Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

NON - ST ELEVASI MIOKARD INFARK

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Penyakit Jantung


Rumah Sakit Royal Prima Medan

Disusun Oleh:

Ridha Aswina Dalimunthe 133307010092

Pembimbing :
dr. Tri Adi Mylano, Sp. JP (K)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR DEPARTEMEN ILMU JANTUNG


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
RUMAH SAKIT ROYAL PRIMA

MEDAN

2018
LEMBAR PENILAIAN

Tanggal Pembacaan Referat :

Nilai :

Tanda Tangan Pembimbing :

(dr. Tri Adi Mylano, Sp. JP (K))

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberi
kekuatan dan kesempatan serta rahmat-Nya, sehingga laporan kasus ini dapat
terselesaikan dengan waktu yang diharapkan walaupun dalam bentuk yang sangat
sederhana, laporan kasus ini membahas tentang “Non-ST Elevasi Miokard
Infark” dan kiranya laporan kasus ini dapat meningkatkan pengetahuan kita
khususnya tentang bagaimana dalam menegakkan diagnosa pasien dengan “Non-
ST Elevasi Miokard Infark”.
Dengan adanya laporan kasus ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman. Selain itu kami juga berharap
semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan
meningkatkan mutu individu kita.
Saya sangat menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
sangat minim, sehinggga saran dari dokter pembimbing serta kritikan dari semua
pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan kasus ini. Saya ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan
laporan kasus ini.

Medan, Januari 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENILAIAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2
2.1. Definisi.................................................................................................... 2
2.2. Etiologi.................................................................................................... 2
2.3. Patofisiologi............................................................................................ 2
2.4. Diagnosis dan Diagnosis......................................................................... 9
2.5. Penatalaksanaan...................................................................................... 9
2.6. Prognosis................................................................................................. 17
BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara


global, yaitu lebih banyak orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit
kadiovaskuler dari pada penyebab lainnya. Penyakit kardiovaskular yang saat ini
diperkirakan akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara industri
dan negara berkembang pada tahun 2020 adalah Coronary Artery Disease (CAD)
atau Penyakit Jantung Koroner (PJK). Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan
keadaan gawat darurat dari PJK.1 Penyakit Jantung Koroner merupakan salah satu
penyakit mematikan dan prevalensinya terus mengalami peningkatan sepanjang
tahunnya.1
Di Amerika Serikat, pada tahun 1998, penyakit jantung koroner
merupakan penyebab kematian utama dengan persentase sebesar 48%, dan pada
tahun 2004 didapatkan angka kematian akibat penyakit jantung koroner di
Amerika Serikat sebesar 450.000 kematian, sedangkan di Indonesia, berdasarkan
hasil Survei Kesehatan Nasional tahun 2001 didapatkan 3 dari 1000 penduduk
Indonesia menderita penyakit jantung koroner.1,2 Penyakit Jantung Koroner dapat
terjadi secara kronis maupun akut. Hal yang menakutkan bagi sebagian orang
adalah penyakit jantung koroner akut atau lebih dikenal dengan Sindrom Koroner
Akut.1
Sindrom Koroner Akut adalah ketidakmampuan jantung akut akibat suplai darah
yang mengandung oksigen ke jantung tidak adekuat.2Keadaan tersebut dapat
menyebabkan penurunan fungsi jantung.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung,
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadiangina pektoris tidak stabil, infark miokard
tanpa elevasi segmen ST atau NonST segment Elevation Myocardial Infarction
(NSTEMI) dan infark miokard dengan elevasi segmen ST atau ST segment
Elevation Myocardial Infarction (STEMI). 3 Hal tersebut penting untuk dibedakan
karena penatalksanaan yang akan diberikan akan berbeda untuk masing-
masingnya.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk pada sekumpulan keluhan dan tanda klinis yang sesuai dengan iskemia
miokard akut. SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil (UAP), infark
miokard dengan non-ST elevasi (NSTEMI), infark miokard dengan ST elevasi
(STEMI) dan atau kematian jantung mendadak.3

2.2 Etiologi
Etiologi dari sindrom koroner akut adalah 90% akibat adanya trombus yang
menyumbat pada arteri koroner yang aterosklerosis.Diyakini faktor utama pemicu
terjadinya trombosis koroner adalah plak yang ruptur dan erosi. Derajat sumbatan
arteri koroner akan mempengaruhi gejala klinis yang timbul.
Etiologi lain dari sindrom koroner akut adalah emboli arteri koronaria,
anomali arteri kongenital seperti aneurisma arteri koroner, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, diseksi aorta, oklusi arteri
koroner akibat vaskulitis, ventrikel hipertrofi, dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.2-4
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut3:
a. Pria
b. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit arteri
perifer/karotis)
c. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark miokard, bedah
pintas koroner, atau IKP
d. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes
mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas risiko tinggi,
risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National Cholesterol Education
Program)
2.3 Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan

2
komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut.
Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun
parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih
distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
koroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti
selama ± 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard).

Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian
pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami SKA karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri
koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis
setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti
demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus
terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.

3
Gambar 2.1 Tahap perkembangan aterosklerosis

Gambar 2.2 Perbandingan lumen arteri normal dan abnormal

2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding


A. Anamnesis
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina
tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan
kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini

4
dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. 3 Selain itu
anamnesis mengenai faktor risiko terjadinya SKA juga penting untuk
memperkuat kemungkinan diagnosis.

Presentasi angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di


daerahpenjalaran angina tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion),
sesak napas yang tidak dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang
sulit diuraikan. Keluhan atipikal ini lebih sering dijumpai pada pasien usia
muda (25-40 tahun) atau usia lanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes,
gagal ginjal menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal
dapat muncul saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina
ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas.3

Nyeri dengan gambaran di bawah ini bukan karakteristik iskemia


miokard (nyeri dada nonkardiak):

1. Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau


batuk)
2. Nyeri abdomen tengah atau bawah
3. Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral
4. Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
5. Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
6. Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
B. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan
diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu, pemeriksaan
fisik jika digabungkan dengan keluhan angina (anamnesis), dapat
menunjukkan tingkat kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi
SKA.
Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah
halus dan hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi

5
komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral
akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah halus atau edema paru
meningkatkan kecurigaan terhadap SKA. Pericardial friction rub karena
perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitasi katup aorta akibat
diseksi aorta, pneumotoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak
seimbang perlu dipertimbangkan dalam memikirkan diagnosis banding
SKA.3
C. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20
menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T.
EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara
lain:

1. Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T, dapat disertai


dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit)
2. Gelombang Q yang menetap
3. Nondiagnostik
4. Normal
Hasil EKG 12 sadapan yang normal tidak menyingkirkan
kemungkinandiagnosis SKA tanpa elevasi segmen ST, misalnya akibat
iskemia tersembunyi di daerah sirkumfleks atau keterlibatan ventrikel
kanan, oleh karena itu pada hasil EKG normal perlu dipertimbangkan
pemasangan sadapan tambahan.

6
Depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di dua atau lebih sadapan berdekatan
sugestif untuk diagnosis UAP atau NSTEMI. Jika pemeriksaan EKG awal
menunjukkan kelainan nondiagnostik, sementara angina masih berlangsung,
pemeriksaan diulang 10 – 20 menit kemudian (rekam juga V7-V9). Pada
keadaan di mana EKG ulang tetap menunjukkan kelainan yang
nondiagnostik dan marka jantung negatif sementara keluhan angina sangat
sugestif SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam untuk dilakukan
EKG ulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang. Bila dalam masa
pemantauan terjadi perubahan EKG, misalnya depresi segmen ST dan/atau
inversi gelombang T yang signifikan, maka diagnosis UAP atau NSTEMI
dapat dipastikan.

LOKASI IMA LOKASI ELEVASI SEGMEN ST


Anterior V1–V4
Anteroseptal V1, V2, V3, V4
Anterolateral V4–V6, I, aVL
Inferior Inferior: II, III, and aVF
Lateral I and aVL
Inferolateral II, III, aVF, and V5 and V6

7
D. Pemeriksaan Marka Jantung
Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emasdalam diagnosis
NSTEMI, di mana peningkatan kadar marka jantung tersebut akan terjadi
dalam waktu 2 hingga 4 jam. Penggunaan troponin I/T untuk diagnosis
NSTEMI harus digabungkan dengan kriteria lain yaitu keluhan angina dan
perubahan EKG.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN). Tes yang negatif
pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat dipakai untuk menyingkirkan
diagnosis infark miokard akut. Kadar troponin pada pasien infark miokard
akut meningkat di dalam darah perifer 3 – 4 jam setelah awitan infark dan
menetap sampai 2 minggu bila terjadi nekrosis luas. Apabila pemeriksaan
troponin tidak tersedia, pemeriksaan CKMB dapat digunakan. CKMB akan
meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam,
dan menetap sampai 2 hari.3

Gambar 2.3. Waktu timbulnya berbagai jenis marka jantung

E. Diagnosis Banding

8
Berikut dibawah ini adalah kondisi-kondisi yang berasal dari jantung
maupun non jantung yang menyerupai NSTEMI:

Tabel 3. Kondisi-kondisi yang menyerupai NSTEMI6

Orthopedi
Kardiak Pulmonal Hematologi Vaskular Gastrointestinal
/Infeksi

Miokarditis Emboli paru Sickle cell Diseksi aorta Spasme esofageal Cervical
crisis diskopati

Perikarditis Infark Anemia Aneurisma aorta Esofagitis Fraktur iga


pulmonal

Kardiomiopati Pneumonia Penyakit Ulkus peptikum Injury otot/


pleuritis serebrovaskular inflamasi

Kelainan Pneumotoraks Pankreatitis Kostokondritis


katup

Kardiomiopati Kolesistitis Herpes zoster


Tako-Tsubo

Trauma
kardiak

2.5 Penatalaksanaan
A. Anti iskemia
1. Beta blocker
Keuntungan utama terapi beta blocker terletak pada efeknya
terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya konsumsi
oksigen miokardium. Terapi hendaknya tidak diberikan pada pasien
dengan gangguan konduksi atrio-ventrikler yang signifikan, asma
bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Pada kebanyakan kasus,
preparat oral cukup memadai dibandingkan injeksi. Beta blocker
direkomendasikan bagi pasien UAP atau NSTEMI, terutama jika
terdapat hipertensi dan/atau takikardia, dan selama tidak terdapat

9
indikasi kontra (Kelas I-B). Beta blocker oral hendaknya diberikan
dalam 24 jam pertama (Kelas I-B). Beta blocker juga diindikasikan
untuk semua pasien dengan disfungsi ventrikel kiri selama tidak ada
indikasi kontra (Kelas I-B). Pemberian beta blocker pada pasien dengan
riwayat pengobatan beta blocker kronis yang datang dengan SKA tetap
dilanjutkan kecuali bila termasuk klasifikasi Kilip=III (Kelas I-B).

Tabel 1. Jenis dan dosis beta blocker untuk terapi IMA


Aktivitas agonis
Beta blocker Selektivitas Dosis untuk angina
parsial

Atenolol B1 - 50-200 mg/hari

Bisoprolol B1 - 10 mg/hari
2x6,25 mg/hari,
titrasi sampai
Carvedilol a dan b +
maksimum 2x25
mg/hari
Metoprolol B1 - 50-200 mg/hari
Propanolol Nonselektif - 2x20-80 mg/hari

2. Nitrat
Keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang
mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolik
ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek
lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang
normal maupun yang mengalami aterosklerosis.
a. Nitrat oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase
akut dari episode angina (Kelas I-C).
b. Pasien dengan UAP/NSTEMI yang mengalami nyeri dada berlanjut
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai
maksimal 3 kali pemberian, setelah itu harus dipertimbangkan

10
penggunaan nitrat intravena jika tidak ada indikasi kontra (Kelas I-
C).
c. Nitrat intravena diindikasikan pada iskemia yang persisten, gagal
jantung, atau hipertensi dalam 48 jam pertama UAP/NSTEMI.
Keputusan menggunakan nitrat intravena tidak boleh menghalangi
pengobatan yang terbukti menurunkan mortalitas seperti penyekat
beta atau angiotensin converting enzymes inhibitor (ACE-I) (Kelas I-
B).
d. Nitrat tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg atau >30 mmHg di bawah nilai awal, bradikardia berat (<50
kali permenit), takikardia tanpa gejala gagal jantung, atau infark
ventrikel kanan (Kelas III-C).
e. Nitrat tidak boleh diberikan pada pasien yang telah mengkonsumsi
inhibitor fosfodiesterase: sidenafil dalam 24 jam, tadalafil dalam 48
jam. Waktu yang tepat untuk terapi nitrat setelah pemberian
vardenafil belum dapat ditentukan (Kelas III-C).
Tabel 2. Jenis dan dosis nitrat untuk terapi IMA
Nitrat Dosis
Sublingual 2,5–15 mg (onset 5 menit)

Isosorbid dinitrate (ISDN) Oral 15-80 mg/hari dibagi 2-3 dosis

Intravena 1,25-5 mg/jam


Oral 2x20 mg/hari
Isosorbid 5 mononitrate
Oral (slow release) 120-240 mg/hari
Nitroglicerin Sublingual tablet 0,3-0,6 mg–1,5 mg

(trinitrin, TNT, glyceryl trinitrate) Intravena 5-200 mcg/menit

3. Calcium channel Blocker (CCB)


Nifedipin dan amplodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan
sedikit atau tanpa efek pada SA Node atau AV Node. Sebaliknya
verapamil dan diltiazem mempunyai efek terhadap SA Node dan AV

11
Node yang menonjol dan sekaligus efek dilatasi arteri. Semua CCB
tersebut di atas mempunyai efek dilatasi koroner yang seimbang.Oleh
karena itu CCB, terutama golongan dihidropiridin, merupakan obat
pilihan untuk mengatasi angina vasospastik. Studi menggunakan CCB
pada UAP dan NSTEMI umumnya memperlihatkan hasil yang
seimbang dengan penyekat beta dalam mengatasi keluhan angina.

a. CCB dihidropiridin direkomendasikan untuk mengurangi gejala bagi


pasien yang telah mendapatkan nitrat dan beta blocker (Kelas I-B).
b. CCB non-dihidropiridin direkomendasikan untuk pasien NSTEMI
dengan indikasi kontra terhadap beta blocker (Kelas I-B).
c. CCB nondihidropiridin (long-acting) dapat dipertimbangkan sebagai
pengganti terapi beta blocker (Kelas IIb-B).
d. CCB direkomendasikan bagi pasien dengan angina vasospastik
(Kelas I-C).
e. Penggunaan CCB dihidropiridin kerja cepat (immediate-release)
tidak direkomendasikan kecuali bila dikombinasi dengan penyekat
beta. (Kelas III-B).

Tabel 3. Jenis dan dosis calcium channel blocker untuk terapi IMA
Calcium Channel Blocker Dosis
Verapamil 180-240 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Diltiazem 120-360 mg/hari dibagi 3-4 dosis
Nifedipine GITS (long acting) 30-90 mg/hari
Amlodipine 5-10 mg/hari

B. Antiplatelet
1. Aspirin harus diberikan kepada semua pasien tanda indikasi kontra
dengan dosis loading 150-300 mg dan dosis pemeliharaan 75-100
mg setiap harinya untuk jangka panjang, tanpa memandang strategi
pengobatan yang diberikan (Kelas I-A).

12
2. Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera
mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada indikasi
kontra seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A).
3. Penghambat pompa proton (sebaiknya bukan omeprazole) diberikan
bersama DAPT (dual antiplatelet therapy - aspirin dan penghambat
reseptor ADP) direkomendasikan pada pasien dengan riwayat
perdarahan saluran cerna atau ulkus peptikum, dan perlu diberikan
pada pasien dengan beragam faktor risiko seperti infeksi H. pylori,
usia=65 tahun, serta konsumsi bersama dengan antikoagulan atau
steroid (Kelas I-A).
4. Penghentian penghambat reseptor ADP lama atau permanen dalam
12 bulan sejak kejadian indeks tidak disarankan kecuali ada indikasi
klinis (Kelas I-C).
5. Ticagrelor direkomendasikan untuk semua pasien dengan risiko
kejadian iskemik sedang hingga tinggi (misalnya peningkatan
troponin) dengan dosis loading 180 mg, dilanjutkan 90 mg dua kali
sehari. Pemberian dilakukan tanpa memandang strategi pengobatan
awal.Pemberian ini juga dilakukan pada pasien yang sudah
mendapatkan clopidogrel (pemberian clopidogrel kemudian
dihentikan) (Kelas I-B).
6. Clopidogrel direkomendasikan untuk pasien yang tidak bisa
menggunakan ticagrelor. Dosis loading clopidogrel adalah 300 mg,
dilanjutkan 75 mg setiap hari (Kelas I-A).
7. Pemberian dosis loading clopidogrel 600 mg (atau dosis loading 300
mg diikuti dosis tambahan 300 mg saat IKP) direkomendasikan
untuk pasien yang dijadwalkan menerima strategi invasif ketika
tidak bisa mendapatkan ticagrelor (Kelas I-B).
8. Dosis pemeliharaan clopidogrel yang lebih tinggi (150 mg setiap
hari) perlu dipertimbangkan untuk 7 hari pertama pada pasien yang
dilakukan IKP tanpa risiko perdarahan yang meningkat (Kelas IIa-
B).

13
9. Pada pasien yang telah menerima pengobatan penghambat reseptor
ADP yang perlu menjalani pembedahan mayor non-emergensi
(termasuk CABG), perlu dipertimbangkan penundaan pembedahan
selama 5 hari setelah penghentian pemberian ticagrelor atau
clopidogrel bila secara klinis memungkinkan, kecuali bila terdapat
risiko kejadian iskemik yang tinggi (Kelas IIa-C).
10. Ticagrelor atau clopidogrel perlu dipertimbangkan untuk diberikan
(atau dilanjutkan) setelah pembedahan CABG begitu dianggap aman
(Kelas IIa-B).
11. Tidak disarankan memberikan aspirin bersama NSAID
(penghambat COX2 selektif dan NSAID non-selektif) (Kelas III-C).
Keterangan: DAPT perlu tetap diberikan selama 12 bulan tanpa
memperdulikan jenis stent.
Tabel 4. Jenis dan dosis antiplatelet untuk terapi IMA
Antiplatelet Dosis
Dosis loading 150-300 mg, dosis
Aspirin
pemeliharaan 75-100 mg
Dosis loading 180 mg, dosis
Ticagrelor
pemeliharaan 2x90 mg/hari
Dosis loading 300 mg, dosis
Clopidogrel
pemeliharaan 75 mg/hari

C. Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa


Pemilihan kombinasi agen antiplatelet oral, agen penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko kejadian
iskemik dan perdarahan (Kelas I-C). Penggunaan penghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa dapat diberikan pada pasien IKP yang telah
mendapatkan DAPT dengan risiko tinggi (misalnya peningkatan troponin,
trombus yang terlihat) apabila risiko perdarahan rendah (Kelas I-B). Agen
ini tidak disarankan diberikan secara rutin sebelum angiografi (Kelas III-A)
atau pada pasien yang mendapatkan DAPT yang diterapi secara konservatif
(Kelas III-A).

14
D. Antikoagulan
Terapi antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet
secepat mungkin.
1. Pemberian antikoagulan disarankan untuk semua pasien yang
mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A).
2. Pemilihan antikoagulan dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan
iskemia, dan berdasarkan profil efikasi-keamanan agen tersebut.
(Kelas I-C).
3. Fondaparinuks secara keseluruhan memiliki profil keamanan
berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5
mg setiap hari secara subkutan (Kelas I-A).
4. Bila antikoagulan yang diberikan awal adalah fondaparinuks,
penambahan bolus UFH (85 IU/kg diadaptasi ke ACT, atau 60 IU
untuk mereka yang mendapatkan penghambat reseptor GP Iib/IIIa)
perlu diberikan saat IKP (Kelas I-B).
5. Enoksaparin (1 mg/kg dua kali sehari) disarankan untuk pasien
dengan risiko perdarahan rendah apabila fondaparinuks tidak
tersedia (Kelas I-B).
6. Heparin tidak terfraksi (UFH) dengan target aPTT 50-70 detik atau
heparin berat molekul rendah (LMWH) lainnya (dengan dosis yang
direkomendasikan) diindaksikan apabila fondaparinuks atau
enoksaparin tidak tersedia (Kelas I-C).
7. Dalam strategi yang benar-benar konservatif, pemberian
antikoagulasi perlu dilanjutkan hingga saat pasien dipulangkan dari
rumah sakit (Kelas I-A).
8. Crossover heparin (UFH and LMWH) tidak disarankan (Kelas III-
B).
Tabel 5. Jenis dan dosis antikoagulan untuk IMA
Antikoagulan Dosis
Fondaparinuks 2,5 mg subkutan
Enoksaparin 1mg/kg, dua kali sehari
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v. 60 U/g, dosis maksimal 4000 U.

15
Infus i.v. 12 U/kg selama 24-48 jam dengan dosis
maksimal 1000 U/jam

target aPTT 11/2-2x control

E. Kombinasi antiplatelet dan antikoagulan


1. Penggunaan warfarin bersama aspirin dan/atau clopidogrel
meningkatkan risiko perdarahan dan oleh karena itu harus dipantau
ketat (Kelas I-A).
2. Kombinasi aspirin, clopidogrel dan antagonis vitamin K jika terdapat
indikasi dapat diberikan bersama-sama dalam waktu sesingkat
mungkin dan dipilih targen INR terendah yang masih efektif. (Kelas
IIa-C).
3. Jika antikoagulan diberikan bersama aspirin dan clopidogrel,
terutama pada penderita tua atau yang risiko tinggi perdarahan,
target INR 2- 2,5 lebih terpilih (Kelas IIb-B).
F. ACE Inhibitor dan Penghambat Reseptor Angiotensin
Inhibitor angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam
mengurangi remodeling dan menurunkan angka kematian penderita
pascainfark-miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan
atau tanpa gagal jantung klinis.Penggunaannya terbatas pada pasien dengan
karakteristik tersebut, walaupun pada penderita dengan faktor risiko PJK
atau yang telah terbukti menderita PJK, beberapa penelitian memperkirakan
adanya efek antiaterogenik.
1. Inhibitor ACE diindikasikan penggunaannya untuk jangka panjang,
kecuali ada indikasi kontra, pada pasien dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri=40% dan pasien dengan diabetes mellitus, hipertensi,
atau penyakit ginjal kronik (PGK) (Kelas I-A).
2. Inhibitor ACE hendaknya dipertimbangkan pada semua penderita
selain seperti di atas (Kelas IIa-B). Pilih jenis dan dosis inhibitor
ACE yang telah direkomendasikan berdasarkan penelitian yang ada
(Kelas IIa-C).

16
3. Penghambat reseptor angiotensin diindikasikan bagi pasien infark
mikoard yang intoleran terhadap inhibitor ACE dan mempunyai
fraksi ejeksi ventrikel kiri=40%, dengan atau tanpa gejala klinis
gagal jantung (Kelas I-B).
Tabel 6. Jenis dan dosis inhibitor ACE untuk IMA
Inhibitor ACE Dosis
Captopril 2-3 x 6,25-50 mg
Ramipril 2,5-10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Lisinopril 2,5-20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5-20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis

G. Statin
Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan
modifikasi diet, inhibitor hydroxymethylglutary-coenzyme A reductase
(statin) harus diberikan pada semua penderita UAP/NSTEMI, termasuk
mereka yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat
indikasi kontra (Kelas I-A). Terapi statin dosis tinggi hendaknya dimulai
sebelum pasien keluar rumah sakit, dengan sasaran terapi untuk mencapai
kadar kolesterol LDL <100 mg/dL (Kelas I-A). Menurunkan kadar
kolesterol LDL sampai <70 mg/dL mungkin untuk dicapai.

2.6 Prognosis
Perdarahan dikaitkan dengan prognosis yang buruk pada NSTEMI, sehingga
segala upaya perlu dilakukan untuk mengurangi perdarahan sebisa mungkin.
Variabel-variabel yang dapat memperkirakan tingkat risiko perdarahan mayor
selama perawatan dirangkum dalam CRUSADE bleeding risk score, antara lain
kadar hematokrit, klirens kreatinin, laju denyut jantung, jenis kelamin, tanda gagal
jantung, penyakit vaskular sebelumnya, adanya diabetes, dan tekanan darah
sistolik. Dalam skor CRUSADE, usia tidak diikutsertakan sebagai prediktor,
namun tetap berpengaruh melalui perhitungan klirens kreatinin. Skor CRUSADE
yang tinggi dikaitkan dengan kemungkinan perdarahan yang lebih tinggi.

17
Tabel 7. Skor risiko perdarahan CRUSADE
Prediktor Skor
Hematokrit
<31 9
31-33,9 7
34-36,9 3
37-39.9 2
≥40 0
Klirens kreatinin, mL/menit
≤15 39
>15-30 35
>30-60 28
>60-90 17
>90-120 7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
≤70 0
71-80 1
81-90 3
91-100 6
101-110 8
111-120 10
≥121 11
Jenis kelamin
Laki-laki 0
Perempuan 8
Tanda gagal jantung saat datang
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vaskular sebelumnya
Tidak

18
Ya 0
6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
Tekanan darah sistolik, mmHg
≤90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
≥200 5

Tabel 8. Stratifikasi risiko berdasarkan skor CRUSADE


Skor CRUSADE Tingkat risiko Risiko perdarahan
1-20 Sangat rendah 3,1%
21-30 Rendah 5,5%
31-40 Moderat 8,6%
41-50 Tinggi 11,9%

19
>50 Sangat tinggi 19,5%

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Status Orang Sakit


No. Rekam Medis: 05.20.60
Tanggal masuk : 6 Januari 2018

20
DPJP : dr. Tri Adi Mylano, Sp. JP (K)
Ruang : 1005

ANAMNESA PRIBADI
Nama : Tn. H
Umur : 36 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Agama : K. Protestan
Suku : Batak
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Alamat : Jln. Tinta, Medan

ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama : Nyeri dada
Telaah :
Pasien laki laki berumur 55 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Royal
Prima dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sudah 2 hari ini.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah mengalami nyeri dada seperti
ini. Nyeri dirasakan di dada bagian kiri dan menjalar ke lengan kiri,
punggung dan leher. Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk pisau dan tertimpa.
Nyeri dada memberat jika pasien melakukan aktivitas dan berkurang jika
beristirahat.
Sebelumnya pasien sudah berobat ke klinik dan diberikan aspilet, nyeri
dada berkurang, tetapi tidak hilang dan pasien sulit tidur pada malam hari.
BAB (+), BAK (+) normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi tidak dapat disingkirkan
Riwayat Pemakaian Obat : Aspilet
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Habitualis : Merokok

ANAMNESA ORGAN

21
Kepala : Normocephali
Mata : Pupil: isokor Sklera: Anikterus
Konjungtiva : merah muda (+/+)
Refleks cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-/-) Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-/-) Sekret (-/-)
Mulut : Lidah kotor(-) Sianosis (-)
Mukosa mulut: Lembab (+) Hipoksia (-)

Leher : TVJ: R+2 KGB (-)


Jantung : Angina Pectoris (+) .
Saluran Pernafasan : Sesak nafas (-) Batuk (-)
Ronki basah (-)
Saluran Pencernaan : Mual (-) Muntah (-)
Nyeri perut (-)
Saluran Urogenital : Sulit BAB (-) Sakit BAK (-)
Pembuluh Darah : Petechiae (-) Purpura (-)

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS
Keadaan Umum : Lemah
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Heart Rate : 98 x/ i
Respiratory Rate : 28 x/ i
Temperature : 36.5ᵒ C

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Kepala : Normocephali

22
Mata : Pupil: isokor Sklera: anikterus
Konjungtiva: merah muda Refleks cahaya (+/+)
Telinga : Deformitas (-/-) Sekret (-/-)
Serumen (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-) Sekret (-/-)
Mulut : Mukosa mulut lembab (+) Perdarahan gusi (-)
Sianosis (-) Lidah Kotor (-)
Leher : TVJ: R+2 KGB (-)
Thoraks
a. Depan
 Inspeksi : Simetris Fusifrom
 Palpasi : Stem Fremitus (kanan=kiri)
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler (-/-)
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
b. Belakang
 Inspeksi : Simetris Fusifrom
 Palpasi : Stem Fremitus (kanan=kiri)
 Perkusi : Sonor
 Auskultasi : Vesikuler (-/-)
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi :Ictus cordis teraba di sela iga V
midclaviculasinistra
 Perkusi : Batas atas : ICS II linea parasternal dekstra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dekstra
Batas kiri :ICS IV linea midclavicularis sinistra
 Auskultasi : Bunyi Jantung I : Normal
Bunyi Jantung II : Normal

23
Abdomen
 Inspeksi : Simetris
 Palpasi : Peristaltik usus (+)
 Perkusi : Nyeri Tekan (-)
 Auskultasi : Asites (-)
Saluran Urogenital : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Superior :Oedem(-); Sianosis(-); akral hangat
Inferior : Oedem(-); Sianosis(-); akral hangat

RESUME
ANAMNESA
Pasien laki laki berumur 55 tahun, datang ke IGD Rumah Sakit Royal
Prima dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sudah 2 hari ini,
nyeri dirasakan di dada bagian kiri dan menjalar ke lengan kiri, punggung dan
leher. Nyeri dada setiap serangan dirasakan kurang lebih selama 10 menit.
Nyeri dada dirasakan seperti tertusuk pisau dan tertimpa. Nyeri dada
dirasakan jika melalukan aktivitas berat dan keluhan berkurang jika pasien
beristirahat.

PEMERIKSAAN FISIK
Sensorium : Compos Mentis
GCS : E=4, V=5, M=6
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Heart Rate : 98x/i
Respiratory Rate : 24x/i
Temperatur : 36.5ᵒC
Tinggi Badan : 165 cm
Berat Badan : 60kg

PEMERIKSAAN PENUNJANG

24
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Kadar Gula Darah
3. Pemeriksaan Renal Function
4. Pemeriksaan Foto Thoraks
5. Pemeriksaan EKG
6. Pemeriksaan Cardiac Marker
7. Pemeriksaan Elektrolit

DIAGNOSA BANDING

1. NSTEMI
2. Edema Pulmonal
3. Efusi Pleura

DIAGNOSA KERJA
NSTEMI

PENATALAKSANAAN
Aktivitas : Tirah baring
Diet M II
Suportif : IVFD Ringer Laktat 20 gtt/i (makro)
O2 3-4 L/i
Medikamentosa :
 Terapi IGD : inj. Ranitidin 1 amp
Plavix 75 mg 1 tab
Aptor 100 mg 1 tab
ISDN 5 mg 1 tab
Micardis 40 mg 1 tab
 Terapi dokter : inj. Lovenox 0,6 ml/12 jam
ISDN 10 mg tab 3x1
Valsartan 80 mg tab 1x1
Simvastatin 40 mg tab 1x1
Clopidogrel 75 mg tab 1x1
Concor 2,5 mg tab 1× ½

PEMERIKSAAN LABORATORIUM/RADIOLOGI

25
A. Pemeriksaan Laboratorium : Darah Lengkap
Tanggal : 22 September 2017
Pemeriksaan Hasil Normal
Hemoglobin 14.7 mg/dl 13,5-15,5 mg/dl
Leukosit 14.400/mm³ 5.000-11.000/mm³
Laju Endap Darah 18 mm/jam 0-20 mm/jam
Trombosit 309.000/mm³ 150.000-450.000/mm³
Hematocrit 42.3% 30,5%-45,0%
Eritrosit 4.81/mm3 4,50-6,50 /mm³
MCV 87.9 fL 75.0 – 95.0 fL
MCH 30.6 pg 27.0 – 31.0 pg
MCHC 34.9 g/dl 33.0 – 37.0 g/dl
RDW 13% 11.50 – 14.50%
PDW 45.5 fL 12.0 – 55.0 fL
MPV 8.4 fL 6.50 – 9.50 fL
PCT 0.26% 0.100 – 0.500%
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil 1.1% 1-3%
Basofil 0.1% 0-1%
Monosit 4.4% 2-8%
Neutrofil 79.7% 50-70%
Limfosit 12.5% 20-40%
LUC 2.2% 0 – 4%

B. Pemeriksaan Laboratorium : Diabetic


Tanggal : 22 September 2017
Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa ad random 46 mg/dl <200 mg/dl
(19:19:20)
Glukosa ad random 35 mg/dl <200 mg/dl
(06:58:47)
Glukosa ad random 195 mg/dl <200 mg/dl
(07:58:59)
Glukosa puasa 196 mg/dl 70-126

C. Pemeriksaan Laboratorium : Diabetic


Tanggal : 23 September 2017

26
Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa ad random 29 mg/dl <200 mg/dl
07:43:16
Glukosa ad random 97 mg/dl <200 mg/dl

07:44:12

D. Pemeriksaan Laboratorium : Diabetic


Tanggal : 25 September 2017
Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa Puasa 133 mg/dl 70-126
08:36:19

E. Pemeriksaan Laboratorium : Diabetic


Tanggal : 27 September 2017
Pemeriksaan Hasil Normal
Glukosa Puasa 196mg/dl 70-126
08:16:14

F. Pemeriksaan Laboratorium : Renal Function


Tanggal : 22 September 2017
No Pemeriksaan Hasil Normal
1 Kreatinin 18 10-38

2 Ureum 2,51 0,55-1,30

G. Tanggal Pemeriksaan : 24 September 2017


Foto Thoraks
Jantung ukuran membesar
Tampak infiltrat di kedua lapangan paru
Tampak perpadatan di bagian sentral paru
Sinus costofrenicus kanan kiri berselubung
Kesan :
Edema pulmonum
Cardiomegali
Effusi pleura bilateral

27
H. EKG

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitri Z, Masrul S, Eti Y. Gambaran Profil Lipid pada Pasien Sindrom Koroner
Akut di Rumah Sakit Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-2012.
Artikel penelitian dalam: Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 3(2) 167 Available
from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
2. Meidiza A, Afriwardi, Masrul S. Gambaran Tekanan Darah pada Pasien
Sindrom Koroner Akut di RS Khusus Jantung Sumatera Barat Tahun 2011-
2012. Artikel penelitian dalam Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2) Available
from: http://jurnal.fk.unand.ac.id
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia 2015. Pedoman
Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. PERKI; 2015
4. Alwi I. Infark Miokard Akut tanpa Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Edisi V. Jakarta: Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2010: 1741-56.
5. Dharma, Surya. Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta: EGC. 2009.

28
6. Hamm CW, Bassand JP, Agewall S, Bax J, Boersma E, Bueno H, et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation The Task Force for the
management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting
without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology
(ESC). European Heart Journal (2011) 32, 2999–3054

29

Anda mungkin juga menyukai