Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

DEHIDRASI DAN PENATALAKSANAAN TERAPI CAIRAN

Pembimbing

dr. Wendy Hudyarisandi, Sp. An

Disusun Oleh :

Azizah Shiena Pitaloka

202010401011028

SMF ILMU ANESTESI

RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MALANG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

DEHIDRASI DAN PENATALAKSANAANNYA

Referat dengan judul “Dehidrasi dan Penatalaksanaannya” telah diperiksa dan

disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan

Dokter Muda di bagian Ilmu Anestesiologi.

Surabaya, Agustus 2020

Pembimbing

dr. Wendy Hudyarisandi, Sp.An.

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,

atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul

“Terapi Dehidrasi dan Penatalaksanaannya”. Penyusunan tugas ini merupakan

salah satu tugas yang penulis laksanakan selama mengikuti kepaniteraan di SMF

Anastesi RSU Haji Surabaya.

Penulis mengucapkan terima kepada dr. Wendy Hudyarisandi, Sp.An selaku

dokter pembimbing dalam penyelesaian tugas referat ini, terima kasih atas

bimbingan dan waktunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.

Semoga referat ini dapat memberikan manfaat pada pembaca. Penulis

menyadari bahwa penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Dalam

kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun

demi kesempurnaan laporan ini.

Bontang, 10 Agustus 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i

LEMBAR PENGESAHAN …………………………………...……………….. ii

KATA PENGANTAR …………………………………………………………. iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………… iv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….....……… 1

1.1 Definisi Dehidrasi ………………………………...…………………... 1

1.2 Epidemiologi Dehidrasi .………………………………………………

1.3 Patogenesis Dehidrasi …………………………………………………

1.4 Faktor Risiko Dehidrasi ………………………………………………

1.5 Manifestasi Klinis Dehidrasi ………………………………………… 3

1.6 Pemeriksaan Penunjang Dehidrasi …………………………………..

1.7 Kriteria Diagnosis Dehidrasi …………………………………………

BAB II TATALAKSANA FARMAKOTERAPI DAN NON

FARMAKOTERAPI …………………………………………………………… 7

2.1. Terapi Cairan pada Dehidrasi ………………………………............ 7

2.2. Anak - Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang …………………..

11

iv
2.3. Anak - Diare dengan Dehidrasi Berat ……………………………..

14

BAB III KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS ....................................................

17

BAB IV. PENUTUP ……………………………………………………………

18

DAFTAR PUSTAKA 19

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Definisi Dehidrasi

Dehidrasi merupakan keadaan dimana kurangnya terjadi kekurangan jumlah

cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan, asupan yang tidak memadai atau

kombinasi keduanya.

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering

terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar 5-10%

dari kasus.

1.2. Epidemiologi Dehidrasi

Dehidrasi hipernatremi-hiperosmotik banyak ditemukan pada pasien yang lebih

tua, pasien yang menerima makanan secara enteral yang tidak diberikan cukup cairan,

pasien hidrasi parenteral tetapi tidak diberikan secara adekuat, pasien dengan diabetes

mellitus atau insipidus yang tidak terkontrol.

Dehidrasi dapat terjadi karena rendahnya asupan makanan dan cairan atau

karena kehilangan cairan yang berlebihan. Asupan air mungkin kurang dalam kondisi

penyakit, pada subjek lanjut usia dengan kelemahan, defisit kognitif, perubahan status

mental, bergantung pada orang lain untuk kebutuhan air mereka. Asupan air mungkin

kurang di bawah manajemen cairan yang buruk juga pada pasien rawat inap.
1.3. Patogenesis Dehidrasi

Mencari penyebab dehidrasi merupakan hal penting. Asupan cairan yang buruk,

cairan keluar berlebihan, peningkatan insensible water loss (IWL), atau kombinasi

keduanya bisa menjadi penyebab berkurangnya volume intravaskuler. Berikut ini

beberapa faktor patologis penyebab dehidrasi yang sering ditemui:

• Gastroenteritis  Diare adalah etiologi paling sering. Pada diare yang disertai

muntah, dehidrasi semakin progresif. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab

utama kematian bayi dan anak di dunia.

 Stomatitis dan faringitis  Rasa nyeri mulut dan tenggorokan dapat membatasi

asupan makanan dan minuman lewat mulut.

 Ketoasidosis Diabetes (KAD)  Disebabkan karena adanya diuresis osmotik.

Berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan.

 Demam  Meningkatkan IWL dan menurunkan nafsu makan.

 Seseorang yang aktif di luar ruangan dalam cuaca panas dan lembab 

Terkadang tidak dapat mendinginkan tubuh secara efektif karena keringat tidak

menguap sehingga dapat menyebabkan suhu tubuh lebih tinggi dan

membutuhkan lebih banyak air.

 Selain itu, dehidrasi juga dapat dicetuskan oleh kondisi heat stroke,

tirotoksikosis, obstruksi saluran cerna, fibrosis sistik, diabetes insipidus, dan

luka bakar.

2
1.4. Faktor Risiko Dehidrasi

Faktor risiko paling umum untuk dehidrasi adalah usia lanjut, infeksi, akhir

hidup dan demensia. Obat-obatan tertentu dapat meningkatkan risiko dehidrasi dan

merupakan salah satu faktor risiko yang dapat diubah, tetapi sebagian besar faktor

risiko dehidrasi tidak dapat diubah.

1.5. Manifestasi Klinis Dehidrasi

Manifestasi klinis yang terdapat pada pasien dehidrasi dapat dibagi menjadi dua:

a. Defisit cairan interstitial

 Turgor kulit yang jelek

 Mata cekung

 Ubun-ubun cekung

 Mukosa bibir kering

2. Defisit cairan intravaskuler:

 Hipotensi, takikardi

 Vena-vena kolaps

 Capillary refill time memanjang

 Oliguri

 Syok (renjatan)

1.6 Pemeriksaan Penunjang Dehidrasi

a. Darah Lengkap  Hemokonsentrasi (hipernatremia, hiperosmolalitas,

peningkatan hematokrit dan peningkatan albumin serum).

b. Kultur feses

3
c. Midstream Urine / Urin Pancar Tengah  Infections / Ketones

d. Kadar glukosa  finger prick

e. Serum elektrolit  Gangguan elektrolit dan ginjal terlihat dari banyaknya cairan

yang hilang dan penting untuk pasien yang berusia tua. Gangguan fungsi ginjal

yang diinduksi hipovolemia dapat menghasilkan rasio urea: kreatinin> 40.

1.7 Kriteria Diagnosis Dehidrasi

Tabel 1.1 Pemeriksaan Derajat Dehidrasi

Derajat Dehidrasi
Minimal Dehidrasi Berat
Gejala Ringan - Sedang
(< 3% BB) (>9%BB)
(3-9% BB)
Normal, lemas atau Apatis, letargi, tidak
Status mental Baik, sadar penuh
gelisah, iritabel sadar
Minum normal,
Sangat haus, sangat
Rasa haus mungkin menolak Tidak dapat minum
ingin minum
minum
Takikardi, pada
Denyut Normal sampai
Normal kasus berat
jantung meningkat
bradikardi
Kualitas Normal sampai Lemah atau tidak
Normal
denyut nadi menurun teraba
Pernapasan Normal Normal cepat Dalam
Mata Normal Cowong Sangat cowong
Air mata Ada Menurun Tidak ada
Mulut & lidah Basah Kering Pecah-pecah
Turgor kulit Baik < 2 detik  2 detik
Memanjang,
Isian kapiler Normal Memanjang
minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin
Normal sampai
Output urin Dingin menurun Minimal
menurun
Metode Pierce  Dehidrasi Ringan = 5% x BB (kg), Dehidrasi Sedang = 8% x
BB (kg), Dehidrasi berat = 10% x BB (kg).
Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia

dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena

4
komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih

bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu

penurunan berat badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda

dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih

rendah.

Tabel 1.2 Derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan air dari berat badan

Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor WHO,

dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor.

Tabel 1.3 Derajat dehidrasi berdasarkan skor WHO

Skor: < 2 tanda di kolom B dan C : tanpa dehidrasi, > 2 tanda di kolom B :
dehidrasi ringan-sedang, ≥ 2 tanda di kolom C : dehidrasi berat
Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi,

gangguan hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi

tolok ukur penilaian klinis dehidrasi.

Tabel 1.4 Tanda klinis dehidrasi

5
Pemberian makan segera saat asupan oral memungkinkan pada anak-anak yang

dehidrasi karena diare, dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu

diencerkan, pemberian ASI jangan dihentikan. Disarankan memberikan makanan

tergolong karbohidrat kompleks, buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan

berlemak dan jenis karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak tahun 2004

juga telah menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada anak.

BAB II

6
TATA LAKSANA FARMAKOTERAPI DAN NON FARMAKOTERAPI

Secara sederhana prinsip penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan

yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan

hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan

juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien.

Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate,

dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak, karena selain

dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai efek samping.

Pada dehidrasi karena muntah hebat, ondansetron efektif membantu asupan cairan

melalui oral dan mengatasi kedaruratan.

2.1. Terapi Cairan pada Dehidrasi

a. Dehidrasi Derajat Ringan-Sedang

Dehidrasi derajat ringan-sedang dapat diatasi dengan efektif melalui pemberian

cairan ORS (oral rehydration solution) untuk mengembalikan volume intravaskuler

dan mengoreksi asidosis. Selama terjadi gastroenteritis, mukosa usus tetap

mempertahankan kemampuan absorbsinya. Kandungan natrium dan sodium dalam

proporsi tepat dapat secara pasif dihantarkan melalui cairan dari lumen usus ke dalam

sirkulasi.

Jenis ORS yang diterima sebagai cairan rehidrasi adalah dengan kandungan

glukosa 2-3 g/dL, natrium 45-90 mEq/L, basa 30 mEq/L, kalium 20-25 mEq/L, dan

osmolalitas 200-310 mOsm/L.

 Salah satu jenis ORL standar dan paling umum digunakan sesuai rekomendasi

7
WHO adalah oralit. Banyak cairan tidak cocok digunakan sebagai cairan pengganti,

misalnya jus apel, susu, air jahe, dan air kaldu ayam karena mengandung glukosa

terlalu tinggi dan atau rendah natrium. Cairan pengganti yang tidak tepat akan

menciptakan diare osmotik, sehingga akan makin memperburuk kondisi dehidrasinya.

Adanya muntah bukan merupakan kontraindikasi pemberian ORS, kecuali jika

ada obstruksi usus, ileus, atau kondisi abdomen akut, maka rehidrasi secara intravena

menjadi alternatif pilihan. Defisit cairan harus segera dikoreksi dalam 4 jam dan ORS

harus diberikan dalam jumlah sedikit tetapi sering, untuk meminimalkan distensi

lambung dan refleks muntah. Secara umum, pemberian ORS sejumlah 5 mL setiap

menit dapat ditoleransi dengan baik. Jika muntah tetap terjadi, ORS dengan NGT

(nasogastric tube) atau NaCl 0,9% 20-30 mL/kgBB selama 1-2 jam dapat diberikan

untuk mencapai kondisi rehidrasi. Saat pasien telah dapat minum atau makan, asupan

oral dapat segera diberikan.

b. Dehidrasi Derajat Berat

Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi

intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik. Penanganan

kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap:

 Tahap Pertama  Fokus mengatasi kedaruratan dehidrasi (syok hipovolemia

yang membutuhkan penanganan cepat). Pada tahap ini dapat diberikan cairan

kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20

mL/kgBB. Perbaikan cairan intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi,

denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum

terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka

8
etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafilaksis, sepsis, syok

kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat

diindikasikan.

 Tahap Kedua  Fokus mengatasi defisit, pemberian cairan pemeliharaan dan

penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan

pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL.

Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat

meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan

berdasarkan berat badan adalah:

Tabel 2.1 Rumatan Cairan menurut rumus Hollyday-Segar

Berat Badan Jumlah Cairan


< 10 kg 100 ml/kg/hari

11 – 20 kg 1000 ml + 50 ml/kg/hari untuk setiap kg

di atas 10 kg

> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kg/hari untuk setiap kg

di atas 20 kg
Cara rehidrasi yaitu hitung cairan dan elektrolit total (rumatan + penggantian

defisit) untuk 24 jam pertama. Berikan separuhnya dalam 8 jam pertama dan

selebihnya dalam 16 jam berikutnya.

c. Dehidrasi Isotonik

Pada kondisi isonatremia, defisit natrium secara umum dapat dikoreksi dengan

mengganti defisit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam

NaCl 0,45-0,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam

9
cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada

dalam rentang aman.

d. Dehidrasi Hipotonik

Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL

20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130

mEq/L) harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi.

Koreksi defisit natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium

saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg).

Cara yang cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%

sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan

disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam).

Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah

mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara

parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L) direkomendasikan

untuk menghindari risiko ini.

e. Dehidrasi Hipertonik

Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% 20 mL/

kgBB atau RL sampai perfusi jaringan tercapai. Pada tahap kedua, tujuan utama

adalah memulihkan volume intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum

sesuai rekomendasi, akan tetapi jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi

hipernatremia terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema

serebral dan kematian. Pemberian cairan harus secara perlahan dalam lebih dari 48

jam menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila pemberian telah

10
diturunkan hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah natrium dalam cairan rehidrasi

juga dikurangi, sehingga koreksi hipernatremia dapat berlangsung secara perlahan.

2.2 Anak - Diare dengan Dehidrasi Ringan-Sedang

Penyebab tersering anak mengalami dehidrasi ialah diare (gastroenteritis)

sehingga akan dijelaskan lebih lanjut mengenai penatalaksanaannya.

 Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai

dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak

diketahui). Namun demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum

lebih banyak.

 Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh

setiap 1 – 2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang

lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan cangkir.

 Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah

1. Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih

lambat (misalnya 1 sendok setiap 2 – 3 menit).

2. Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri

minum air matang atau ASI.

 Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.

 Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara

menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya kepada

ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk rehidrasi dua

hari berikutnya.

11
 Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang

terlihat sebelumnya (Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak

tidak bisa minum larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)

1. Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk

perawatan di rumah:

 Beri cairan tambahan.

 Beri tablet zinc selama 10 hari

 Lanjutkan pemberian minum/makan

 Kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:

a. Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu

b. Kondisi anak memburuk

c. Anak demam

d. Terdapat darah dalam tinja anak

2. Jika anak masih mengalami dehidrasi sedang/ringan, ulangi

pengobatan untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas

dan mulai beri anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering

mungkin.

3. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali

tidak bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat

diberikan infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70

ml/kg BB cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia,

gunakan larutan NaCl).

12
Tabel 2.2 Pembagian Pemberian Cairan

UMUR Pemberian 70 ml/kg selama


Bayi (di bawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 2,5 jam
 Periksa kembali anak setiap 1-2 jam.

 Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum.

 Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam. Klasifikasikan

Dehidrasi. Kemudian pilih rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk

melanjutkan penanganan.

 Beri tablet Zinc  Beritahu ibu berapa banyak tablet zinc yang diberikan

kepada anak:

1. Di bawah umur 6 bulan: ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari

2. 6 bulan ke atas: 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari

 Pemberian Makan  Melanjutkan pemberian makan yang bergizi merupakan

suatu elemen yang penting dalam tatalaksana diare, seperti ASI tetap diberikan,

meskipun nafsu makan anak belum membaik, pemberian makan tetap

diupayakan pada anak berumur 6 bulan atau lebih.

Jika anak biasanya tidak diberi ASI, lihat kemungkinan untuk relaktasi (yaitu

memulai lagi pemberian ASI setelah dihentikan) atau beri susu formula yang biasa

diberikan. Jika anak berumur 6 bulan atau lebih atau sudah makan makanan padat,

beri makanan yang disajikan secara segar – dimasak, ditumbuk atau digiling.

13
Berikut adalah makanan yang direkomendasikan:

 Sereal atau makanan lain yang mengandung zat tepung dicampur dengan

kacang-kacangan, sayuran dan daging/ikan, jika mungkin, dengan 1-2 sendok

teh minyak sayur yang ditambahkan ke dalam setiap sajian.

 Makanan Pendamping ASI lokal yang direkomendasikan dalam pedoman

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di daerah tersebut.

 Sari buah segar seperti apel, jeruk manis dan pisang dapat diberikan untuk

penambahan kalium.

Bujuk anak untuk makan dengan memberikan makanan setidaknya 6 kali

sehari. Beri makanan yang sama setelah diare berhenti dan beri makanan tambahan

per harinya selama 2 minggu.

2.3 Anak - Diare dengan Dehidrasi Berat

Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang

diikuti dengan terapi rehidasi oral.

 Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan

oralit jika anak bisa minum. Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan

Ringer Laktat (disebut pula larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga

larutan Ringer Asetat. Jika larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam

normal (NaCl 0.9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal

tidak efektif dan jangan digunakan.

 Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.3 Pemberian Cairan Intravena bagi anak dengan Dehidrasi Berat

14
Pertama, berikan Selanjutnya, berikan
30 ml/kg dalam: 70 ml/kg dalam:
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur >12 bulan 30 menit 2,5 jam
Untuk informasi lebih lanjut, lihat Rencana Terapi C. Hal ini mencakup

pedoman pemberian larutan oralit menggunakan pipa nasogastrik atau melalui mulut

bila pemasangan infus tidak dapat dilakukan.

 Pemantauan  Nilai kembali anak setiap 15 – 30 menit hingga denyut nadi

radial anak teraba. Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus

lebih cepat. Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat

kesadaran dan kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk

memastikan bahwa telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan

membaik lebih lambat dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu

bermanfaat dalam pemantauan. Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah

diberikan, nilai kembali status hidrasi anak.

 Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena seperti yang

telah diuraikan sebelumnya. Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah

pemberian rehidrasi intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila

anak terus menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.

 Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda dehidrasi

ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam (lihat bagian

5.2.2 dan Rencana Terapi B). Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati

ibu untuk lebih sering memberikan ASI pada anaknya.

15
 Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, ikuti pedoman pada bagian 5.2.3

dan Rencana Terapi A. Jika bisa, anjurkan ibu untuk menyusui anaknya lebih

sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam sebelum pulang dari

rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat meneruskan penanganan

hidrasi anak dengan memberi larutan oralit.

Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika

anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 3–4 jam untuk bayi, atau 1–

2 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang

mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat berhasil

diatasi, beri tablet zinc.

BAB III. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

16
Komplikasi yang dapat terjadi adalah syok hipovolemik.

Prognosis sangat tergantung pada kondisi pasien saat datang, ada/tidaknya

komplikasi, dan pengobatannya, sehingga umumnya prognosis adalah dubia ad

bonam. Bila kondisi saat datang dengan dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi

dubia ad malam.

BAB IV. PENUTUP

17
Dapat disimpulkan bahwa dehidrasi akan memunculkan manifestasi klinis pada

pasien yakni mata cowong,turgor kulit menurun, nadi yang lemah, dan dari

penampilan umum terlihat lemas. Baik dehidrasi derajat ringan sedang ataupun

derajat berat membutuhkan resusitasi cairan, dan semuanya harus tercatat secara

detail serta dilakukan observasi dan asesmen ulang terhadap status hidrasi pasien agar

menghindari terjadinyaoverload cairan ataupun kekurangan. Perlu diingat bahwa

masing-masing jenis dehidrasi mempunyai manifestasi klinis yang berbeda sehingga

menyebabkan penatalaksanaannya pun berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

18
Hoxha T, Xhelili L, Azemi M, Avdiu M, Ismaili-Jaha V, Efendija-Beqa U, Grajcevci-
Uka V, 2015, Performance of Clinical Signs in the Diagnosis of Dehydration in
Children with Acute Gastroenteritis, Med Arh, 69(1), pp. 10–12.

Kementrian Kesehatan RI, 2011, Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan –
Situasi Diare di Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI.
 Khatri M, 2019, What is Dehydration? What Causes It?, WebMD, (Online), Diakses
pada 9 Agustus 2020, https://www.webmd.com/a-to-z-guides/dehydration-
adults#1.

Leksana E, 2015, Strategi Cairan pada Dehidrasi, Jurnal CDK-224, 42(1), pp. 70-73.

Naschitz JE, 2019, Dehydration Prevention and Diagnosis: A Study in Long-Term


Geriatric and Palliative Care. J Geriatr Med Gerontol, 5(2), pp. 1-7.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, 2017, Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Jakarta: PB IDI.

POAC Clinical Guideline: Acute Adult Dehydration, July 2015.

Syamsul Hilal Salam, 2016, Dasar-Dasar Terapi Cairan dan Elektrolit, Makassar:
Universitas Hassanudin, (Online), diakses pada 9 Agustus 2020.

Thomas DR, Cote TR, Lawhorne L, et al., 2008, Understanding Clinical Dehydration
and Its Treatment, JAMDA, 9, pp. 292-301

World Health Organization, 2014, IMCI (Integrated Management of Childhood


Illness) – Module 4. Diarrhea, Switzerland: WHO.

19

Anda mungkin juga menyukai