Anda di halaman 1dari 14

REFERENSI ARTIKEL

TONSILITIS

Oleh:

Silvia Handika Anggraeni G991902052

Sekar Ayu Kusumoning G991906030

Tegar Umaroh G991906031

Wisnu Skunda Mahendra G991906032

Aisyah Farah Putri G992003009

Hilya Syifa Hanina G992003071

Kritina Fianiyanti G992003088

Maria Jessica Yaputri G992003096

Pembimbing:

dr. Novi Primadewi, Sp.THT-KL(K), M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU TELINGA HIDUNG TENGGOROK -

KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RS UNS

SURAKARTA

2020
BAB I

PENDAHULUAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari


cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsila fausial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius
(lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil ). Peradangan pada tonsila palatina
biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui
udara (air borne droplets), dan kontak langsung melalui tangan atau
berciuman.Tonsilitis terjadi pada semua umur, terutama pada anak.1,2

Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk
strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influensa, virus Epstein-Barr,
enterovirus, dan virus herpes simplek. Salah satu penyebab tersering pada
tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococus beta hemolitik (GABS), 30% dari
tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang
tenggorokan.3

Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang


berpotensi membentuk formasi batu tonsil.4 Tonsilitis kronis merupakan salah satu
penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok
usia muda. kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literature
menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi
berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume
tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan
adanya gejala seperti demam berulang, odinofagia, sulit menelan, halitosis dan
limfadenopati servikal dan submandibula. Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis
kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan,
higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Tonsilitis merupakan peradangan pada tonsil palatina yang merupakan
bagian dari cincin Waldeyer.Cincin Waldeyer merupakan susunan jaringan
limfoid di rongga mulut yang terdiri dari tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), dan tonsil tuba
Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).5
Berdasarkan lama berlangsungnya, tonsilitis dibagi menjadi tiga tipe,
yaitu tonsilitis akut, tonsilitis rekuren, dan tonsilitis kronis.
Tonsilitis akut merupakan inflamasi akut tonsil palatina yang meliputi
mukosa, kripte, folikel dan/atau parenkim dari tonsil yang dapat disebabkan
oleh virus (tonsilitis viral) maupun bakteri (tonsilitis bakterial). 6 Tonsilitis
akut biasanya sembuh dalam 3-4 hari, tetapi dapat bertahan hingga 2
minggu.7 Tonsilitis rekuren atau berulang terjadi ketika seseorang mengalami
beberapa insiden tonsilitis per tahun. Sementara tonsilitis kronis merupakan
inflamasi kronis tonsil palatina dengan gejala menetapyang timbul akibat
serangan berulang tonsilitis akut atau akibat tonsilitis akut yang tidak cukup
teratasi, yang dapat menyebabkan batu tonsil (tonsil stones). Tonsilitis kronis
dapat terjadi akibat beberapa faktor predisposisi, seperti rangsangan menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan tonsilitis akut yang adekuat. 5-8 Baik
tonsilitis rekuren dan tonsilitis kronis melibatkan kejadian berulang dari tonsil
yang mengalami inflamasi dan dapat berdampak pada kualitas hidup pasien.8

B. EPIDEMIOLOGI
Banyak anak-anak menderita tonsilitis rekuren dan sakit tenggorokan
sehingga penyakit ini menjadi bagian dari hidup mereka. Tonsilitis sering
terjadi pada anak-anak berusia 3 sampai 10 tahun, namun jarang terjadi pada
anak-anak kurang dari 2 tahun.5,7,8 Sakit tenggorokan memiliki insiden sebesar
100 per 1000 populasi per tahunnya di praktik umum di Inggris. 9 Tonsilitis

3
rekuren dilaporkan terjadi pada 11,7% anak-anak di Norwegia dan 12,1%
anak-anak di Turki.9 Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies Streptococcus
umumnya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sementara tonsilitis viral lebih
umum terjadi pada anak-anak yang lebih muda.7
Di Indonesia, angka kejadian tonsilitis berdasarkan data dari
Departemen Kesehatan RI sekitar 23%. Prevalensi tonsilitis kronis juga
tertinggi setelah nasofaringitis akut, yaitu sebesar 3,8% berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di tujuh provinsi di Indonesia pada September
2012.10

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI TONSIL

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang
oleh jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. Terdapat empat macam tonsil
yakni,tonsila palatina (faucial tonsil), tonsila faringeal (adenoid), tonsila
lingual, dan tonsila tuba serta jaringan limfoid sekitarnya yang membentuk
Cincin Waldeyer11.

Gambar 1. Anatomi Tonsil

Tonsil palatina yang sering disebut tonsil terletak di dalam fosa


tonsil.Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang
merupakan sisa kantong faring yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya
melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam

4
dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa berlapis yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya
ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia pharynx yang sering juga disebut
kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot pharynx, sehingga mudah
dilakukan diseksi pada tonsilektomi12.

Tonsil mendapat darah dari a. palatine minor, a. palatine asendens,


cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen
sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata.
Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan
secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual
thyroid) dan kista duktus tiroglosus12.

Tonsil merupakan bagian dari sistem limfatik yang berperan dalam


imunitas,membentuk Cincin Waldeyer selaku agregat limfoid pertama pada
saluran aerodiestif..Ketika patogen masuk, tonsil yang ada terekspos dan
mensintesis limfokin dan immunoglobulin. Berupa jaringan limfoid sel B,
salah satu peran dari tonsil adalah imunitas sekretori mukosa. Pada permukaan
tonsil, sel yang berperan dalam mendeteksi antigen dari mikroorganisme yang
masuk adalah sel M.13 Setelah mengenali antigen, sel M mengaktivasi sel T dan
sel B di tonsil dan memicu respon imun 14. Ketika sel B tersimulasi terjadi
proliferasi di area germinal dari tonsil., kemudian mengalami maturase dan
disimpan untuk dikeluarkan ketika terpapar antigen yang sama. Sel B juga
mensekresi IgA yaitu atibodi yang berperan dan imunitas mucus. Studi terbaru
menunjukkan bahwa tonsil juga membentuk limfosit T, namum mekanismenya
berbeda dengan timus15. Tonsil akan membengkak saat berespon terhadap
infeksi16.

D. ETIOLOGI

5
Tonsilitis disebabkan dari infeksi, baik infeksi bakteri atau virus yang
masuk ke tonsil secara airboneyaitu droplet yang terhisap oleh hidung keudian
ke nasofaring dan menuju tonsil, ataupun secara foodborne yakni masuk ke
mulut bersama dengan makanan17. Group A beta-hemolyticus Streptococcus
pyogenes (GABHS), Virus Epstein Barr, Virus herpes simplex,
sitomegalovirus, adenovirus, dan virus campak merupakan penyebabsebagian
besar tonsilitis akut. Etiologi yang berasal dari virus paling sering ditemukan 18.
Sedangkan pada 15-30 persen kasus merupakan faringotonsilitis bakterialdan
penyebab tonsilitis bakteri yang paling banyak ditemukan adalah GABHS19,20.
Pada tonsillitis membranosa dapat disebabkan oleh Corynebacterium
diptheriae, Streptokokus hemolitikus bakteri spirochaeta dan juga penyakit
kelainan darah. Tonsilitis kronis disebabkan oleh bakteri yang sama yang
terdapat pada tonsilitis akut tetapi dapat berubah menjadi kuman golongan
gram negative. Terdapat faktor predisposisi dari tonsillitis kronis seperti
rangsangan yang menahun dari rokok, jenis makanan tertentu, kebersihan
mulut yang buruk, cuaca kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang
tidak adekuat12.

E. PATOFISIOLOGI

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui droplet menginfiltrasi


lapisan epitel. Sel-sel darah putih akan mengebabkan infeksi ringan pada
amandel, namun jika infeksi terjadi berulang pada tonsi akan menyebabkan
tonsil tidak dapat membunuh semua patogen sehingga dapat bersarang di
tonsil.Pada keadaan inilah terjadi perubahan fungsi pertahanan tubuh tonsil
menjadi sarang infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat
menyebar ke seluruh tubuh, misalnya pada saat keadaan umum tubuh
menurun.17

Sedangkan pada tonsillitis kronis terjadi karena proses radang berulang


yang timbul sehingga selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis,
sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan
parut yang akan mengalami pengerutan menyebabkan kripta melebar. Secara

6
klinik kripta ini tampak diisi olehdetritus. Detritus merupakan kumpulan
leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan terjadi
pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang
apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan
bernafas. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe
submandibula12.

F. GEJALA DAN TANDA

Tanda dan gejala tonsilitis seperti demam mendadak, nyeri tenggorokan,


21
ngorok, dan kesulitan menelan. Selain itu suhu tubuh naik sampai 40 C, rasa
gatal atau kering di tenggorokan, lesu, nyeri sendi, odinofagia (nyeri menelan),
anoreksia, dan otalgia (nyeri telinga). Bila laring terkena suara akan menjadi
serak. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak.22

G. DIAGNOSIS

Anamnesis :

Pada anamnesis ditemukan keluhan lokal berupa nyeri menelan, nyeri


tenggorokan, rasa mengganjal di tenggorokan, mulut berbau (halitosis),
demam, mendengkur, gangguan bernapas, hidung tersumbat, dan batuk
pilek berulanng. Selain keluhan local, dapat ditemukan pula keluhan
sistemik berupa rasa lemah, nafsu makan berkurang, sakit kepala, dan
nyeri sendi23.

Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran tonsil, permukaan kripta


tonsil melebar, detritus pada penekanan kripta, arkus anterior atau
posterior hiperemis, dan pembesaran kelenjar submandibular. 23

Pemeriksaan penunjang :

7
Pada pemeriksaan penunjang, apabila diperlukan kultur resisten dapat
didapatkan dari swab tenggorok. Rinofaringolaringoskopi (RFL), foto
polos nasofaring lateral, dan polisomnografi dapat dilakukan apabila
diperlukan. 23

KRITERIA DIAGNOSIS

Satu atau lebih keluhan dari anamnesis yang disertai dengan pembesaran
ukuran tonsil dan atau pemeriksaan fisik lainnya.

H. TATALAKSANA

Penatalaksanaan tonsilitis secara umum dibagi menjadi medika mentosa dan


non medika mentosa :

1. Medika mentosa

Pengobatan tonsilitis sebagian besar bersifat supportive dan sesuai


dengan gejala yang muncul. Kortikosteroid intravena dapat digunakan
untuk mengurangi faringeal oedema dan sumbatan jalan nafas dapat
diberikan alat bantu nasal airways.24

Pada kasus tonsilitis yang diakibatkan oleh b-hemolytic streptococci


dapat diberikan antibiotik golongan penicilin
(phenoxymethylpenicillin–potassium atau phenoxymethlpenicillin–
benzathine) selama 7 hari. Alternatif terapi dapat menggunakan
golongan sefalosporin (cefadroxil, cefalexin) yang diindikasikan pada
kasus kegagalan terapi penisilin dan tonsilitis yang sering berulang.25

2. Non Medika mentosa

Tonsilektomi adalah suatu tindakan operasi untuk mengangkat semua


jaringan tonsil palatina.26 Tonsilektomi merupakan teknik lini pertama
untuk mengangkat tonsil palatina dan merupakan prosedur operasi yang

8
paling sering dilakukan pada usia anak-anak dan relatif sering pada usia
dewasa.27

Indikasi untuk dilakukan tonsilektomi 24,28:

a. Individu yang telah mengalami lebih dari 6 episode faringitis


streptokokus (dikonfirmasi oleh kultur positif) dalam 1 tahun.
b. Riwayat telah 5 episode faringitis streptokokus dalam 2/3 tahun
berturut-turut
c. Tonsilitis kronis atau berulang yang resisten terhadap antibiotik
beta-laktamase.
d. Anak dengan alergi antibiotik atau intoleransi, selain itu, anak-anak
dengan demam periodik karena faringitis dan adenitis (PFAPA),
stomatitis aftosa, atau riwayat abses peritonsillar.
I. PROGNOSIS

Secara umum, prognosis tonsilitis sangat baik dan sembuh tanpa


komplikasi. Sebagian besar tonsilitis virus sembuh dalam 7-10 hari,
sedangkan tonsilitis bakteri dengan terapi antibiotik sesuai mulai membaik
dalam 24-48 jam. Morbiditas dapat meningkat jika tonsilitis berulang
sehingga mengganggu aktivitas dalam sekolah dan bekerja. 29,30

Sedangkan, mortalitas meningkat jika terjadi komplikasi dari


tonsilitis. Komplikasi paling utama adalah abses peritonsilar yang terjadi
pada 1-10 dari 10.000 orang. Selain itu, demam reumatik akut dan
glomerulonefritis akut sebagai komplikasi tonsilitis terkait dengan infeksi
bakteri GABHS. Diperkirakan <1 dari setiap 100.000 anak di Jerman
menderita demam reumatik setiap tahun dan 6 dari setiap 100.000 anak di
Jerman terkena glomerulonefritis. 29,30,31

J. PENCEGAHAN

Kuman dan virus serta antigen lainnya akan melalui rongga mulut dan saluran
nafas bagian atas, sehingga hampir tidak mungkin kita menjamin udara yang

9
kita hirup atau makanan minuman steril. Sehingga mata rantai yang diputus
didasarkan pada konsep pencegahan infeksi secara umum, yang meliputi4:

1. Selalu jaga kondisi badan dengan pola makan sehat, konsumsi


multivitamin, istirahat yang cukup serta olahraga teratur dan tidak
merokok.
2. Menjaga kebersihan mulut seperti sikat gigi teratur 2 kali sehari (pagi
dan sebelum tidur) atau waspada terhadap gigi berlubang.
3. Menghindari risiko penularan infeksi saluran nafas atas (tertular atau
menularkan) dari atau ke orang-orang sekitar kita. Contoh orang tua
yang sedang sakit batuk pilek tidak kontak intensif dengan bayi atau
anak kecil bahkan orang dewasa sekalipun, begitupula antara anak-anak
sepermainan, alat makan minum terpisah, menutup saat batuk atau
bersin, tidak membuang ludah sembarangan.
4. Mengurangi atau menghindari makanan atau minuman yang bersifat
iritatif terhadap saluran makan atau nafas atas. Secara empiris makanan
yang berminyak, tinggi kandungan bumbu rasa penyedap atau
pengawet, terlalu manis, dingin berpotensi iritasi.
5. Banyak minum air putih jika mengkonsumsi makanan minuman seperti
di atas.
6. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan (tenaga kesehatan 5 waktu
cuci tangan).

K. EDUKASI

Sebagai seorang dokter, penting untuk mengedukasi pasien mengenai


kemungkinan penyebab dari tonsilitisnya dan memberikan penjelasan yang
menyeluruh tentang diagnosisnya. Jika pasien diberikan antibiotik, penting
untuk mengedukasi penggunaan dan efek sampingnya.Pasien juga harus
menerima edukasi tentang komplikasi dan alasan untuk rencana perawatan
selanjutnya.32
Beberapa hal yang harus diedukasikan pada pasien dengan tonsilitis:

10
 Menghindari pencetus, termasuk makanan dan minuman yang
mengiritasi.
 Melakukan pengobatan yang adekuat karena risiko kambuh cukup
tinggi.
 Menjaga daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan bergizi
dan olahraga teratur.
 Berhenti merokok.
 Selalu menjaga kebersihan mulut.
 Mencuci tangan secara teratur.33

Untuk pasien post-tonsilektomi, berikan informasi bahwa akan muncul efek


setelah operasi seperti nyeri yang dapat bertahan 7-10 hari hingga sampai 2
minggu, juga dapat muncul gejala lain seperti nyeri tenggorok, nyeri telinga,
dan nyeri leher. Sehingga dianjurkan untuk rutin mengonsumsi obat
analgesik, antibiotik juga diberikan. Selain itu penting untuk
mempertahankan hidrasi yang baik, minuman dingin disarankan untuk
membantu vasokonstriksi.34,35

11
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik . In: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed keenam. FKUI
Jakarta:2007p.212-215
2. Udayan KS. Tonsillitis and peritonsillar Abscess. [online]. 2011.
3. Medical Disbility Advisor. Tonsillitis and Adenoiditis. [online]. 2011.
4. John PC, William CS. Tonsillitis and Adenoid Infection. [online]. 2011.
5. Rusmarjono, Soepardi, E.A. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid
dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan
Leher, Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2012, pp.199-203
6. Hazarika,P., Nayak, D.R., Balakrishnan, R. Textbook of Ear, Nose, Throat
and Head & Neck Surgery, Third Edition. New Delhi: CBS Publishers &
Distributors, 2017, p.476-480
7. Shah, U.K. Tonsillitis and Perotonsillar Abscess. Medscpae. 2020 [Diakses 1
Mei 2020]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/871977-
overview
8. Bin Abu Bakar, M., McKimm, J., Haque, S. Z., Majumder, A. A., & Haque,
M. Chronic tonsillitis and biofilms: a brief overview of treatment modalities.
Journal of Inflammation Research, 2018; 11, p.329–337
9. Georgalas, C.C., Tolley, N.S., & Narula, A. Tonsillitis. BMJ Clin Evid, 2009.
10. Ramadhan, F., Sahrudin, & Ibrahin, K. Analisis Faktor Risiko Kejadian
Tonsilitis Kronis pada Anak Usia 5-11 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas
Puuwatu Kota Kendari Tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kessehatan
Masyarakat, 2017, 2(6)
11. Hellings, Peter, Mark Jorissen, and J. L. Ceuppens. "The Waldeyer's ring."
Acta oto-rhinolaryngologica belgica 54.3.2000: p. 237-241.
12. Rusmarjono, Efiaty Arsyad S.. Faringitis, Tonsilitis dan Hipertrofi Adenoid.
Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, penyunting;
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi
keenam. Jakarta; Balai Penerbit FK UI; 2007. p. 217-225.
13. Jović M, Avramović V, Vlahović P, Savić V, Veličkov A, Petrović V.
Ultrastructure of the human palatine tonsil and its functional significance.
Rom J Morphol Embryol. 2015;56(2):371-7
14. Carrillo-Ballesteros FJ, Oregon-Romero E, Franco-Topete RA, Govea-
Camacho LH, Cruz A, Muñoz-Valle JF, Bustos-Rodríguez FJ, Pereira-Suárez
AL, Palafox-Sánchez CA. B-cell activating factor receptor expression is
associated with germinal center B-cell maintenance. Exp Ther Med. 2019.p.
2053-2060.
15. Yamanaka N, Sambe S, Harabuchi Y, Kataura A. Immunohistological study
of tonsil. Distribution of T cell subsets. Acta Otolaryngol. 1983. p. 509-16.
16. Klarisa C& Fardizza F.Kapita Selekta Ed. 4 : Tonsilitis. Jakarta : Media
Aesculapius: 2014. p.1067

12
17. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. 2000. Tonsil dan
Adenoid. In: Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG. p1463-4
18. Anderson J, Paterek E. Tonsillitis. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island
(FL):StatPearls Publishing; 2020dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/
19. Roland, P. S., et al. "American Academy of Otolaryngology–Head and Neck
Surgery Foundation. Clinical practice guideline: polysomnography for sleep-
disordered breathing prior to tonsillectomy in children." Otolaryngol Head
Neck Surg 145.1 Suppl: 2011. S1-15.
20. Alasmari, Nuha Saad H., et al. 2017"Causes and treatment of tonsillitis." The
Egyptian Journal of Hospital Medicine 69.8:2011.p. 2975-2980.
21. PERHATI KL. 2015. Panduan Praktik Klinis, Panduan Praktik Klinis
Tindakan. Perhimpunan Dokter Spesialis Telinga Hidung Tenggorokan
Bedah Kepala Leher Indonesia.
22. Suzanne, C. Smeltzer. 2001. Keperawatan medikal bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC
23. Mansjoer, Arif .2000. Kapita selekta kedokteran, jilid 1, edisi 3. Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. Media Aesculapius. Jakarta.
24. Nuha, S., O. M., R., Rakan, M., Majed, A., Rawan, M., and Saleem, O.
(2017). Causes and Treatment of Tonsillitis. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine, 69 (8): 2975-2980.
25. Windfuhr JP, Toepfner N, Steffen G, Waldfahrer F, Berner R. Clinical
practice guideline: tonsillitis I. Diagnostics and nonsurgical management. Eur
Arch Otorhinolaryngol 2016;273:973–987.
26. Grey RF. Synopsis of Otholaryngology. Edisi ke-5. Oxford Buttleworth
Heinneman. 1992; p354-8.
27. Patrick N, Robert G. Dasar-dasar ilmu THT. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2012.
28. Baugh RF, Archer SM, Mitchell RB, Rosenfeld RM, Amin R, Burns JJ et al.
(2011): Clinical practice guideline: tonsillectomy in children. Otolaryngol
Head Neck Surg.,144 (1 Suppl):S1-30.
29. Georgalas C, Tolley N, Narula A. Tonsillitis. BMJ Clin Evid. 2014; 2014:
0503.
30. Byard RW. Tonsillitis and Sudden Childhood Death. J Forensic Leg Med.
2008;15(8):516-8.
31. Chen MM, Roman SA, Sosa JA, Judson BL. Safety of Adult Tonsillectomy:
A Population-Level Analysis of 5968 Patients. JAMA Otolaryngol Head
Neck Surg. 2014 Mar;140(3):197-202.
32. Anderson, J., Paterek, E. Tonsillitis. NCBI. 2019 [Diakses 1 Mei 2020]
Availabe from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544342/

13
33. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: IDI, 2014, p.355-359
34. Mitchell, R.B., Archer, S.A., Ishman, S.L., et al. Clinical practice guideline:
tonsillectomy in children (update). Otolaryngol Head Neck Surg, 2019;160
35. Dhillon, R.S., East, C.A. Ear, Noses and Throat and Head and Neck Surger:
an Illustrated Colour Text, Fourth Edition. China: Elsevier, 2013, p.74

14

Anda mungkin juga menyukai