PNEUMOTHORAKS
Disusun Oleh :
Siti Raudatus Solihah
(H1A014074)
Pembimbing:
dr. Hasan Amin, Sp.Rad
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat-Nya
saya dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat ini dibuat dalam rangka
memenuhi salah satu persyaratan Kepaniteraan Klinik Ilmu Radiologi yaitu referat
‘PNEUMOTHORAKS’. Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih
yang sebesar – besarnya kepada: dr. Hasan Amin, Sp.Rad selaku pembimbing
referat, atas bimbingan serta dukungan dari teman–teman di bagian radiologi yang
telah banyak membantu dalam penyelesaian referat ini.
Akhir kata, disadari bahwa penyajian referat ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan,
semoga referat ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, khususnya di bagian Ilmu
Radiologi.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Paru-paru dan pleura mengisi sebagian besar rongga thoraks dengan
jantung di antaranya, sedangkan aorta descendens serta oeshophagus
terletak di belakang jantung. Pleura terbagi atas 2 lapisan, yaitu: pleura
parietalis dan pleura visceralis. Pleura parietalis merupakan selaput tipis
dari membrana serosa yang melapisi rongga pleura. Pada daerah yang
menghadap mediastinum, pleura ini beralih meliputi paru-paru sehingga
disebut pleura visceralis atau pleura pulmonalis. Pleura visceralis ini
membungkus paru-paru dan melekat erat pada permukaannya. Ruangan
potensial antara kedua lapisan pleura ini disebut cavitas pleuralis yang
hanya berisi lapisan tipis cairan untuk lubrikasi3,4.
4
Gambar 2.1.2 Anatomi dinding dada pada X-ray2.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki
adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita
insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens
pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per
100.000 orang dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik
lebih sering terjadi daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang
semakin meningkat5.
2.3 DEFINISI
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di
dalam pleura akibat robeknya pleua atau suatu keadaan dimana udara
terkumpul di dalam kavum pleura sehingga memisahkan rongga viceralis
dengan parietalis yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena5.
2.4 KLASIFIKASI
Pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan
penyebabnya, yaitu2,5 :
1. Pneumotoraks spontan
Setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
5
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis ini pun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena
kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan
ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada
pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk
menilai permukaan paru.
6
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin
positif, namun lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu
terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Pneumothoraks ini terjadi karena terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar
(terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan
pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound).
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumotoraks ini terhadi karena tekanan intrapleura yang positif
dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk
melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus
menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara
di dalam rongga pleura tidak dapat keluar. Akibatnya tekanan di
dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
7
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas.
2.5 DIAGNOSIS
8
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu inspirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negatif.
9
Gambar 2.5.3.1.1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line7.
10
Gambar 2.5.3.3. Foto thoraks (PA), bagian yang ditunjukkan
dengan anak panah merupakan pleural line yang terpisah dari udara
paru-paru pada pleural space8.
11
Gambar 2.5.3.1.4. Foto thoraks (PA), bagian yang ditunjukkan
dengan anak panah merupakan gambaran pneumothoraks luas yang
mendekati gambaran collapse paru kanan yang komplit7.
12
Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam
posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi
penuh.
Gamb
ar 2.5.3.1.6. Gambaran pneumothoraks kanan minimal pada saat ekspirasi
(kiri) dan saat inspirasi (kanan)7
13
Gambar 2.5.3.1.7. Gambaran pneumothoraks kanan7.
14
Gambar 2.5.3.1.8. Gambaran tension pneumothoraks kiri7.
15
Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak
permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa
ditemui pada kasus Hidropneumotoraks.
16
2.5.3.2 CT Scan
\\\\\\\\\\\\\\\\\\\\
17
2.5.3.3 Ultrasonografi
18
2.6 Diagnosis Banding
Gambar 2.6 Gambaran bula pada hemithoraks kanan (foto thoraks AP).
19
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk
mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks
adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura
telah menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura
tersebut akan diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila
diberikan tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari
dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari6.
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan
antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara 6 :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar
melalui jarum tersebut 6.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol 6.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
20
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol 6.
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di
rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di
dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik
lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol
sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
perbedaan tekanan tersebut .
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-20 cm H 2O, dengan
tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru telah
mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk
21
selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura kembali
menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan
WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal 2,6.
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah 2,6
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
22
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.
6. Penatalaksanaan tambahan
1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB
paru diberi OAT, terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran
napas diberi antibiotik dan bronkodilator.
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat.
3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah
dapat dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi,
seperti emfisema.
7. Rehabilitasi
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
2.8 Prognosis
Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan
mengalami kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah
pemasangan tube thoracostomy4. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-
pasien pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien
yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai
komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit
paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus
lebih berhati-hati karena sangat berbahaya6.
23
BAB III
KESIMPULAN
Pneumotoraks adalah suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh
udara, sehingga menyebabkan pendesakan terhadap jaringan paru yang
menimbulkan gangguan dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat
proses respirasi. Pasien pneumothoraks sering mengeluhkan adanya sesak napas
dan nyeri dada.
Keadaan pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun
traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.
Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.
Dan menurut fistel yang terbentuk, maka pneumotoraks dapat bersifat terbuka,
tertutup dan ventil (tension).
Diagnosa pneumotoraks didasarkan pada hasil foto rontgen berupa
gambaran radio-hiperlusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru yang terkena, disertai adanya garis putih yang merupakan batas paru (deep
sulcus sign). Dari hasil rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang
terjadi melalui luas area paru yang terkena pendesakan serta kondisi jantung dan
trakea.
CT-Scan thoraks merupakan gold standard untuk deteksi dini pneumothoraks dan
sebagai pilihan modalitas imajing untuk pasien-pasien dengan trauma tumpul yang serius.
Perlu direkomendasikan untuk setiap pasien trauma yang dikirim ke UGD dengan gejala
distres nafas harus dirujuk untuk melakukan CT-Scan thoraks walaupun pada x-ray polos
thoraks tidak menunjukkan kelainan. Penggunaan ultrasonografi baik digunakan untuk
pasienpasien trauma dimana pemeriksaan ini merupakan modalitas awal.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press.
2009. p. 162-179
3. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
4. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam :
Anatomi Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209-220.
5. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi
Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
6. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo,
Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
7. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [11 April 2019]. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
8. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [11 April 2019].
Available from www.emedicine.com
25