Pneumothorax
Oleh:
Melita Husna 1940312087
Preseptor :
dr. Oea Khairsyaf, Sp.P (K)
dr. Dessy Mizarti, Sp.P
Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat
dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan laporan Case Report
Session yang berjudul Pneumothorax. Laporan ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi di Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Oea Khairsyaf, Sp.P (K)
dan dr. Dessy Mizarti, Sp.P sebagai pembimbing yang telah memberikan
arahan dan petunjuk, dan semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan laporan ini.
Halaman Depan
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Manfaat Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 3
BAB 3 LAPORAN KASUS 16
BAB 4 DISKUSI 25
DAFTAR PUSTAKA 29
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pneumotoraks spontan
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa
adanya suatu penyebab (trauma atau iatrogenik), ada dua jenis yaitu: 5
a. Pneumotoraks spontan primer.5
Pneumotoraks spontan primer (PSP) adalah suatu pneumotoraks yang
terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya,
umumnya pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan
aktivitas fisik yang berat tapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai
sekarang belum diketahui penyebabnya.5
Mekanisme yang diduga mendasari terjadinya PSP adalah ruptur bleb
subpleura pada apeks paru-paru. Udara yang terdapat di ruang intrapleura
tidak didahului oleh trauma, tanpa disertai kelainan klinis dan radiologis.
Riwayat keluarga dengan kejadian serupa dan kebiasaan merokok
meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks ini.5
Faktor yang saat ini diduga berperan dalam patomekanisme PSP adalah
terdapat sebagian parenkim paru-paru yang meningkat porositasnya.
Peningkatan porositas menyebabkan kebocoran udara viseral dengan atau
tanpa perubahan emfisematous paru-paru. Hubungan tinggi badan dengan
peningkatan resiko terjadinya PSP adalah karena gradien tekanan pleura
meningkat dari dasar ke apeks paru. Akibatnya, alveoli pada apeks
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 3
paru-paru orang bertubuh tinggi rentan terhadap meningkatnya tekanan
yang dapat mendahului proses pembentukan kista subpleura.5
c. Tension pneumotoraks.
Tension pneumotoraks terjadi karena mekanisme check valve yaitu
pada saat inspirasi udara masuk ke dalam rongga pleura, tetapi pada saat
ekspirasi udara dari rongga pleura tidak dapat keluar. Semakin lama
tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkat dan melebihi
tekanan atmosfir. Udara yang sering menimbulkan gagal nafas.
Pneumotoraks ini juga sering disebut pneumotoraks ventil.9
2.3 Epidemiologi
Kejadian pneumotoraks pertahun sebanyak 18 -28 per 100.000 pada laki-
laki dan 1,2-6 pada perempuan.4 Angka kejadian pneumotoraks spontan skunder
lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding dengan perempuan, masing-masing
7,4-18 per 100.000 dan 1,2 – 6 per 100.000 per tahun.2 Pada penelitian di Inggris
insiden pneumotoraks spontan primer 24 per 100.000 pada laki-laki dan 9,8 per
100.000 pada perempuan. Angka kematian karena pneumotoraks dalam
sebuah penelitian di Inggris lebih tinggi pada laki-laki dibanding dengan
perempuan, yakni mencapai 1,26 per juta per tahun, lebih tinggi pada orang tua,
dan pada orang dengan pneumotoraks sekunder.4
2.6 Diagnosis
Manifestasi klinis berdasarkan keluhan subyektif yang timbul, gejala-
gejala yang sering muncul adalah :8
a. Sesak napas, yang didapatkan pada 80-100% pasien
b. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Lindskog dan Halaz
menemukan 69% dari 72 pasien mengalami nyeri dada
c. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien
pada PSP. 8
Gejala-gejala tersebut dapat berdiri sendiri maupun kombinasi dan menurut
Mills dan Luce derajat gangguannya bisa mmulai dari asimtomatik atau
menimbulkan gangguan ringan sampai berat. 8
2.6.1 Pemeriksaan Fisik
Suara nafas melemah sampai menghilang, fremitus melemah sampai
menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau meningkat/hipersonor.
Pneumothoraks ukuran kecil biasanya hanya menimbulkan gejala takikardia
ringan dan gejala yang tidak khas. Pada pneumothoraks ukuran besar biasanya
didapatkan suara nafas yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi,
fremitus raba menurun dan perkusi hipersonor. Pneumothoraks tension dicurigai
apabila didapatkan adanya takikardia berat, hipotensi dan pergeseran mediastinum
atau trakea. 8
2.7 Tatalaksana
Tindakan pengobatan pneumothoraks tergantung dari luasnya
pneumothoraks. Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaitu untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
British Thoracic Society dan American College of Chest Physicians telah
memberikan rekomendasi untuk penanganan pneumothoraks. Pinsip-prinsip
penanganan pneumothoraks adalah :6
a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen
b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi
dengan atau tanpa pleurodesis
c. Torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya bleb
atau bulla
d. Torakotomi.
a. Konservatif 4
Pada pneumotoraks spontan kecil, tidak ada sesak napas, dan tidak ada
penyakit paru-paru yang mendasari, pneumotoraks umumnya menghilang secara
spontan. Pada pneumotoraks sekunder dapat dilakukan tindakan konservatif pada
ukuran yng sangat kecil (1 cm atau pinggiran udara kurang) dan ada gejala
terbatas. Oksigen dapat diberikan pada tingkat aliran tinggi untuk mempercepat
resorpsi.
b. Water sealed drainage (WSD)4
Dilakukan dengan memasukkan tabung plastik fleksibel pada bagian
samping dada ke ruang pleura, yang gunanya untuk menghilangkan udara. Follow
up pada pemasangan WSD dengan memperhtikan undulasi yakni pergerakan
cairan di dalam selang sesuai irama pernapasan, cairan akan bergerak ke bawah
2.8 Komplikasi9,10
1. Infeksi sekunder, sehingga dapat menimbulkan
pleuritis,empiema, hidropneumotoraks.
2. Gangguan hemodinamika
Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung
dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan
kardiak "output", sehingga dengan demikian dapat menimbulkan
syok kardiogenik.
3. Emfisema, dapat berupa emfisema kutis atau emfisema
mediastinalis9,10
2.9 Prognosis
Prognosis pneumotoraks bergantung kepada tingkat dan jenis pneumotoraks.
Pneumotoraks kecil umumnya akan hilang sendiri tanpa pengobatan.
Pneumotoraks sekunder jauh lebih serius dan dapat menyebabkan kematian
Nama : Ny. AN
Umur/Tgl lahir : 23 tahun / 1 Januari 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
No. RM : 01.05.55.66
Tanggal Masuk : 19 Juli 2019
Alamat : Siulak Kerinci, Jambi
Status Perkawinan : Belum Menikah
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Nama Ibu Kandung : Darmawati
Suku : Melayu
Nomor HP : 082371122844
3.2 Anamnesis
Seorang pasien wanita berumur 23 tahun datang ke RSUP Dr. M.
Djamil Padang pada tanggal 19 Juli 2019 dengan:
Keluhan Utama
Sesak napas meningkat sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
• Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak tidak menciut dan
sesak meningkat saat batuk dan aktivitas. Sesak timbul tiba-tiba saat pasien
sedang istirahat. Sesak telah dirasakan sejak 3 hari yang lalu.
• Riwayat batuk-batuk sudah dirasakan sejak 6 bulan lalu, berdahak dengan
warna putih encer. Saat dilakukan cek dahak di RSUD Kerinci didapatkan
hasil BTA +2, TCM MTB detected medium, Rifampisin Resisten not
detected, diberikan OAT kategori I.
• Batuk darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada
• Nyeri dada tidak ada
• Demam tidak ada
• Keringat malam tidak ada
• Penurunan nafsu makan makan tidak ada
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
16
• Penurunan berat badan tidak ada
• Mual muntah tidak ada
• Nyeri ulu hati tidak ada
• BAK dan BAB tidak terdapat kelainan
• Riwayat trauma di dada tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat TB paru Januari 2019, BTA (+2), TCM MTB detected medium,
Rifampisin resistent not detected, dalam pengobatan OAT hingga saat ini.
• Riwayat DM tidak ada
• Riwayat Hipertensi tidak ada
Riwayat Pengobatan Sebelumnya
Riwayat minum OAT kategori I pada 15 Januari 2019 hingga saat ini,
diberkan dari RSUD Kerinci.
Riwayat Keluarga
• Riwayat TB dalam keluarga tidak ada
• Riwayat DM dalam keluarga tidak ada
• Riwayat HT dalam keluarga tidak ada
• Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada
Riwayat kebiasaan, sosial, pekerjaan
• Pasien seorang wiraswasta UNAND.
• Pasien tidak merokok
2.3 Pemeriksaan Fisik
Vital Sign
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : compos mentis cooperatif (CMC)
Tekanan Darah : 130/70 mmHg.
Nadi : 98 kali per menit
Pernafasan : 22 kali per menit, torakal
Suhu : 36,7oC
Berat Badan : 50 kg
Tinggi Badan : 147 cm
17
Status Generalis
• Kepala: normochepal
• Mata: Simetris
Konjungtiva anemis tidak ada
Sklera ikterik tidak ada
• Leher:
- Simetris, trakea di tengah, tidak ada deviasi
- Pembesaran KGB tidak ada
- JVP: 5-2 cmH2O
- Otot bantu nafas sternocleidomastoideus tidak aktif
• Thorax
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba di RIC V 1 jari medial linea mid clavicula (LMC) sinistra
tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada
Paru depan (dada)
Inspeksi : Bentuk dan ukuran normal, venektasi (-), ginekomastia (-), petekie (-),
purpura (-), ekimosis (-), sikatrik (-), hiperpigmentasi (-)
- Statis: Dada kanan lebih cembung dari dada kiri
- Dinamis: Pergerakan dinding dada kanan tertinggal dari dada kiri
Palpasi : fremitus dada kanan melemah dibandingkan dada kiri
Perkusi :
- Kanan : hipersonor
- Kiri : sonor
Auskultasi :
- Kanan: suara napas melemah
- Kiri: suara napas bronkovesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Paru belakang (punggung)
18
19
20
21
22
23
24
27
28
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006:1063.
2. Hisyam B, Budiono E. Pneumotoraks. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, K
MS, Setiyohadi B, Syam AF (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Ed.6.
Jakarta: InternePublishing. 2014:1642-51.
3. Onuki T, Ueda S, Yamako M, et al. Primary and Secondary Spontaneous
Pneumothorax: Prevalence, Clinical Features, and In-Hospital Mortality. Canadian
Respiratory Journal. 2017;1 – 8.
4. Choi WI. Pneumothorax. Tuberc Respir Dis (Seoul). 2014;76(3):99–104.
5. Price S A, Wilson L M. Patofisiologi. Ed ke2. Jakarta: EGC;2014.
6. Light RW, Lee YCG. Pneumothorax, Chylothorax, Hemothorax and Fibrothorax.
In: Murray and Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine. Editors: Mason RJ,
Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. 4th Eds. Pennsylvania. Elsevier Saunders 2005.
p. 1961-82
7. Nasution, A.R, Sumariyono, Pneumotorak. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi VI Jiild III. 2014. Jakarta : Interna Publishing
8. Yusup Subagio Sutanto, Eddy Surjanto, Suradi, A Farih Raharjo, Tuberkulosis
paru sebagai penyebab tertinggi kasus pneumotoraks di bangsal paru RSUD Dr
Moewardi (RSDM) Surakarta tahun 2009.
9. Macduff A, Arnold A, Harvey J. Management of Spontaneous Pneumothorax :
British Thoracic Society Pleural Disease Guideline 2010. British Thoracic
Journal.2010.
10. Slobodan M, Marko S, Bojan M. Pneumotorax-Diagnosis and Treatment.
Sanamed. 2015; 10(3): 221–228
29