Disusun Oleh:
Pembimbing :
dr. Tri Adi Mylano, Sp. JP (K)
MEDAN
2018
LEMBAR PENILAIAN
Nilai :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
kekuatan dan kesempatan serta rahmat-Nya, sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan waktu yang diharapkan walaupun dalam bentuk yang sangat
sederhana, laporan kasus ini membahas tentang “Non-ST Elevasi Miokard
Infark” dan kiranya laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dalam menegakkan diagnosa pasien dengan “Non-
ST Elevasi Miokard Infark”.
Dengan adanya laporan kasus ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap
semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan
meningkatkan mutu individu kita.
Saya sangat menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
sangat minim, sehinggga saran dari dokter pembimbing serta kritikan dari semua
pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan kasus ini. Saya ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
laporan kasus ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENILAIAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2
2.1. Definisi.................................................................................................... 2
2.2. Etiologi.................................................................................................... 2
2.3. Patofisiologi............................................................................................ 2
2.4. Diagnosis dan Diagnosis......................................................................... 9
2.5. Penatalaksanaan...................................................................................... 9
2.6. Prognosis................................................................................................. 17
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 29
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk pada sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia
miokard akut. SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil (UAP), infark
miokard dengan non-ST elevasi (NSTEMI), infark miokard dengan ST elevasi
(STEMI) dan atau kematian jantung mendadak.3
2.2 Etiologi
Etiologi dari sindrom koroner akut adalah 90% akibat adanya trombus yang
menyumbat pada arteri koroner yang aterosklerosis.Diyakini faktor utama pemicu
terjadinya trombosis koroner adalah plak yang ruptur dan erosi. Derajat sumbatan
arteri koroner akan mempengaruhi gejala klinis yang timbul.
Etiologi lain dari sindrom koroner akut adalah emboli arteri koronaria,
anomali arteri kongenital seperti aneurisma arteri koroner, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, diseksi aorta, oklusi arteri
koroner akibat vaskulitis, ventrikel hipertrofi, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.2-4
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut3:
a. Pria
b. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer/karotis)
c. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner, atau IKP
d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi,
risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education
Program)
2.3 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan
2
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama ± 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
3
Gambar 2.1 Tahap perkembangan aterosklerosis
4
dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. 3 Selain itu
anamnesis mengenai faktor risiko terjadinya SKA juga penting untuk
memperkuat kemungkinan diagnosis.
5
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral
akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena
perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding
SKA.3
C. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20
menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T.
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara
lain:
6
Depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan
sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI. Jika pemeriksaan EKG awal
menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung,
pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada
keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan
EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa
pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST dan/atau
inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI
dapat dipastikan.
7
D. Pemeriksaan Marka Jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emasdalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Tes yang negatif
pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard
akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan
menetap sampai 2 minggu bila terjadi nekrosis luas. Apabila pemeriksaan
troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan
meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam,
dan menetap sampai 2 hari.3
E. Diagnosis Banding
8
Berikut dibawah ini adalah kondisi-kondisi yang berasal dari jantung
maupun non jantung yang menyerupai NSTEMI:
Orthopedi
Kardiak Pulmonal Hematologi Vaskular Gastrointestinal
/Infeksi
Miokarditis Emboli paru Sickle cell Diseksi aorta Spasme esofageal Cervical
crisis diskopati
Trauma
kardiak
2.5 Penatalaksanaan
A. Anti iskemia
1. Beta blocker
Keuntungan utama terapi beta blocker terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma
bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,
preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Beta blocker
direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat
9
indikasi kontra (Kelas I-B). Beta blocker oral hendaknya diberikan
dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Beta blocker juga diindikasikan
untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada
indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian beta blocker pada pasien dengan
riwayat pengobatan beta blocker kronis yang datang dengan SKA tetap
dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip=III (Kelas I-B).
Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai
Carvedilol a dan b +
maksimum 2x25
mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari
2. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
a. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina (Kelas I-C).
b. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai
maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan
10
penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-
C).
c. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-
B).
d. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan (Kelas III-C).
e. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48
jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian
vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
Tabel 2. Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)
11
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang.Oleh
karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat
pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB
pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang
seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.
Tabel 3. Jenis dan dosis calcium channel blocker untuk terapi IMA
Calcium Channel Blocker Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting) 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari
B. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100
mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).
12
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi
kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori,
usia=65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam
12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi
klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan
troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali
sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan
awal.Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,
dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300
mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan
untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika
tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang
dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-
B).
13
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor
ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi
(termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan
selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat
risiko kejadian iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan
(atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman
(Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID
(penghambat COX2 selektif dan NSAID non-selektif) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa
memperdulikan jenis stent.
Tabel 4. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
Antiplatelet Dosis
Dosis loading 150-300 mg, dosis
Aspirin
pemeliharaan 75-100 mg
Dosis loading 180 mg, dosis
Ticagrelor
pemeliharaan 2x90 mg/hari
Dosis loading 300 mg, dosis
Clopidogrel
pemeliharaan 75 mg/hari
14
D. Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan
iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
(Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5
mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,
penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU
untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa)
perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien
dengan risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak
tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau
enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari
rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-
B).
Tabel 5. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal 4000 U.
15
Infus i.v. 12 U/kg selama 24-48 jam dengan dosis
maksimal 1000 U/jam
16
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai
fraksi ejeksi ventrikel kiri=40%, dengan atau tanpa gejala klinis
gagal jantung (Kelas I-B).
Tabel 6. Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA
Inhibitor ACE Dosis
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
G. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai
kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.
2.6 Prognosis
Perdarahan dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada NSTEMI, sehingga
segala upaya perlu dilakukan untuk mengurangi perdarahan sebisa mungkin.
Variabel-variabel yang dapat memperkirakan tingkat risiko perdarahan mayor
selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara lain
kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda gagal
jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor,
namun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE
yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.
17
Tabel 7. Skor risiko perdarahan CRUSADE
Prediktor Skor
Hematokrit
<31 9
31-33,9 7
34-36,9 3
37-39.9 2
≥40 0
Klirens kreatinin, mL/menit
≤15 39
>15-30 35
>30-60 28
>60-90 17
>90-120 7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
≤70 0
71-80 1
81-90 3
91-100 6
101-110 8
111-120 10
≥121 11
Jenis kelamin
Laki-laki 0
Perempuan 8
Tanda gagal jantung saat datang
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vaskular sebelumnya
Tidak
18
Ya 0
6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
Tekanan darah sistolik, mmHg
≤90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
≥200 5
19
>50 Sangat tinggi 19,5%
BAB III
LAPORAN KASUS
20
DPJP : dr. Tri Adi Mylano, Sp. JP (K)
Ruang : 1005
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Tn. H
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : K. Protestan
Suku : Batak
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jln. Tinta, Medan
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Nyeri dada
Telaah :
Pasien laki laki berumur 55 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Royal
Prima dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sudah 2 hari ini.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami nyeri dada seperti
ini. Nyeri dirasakan di dada bagian kiri dan menjalar ke lengan kiri,
punggung dan leher. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk pisau dan tertimpa.
Nyeri dada memberat jika pasien melakukan aktivitas dan berkurang jika
beristirahat.
Sebelumnya pasien sudah berobat ke klinik dan diberikan aspilet, nyeri
dada berkurang, tetapi tidak hilang dan pasien sulit tidur pada malam hari.
BAB (+), BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi tidak dapat disingkirkan
Riwayat Pemakaian Obat : Aspilet
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Habitualis : Merokok
ANAMNESA ORGAN
21
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil: isokor Sklera: Anikterus
Konjungtiva : merah muda (+/+)
Refleks cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-/-) Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-/-) Sekret (-/-)
Mulut : Lidah kotor(-) Sianosis (-)
Mukosa mulut: Lembab (+) Hipoksia (-)
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Kepala : Normocephali
22
Mata : Pupil: isokor Sklera: anikterus
Konjungtiva: merah muda Refleks cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-/-) Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-) Sekret (-/-)
Mulut : Mukosa mulut lembab (+) Perdarahan gusi (-)
Sianosis (-) Lidah Kotor (-)
Leher : TVJ: R+2 KGB (-)
Thoraks
a. Depan
Inspeksi : Simetris Fusifrom
Palpasi : Stem Fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (-/-)
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
b. Belakang
Inspeksi : Simetris Fusifrom
Palpasi : Stem Fremitus (kanan=kiri)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (-/-)
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :Ictus cordis teraba di sela iga V
midclaviculasinistra
Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal dekstra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Batas kiri :ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I : Normal
Bunyi Jantung II : Normal
23
Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Peristaltik usus (+)
Perkusi : Nyeri Tekan (-)
Auskultasi : Asites (-)
Saluran Urogenital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior :Oedem(-); Sianosis(-); akral hangat
Inferior : Oedem(-); Sianosis(-); akral hangat
RESUME
ANAMNESA
Pasien laki laki berumur 55 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Royal
Prima dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sudah 2 hari ini,
nyeri dirasakan di dada bagian kiri dan menjalar ke lengan kiri, punggung dan
leher. Nyeri dada setiap serangan dirasakan kurang lebih selama 10 menit.
Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk pisau dan tertimpa. Nyeri dada
dirasakan jika melalukan aktivitas berat dan keluhan berkurang jika pasien
beristirahat.
PEMERIKSAAN FISIK
Sensorium : Compos Mentis
GCS : E=4, V=5, M=6
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Heart Rate : 98x/i
Respiratory Rate : 24x/i
Temperatur : 36.5ᵒC
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 60kg
PEMERIKSAAN PENUNJANG
24
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
3. Pemeriksaan Renal Function
4. Pemeriksaan Foto Thoraks
5. Pemeriksaan EKG
6. Pemeriksaan Cardiac Marker
7. Pemeriksaan Elektrolit
DIAGNOSA BANDING
1. NSTEMI
2. Edema Pulmonal
3. Efusi Pleura
DIAGNOSA KERJA
NSTEMI
PENATALAKSANAAN
Aktivitas : Tirah baring
Diet M II
Suportif : IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i (makro)
O2 3-4 L/i
Medikamentosa :
Terapi IGD : inj. Ranitidin 1 amp
Plavix 75 mg 1 tab
Aptor 100 mg 1 tab
ISDN 5 mg 1 tab
Micardis 40 mg 1 tab
Terapi dokter : inj. Lovenox 0,6 ml/12 jam
ISDN 10 mg tab 3x1
Valsartan 80 mg tab 1x1
Simvastatin 40 mg tab 1x1
Clopidogrel 75 mg tab 1x1
Concor 2,5 mg tab 1× ½
PEMERIKSAAN LABORATORIUM/RADIOLOGI
25
A. Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap
Tanggal : 22 September 2017
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 14.7 mg/dl 13,5-15,5 mg/dl
Leukosit 14.400/mm³ 5.000-11.000/mm³
Laju Endap Darah 18 mm/jam 0-20 mm/jam
Trombosit 309.000/mm³ 150.000-450.000/mm³
Hematocrit 42.3% 30,5%-45,0%
Eritrosit 4.81/mm3 4,50-6,50 /mm³
MCV 87.9 fL 75.0 – 95.0 fL
MCH 30.6 pg 27.0 – 31.0 pg
MCHC 34.9 g/dl 33.0 – 37.0 g/dl
RDW 13% 11.50 – 14.50%
PDW 45.5 fL 12.0 – 55.0 fL
MPV 8.4 fL 6.50 – 9.50 fL
PCT 0.26% 0.100 – 0.500%
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1.1% 1-3%
Basofil 0.1% 0-1%
Monosit 4.4% 2-8%
Neutrofil 79.7% 50-70%
Limfosit 12.5% 20-40%
LUC 2.2% 0 – 4%
26
Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa ad random 29 mg/dl <200 mg/dl
07:43:16
Glukosa ad random 97 mg/dl <200 mg/dl
07:44:12
27
H. EKG
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitri Z, Masrul S, Eti Y. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner
Akut di Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012.
Artikel penelitian dalam: Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 3(2) 167 Available
from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
2. Meidiza A, Afriwardi, Masrul S. Gambaran Tekanan Darah pada Pasien
Sindrom Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-
2012. Artikel penelitian dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2) Available
from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. PERKI; 2015
4. Alwi I. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta: Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2010: 1741-56.
5. Dharma, Surya. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC. 2009.
28
6. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the
management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting
without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology
(ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054
29