PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan alam. Debu
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan suatu bahan seperti
grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling (pengeboran) dan puverizing
(peledakan). Debu merupakan salah satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan.
Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar.
Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan debu, dapat menyebabkan pengurangan
kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum.
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan
dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO)
tahun 2013, 1 pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena kecelakaan kerja dan 160
pekerja mengalami sakit akibat kerja. Tahun sebelumnya (2012) menurut perkiraan ILO,
terdapat sekitar 2,2 juta kematian akibat kerja setiap tahunnya, 350,000 kecelakaan kerja
fatal dan 270 juta kecelakaan kerja tidak fatal. Setiap tahun, 160 juta pekerja mengidap
penyakit akibat kerja; 30-40 persen di antaranya mengarah kepada penyakit kronik dan 10
persen kepada disabilitas permanen.
Data lain dari WHO menunjukkan bahwa dari 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja ,
5 % disebabkan oleh pneumokoniosis yakni penyakit paru yang disebabkan adanya pajanan
partikel debu. Pneumokoniosis sendiri bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis
batubara dan bentuk lain.Tentu saja ini hanya sebagian kecil dari penyakit akibat kerja yang
dapat ditemukan di lapangan. Data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian
dari puncak gunung es, yang artinya bahwa lebih banyak yang tidak tercatat atau bahkan
tidak terdiagnosa. Di Indonesia, pengelola asuransi tenaga kerja memberikan perlindungan
untuk kecelakaan saat bekerja dan penyakit akibat kerja, tapi tidak ada laporan kompensasi
yang ditujukan bagi pekerja yang sakit akibat pekerjaannya.
Apa itu penyakit akibat kerja ? Penyakit Akibat Kerja (PAK) sebenarnya bukan istilah baru di
dunia medis. Namun memang di Indonesia belum banyak yang tahu tentang penyakit ini.
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan,
proses maupun lingkungan kerja. Di dalam berbagai jenis industri , khususnya di bagian
produksi pekerja sering terpajan oleh berbagai jenis potensial bahaya atau hazard, dimana
pekerja selama lebih kurang 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk berbulan bulan dan
bahkan bertahun-tahun selama masa kerjanya terpaksa terpajan dengan aneka hazard yang
ada di lapangan kerjanya.
Untuk mendiagnosis penyakit ini memang tidak mudah, karena sering kali Penyakit Akibat
Kerja (PAK) baru timbul setelah pekerja terpapar hazard dalam jangka waktu lama.
Contohnya Pneumokoniosis yang sudah disebutkan di atas. Terkadang butuh waktu 10
tahun bahkan lebih ketika gejala pneumokoniosis akibat terpapar debu batubara untuk
tampak jelas dirasakan oleh pekerja. Mungkin saja saat itu sang pekerja sudah pensiun,
sehingga ia tidak tahu bahwa penyakitnya akibat pekerjaannya yang dahulu. Berdasarkan
ILO bahwa terdapat 2 kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi definisi penyakit
akibat kerja yakni :
Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit
Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi
daripada pada masyarakat umum
Salah satu jenis penyakit Pneumokoniosis yang banyak dijumpai didaerah yang memiliki
banyak kegiatan industri dan teknologi adalah Penyakit Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap
masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat
di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juga banyak terdapat di tempat
penambang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Silikosis telah menjadi momok manusia sejak jaman dahulu. Pada tahun 1870, Visconti
memperkenalkan istilah silicosis, berasal dari bahasa Latin Silex, atau batu api. Meskipun
silikosis telah diakui selama berabad-abad, prevalensi meningkat tajam dengan pengenalan
pertambangan mekanik. Di negara-negara seperti AS dan di Eropa di mana langkah yang
tepat telah diambil, kejadian silikosis telah menurun secara drastis. Prevalensi telah
menurun tajam di negara maju dalam dekade terakhir karena langkah-langkah efektif
kebersihan industri. Hal ini jelas bahwa untuk menghilangkan silikosis, fokus utama harus
pada pencegahan. Pencegahan silikosis memiliki sejarah panjang dalam ILO dan WHO.
Konferensi Internasional Pertama Silicosis diadakan oleh ILO 75 tahun lalu di Johannesburg,
Afrika Selatan, untuk membahas pencegahan silikosis yang sangat lazim terjadi pada
penambang. Konferensi silikosis yang diselenggarakan oleh ILO selama delapan dekade
terakhir telah banyak menyumbang kemajuan dalam dunia kedokteran pernapasan di
seluruh dunia. Pada tahun 1930, terdapat Konferensi Internasional tentang Silicosis, pada
tahun 1950, Konferensi Internasional Pneumokoniosis. Pada tahun 1992, menjadi Konferensi
Internasional tentang Penyakit Paru Kerja dan pada tahun 1997, Konferensi Internasional
tentang Penyakit Pernafasan Kerja. Baru-baru ini pada bulan April 2005 di Cina telah
menyediakan sebuah forum yang sangat baik untuk pembahasan mengenai praktek terbaik
untuk pencegahan dan pengendalian bahaya pernapasan akibat kerja di abad 21.
Pada tahun 1997, Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC) mengklasifikasikan silika
kristalin dari paparan kerja sebagai karsinogen bagi manusia. Dengan potensi dapat
menyebabkan cacat fisik progresif, silikosis terus menjadi salah satu penyakit yang paling
penting di dunia kesehatan kerja .
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Pengaruh Penyakit Akibat Kerja terhadap pekerja ?
2. Apa yang dimaksud dengan silikosis dan pengaruhnya terhadap kesehatan pekerja ?
3. Bagaimana manifestasi klinis silikosis terhadap gangguan sistem pernafasan ?
4. Bagaimana upaya pencegahan penyakit silikosis ?
5. Bagaimana pemerintah melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja
khususnya silikosis ?
C. TUJUAN
1. Untuk memberi tahu pembaca mengenai penyakit akibat kerja.
2. Untuk memberi tahu pembaca mengenai pengaruh penyakit akibat kerja terhadap
kesehatan manusia khususnya silikosis.
3. Untuk menambah pengetahuan mengenai pengaruh penyakit akibat kerja terhadap
kesehatan pekerja.
4. Untuk mengetahui upaya pencegahan penyakit silikosis.
5. Menjelaskan patofisiologi dari penyakit silikosis dan WOC
6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang dari penyakit Silikosis
7. Menjelaskan penatalaksanaan dan pencegahan penyakit silikosis
8. Untuk mengetahui upaya pemerintah menangani penyakit akibat kerja khususnya
silikosis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Silikosis adalah pneumoconiosis yang sering ditemukan akibat terpajan oleh debu
silica. Silica merupakan istilah kimia untuk partikel-partikel yang mengandung silicon
dioksida. Silikosis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu silikosis kronik simplek, silikosis
akselerata, silikosis akut. Silika adalah mineral alami yang terutama terdiri dari silikon
dioksida ( SiO2 ) . Ini ada dalam keadaan kristal dan amorf . Kuarsa , kristobalit , dan
tridimit adalah 3 bentuk yang paling umum dari silika kristal , yang menyebabkan
silikosis .
Pemeriksaan diagnostik pada kasus silikosis meliputi pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologis CT scan dan foto thorax, uji tuberkulin, dan
pemeriksaan fungsi paru.