Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan alam. Debu
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan suatu bahan seperti
grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling (pengeboran) dan puverizing
(peledakan). Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan.
Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar.
Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan pengurangan
kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum.

Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO)
tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) menurut perkiraan ILO,
terdapat sekitar 2,2 juta kematian akibat kerja setiap tahunnya, 350,000 kecelakaan kerja
fatal dan 270 juta kecelakaan kerja tidak fatal. Setiap tahun, 160 juta pekerja mengidap
penyakit akibat kerja; 30-40 persen di antaranya mengarah kepada penyakit kronik dan 10
persen kepada disabilitas permanen.

Data lain dari WHO menunjukkan bahwa dari 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja ,
5 % disebabkan oleh pneumokoniosis yakni penyakit paru yang disebabkan adanya pajanan
partikel debu. Pneumokoniosis sendiri bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis
batubara dan bentuk lain.Tentu saja ini hanya sebagian kecil dari penyakit akibat kerja yang
dapat ditemukan di lapangan. Data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian
dari puncak gunung es, yang artinya bahwa lebih banyak yang tidak tercatat atau bahkan
tidak terdiagnosa. Di Indonesia, pengelola asuransi tenaga kerja memberikan perlindungan
untuk kecelakaan saat bekerja dan penyakit akibat kerja, tapi tidak ada laporan kompensasi
yang ditujukan bagi pekerja yang sakit akibat pekerjaannya.

Apa itu penyakit akibat kerja ? Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebenarnya bukan istilah baru di
dunia medis. Namun memang di Indonesia belum banyak yang tahu tentang penyakit ini.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Di dalam berbagai jenis industri , khususnya di bagian
produksi pekerja sering terpajan oleh berbagai jenis potensial bahaya atau hazard, dimana
pekerja selama lebih kurang 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk berbulan bulan dan
bahkan bertahun-tahun selama masa kerjanya terpaksa terpajan dengan aneka hazard yang
ada di lapangan kerjanya.

Untuk mendiagnosis penyakit ini memang tidak mudah, karena sering kali Penyakit Akibat
Kerja (PAK) baru timbul setelah pekerja terpapar hazard dalam jangka waktu lama.
Contohnya Pneumokoniosis yang sudah disebutkan di atas. Terkadang butuh waktu 10
tahun bahkan lebih ketika gejala pneumokoniosis akibat terpapar debu batubara untuk
tampak jelas dirasakan oleh pekerja. Mungkin saja saat itu sang pekerja sudah pensiun,
sehingga ia tidak tahu bahwa penyakitnya akibat pekerjaannya yang dahulu. Berdasarkan
ILO bahwa terdapat 2 kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi definisi penyakit
akibat kerja yakni :
Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi
daripada pada masyarakat umum

Salah satu jenis penyakit Pneumokoniosis yang banyak dijumpai didaerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi adalah Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap
masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat
di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat
penambang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Silikosis telah menjadi momok manusia sejak jaman dahulu. Pada tahun 1870, Visconti
memperkenalkan istilah silicosis, berasal dari bahasa Latin Silex, atau batu api. Meskipun
silikosis telah diakui selama berabad-abad, prevalensi meningkat tajam dengan pengenalan
pertambangan mekanik. Di negara-negara seperti AS dan di Eropa di mana langkah yang
tepat telah diambil, kejadian silikosis telah menurun secara drastis. Prevalensi telah
menurun tajam di negara maju dalam dekade terakhir karena langkah-langkah efektif
kebersihan industri. Hal ini jelas bahwa untuk menghilangkan silikosis, fokus utama harus
pada pencegahan. Pencegahan silikosis memiliki sejarah panjang dalam ILO dan WHO.
Konferensi Internasional Pertama Silicosis diadakan oleh ILO 75 tahun lalu di Johannesburg,
Afrika Selatan, untuk membahas pencegahan silikosis yang sangat lazim terjadi pada
penambang. Konferensi silikosis yang diselenggarakan oleh ILO selama delapan dekade
terakhir telah banyak menyumbang kemajuan dalam dunia kedokteran pernapasan di
seluruh dunia. Pada tahun 1930, terdapat Konferensi Internasional tentang Silicosis, pada
tahun 1950, Konferensi Internasional Pneumokoniosis. Pada tahun 1992, menjadi Konferensi
Internasional tentang Penyakit Paru Kerja dan pada tahun 1997, Konferensi Internasional
tentang Penyakit Pernafasan Kerja. Baru-baru ini pada bulan April 2005 di Cina telah
menyediakan sebuah forum yang sangat baik untuk pembahasan mengenai praktek terbaik
untuk pencegahan dan pengendalian bahaya pernapasan akibat kerja di abad 21.
Pada tahun 1997, Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC) mengklasifikasikan silika
kristalin dari paparan kerja sebagai karsinogen bagi manusia. Dengan potensi dapat
menyebabkan cacat fisik progresif, silikosis terus menjadi salah satu penyakit yang paling
penting di dunia kesehatan kerja .

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengaruh Penyakit Akibat Kerja terhadap pekerja ?
2. Apa yang dimaksud dengan silikosis dan pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja ?
3. Bagaimana manifestasi klinis silikosis terhadap gangguan sistem pernafasan ?
4. Bagaimana upaya pencegahan penyakit silikosis ?
5. Bagaimana pemerintah melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja
khususnya silikosis ?
C. TUJUAN
1. Untuk memberi tahu pembaca mengenai penyakit akibat kerja.
2. Untuk memberi tahu pembaca mengenai pengaruh penyakit akibat kerja terhadap
kesehatan manusia khususnya silikosis.
3. Untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh penyakit akibat kerja terhadap
kesehatan pekerja.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit silikosis.
5. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit silikosis dan WOC
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit Silikosis
7. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahan penyakit silikosis
8. Untuk mengetahui upaya pemerintah menangani penyakit akibat kerja khususnya
silikosis.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Penyakit Akibat Kerja


Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit
yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita
berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit
tersebut. Oleh karena itu, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,
alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Pada simposium internasional mengenai
penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour
Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:
a. Penyakit Akibat Kerja Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab
yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab yang sudah diakui.
b. Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan Work Related Disease adalah penyakit yang
mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama
dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi
kompleks.
c. Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja Disease of Fecting Working Populations adalah
penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja,
namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan
Menurut Cherry, 1999 An occupational disease may be defined simply as one that is cause ,
or made worse , by exposure at work. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu
yang disebabkan, atau diperburuk, oleh pajanan di tempat kerja. Atau An occupational disease
is health problem caused by exposure to a workplace hazard ( Workplace Safety and Insurance
Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut, penyakit akibat kerja adalah suatu masalah
Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja.
Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance
Board ( 2005 ) antara lain :
a. Debu , gas , atau asap
b. Suara / kebisingan ( noise )
c. Bahan toksik ( racun )
d. Getaran ( vibration )
e. Radiasi
f. Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
g. Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem
Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit
yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja (pasal 1).
Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan
dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran
nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep
dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.
Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit
yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.
2. Pengaruh Penyakit Akibat Kerja (PAK) terhadap Pekerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) terhadap pekerja perlu dilakukan
suatu pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasinya secara tepat.
2.1. Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai
pedoman:
2.1.1 Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan
fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis
suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut
apakah penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
2.1.2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah
esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk
ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan
teliti, yang mencakup:
a. Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara khronologis
b. Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
c. Bahan yang diproduksi
d. Materi (bahan baku) yang digunakan
e. Jumlah pajanannya
f. Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
g. Pola waktu terjadinya gejala
h. Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)
i. Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label,
dan sebagainya)
2.1.3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat
bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam
kepustakaan tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di
atas, maka tidak dapat ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam
kepustakaan ada yang mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus
mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi,
jumlah, lama, dan sebagainya).
2.1.4.Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut, Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi
pada keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
2.1.5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang
dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya
pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai
riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih
rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang dialami.
2.1.6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita
mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit.
Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk
menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
2.1.7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan
berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah
disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu
penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada
sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis. Suatu
pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa
melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/
pajanannya memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit.
3. Klasifikasi penyakit akibat kerja
Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko
mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
a. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
b. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
c. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor
penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
d. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,
misalnya asma.
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:
1) Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang
terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak
terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di
tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas
SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama sama
dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2
sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera
tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam
jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk.
Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak
nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah
sekali diamati.
Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian
diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja
jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan
pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit
silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau
penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma
broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat
membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan
pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk
pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu waktu diperlukan.
2) Penyakit Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat
asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun
yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan
industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan
lain sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak
napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan
tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak
adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan
kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar
jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
3) Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran
debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu
kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil,
perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas
atau tekstil, seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin
(yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi
alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala
awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
4) Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu
batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada
pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara
pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja
boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga
penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya
rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka
penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka
penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit
antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang
cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis
menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan
terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada
silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis
murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan
paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis
lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-
paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang
menyerang paru-paru.
5) Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida,
sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan
yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis
dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas.
Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam
campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio
dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan
juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed
berryliosis yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun
setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun
setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam
tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah
lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam
tersebut perlu dilaksanakan terus menerus.
BAB 3
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Silikosis adalah pneumoconiosis yang sering ditemukan akibat terpajan oleh debu
silica. Silica merupakan istilah kimia untuk partikel-partikel yang mengandung silicon
dioksida. Silikosis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu silikosis kronik simplek, silikosis
akselerata, silikosis akut. Silika adalah mineral alami yang terutama terdiri dari silikon
dioksida ( SiO2 ) . Ini ada dalam keadaan kristal dan amorf . Kuarsa , kristobalit , dan
tridimit adalah 3 bentuk yang paling umum dari silika kristal , yang menyebabkan
silikosis .
Pemeriksaan diagnostik pada kasus silikosis meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan dan foto thorax, uji tuberkulin, dan
pemeriksaan fungsi paru.

Anda mungkin juga menyukai