Laporan kasus
Dengue Fever
Disusun untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Madya
Oleh :
M. Haekal Arfan Boesary
21501101036
Pembimbing
dr. Nur Ramadhan, Sp.A
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih karunia-
Nya penulis dapat menyusun laporan kasus yang berjudul “Dengue Fever”. Penulis berharap
agar makalah ini dapat dimanfaatkan dan dipahami baik oleh penulis maupun pembaca serta
dapat memberikan dampak positif dalam memberikan pelayan terbaik dalam kesehatan. Segala
kritikan dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk pengembangan ilmu kedokteran
yang dibahas dalam makalah ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih, khususnya kepada dosen pembimbing, dr. Nur
Ramadhan, Sp.A yang telah memberikan waktu, tenaga dan ilmu kepada penulis, serta teman
sejawat yang telah mendukung penyusunan laporan kasus ini.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama : An. P
Usia : 15 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
TTL : Turen, 8 Desember 2004
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Turen
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Siswa
No. RM : 406384
Tanggal Pemeriksaan : Senin, 13 Desember 2020
2.2 Identitas Orang Tua
Ayah:
Nama : Tn. Y
Usia :-
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan :-
Alamat :-
Status : Meninggal
Hubungan : Ayah Kandung
Ibu:
Nama Ibu : Ny. Y
Usia : 49 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Turen
Status : Janda
Hubungan : Ibu Kandung
5
2.3 ANAMNESIS
2.3.1 Keluhan utama
Pendarahan Gusi dan Demam
2.3.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien sebelumnya mengeluhkan demam dan dibawah ke puskesmas
turen kemudian dirawat selama 3 hari dengan pemberian obat penurun
panas. Panas mulai menurun dan pulang hari ke empat, namun saat di rumah
pasien mengeluhkan pendarahan pada gusi hingga merembes, penurunan
nafsu makan, mual, dan kondisi tubuh yang lemah disertai nyeri abdomen
pada area epigastrium. Setelah itu pasien diantar untuk berobat kembali ke
puskesmas dan kemudian dirujuk ke rumah sakit masuk melalui IGD.
Selama di rumah sakit, keluhan pasien mulai berkurang, dan tidak lagi
mengalami pendarahan pada gusi. Namun, pasien mengeluhkan susah
buang air besar sejak masuk rumah sakit, otot badan terasa sakit, namun
mulai berkurang, keluhan lain disangkal.
2.3.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah didiagnosa demam thypoid namun mereda saat
diberikan parasetamol.
2.3.4 Riwayat Pengobatan
Dalam beberapa hari ini, Orang tua pasien memberikan terapi
lanjutan dari puskemas berupa antipiretik dan antibiotik.
2.3.5 Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit ginjal pada keluarga (-), Hipertensi (-), Diabetes
melitus(-), penyakit jantung (-), Asma (-).
2.3.6 Riwayat Kehamilan
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pada saat hamil ibu
pasien dalam kondisi sehat, rutin kontrol ke bidan dan dokter spesialis
kandungan.
2.3.7 Riwayat Persalinan
Pasien lahir di rumah sakit dengan persalinan sercio caesar. Masa
gestasi 40 minggu keadaan bayi saat lahir dengan:
6
Kimia Klinik
Gula Darah Sewaktu 112 Mg/dL <200
Neutrofil 32.3 % 51 ~ 67
Limfosit 44.0 % 25 ~ 33
Eosinofil 0.6 % 0~4
Monosit 22.5 % 2~4
• Tirah Baring
• Asupan makan dan minum ditingkatkan
Monitoring:
• Observasi kondisi klinis (tanda vital) setiap 8 jam
• Pemeriksaan darah lengkap (Hb, trombosit dan Hct)
• Observasi jika ada perdarahan spontan
2.9 KIE
1. Memberi edukasi kepada keluarga terkait penyebab, komplikasi dan
prognoasa demam dengue
2. Memberi edukasi kepada keluarga terkait lama pengobatan demam
dengue
3. Memberikan edukasi kepada keluarga terkait faktor resiko dan cara –
cara pencegahan yang berkaitan dengan hiegene personal dan sanitasi
lingkungan untuk mencegah terjadinya infeksi dengue.
2.10 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanatiam : dubia ad bonam
2.11 Komplikasi
• Komplikasi demam dengue
Demam dengue dapat disertai dengan perdarahan akibat penyakit dasar
seperti ulkus peptikum, trombositopenia berat, dan trauma.
2.12 Resume
Pasien An. P usia 2 tahun datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen pada
hari kamis sore tanggal 9 Januari 2020 dengan keluhangusi berdarah dan
disertai demam. Sebelumnya pasien sudah di rawat di puskesmas turen selama
3 hari dan panas mulai turun sehingga pada hari ke 3 dirawat pasien kembali
kerumah. Namun, saat dirumah pasien mengeluhkan gusi yang berdarah terus
menerus. Ibu pasien telah memberikan obat sesuai dengan terapi sebelumnya,
12
dengan pemberian antibiotic dan obat penurun panas. Setelah itu pasien
dibawah ke puskesmas kemudian di rujuk ke IGD. Saat di IGD keluhan utama
pasien adalah gusi yang berdarah terus menerus tanpa ada demam yang tinggi.
Badan terasa lemas (+), pusing (+), Nyeri perut (+), dan penurunan nafsu
makan dan minum.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil Vital Sign: RR: 20 x/menit; Nadi:
68 x/menit dan Suhu: 37,2 °C. Keadaan umum pasien tampak sakit sedang.
Pada pemeriksaan penunjang dengan melakukan pemeriksaan darah lengkap
didapatkan penurunan Trombosit: 56.000 sel/cm. Dari data yang sudah ada,
diagnosa kerja dari pasien adalah Dengue Fever.
Rencana terapi Medikamentosa pasien Infus D5 ½ NS 2000 cc/24Jam, Inj.
Omeprazole 2x10 mg, Inj antrain 3x120 mg (kalau perlu ≥38,5oC), PO sanmol
3x1 tab (kalau perlu ≥37,5oC) dan lactulose 2x7,5 cc.
Terapi Non Medikamentosa dianjurkan tirah baring, asupan makan
ditingkatkan dan pemberian KIE.
2.13 SOAP
No. Tanggal S O A P
1. 10-1-2020 Demam (-), gusi • Ku : lemah s. dengue Medikamentosa
berdarah (+), BAK • GCS : 456 fever • Pemberian infus Asering
(+), BAB (-), nafsu • VS : 1500 cc/24jam
makan minum N: 68x/m, RR: • Inj. Omeprazole 2x10 mg
menurun, badan 20x/m, T:37,2oC • Inj. Antrain 3x500 mg (k/p
terasa lemah. • Kepala: Temp. >/= 38,5 oC)
normocephal • PO. Sanmol 3x1 tab (k/p
• Mata : anemis -/-, Temp. >/= 37.5 oC)
RC -/- edema Non-Medikamentosa
palpebra -/- • Tirah Baring
• THT: Tonsil : • Asupan makan dan minum
T1/T1, Faring : tidak ditingkatkan
hiperemi
• Thorax: simetris Monitoring
+/+, retraksi -/-, • Observasi kondisi
Rhonki -/- klinis (Tanda
• Jantung: S1/S2 vital) setiap 8 jam
reguler, murmur -/-, • Pemeriksaan
gallup -/- darah lengkap
• Abdomen : BU + (Hb, trombosit
• Ekstremitas :, akral dan Hct)
hangat, CRT <2 s • Observasi jika ada
perdarahan
Lab : spontan
trombosit : 69.000
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
nyamuk, sehingga dapat ditemukan dalam darah pejamu sebagai antigen NS1.
Masing masing protein mempunyai peran yang berbeda dalam patogenisitas,
replikasi virus, dan aktivasi respons imun, baik humoral maupun selular.
Berdasarkan sifat antigen dikenal ada empat serotipe virus dengue, yaitu DENV-1,
DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing serotipe mempunyai beberapa
galur (strain) atau genotipe yang berbeda. Serotipe yang dapat ditemukan dan yang
paling banyak beredar di suatu negara atau area geografis tertentu berbeda-beda. Di
Indonesia keempat serotipe virus dengue tersebut dapat ditemukan dan DENV-3
merupakan galur yang paling virulen5.
Pada saat ini nyamuk Stegomiya aegipty (Aedes aegipty) disebut sebagai
spesies kosmopolitan yang banyak ditemukan di berbagai belahan dunia. Nyamuk
ini merupakan nyamuk domestik yang mempunyai afinitas tinggi untuk menggigit
manusia (antropofilik) serta dapat menggigit lebih dari satu individu (multiple-bite)
untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Saat nyamuk menghisap darah manusia
yang sedang mengalami viremia, virus masuk ke dalam tubuh nyamuk, yaitu dua
hari sebelum timbul demam sampai 5-7 hari fase demam. Nyamuk kemudian
menularkan virus ke manusia lain. Kerentanan untuk timbulnya penyakit pada
individu antara lain ditentukan oleh status imun dan faktor genetik pejamu. Faktor
abiotik seperti suhu lingkungan, kelembaban, dan curah hujan, telah diketahui
berperan dalam penyebaran penyakit dengue. Perubahan iklim secara global
dilaporkan membuat nyamuk mengalami dehidrasi sehingga untuk
mempertahankan diri nyamuk akan lebih sering menggigit manusia. Peningkatan
curah hujan, terutama saat peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan
dilaporkan berpengaruh terhadap peningkatan kasus penyakit dengue5.
Struktur protein virus dengue mempunyai fungsi mempermudah
perpindahan asam nukleat virus dari sel host satu ke sel host yang lain. Protein ini
berperan melindungi gen virus terhadap inaktivasi oleh nukleus dan melengkapi
partikel virus untuk intervensi sel yang rentan. Respons imunitas host secara
langsung akan melawan faktor antigen protein atau glikoprotein virus yang tidak
terlindungi di permukaan partikel virus5.
16
3.3 Patofisiologi
Patofisiologi infeksi virus dengue berkaitan dengan faktor virus, faktor
penjamu, dan faktor lingkungan. Yang termasuk faktor virus berkaitan dengan
sertipe, jumlah, dan virulensi. Sedangkan yang termasuk faktor penjamu seperti
genetik, usia, status gizi penyakit komorbid, dan interaksi antara virus dan penjamu.
Faktor lingkungan yang termasuk didalamnya adalah seperti musim, curah hujan,
suhu udaram kepadatan penduduk, dan kesehatan lingkungan7.
Peran sistem imun apabila seseorang terkena infeksi virus dengue pertama kali
(primer) maka akan menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk serotipe
penyebab yang sama. Namun jika terkena infeksi yang kedua dengan serotipe virus
yang berbeda (secondary heteroogous infection) maka akan memberikan
manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan infeksi primer. Pada bayi yang
baru lahir dengan ibu yang memiliki antibodi dapat menunjukkan manifestasi klinis
berat meskipun infeksi primer. Ketika jumlah virus dalam darah menurun, maka
akan terjadai kebocoran plasma yang merupakan tanda dari demam berdarah
dengue. Hal ini terjadi dalam kurun waktu 24 hingga 48 jam8.
Interaksi antara virus dengue dengan sel dendrit, monosit/makrofag, sel
endotel, dan trombosit maka akan menyebabkan berbagai mediator sitokin,
peningkatan aktivasi sistem komplemen, seta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila
aktivasi sel imun berlebihan, akan diproduksi sitokin dalam jumlah yang banyak..
Hal tersebut menyebabkan timbulnya berbagai kelainan yang akhirnya
memunculkan tanda dan gejala. Infeksi yang berat dalam hal ini demam berdarah
dengue ditandai dengan peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering disebut
17
badai sitokin. Sitokin yang paling banyak ditemukan yaitu TNF-alfa, IL-1beta, IL-
6, IL8, dan IFN-gama. Virus dengue memiliki empat serotip8.
Apabila satu infeksi tersebut mengenai tubuh maka akan membentuk
kekebalan tubuh terhadap serotip tersebut. Pada saat yang sama sebagian dari
kekebalan silang akan dibentuk antibodi untuk serotipe lain. Apabila kemudian
terjadi infeksi oleh serotipe yang berbeda, maka antibodi heterotipik yang bersifat
non atau subneutralisasi berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus
serotipe yang baru membentuk komplek imun. Komplek imun akan berikatan
dengan reseptor Fcƴ yang banyak terdapat terutama pada monosit dan makrofag,
sehingga memudahkan virus menginfeksi sel. Virus bermultipikasi di dalam sel dan
selanjutnya virus keluar dari sel, sehingga terjadi viremia. Kompleks imun juga
dapat mengaktifkan kaskade sistem komplemen untuk menghasilkan C3a dan C5a
yang mempunyai dampak langsung terhadap peningkatan permeabilitas vaskular7,8.
Respon imun seluar yang berperan yaitu limfosit T (sel T). Sama dengan respin
imun humoral, respons sel T terhadap infeksi virus dengue dapat menguntungkan
sehingga tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi ringan namun juga
dapat merugikan penjamu. Sel T spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel
yang terinfeksi virus dengue dan menimbulkan respons beragam berupa proliferasi
sel T, menghancurkan (lisis) sel terifeksi dengue, serta memproduksi berbagai
sitokin. Pada penelitian in vitro diketahui bahwa baik sel T dan CD4 maupun sel T
CD8 dapat menyebabkan lisis sel target yang terinfeksi dengue. Dalam
menjalankan fungsinya sel T CD4 lebih banyak sebagai penghasil sitokin
18
3.4 Klasifikasi
Klasifikasi infeksi dengue mengalami beberapa kali perubahan sejak WHO
1997, kemudian WHO 2009, dan yang terakhir menggunakan WHO 2011.
Perubahan klasifikasi dengue berkaitan dengan diagnosis dan penatalaksanaan
pasien. Menurut WHO 1997, manifestasi infeksi dengue dengan gejala simtomatik
dibagi menjadi 3 pembagian.9
- demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus
selam 2-7 hari
- Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan :
• Uji torniquet positf
• Petekie, ekimosis, purpura
• Perdarahan mukosa, epiktasis, perdarahan gusi
• Hematemesis dan atau melena
• Pembesaran hati
• Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah sampai tidak teraba,
penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20mmHg), hipotensi sampai tidak terukur,
kaki dan tangan dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang (>2
detik), dan pasien tampak gelisah
- Hasil lab berupa: trombositopenia (10.000/µl atau kurang), adanya
kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan
manifestasi peningkatan hematokrit ≥20% dari nilai standar dan penurunan
hematokrit ≥20% setelah mendapat terapi cairan, efusi pleura/perikardial,
asites dan hipoproteinemia
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau
hanya peningkatan hematokrit) sudah dapat ditegakkan diagnosis sebagai demam
berdarah dengue.
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau menyebabkan demam
yang tidak terdefinisi (sindrom virus), demam dengue atau demam berdarah
dengue. Gambaran klinis tergantung strain virus dan faktor host seperti umur dan
status imun.
Perjalanan demam dengue dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase febris, fase
kritis dan fase pemulihan11.
1. Fase febris,
Biasanya demam mendadak tinggi 2 – 7 hari, disertai muka kemerahan, eritema
kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorokan, injeksi faring dan konjungtiva, anoreksia,
mual dan muntah. Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti
24
3.9 Penatalaksanaan
Pengobatan kasus dengue menurut klasifikasi diagnosis WHO 2011 tidak
jauh berbeda dengan klasifikasi WHO 1997 yang selama ini dipergunakan di
Indonesia. Dalam tata laksana kasus dengue terdapat dua keadaan klinis yang
perlu diperhatikan yaitu11:
• Sistem triase yang harus disosialisasikan kepada dokter yang bertugas di
unit gawat darurat atau puskesmas. Dalam sistem triase tersebut, dapat
dipilah pasien dengue dengan warning signs dan pasien yang dapat berobat
jalan namun memerlukan observasi lebih lanjut (Gambar 3.11).
• Tata laksana kasus sindrom syok dengue (DSS) dengan dasar pemberian
cairan yang adekuat dan monitor kadar hematokrit. Apabila syok belum
teratasi selama 2 x 30 menit, pastikan apakah telah terjadi perdarahan dan
transfusi PRC merupakan pilihan (Gambar 3.12).
29
intravena berdasarkanberat badan idéal. Pada kasus non syok, untuk pasien
dengan berat badan (BB) <15 kg, pemberian cairan diawali dengan tetesan
6-7 ml/ kg/jam, antara 15-40 kg dengan 5 ml/kg/jam, dan pada anak dengan
BB >40 kg, cairan cukup diberikan dengan tetesan 3-4 ml/kg/jam.
Setelah masa kritis terlampaui, pasien akan masuk dalam fase
penyembuhan, yaitu saat keadaan overload mengancam. Pada pasien DBD,
cairan intravena harus diberikan dengan seksama sesuai kebutuhan agar
sirkulasi intravaskuler tetap memadai. Apabila cairan yang diberikan
berlebihan maka kebocoran terjadi ke dalam rongga pleura dan abdominal
yang selanjutnya menyebabkan distres pernafasan. Tetesan intravena harus
disesuaikan berkala dengan mempertimbangkan tanda vital, kondisi klinis
(penampilan umum, pengisian kapiler), laboratoris (hemoglobin,
hematokrit, lekosit, trombosit), serta luaran urin. Pada fase ini sering
dipergunakan antipiretik yang tidak tepat dan pemberian antibiotik yang
tidak perlu. Cairan intravena tidak perlu diberikan sebelum terjadinya
kebocoran plasma. Penderita DD umumnya tidak perlu diberikan cairan
intravena.
Cairan yang dibutuhkan pada fase kritis setara dengan dehidrasi
sedang yang berlangsung tidak lebih dari 48 jam. Kemampuan untuk
memberi cairan sesuai kebutuhan pada fase ini menentukan prognosis.
Sebagian pasien sembuh setelah pemberian cairan intravena, sedangkan
pasien dengan kondisi berat atau tidak mendapat cairan sesuai dengan
kebutuhan akan jatuh ke dalam fase syok. Pemberian cairan intravena
sebelum terjadi kebocoran plasma sebaiknya dihindarkan karena dapat
menimbulkan kelebihan cairan. Pemantauan tanda vital pada fase kritis
bertujuan untuk mewaspadai gejala syok. Kegagalan tata laksana pada fase
ini biasanya disebabkan oleh penggunaan cairan hipotonik dan
kertelambatan penggunaan koloid selama fase kritis21.
Dengue berat harus dipertimbangkan apabila ditemui bukti adanya
kebocoran plasma, perdarahan bermakna, penurunan kesadaran, perdarahan
saluran cerna, atau gangguan organ berat. Tata laksana dini pemberian
cairan untuk penggantian plasma dengan kristaloid dapat mencegah
34
terjadi hipokalemia (fase diuresis). Buah-buahan, jus buah atau larutan oralit
dapat diberikan untuk menanggulangi gangguan elektrolit19,20.
Penderita dapat dipulangkan apabila paling tidak dalam 24 jam tidak
terdapat demam tanpa antipiretik, kondisi klinis membaik, nafsu makan
baik, nilai Ht stabil,tiga hari sesudah syok teratasi, tidak ada sesak napas
atau takipnea, dan junlah trombosit >50.000/mm3.
Kegagalan tata laksana umumnya disebabkan oleh kegagalan untuk
memantau tetesan dan jumlah cairan pengganti selama fase kritis.
Pemberian cairan yang berkelebihan atau lebih lama dari masa kebocoran
plasma, kegagalan mengenal perdarahan internal/tersembunyi, pemberian
transfusi trombosit yang tidak perlu, serta kegagalan memantau pasien
berobat jalan, dan penggunaan pipa lambung (nasogastric tube) untuk
menentukan adanya perdarahan seringkali menjadi penyebab tata laksana
yang tidak tepat19,20.
3.10 Prognosis
Infeksi dengue mempunyai spektrum manifestasi klinis yang luas,
kadangkala sulit diramalkan baik secara klinis maupun prognosisnya.
Walaupun sebagian besar kasus infeksi dengue akan sembuh tanpa
pengobatan, adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat
mengakibatkan infeksi dengue berat dan berakibat fatal. Cairan yang
dibutuhkan pada fase kritis setara dengan dehidrasi sedang yang
berlangsung tidak lebih dari 48 jam. Kemampuan pemberian cairan sesuai
kebutuhan pada fase kritis menentukan prognosis. Sebagian pasien sembuh
setelah pemberian cairan intravena, sedangkan pasien dengan kondisi berat
atau tidak mendapat cairan sesuai dengan kebutuhan akan jatuh ke dalam
fase syok. Secara umum, sebagian besar pasien DBD akan sembuh tanpa
komplikasi dalam waktu 24-48 jam setelah syok. Tanda pasien masuk ke
dalam fase penyembuhan adalah keadaan umum membaik, meningkatnya
nafsu makan, tanda vital stabil, Ht stabil dan menurun sampai 35-40%, dan
diuresis cukup21.
37
3.11 Pencegahan
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Dasar Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan, anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
Hasil anamnesa didapatkan data:
• Panas mendadak 4 hari sebelum MRS di RSUD
• Perdarahan gusi terjadi sejak hari ke empat panas
• Nyeri otot dirasakan sudah beberapa hari terakhir
• Badan lemah
Pasien ini didiagnosa demam dengue karena pada hasil anamnesa sesuai dengan
manifestasi klinis kriteria WHO 2005 manifestasi klinis demam dengue dapat
berupa
- Demam tinggi mendadak
- Ditambah gejala penyerta 2 atau lebih :
• Nyeri otot
• Pendarahan gusi
• Meski jarang dapat disertai manifestasi perdarahan
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data
• KU kurang aktif
• Akral hangat
• Vital sign dalam batas normal
Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau menyebabkan demam
yang tidak terdefinisi (sindrom virus), demam dengue atau demam berdarah
dengue. Gambaran klinis tergantung strain virus dan faktor host seperti umur dan
status imun. Perjalanan demam dengue dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu fase
febris, fase kritis dan fase pemulihan. Pada pasien ini tidak didapatkan tanda-tandan
terdjadinya dengue berat.
Dengue berat harus dicurigai bila pada penderita dengue ditemukan :
• Bukti kebocoran plasma seperti hematokrit yang tinggi atau meningkat
secara progresif, adanya efusi pleura atau asites, gangguan sirkulasi atau
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, didapartkan diagnosa kerja pasien adalah Dengue Fever. Penanganan
Dengue Fever harus cepat dan tepat untuk menghindarkan prognosa yang buruk
pada anak yang dapat menyebabkan timbulnya komplikasi.
5.2 Saran
Edukasi mengenai vaksinasi DHF dan melakukan strategi pencegahan lain
dengan modifikasi lingkungan dan penerapan 3M Plus.
42
DAFTAR PUSTAKA
16. Satari HI. Pitfalls pada Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Dengue
Dalam : Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal
Disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012.
17. Karyanti MR. Pemilihan Terapi Cairan untuk Demam Berdarah Dengue.
Dalam : Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal
Disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012.
18. Sumarmo, P., S. 1999. Masalah Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Pelatihan Bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Tatalaksana Kasus DBD. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
19. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue
di sarana pela- yanan kesehatan, 2005.p.19-34
20. Satari HI. Pitfalls pada Diagnosis dan Tata Laksana Infeksi Dengue
Dalam : Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal
Disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012.
21. Karyanti MR. Pemilihan Terapi Cairan untuk Demam Berdarah Dengue.
Dalam : Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal
Disorders. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. 2012.
22. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Informasi pengendalian
penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal P2PL
Kemenkes RI; 2009.