

kriteria

klinis

pertama

ditambah

trombositopenia

dan

hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit 20%.


LAPORAN KASUS

Page 17

Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma

Dijumpai tanda perembesan plasma

o Efusi pleura(foto thoraks/ultrasonografi)


o Hipoalbuminemia
Perhatian

Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS

Nilai LED yang rendah (<10 mm/jam) saat syok membedakan DSS dari
syok sepsis

Tabel 1. Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 2011


DD/DBD

Derajat

DD

Tanda dan Gejala


Demam disertai minimal 2

Lab

gejala

Leukopenia
(jumlah

Nyeri kepala

leukosit

Nyeri retro-orbital

4000 sel/mm3

Nyeri otot

)
Trombositope

Nyeri sendi/tulang

Ruam kulit

trombosit <

makulopapular

100.000

Manifestasi

sel/mm3 )
Peningkatan

perdarahan

nia (jumlah

hematokrit

Tidak ada tanda


perembesan plasma

(5%-10%)
Tidak ada
bukti
perembesan

DBD

LAPORAN KASUS

Demam dan manifestasi

plasma
Trombositopeni

perdarahan (ui bending

a (<100.000

Page 18

positif) dan tanda

sel/mm3 ),

perembesan plasma

peningkatan
hematokrit

II

Seperti derajat I ditambah

20%)
Trombositopeni

dengan perdarahan spontan

a (<100.000
sel/mm3 ),
peningkatan
hematokrit

III

IV

Seperti derajat I dan II

20%)
Trombositopeni

ditambah kegagalan

a (<100.000

sirkulasi (nadi lemah,

sel/mm3 ),

tekanan nadi 20 mmHg,

peningkatan

hipotensi, gelisah, diuresis

hematokrit

menurun)
Syok hebat dengan tekanan

20%)
Trombositopeni

darah dan nadi yang tidak

a (<100.000

terdeteksi

sel/mm3 ),
peningkatan
hematokrit
20%)

Diagnosis infeksi dengue:


Gejala klinis + trombositopenia+hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan
deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau dan uji serologi anti dengue positif
(IgM anti dengue atau IgM/IgG anti dengue positif)
.

Table. Perbandingan Teori Demam DEngue Dengan Yang Ditemukan Pada


Pasien
Textbook

LAPORAN KASUS

Kondisi Pasien

Page 19

Demam

(+)

Mual muntah

(+)

Nyeri kepala

Nyeri retroorbital

Nyeri otot

Ruam kulit

(-)

Manifestasi perdarahan

(+)

Leukopeni

(+)

Trombositopeni

(+)

Peningkatan Hct (5%-10%)

(-)

Tidak ada perembesan plasma

(+)
(-)
(+)
(-)

8. Komplikasi
Demam Dengue
Perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik, trombositopenia hebat,
dan trauma.
Demam Berdarah Dengue

Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.

Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal


ginjal akut.

Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma

Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &


perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multipel)

Hipoglikemia / hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok


berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai

LAPORAN KASUS

Page 20

9. Diagnosis banding

Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam
dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka
untuk membedakan dengan campak, rubela, demam chikungunya,
leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta
lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan laboratorium
diperlukan sesuai indikasi.

Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia,


atau anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium
darah tepi lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila
diperlukan.

Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan


apabila anak mengalami demam disertai syok.

10. Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit,
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan
akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen
virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi
dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
o Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 sakit,
mencapai puncaknya pada hari sakit ke 10-14, dan akan menurun/
menghilang pada akhir minggu keempat sakit.
o Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari
sakit ke-14. dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan
pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit
ke-2.

LAPORAN KASUS

Page 21

o Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari


infeksi sekunder. Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukkan infeksi
primer namun apabila IgM:IgG rasio <1,2 menunjukkan infeksi
sekunder.
Tabel . Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue
Diagnosis
Infeksi primer
Infeksi sekunder
Infeksi lampau
Bukan dengue

IgM
Positif
Positif
Negative
Negatif

Obat anti dengue


IgG
Negatif
Positif
Positif
Negatif

Keterangan

Apabila

klinis

mengarah
infeksi
pada

ke
dengue,
fase

penyembuhan IgM
dan IgG diulang
11. Tanda kegawatan
Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi
dengue, seperti berikut.

Tidak ada perbaikan klinis/perburukan saat sebelum atau selama masa


transisi ke fase bebas demam / sejalan dengan proses penyakit
Muntah yg menetap, tidak mau minum

Nyeri perut hebat

Letargi dan/atau gelisah, perubahan tingkah laku mendadak

Perdarahan: epistaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi


yang hebat, warna urin gelap (hemoglobinuria)/hematuria
Giddiness (pusing/perasaan ingin terjatuh)

Pucat, tangan - kaki dingin dan lembab

Diuresis kurang/tidak ada dalam 4-6 jam

12. Tata Laksana


Prinsip umum terapi cairan pada DBD

LAPORAN KASUS

Page 22

Kristaloid isotonik harus digunakan selama masa kritis.


Cairan koloid digunakan pada pasien dengan perembesan plasma hebat,
dan tidak ada respon pada minimal volume cairan kristaloid yang
diberikan.
Volume cairan rumatan + dehidrasi 5% harus diberikan untuk menjaga
volume dan cairan intravaskular yang adekuat.
Pada pasien dengan obesitas, digunakan berat badan ideal sebagai acuan
untuk menghitung volume cairan.

Cairan yang dibutuhkan berdasarkan berat badan


Berat badan ideal (kg)
5
10
15
29
25
30
35
40
45
50
55
60

Cairan rumatan (ml)


500
1000
1250
1500
1600
1700
1800
1900
2000
2100
2200
2300

Cairan rumatan + 5%
defisit (ml)
750
1500
2000
2500
2850
3200
3550
3900
4250
4600
4950
5300

Tatalaksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit


Fase demam
Medikamentosa
o Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.
o Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
o Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terdapat perdarahan
saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
o Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
Supportif

LAPORAN KASUS

Page 23

o Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit


o Diberikan untuk 48 jam atau lebih
o Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit
Fase Kritis
Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan +
deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam.

DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV)

Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah
didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III

LAPORAN KASUS

Page 24

Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat
diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi
hasil laboratorium yang tidak normal

Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah


review hematokrit sebelum resusitasi)

Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena


pusat / jalur arteri)

Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah

LAPORAN KASUS

Page 25

DAFTAR PUSTAKA
Sinha A, Sazawal S, Kumar R, et al: 1999. Typhoid fever in children aged less
than 5 years. Lancet 354:734737.18.
Departemen Kesehatan RI. Data Surveilans tahun 1994. Jakarta, 1995 p43. Data
Surveialns tahun 1996. Ditjen P2M Direktorat Epidemiologi dan Imunisasi
Subdirektorat Surveilans. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2996. P. 37.
Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
World Health Organization: Strengthening implementation of the global strategy
for dengue fever/dengue haemorrhagic fever prevention and control.
Report of the Informal Consultation, World Health Organization, October
1820, 1999, Geneva, 2000.
World Health Organization: Dengue Hemorrhagic Fever: Diagnosis, Treatment
and Control, 2nd ed. Geneva, World Health Organization, 1997.
World Health Organization: Comprehensive guidelines for prevention and control
of dengue and dengue haemorrhagic fever, World Health Organization,
2011.

LAPORAN KASUS

Page 26

Anda mungkin juga menyukai