Oleh :
PRESEPTOR:
2.1 Definisi
Asma terkait pekerjaan (Work-related asthma) merupakan asma yang timbul
akibat paparan atau sensitisasi terhadap allergen atau agen lain di tempat kerja, baik
berupa paparan tunggal atau massif. Asma terkait pekerjaan terbagi menjadi dua,
yaitu:
1. Asma akibat kerja (Occupational asthma), yaitu asma yang baru muncul akibat
pekerjaan dan hilang jika tidak bekerja atau berada di lingkungan kerja
2. Asma yang diperberat akibat kerja (Work-exacerbated asthma) yaitu gejala asma
yang memburuk ketika bekerja pada pekerja yang sudah memiliki riwayat asma
sebelumnya.2,6
Berdasarkan masa latennya, asma akibat dibagi juga menjadi dua, yaitu :
1. Asma akibat kerja disertai masa laten
Asma akibat kerja disertai masa laten biasanya diakibatkan paparan agen
dengan berat molekul besar dan sebagian akibat agen dengan berat molekul
ringan. Mekanisme terjadinya yaitu melalui reaksi imunologis dengan
terbentuknya IgE (reaksi hipersensitivitas tipe I).
2. Asma akibat kerja tanpa disertai masa laten
Disebut juga asma akibat kerja non imunologi. Mekanisme terjadinya yaitu
akibat terjadinya iritas pada saluran nafas yang menimbulkan hiperreaktivitas
bronkus. Timbul dalam waktu singkat dan biasanya akibat paparan zat dengan
konsentrasi amat tinggi. Contoh : Reactive Airway Dysfunction Syndrome
(RADS).4
2.3 Patofisiologi
1. Iritasi langsung
Iritasi akibat bahan tertentu dapat memicu terjadinya asma bronkial. Bahan
yang paling sering menyebabkan iritasi adalah asam hidroklorin, sulfur dioksida,
dan amoniak.
2. Alergi
Patofisiologi terjadinya asma terkait pekerjaan sama halnya dengan asma
bronkial umumnya yaitu melalui reaksi hipersensitivitas tipe I (perantara gE). .
Paparan terhadap alergen akan menyebabkan sel mast dan sel inflamasi lain
melepaskan mediator inflamasi seperti histamine, eosinophilic chemotatic factor
(ECF-A), neutrophil chemotactic factor (NCF-A), dan mediator lainnya sehingga
terjadi reaksi inflamasi. Pada antigen/polutan dengan berat molekul rendah
(<5000 Dalton) tidak ditemukan IgE spesifik karena berat molekulnya yang kecil
yang hanya berupa hapten harus berkonjugasi dengan protein lain untuk menjadi
allergen. Namun pada pemeriksaan cairan bronchoalveolar lavage tetap
ditemukan mediator yang sama dengan asma yang disebabkan allergen dengan
berat molekul besar.
3. Farmakologik
Terjadi karena akumulasi bahan kimia dalam tumbuh akibat inhalasi di
tempat kerja sehingga memicu konstrikis bronkus. Sebagai contoh insektisida
dalam industri pertanian yang memicu pelepasan asetilkolin sehinga terjadi
bronkokonstriksi.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Situasi Kesehatan Kerja. Infodatin Kemenkes RI. 2015. p. 1–7.
2. Irfani TH. The Prevalence of Occupational Injuries and Illnesses in Asean:
Comparison Between Indonesia and Thailand. Public Heal Indones.
2015;1(1).
3. Karjadi TH, Djauzi S. Dasar-dasar Penyakit Akibat Kerja. In: Ilmu Penyakit
Dalam PAPDI. 6th ed. 2015.
4. Karjadi TH. Asma akibat Kerja. In: Ilmu Penyakit Dalam PAPDI. 6th ed.
Jakarta;
5. Voelter-Mahlknecht SF. Occupational Asthma. Int J Occup Environ Med
[Internet]. 2011;2(2):76–81. Available from:
https://www.aaaai.org/conditions-and-treatments/library/asthma-
library/occupational-asthma
6. GINA committees. Global Initiative for Asthma: Global strategy for asthma
management and prevention [Internet]. Vol. 36. 2020. Available from:
https://ginasthma.org/wp-content/uploads/2020/04/GINA-2020-full-report_-
final-_wms.pdf
7. Vandenplas O. Occupational asthma: Etiologies and risk factors. Allergy,
Asthma Immunol Res. 2011;3(3):157–67.
8. Raulf M, Brüning T, Jensen-Jarolim E, Van Kampen V. Gender-related
aspects in occupational allergies. World Allergy Organ J. 2017;10(1):1–10.