Anda di halaman 1dari 14

A.

DEFINISI DAN RUANG LINGKUP


Penyakit akibat kerja adl penyakit yg
disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun ligkungan kerja.
Penyakit akibat kerja merupakan
penyakit yg artifisial ( Man Made Disease )

4 KATEGORI PENYAKIT AKIBAT KERJA


MENURUT WHO
Penyakit yg hanya disebabkan oleh pekerjaan,
misalnya Pneumoconiosis.
Penyakit yg salah satu penyebabnya adalh
pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
Penyakit dgn pekerjan merupakan salah satu
penyebab diantara faktor-faktor penyebab
lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
Penyakit dimana pekerjaan memperberat
suatu kondisi yg sdh ada sebelumnya,
misalnya asma.

PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT


Agen penyakit infeksi dan parasit terkait kerja yg
terpenting adl :
a. Virus ( hepatitis virus, rabies )
b. Klamidia dan riketsia
c. Bakteri ( antraks, bruselosis (demam balik-balik),
leptospirosis, tetanus, tuberkulosis, sepsis luka )
d. Jamur ( kandidiasis, dermatosis kulit dan
membran mukosa )
e. Protozoa ( leismaniasis, malaria, tripanosomiasis )
f. Infeksi cacing ( penyakit cacing tambang,
skistosomiasis )

SUMBER PENYAKIT INFEKSI DAN PARASIT


TERKAIT KERJA
Pekerjaan pertanian
Tempat-tempat kerja tertentu di negara
beriklim panas dan belum maju
Rumah sakit, laboratorium, klinik, ruang otopsi
Pekerjaan yg berhubungan dgn penanganan
binatang & produknya ( klinik dokter hewan,
rumah pemotongan hewan, pasar daging, dll )
Pekerjaan lapangan dmna ada kemungkinan
berkontak dgn tinja binatang ( pekerjaan di
saluran air, sungai, parit, selokan, dermaga,
kebun pertanian, dll )
PENYAKIT KULIT AKIBAT KERJA
Agen fisik
tekanan / gesekan, kondisi cuaca, panas, radiasi dan
serat-serat mineral.
Agen kimia
a. Iritan primer : asam, basa, pelarut lemak, deterjan, dll
b. Sensitizer : logam dan garam-garamnya(kromium, nikel,
kobalt, dll), bahan kimia karet (vulcanizer seperti
antioksidan), obat-obatan dan antibiotik, dll
c. Agen agnegenik : naftalen dan bifenil klor, minyak
mineral, dll
d. Photosensitizer : antrasen, pitch, derivat asam
aminobenzoat, pewarna akridin, dll
Agen biologis
mikroorganisme (mikroba, fungi), parasit kulit, dll

PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDUSTRI MARITIM


Bersangkutan dgn produk-produk laut dan lautan.
Salah satu segi kesehatan ialah cara kerja di udara
bertekanan tinggi, misalnya dekompresi.
Keluhan yg sering diderita oleh penyelam dan
nelayan :
- dekompresi
- sakit di bagian sinus (barosinusitis)
- sakit gigi (barodontalgia)
- sakit telinga
- penyakit kulit

USAHA PENCEGAHAN
Kontruksi perahu nelayan yg memenuhi
syarat keselamatan
Alat-alat PPPK harus selalu tersedia
Higiene air minum dan makanan harus
diperhatikan, selainnya cukup persediaan
menurut lamanya berlayar.

PENYAKIT AKIBAT KERJA DI INDUSTRI TEKSTIL


Dalam perindustrian tekstil dgn
menggunakan berbagai bahan pernah
dilaporkan beragam jenis penyakit.
Penyakit yg diderita oeh pekerja :
- TBC paru-paru
- kanker kulit dan jari-jari tangan
- byssinosis
- anthrax
USAHA PENCEGAHAN
Disediakan cukup tempat duduk
Diadakannya usaha utk menurunkan suhu
dgn alat-alat pendingin udara
Toilet utk pekerja wanita

B. TEORI
Perkembangan Penyakit Akibat Kerja dan Teori Teori di baliknya
Perkembangan Penyakit Akibat Kerja PAK dan Teori Teori di baliknya
Kesehatan kerja merupakan harapan semua orang karena orang memerlukan pekerjaan
sebagai sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidup.

Disisi lain, di tempat kerja terdapat berbagai potensi bahaya yang dapat mengganggu
Kesehatan pekerja itu sendiri. Nah, gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh hazard
yang bersumber dari tempat kerja inilah yang dikenal sebagai penyakit akibat kerja.

“Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau
lingkungan kerja”

(Perpres No. 7 Tahun 2019)


Monokausa dan Monofaktor
Di Zaman Ramanzzini, pada tahun 1700-an sampai 1950-an penyebab terjadinya
penyakit akibat kerja diasumsikan sebagai monokausa (dasar prostula koch), yang dasar
pengembangannya berasal dari penyakit menular. Misalnya, penyakit kolera disebabkan
oleh vibrio cholerae atau TBC maka disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis atau
keinian COVID-19 disebabkan oleh SARS-CoV-2.

Begitupun dalam monofaktorial penyebab PAK berkembang seperti silikosis disebabkan


hanya oleh silika bebas, asbestosis disebabkan oleh serat asbestos dan lain-lain.

Dalam perkembangannya, konsep monokausal dan monofaktorial tidak mampu


menjawab kenapa keberadaan penyebab suatu penyakit di tempat kerja yang sama, ada
pekerja yang sakit dan ada yang tidak?
Sebagai contoh, silika bebas di pertambangan tidak menyebabkan semua pekerja terkena
silikosis! Begitupun tidak semua pekerja yang terpajan kebisingan akan mengalami
penurunan pendengaran pada waktu dan/atau tingkat ketulian yang sama.

Hal ini menandakan bahwa selain faktor pajanan lingkungan kerja, ada pula faktor
determinan lain seperti kerentanan individu, tersedianya standar prosedur bekerja, faktor
kebiasaan menggunakan alat pelindung diri, serta faktor-faktor lain yang menambah berat
atau mengurangi dampak pajanan.

Oleh karena itu, di awal tahun 1960-an konsep monofaktor secara bertahap berkembang
menjadi multifaktorial.

Multifaktorial, HL Blum Hingga Hancock – Pergeseran Paradigma dalam Penyakit


Akibat Kerja
Dari penyakit akibat kerja (occupational diseases) menjadi penyakit terkait kerja (work
related diseases). Ada banyak contohnya seperti muskoluskeletal, asma yang diperberat
oleh pekerjaan dan bronkitis kronik, kanker, bahkan silikosis yang selama ini dianggap
sebagai penyakit monokausa ternyata ditemukan juga peran faktor genetik
(Kurniawidjaja, 2014).

Teori klasik dari Henrik L. Blum di tahun 1974 akhirnya menjadi sesuai dengan konsep
multifaktor tentang determinan kesehatan dan terjadinya penyakit. Blum adalah tokoh
yang disegani dalam ilmu public health (kesehatan masyarakat) ini mengatakan bahwa
status kesehatan seseorang ditentukan oleh 4 faktor utama:

Faktor perilaku
Genetik
Lingkungan (sosial, ekonomi, politik, budaya)
Pelayanan kesehatan
Keempat determinan tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi status kesehatan
seseorang.

Achmadi dalam Kurniawidjaja, 2020 mengatakan inti permasalahan kesehatan ditentukan


oleh dua kelompok variabel yaitu variabel kependudukan dan variabel lingkungan.
Selanjutnya, ia menerangkan bahwa dalam variabel kependudukan ada faktor genetik,
umur, gender dan perilaku.

Hancock pada tahun 1985 memperkenalkan model ekologi dengan mempertimbangkan


determinan lain yang lebih kompleks, holistik, interaktif, dan pandangan hierarkis
melengkapi teori dan model sebelumnya, dikenal dengan konsep ‘The mandala of
health’.
Dalam model ekosistem manusia ini, terjawablah pekerjaan merupakan salah satu
determinan tambahan yang diperhitungkan, disamping pendapat yang sama dengan Blum
tentang deteminan perilaku kesehatan yaitu perilaku individu dan pola hidup
(Kurniawidjaja, 2020).
Menurut Suma’mur (1985) penyakit akibat kerja adalah setiap
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit
ini artefisial oleh karena timbulnya di sebabkan oleh adanya pekerjaan.
Kepadanya sering diberikan nama penyakit buatan manusia (Manmade
disease).
Terdapat tiga istilah yang digunakan untuk mendefinisikan
penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang timbul karena hubungan kerja,
penyakit yang disebabkan karena pekerjaan atau lingkungan kerja, dan
penyakit akibat kerja. Ketiga istilah tersebut mempunyai pengertian yang
sama dan masing-masing memiliki dasar hukum dan perundang-undangan
yang menjadi landasannya. Penyakit akibat kerja yaitu penyakit yang
penyebabnya adalah pekerjaan dan atau lingkungan kerja (Suma’mur,
2009).
Ada beberapa jenis penyakit akibat kerja menurut Simposium
Internasional oleh ILO dalam Anizar (2009), yaitu :
a. Penyakit akibat kerja (occupational disease)
Penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang
kuat dengan pekerjan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (work related disease)
Penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor
pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko
lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi
yang kompleks.
c. Penyakit yang mengenai populasi kerja (disease affecting working
populations)
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab di tempat pekerja. Namun dapat diperberat oleh kondisi
pekerjaan yang buruk untuk kesehatan.
2. Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Berdasarkan uraian Suma’mur (1985), faktor-faktor yang menjadi
penyebab penyakit akibat kerja dibagi dalam 5 golongan, yakni :
a. Golongan fisik
1) Suara yang biasanya menyebabkan pekak atau tuli.
2) Radiasi sinar-sinar Ro atau sinar-sinar radioaktif yang
menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan kelainan-
kelainan kulit. Radiasi sinar inframerah bisa mengakibatkan
cataract kepada lensa mata, sedangkan sinar ultraviolet menjadi
sebab conjungtivitas photo electrica.
3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke, heat cramps
atau hyperpyrexia sedangkan suhu-suhu yang rendah antara lain
menimbulkan frosbite.
4) Tekanan yang tinggi menyebabkan caisson disease.
5) Penerapan lampu yang kurang baik misalnya menyebabkan
kelainan kepada indera penglihatan atau kesilauan yang
memudahkan terjadinya kecelakaan.
b. Golongan kimiawi
1) Debu yang menyebabkan pnemokoniosis, di antaranya : silikosis,
asbestosis.
2) Uap yang di antaranya menyebabkan mental fume fever
dermatitis, atau keracunan.
3) Gas misalnya keracunan oleh CO, dan H2S.
4) Larutan yang menyebabkan dermatitis.
5) Awan atau kabut, misalnya racun serangga (insecticides), racun
jamur dan yang menimbulkan keracunan.
c. Golongan Infeksi, misalnya oleh bibit penyakit anthrax atau brucella
pada pekerja-pekerja penyamak kulit.
d. Golongan fisiologis, yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan
konstruksi mesin, sikap badan kurang baik, salah cara melakukan
pekerjaan dan lain-lain yang semuanya menimbulkan kelelahan fisik,
bahkan lambat laun perubahan fisik tubuh pekerja.
e. Golongan mental psikologis, hal ini terlihat semisal pada hubungan
kerja yang tidak baik, atau misalnya keadaan membosankan monoton.
Faktor penyebab penyakit akibat kerja ini dapat bekerja sendiri
maupun secara sinergistis.

C. PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA


Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja, berikut beberapa
jenisyang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di tempat kerja.
a. Golongan fisik: bising, radiasi, suhu ekstrim, tekanan udara, vibrasi, penerangan
Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan beraneka ragam, yaitu berkisar
2.000-100.000 lux di tempat terbuka sepanjang hari dan pada malam hari dengan
pencahayaan buatan 50-500lux.

Kelelahan pada mata ditandai oleh :

● Iritasi pada mata / conjunctiva


● Penglihatan ganda
● Sakit kepala
● Daya akomodasi dan konvergensi turun
● Ketajaman penglihatan
● Upaya perbaikan penggunaan pencahayaan di tempat kerja.

Grandjean (1980) menyarankan sistem desain pencahayaan di tempat kerja sebagai


berikut:

● Hindari sumber pencahayaan lokal langsung dalam penglihatan


● pekerja Hindari penggunaan cat mengkilap terhadap mesin-mesin,meja,
● kursi, dan tempat kerja Hindari pemasangan lampu FL yang tegak lurus dalam
garis penglihatan
b. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam bentuk debu, uap, gas, larutan,kabut
c. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
d. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
e. Golongan psikososial: stres psikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan
● FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PENYAKIT KERJA
a. Faktor Fisik
1) Suara tinggi atau bising dapat menyebabkan ketulian
2) Temperature atau suhu tinggi dapat menyebabkan Hyperpireksi, Miliaria, Heat
Cramp, Heat Exhaustion, dan Heat Stroke
3) Radiasi sinar elektromagnetik infra merah dapat menyebabkan katarak
4) Ultraviolet dapat menyebabkan konjungtivitis
5) Radio aktif/alfa/beta/gama/X dapat menyebabkan gangguan terhadap sel tubuh
manusia
6) Tekanan udara tinggi menyebabkan Coison Disease
7) Getaran menyebabkan Reynaud’s Desiase, ganguan metabolisme, Polineurutis
Pencegahan:
1. Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
2. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
3. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4. Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5. Pelindung mata untuk sinar laser
6. Filter untuk mikroskop
b. Faktor Kimia
Asal: bahan baku, bahan tambahan, hasil sementara, hasil samping(produk), sisa
produksi atau bahan buangan. Bentuk: zat padat, cair, gas, uap maupun partikel Cara
masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit danmukosa.
Masuknya dapat secara akut dan sevara kronis. Efek terhadap tubuh: iritasi, alergi,
korosif, asphyxia, keracunan sistematik, kanker, kerusakan kelainan janin.
Terjadi pada petugas/ pekerja yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan
obat-obatan seperti antibiotika. Demikian pula dengan solvent yang banyak
digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling
karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak
akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan
hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat
menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan
basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
1. Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yangada untuk
diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
2. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah
tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
3. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek,
jas laboratorium) dengan benar.
4. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan
lensa.
5. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
c. Faktor Biologi
● Viral Desiases: rabies, hepatitis
● Fungal Desiases: Anthrax, Leptospirosis, Brucellosis, TBC,
● Tetanus Parasitic Desiases: Ancylostomiasis,

Schistosomiasis Lingkungan kerja padaPelayanan Kesehatan favorable bagi


berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli,
bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi,
dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV
dan Hepatitis B) dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil dipekerjaan,
misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus.

Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi.


Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh
dokter di Rumah Sakit mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari
pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani
limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen
maupun debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.

Pencegahan :

1. Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan,


epidemilogi, dan desinfeksi.
2. Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan pekerja untuk
memastikan dalam keadaan sehat badan, punya cukup kekebalan alami
untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
3. Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good
Laboratory Practice).
4. Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
5. Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius,
dan spesimen secara benar.
6. Pengelolaan limbah infeksius dengan benar.
7. Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
8. Kebersihan diri dari petugas.
D.Faktor Ergonomi/Fisiologi

Faktor ini sebagai akibat dari cara kerja, posisi kerja, alat kerja, lingkungan kerja
yang salah, dan kontruksi yang salah. Efek terhadap tubuh: kelelahan fisik, nyeri otot,
deformirtas tulang, perubahan bentuk, dislokasi, dan kecelakaan.

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi, dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses,
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan, dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and
to fit the Man to the Job.

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja


dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak
sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang
paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)

E. Faktor Psikologi

Faktor ini sebagai akibat organisasi kerja (tipe kepemimpinan, hubungan


kerjakomunikasi, keamanan), tipe kerja (monoton, berulang-ulang, kerjaberlebihan, kerja
kurang, kerja shift, dan terpencil).Manifestasinya berupa stress.

Beberapa contoh faktor psikososial yang dapat menyebabkan stress antara lain:

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk
memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan
keramahan-tamahan
2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.
4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal
http://staffnew.uny.ac.id/upload/198812242014042002/pendidikan/Buku%20K3%20FT
%20UNY.pdf
D. KLASIFIKASI PENYAKIT AKIBAT KERJA
Adapun terdapat 4 (empat) jenis Penyakit Akibat Kerja yaitu (i) penyakit yang
disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan, (ii)penyakit berdasarkan
sistem target organ, (iii) penyakit kanker akibat kerja, dan (iv) penyakit spesifik lainnya.

1. Penyakit yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan,
yaitu:
● penyakit yang disebabkan oleh faktor kimia, meliputi 39 (tiga
puluh sembilan) jenis penyakit, antara lain penyakit yang
disebabkan oleh berillium dan persenyawaannya;
● penyakit yang disebabkan oleh faktor fisika, meliputi 7 (tujuh)
jenis penyakit, antara lain kerusakan pendengaran yang disebabkan
oleh kebisingan; dan
● penyakit yang disebabkan oleh faktor biologi dan penyakit infeksi
atau parasite, meliputi 9 (sembilan) jenis penyakit, antara lain virus
hepatitis.
2. Penyakit berdasarkan sistem target organ, yaitu:
● penyakit saluran pernafasan, meliputi 12 (dua belas) jenis penyakit,
antara lain siliko tuberkulosis.
● penyakit kulit, meliputi 3 (tiga) jenis penyakit, antara lain
dermatosis kontak iritan yang timbul karena aktivitas pekerjaan.
● gangguan otot dan kerangka, meliputi 2 (dua) jenis penyakit,
antara lain radial styloid tenosynovitis;
● gangguan mental dan perilaku, meliputi 2 (dua) jenis penyakit,
antara lain gangguan stres pasca trauma.
3. Penyakit kanker akibat kerja, meliputi penyakit kanker yang disebabkan oleh 9
(sembilan) jenis zat, antara lain asbestos.
4. Penyakit spesifik lainnya, yaitu penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
proses kerja, dimana penyakit tersebut ada hubungan langsung antara paparan
dengan penyakit yang dialami oleh pekerja yang dibuktikan secara ilmiah dengan
menggunakan metode yang tepat. Contoh penyakit spesifik lainnya,
yaitu nystagmus pada penambang.
https://www.hukumtenagakerja.com/perlindungan-tenaga-kerja/penyakit-akibat-kerja/
E. KERUGIAN YANG DISEBABKAN
Kerugian yang disebabkan oleh penyakit akibat kerja terdiri dari kerugian ekonomi
dan kerugian non ekonomi, antara lain :
1. Kerugian ekonomi
● Biaya pengobatan dan perawatan
● Tunjangan penyakit
● Jumlah produksi dan mutu berkurang
● Kompensasi penyakit

2. Kerugian non ekonomi

● Penderitaan korban
● Hilangnya waktu selama sakit
● Hilangnya waktu kerja

Kerugian – kerugian tersebut dapat diukur dengan besarnya biaya yang dikeluarkan.
Biaya tersebut dibagi menjadi biaya langsung dan biaya tersembunyi.

● Biaya langsung adalah biaya pemberian pertolongan pertama pengobatan,


perawatan, biaya rumah sakit, upah salama tak mampu bekerja, dan kompensasi.
● Sedangkan biaya tersembunyi meliputi segala sesuatu yang tidak terlihat pada
waktu atau beberapa waktu setelah penyakit terjadi.

Maka dari itu setiap perusahaan diharuskan melakukan pemeriksaan kesehatan pada

setiap karyawan baru maupun karyawan yang sudah lama bekerja. Diatur dalam
Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Undang- Undang ini memberi
kewajiban bagi perusahaan untuk memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental, dan
kemampuan fisik pekerja yang baru maupun yang akan dipindahkan ke tempat kerja
baru, sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepada pekerja, serta
pemeriksaan kesehatan secara berkala. Pemeriksaan kesehatannya pun disesuaikan
dengan tempat karyawan bekerja, dan pemeriksaan kesehatan ini harus dilakukan
sekurang-kurangnya 1 tahun sekali. Agar mencegah terjadinya kerugian-kerugian yang
telah disebutkan diatas.

file:///C:/Users/net/Downloads/SALSABILA%20NAFI'AH_191101077_Konsep
%20Kesehatan%20dan%20Keselamatan%20Kerja.pdf

Anda mungkin juga menyukai