Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

PNEUMOTHORAX

Oleh :

dr. Silvia Handika Anggraeni

Pendamping :
dr. Cahyo Sukowidodo, M.Kes
dr. Dian Novita

Program Internsip Kedokteran Indonesia


RSI Muhammadiyah Sumberrejo Bojonegoro

1
2022 – 2023

LEMBAR PENGESAHAN

PORTOFOLIO KASUS

PNEUMOTHORAX

Presentan,

dr. Silvia Handika Anggraeni

Mengetahui,

Pendamping I Pendamping II

dr. Cahyo Sukowidodo, M.Kes dr. Dian Novita

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan…………………………………………………………....2

Daftar Isi…………………………………………………………………….…3

BAB 1 Pendahuluan……………………………………………………….…..4

BAB 2 Tinjauan Pustaka………………………………………………….…...5

2.1 Pneumothorax…….…………………………………………….…5

BAB 3 Ilustrasi Kasus…………………………………………………….…..22

BAB 4 Pembahasan………………………………………………………......33

BAB 5 Daftar Pustaka……………………………………………………......34

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga


pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks
spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks
traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik (1,2).
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang
tidak diketahui.(7) Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan
menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa
yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan
perbandingan 5 : 1.(2)
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki
adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita
insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens
pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang
dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi
daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat. (3)

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan puncak


insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder lebih
sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun. (3)

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam cavum pleura yang menyebabkan kolapsnya paru ipsilateral. (5)

B. Etiologi
Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu (2,3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki

5
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan


ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia
luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun

6
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah
kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di
rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (4)
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi
(4)

mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi


mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound). (2)
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin
(4)

lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas. (2)

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan
pada sebagian kecil paru (< 50% volume paru).

7
2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar
paru (> 50% volume paru).

C. Diagnosis
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2,4,5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.

8
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan (3,4) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative

3. Gambaran Radiologi
1. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat
ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

9
Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks
yang mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular
menunjukkan paru yang mengalami pneumothoraks dengan paru
yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian paru yang
kolaps dan yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas
paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura
visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.(7)

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan


dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps. (7)

Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi


supine orang dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep

10
sulcus sign. (11) Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan
rongga pleura menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral
dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut
kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu,
seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut
kostofrenikus yang lebih dalam daripada biasanya atau jika
menemukan sudut kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip
pada foto dada seri. Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto
ulang dengan posisi tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain
pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan
ini biasanya terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di
daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai
deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan). (7)

Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru


ke arah hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin
memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan gagal
sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan

11
kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga
menjadi lebih lebar.(6,10)

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).


(7)

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang


dapat masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal
yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana
paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit.
Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax
atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat
bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated
pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang
berbentuk seperti cangkang telur. (14)

12
Gambar 6. Loculated Pneumotoraks.(12)

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam


posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi
penuh. (11)

Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi


(kiri) dan dalam keadaan ekspirasi (kanan). (7)

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif


menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan
sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya

13
yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi
pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran
sebenarnya.(11,13)
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan
foto lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat
tertinggi pada hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah
terlihat dibandingkan pada posisi tegak. (11,13,14)
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi
keadaan ini (4):
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung mulai dari basis sampai ke apeks.

Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan


pneumomediastinum.(15)

14
- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah
kulit.

Gambar 8. Emfisema subkutan.(16)

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak


permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa
ditemui pada kasus Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks.(17)

2. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder. (7)

15
Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.(7)

D. Diagnosis Banding
Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli
paru, dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika
setelah difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya
menjurus ke pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder
kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari
suatu bleb atau bulla.(2)
Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang
hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa
kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan
gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk
membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada
daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada
pneumotoraks daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa
disebut hiperlusen avaskular, sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-
garis trabekula pada daerah paru yang mengalami bleb atau bulla. Selain itu,
pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di sekitar bulla akan
mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut
kepada jaringan paru. (18)

16
Gambar 11. Bleb dan bulla paru.(18)

Gambar 12. Gambaran foto thoraks bulla paru. (18)

17
Gambar 13. CT-Scan pulmonary bullae. (18)

E. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk


mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk
kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai
berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto
toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini
(2)

terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).


2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan

18
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol (2,4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (2,4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di

19
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal (2).

20
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

F. Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan
mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah
pemasangan tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien
yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit
paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus
lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

21
BAB 3

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn S

Alamat : Sumberrejo

Umur : 67 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Tanggal Masuk : 04 Juli 2022

No. RM : 0115xxx

ANAMNESIS

Alloanamnesis dan Heteroanamnesis

KELUHAN UTAMA

Sesak

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang diatar keluarga ke RSI Muhamadiyah Sumberejo dengan keluhan


sesak. Sesak dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, semakin lama
sesak semakin berat. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak membaik dengan
perubahan posisi. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dingin maupun alergi. Pasien
juga mengeluhkan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Batuk
jarang-jarang. Batuk berdahak (+) warna dahak putih kekuningan. Penurunan
berat badan disangkal.

22
Riwayat Penyakit Dahulu
TBC Paru pada tahun 2009, selesai pengobatan 6 bulan dan dinyatakan sembuh.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengeluhkan keluhan serupa.

Status Lingkungan dan kebiasaan


Pasien merokok sejak usia 20 tahun, merokok sebanyak 12 batang per hari. Pasien
berhenti merokok sejak tahun 2009. Makan 3x sehari dengan porsi sedang. Tidak
pernah berolahraga. Pasien memiliki asuransi BPJS.

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Tanggal 04 Juli 2022

 Keadaan umum : Tampak lemas dan sesak


 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 170/98 mmHg
 Frekwensi Nadi : 110 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 40 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 36,5 °C
 Saturasi Oksigen : 82% free air, 99% dengan O2 NRM 13 lpm
 Data Antropoemetri

√ Berat Badan : 65 kg
√ Tinggi Badan : 170 cm

 Kepala

• Kepala : Bulat, normocephli


• Rambut : Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
• Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Tidak terlalu cekung, pupil isokor, simetris,
refleks cahaya +/+

23
• Telinga : Normotia,liang telinga lapang/lapang, serumen -/-,
sekret -/-
• Hidung : Lapang, sekret -/-, deviasi septum (-),
pernafasan cuping hidung (-)
• Bibir : Mukosa bibir kering, sianosis (-)
• Gigi geligi : tidak ada kelainan
• Lidah : tidak hiperemis
• Tonsil : T1 – T1, tenang : tenang, tidak hiperemis
• Faring : tidak hiperemis
• Leher : Kelenjar Getah bening tidak teraba membesar
Toraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi intercostae (+)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan lebih besar dibandingkan kiri
• Perkusi : Perkusi thorax sinistra SIC III-VI midclavicular-
midaxilla hipersonor. Thorax dextra sonor.
• Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Sura napas melemah
pada thorax sinistra SIC III-VI midclavicular-
midaxilla
Ronki +/+, Wheezing +/+
Bunyi Jantung I dan II normal, murmur (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut tampak datar
• Auskultasi : Bising usus (+) normal : 12x/menit
• Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-), turgor kembali
cepat
• Perkusi : Timpani, nyeri ketok (-), pekak alih (-)
Kulit : ikterik (-), petechie (-)

Ekstremitas : Bentuk biasa, deformitas (-),Akral hangat,


sianosis tidak ada, capillary refill < 2 detik

24
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium 04 Juli 2022

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi Lengkap

Hemoglobin 16,5 11,5-15,5 gr/dL

Leukosit 18,7 4,5-13,0 x109/L

Hematokrit 49 35-45 %

Trombosit 219 150-450 x109/L

Elektrolit

Natrium 138,96 135-155

Kalium 5,38 3,5-5,00

Chlorida 97,55 90-110

Imunologi

CRP 38,8 0-5 mg/dl

Faal Ginjal

BUN 12,5 6-20 mg/dl

Creatin 1,0 0,6 – 1,1 mg/dl

25
Pemeriksaan Foto Thorax 04 Juli 2022

Expertise :

Foto thorax PA

Cor : ukuran dan bentuk normal, deviasi ke dextra

Pulmo : Tampak fibroinfiltrat kedua lapang paru, tampak lusensi avaskuler


dengan kolaps paru sinistra, corakan bronkovaskuler meningkat

Sinus costophrenicus dextra tajam, sinitra tumpul

Trakea di tengah

Sistema tulanng baik

Kesimpulan :

Besar COR normal

Tampak TB paru lesi luas dd pneumonia dengan hydropneumothorax dan


kolaps paru sinistra

Pemeriksaan Foto Thorax 05 Juli 2022

26
Expertise :

Foto thorax PA

Cor : ukuran dan bentuk normal, deviasi ked extra

Pulmo : Masih tampak fibroinfiltrat kedua lapang paru, tampak lusensi


avaskuler dengan kolaps paru sinistra, corakan bronkovaskuler meningkat

Sinus costophrenicus dextra tajam, sinitra tumpul

Trakea di tengah

Sistema tulanng baik

Kesimpulan :

Besar COR normal

Masih tampak TB paru lesi luas dd pneumonia dengan hydropneumothorax


dan kolaps paru sinistra

Dibanding foto sebelumnya kesan sedikit membaik, pengembangan paru


sinistra bertambah

RESUME
Pasien datang diatar keluarga ke RSI Muhamadiyah Sumberejo dengan
keluhan sesak. Sesak dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit,
semakin lama sesak semakin berat. Sesak dirasakan terus menerus dan tidak
membaik dengan perubahan posisi. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dingin maupun
alergi. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Batuk jarang-jarang. Batuk berdahak (+) warna dahak putih kekuningan.
Penurunan berat badan disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

 Keadaan umum : Tampak sakit lemas, sesak

27
 Kesadaran : Compos mentis
 Tekanan Darah : 170/98 mmHg
 Frekuensi Nadi : 110 x/menit (reguler,kuat angkat)
 Frekwensi Pernafasan : 40 x/menit (reguler)
 Suhu tubuh : 36,5 °C
 Saturasi Oksigen : 82% free air, 99% dengan O2 NRM 13 lpm
 Data Antropoemetri

√ Berat Badan : 65 kg
√ Tinggi Badan : 170 cm
Thoraks
• Inspeksi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan simetris
Retraksi intercostae (+)
• Palpasi : Vokal fremitus kanan lebih besar dibandingkan kiri
• Perkusi : Perkusi thorax sinistra SIC III-VI midclavicular-
midaxilla hipersonor. Thorax dextra sonor.
• Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), Sura napas melemah
pada thorax sinistra SIC III-VI midclavicular-
midaxilla
Ronki +/+, Wheezing +/+
Pemeriksaan Laboratorim :
Leukositosis, CRP meningkat
Pemeriksaan Foto Thorax :
Hidropneumothorax sinistra
Susp TB paru lesi luas dd pneumonia

Diagnosa Kerja
Hidropneumothorax Sinistra + Hipertensi Stage II
Diagnosa Banding
TB paru
Pneumonia

28
Penatalaksanaan
- Rawat inap
• Diet : biasa
• O2 NRM 12-15 lpm
• IVFD : NaCl 0,9% 14 tpm
• MM :
- inj Antrain 3 x 1000mg
- Inj Omeprazole 2 x 40mg
- Nebulizer ventolin : Pulmicort 1 : 1/8 jam
- Po Amlodipin 0-5-5mg
- N Acetylcystein 3x 200mg

FOLLOW UP
Follow Up 1 (5 Juli 2022)
S O A P
Sesak (+) KU : lemah Hidropneumothorax - O2 NRM 13 lpm
TD 160/90 Sinistra + Hipertensi - IVFD NaCl 0,9% 14
mmHg stage II tpm
N 90 - Inj Antrain 3x1000mg
T 36,3 - Inj Omeprazole
RR 35 2x40mg
SpO2 99% - Inj Levofloxacin
dengan O2 1x750mg
NRM 13 lpm - Inj Methylprednisolone
2x40mg
- Nebulizer Ventolin :
Pulmicort 1:1/6 jam
- Amlodipine tab 0-5-5
- Salbutamol 3x2mg
- N Acetylcystein
3x200mg

29
- Evakuasi
Pneumothorax dengan
pungsi
- Foto thoraks evaluasi
- Cek TCM TB

Follow Up 2 (6 Juli 2022)


S O A P
Sesak (+) KU : lemah Hidropneumothorax - O2 Simple mask
berkurang TD 145/80 mmHg Sinistra + Hipertensi 7 lpm
N 88 stage II - IVFD NaCl 0,9%
T 36,3 14 tpm
RR 24 - Inj Antrain
SpO2 99% dengan 3x1000mg
O2 simple mask 7 - Inj Omeprazole
lpm 2x40mg
- Inj Levofloxacin
1x750mg
- Inj
Methylprednisolo
ne 2x40mg
- Nebulizer
Ventolin :
Pulmicort 1:1/6
jam
- Amlodipine tab
0-5-5
- Salbutamol
3x2mg
- N Acetylcystein

30
3x200mg

Follow Up 3 (7 Juli 2022)


S O A P
Sesak (+) KU : baik Hidropneumothorax - O2 Simple mask
berkurang TD 140/80 mmHg Sinistra + PPOK + 7 lpm
N 78 Hipertensi stage I - IVFD NaCl 0,9%
T 36,3 14 tpm
RR 22 - Inj Antrain
SpO2 99% dengan 3x1000mg
O2 simple mask 7 - Inj Omeprazole
lpm 2x40mg
- Inj Levofloxacin
TCM TB : negatif 1x750mg
- Inj
Methylprednisolo
ne 2x40mg
- Nebulizer
Ventolin :
Pulmicort 1:1/6
jam
- Amlodipine tab
0-5-5
- Salbutamol
3x2mg
- N Acetylcystein
3x200mg
- BLPL

Obat pulang :
- Amlodipine tab

31
0-5-5
- Salbutamol
3x2mg
- N Acetylcystein
3x200mg
- Levofloxacin tab
2x750mg

32
BAB 4

PEMBAHASAN

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga


pleura, dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks
spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks
traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenic.
Dari anamnesis pasien ini dibawa oleh keluarga ke IGD RSI
Muhammadiyah Sumberrejo dengan keluhan sesak. Sesak berlangsung selama 1
minggu, semakin lama semakin memberat. Pasien juga mengeluhkan batuk
selama 1 minggu, batuk jarang dan berdahak. Penurunan berat badan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara napas menjauh di lapang paru sinistra,
terdapat ronkhi dan wheezing di seluruh lapang paru. Perkusi hipersonor di lapang
paru kiri. Foto rontgent thorax didapatkan gambaran hydropneumothorax sinistra.

Diagnosis dari pasien ini dapat disimpulkan sebagai Hidropneumothorax


sinistra dan hipertensi stage II. Tatalaksana pada pasien ini terdiri dari tindakan
penanggulangan darurat dan definitif. Tindakan penanggulangan darurat meliputi
rehidrasi cairan untuk mencegah dehidrasi dan pemberian oksigenasi. Lalu
tindakan penanggulangan selanjutnya meliputi pemberian nebulisasi, antibiotic,
dan pungsi untuk evakuasi udara pada cavum pleura.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.
Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti
(editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
3. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [2 August 2022]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2009. p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : [2 August 2022]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [2 August 2022]. Available
from www.emedicine.com
8. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah.
Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
9. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi
Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.
10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi
Thoraks. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 1995. P. 63-64.
11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second
Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.

34
12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [2 August 2022].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-pneumothorax
13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology. Philadelphia :
W. B. Saunders Company. P. 366-372.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and Imaging.
Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992. P. 371-374.
15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [2 August 2022]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [2 August 2022].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [2 August 2022].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
hydropneumothorax-1
18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Cited
on [2 August 2022]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01326-
0101.pdf
19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [2 August 2022]. Available
from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae

35

Anda mungkin juga menyukai