Anda di halaman 1dari 8

Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan

kerja. Di dalam berbagai jenis industri ,khususnya di bagian produksi pekerja sering terpajan oleh berbagai jenis potensial bahaya atau hazard, dimana pekerja selama lebih kurang 8 jam sehari dan 40 jam seminggu untuk berbulan bulan dan bahkan bertahun-tahun selama masa kerjanya terpaksa terpajan dengan aneka hazard yang ada di lapangan kerjanya. Menurut WHO (World Health Organization) akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang memadai di negara berkembang hanya mencakup 5 10 % pekerja sedangkan di negara industri 20 50 % pekerja, dimana mayoritas pekerja di negara-negara Asia belum memiliki sistem yang baik untuk menjamin hak pekerjanya, terutama mengenai perlindungan penyakit akibat kerja. Sementara data dari ILO (International Labour Organization) yakni suatu Organisasi Buruh Internasional menyebutkan ada 1,1 juta orang yang meninggal karena penyakit atau kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan. Data lain dari WHO menunjukkan bahwa dari 1,1 juta kematian oleh penyakit akibat kerja , 5 % disebabkan oleh pneumokoniosis yakni penyakit paru yang disebabkan adanya pajanan partikel debu. Pneumokoniosis sendiri bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis batubara dan bentuk lain. Tentu saja ini hanya sebagian kecil dari penyakit akibat kerja yang dapat ditemukan di lapangan. Data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian dari puncak gunung es, yang artinya bahwa lebih banyak yang tidak tercatat atau bahkan tidak terdiagnosa. Diagnosis penyakit ini memang tidak mudah, karena sering kali PAK baru timbul setelah pekerja terpapar hazard dalam jangka waktu lama. Contohnya pneumokoniosis yang sudah disebutkan di atas. Terkadang butuh waktu 10 tahun bahkan lebih ketika gejala pneumokoniosis akibat terpapar debu batubara untuk tampak jelas dirasakan oleh pekerja. Mungkin saja saat itu sang pekerja sudah pensiun, sehingga ia tidak tahu bahwa penyakitnya akibat pekerjaannya yang dahulu. Berdasarkan ILO bahwa terdapat 2 kriteria yang harus dipenuhi untuk memenuhi definisi penyakit akibat kerja yakni :

Adanya hubungan antara pajanan yang spesifik dengan penyakit Adanya fakta bahwa frekuensi kejadian penyakit pada populasi pekerja lebih tinggi daripada pada masyarakat umum PAK ini disebabkan oleh berbagai macam hazard yang ada di lapangan kerja, umumnya dibagi menjadi 5 golongan besar yakni : Hazard Fisik, Kimia, Biologi, Ergonomi dan Psikososial.

Yang tidak kalah penting adalah pemeriksaan kesehatan bagi para pekerja, baik pemeriksaan kesehatan sebelum kerja atau pemeriksaan secara berkala untuk mencari faktor risiko di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan , sehingga penyakit akibat kerja dapat dihindari. Metoda Diagnosa Penyakit Akibat Kerja Metodologi baku diagnosa penyakit akibat kerja atau pun gangguan kesehatan akibat kerja mencakup hal-hal berikut: 1. Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit, gejala atau tanda sakit pada tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan atau lingkungan kerja. Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti telitinya dari permulaan sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencuahkan perhatian pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu, perusahaan tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner yang direncanakan dengan tepat sangat membantu. Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang, bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan tanda itu timbul lagi atau menjadi lebih berat, apabila tenaga kerja kembali bekerja. Fenomin seperti itu sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan data hasil pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, pemeriksaan kesehatan sebelum penempatan kerja, pemeriksaan kesehatan berkala dan pemerik-saan kesehatan khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data

kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja. Data tentang identifikasi, pengukuran, evaluasi dan upaya pengendalian tentang faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja sangat besar manfaatnya. 2. Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja. Sebagai misal, pada keracunan kronis timah hitam (Pb; timbal) terdapat gejala dan tanda penyakit seperti garis timah hitam di gusi, anemia, kolik usus, wrist drop (kelumpuhan saraf lengan nervus ulnaris dan atau nervus radialis), dllnya. Atau gejala dan tanda cepat terganggu emosi, hipersalivasi dan tremor pada keracunan oleh merkuri (air raksa atau Hg). Atau keracunan metanol yang menyebabkan kebutaan selain gejala-gejala umum akibat keracunan kelompok senyawa organis. 3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan atau produk mertabolisme dari padanya ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekadar pembuk-tian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif. Sebagai ilustrasi, adanya timah hitam dalam darah tenaga kerja tidak cukup menunjukkan yang bersangkutan keracunan timah hitam; namun kadar timah hitam darah yang tinggi misalnya di atas 0,8 mg per 100 cc darah lengkap merupakan indikasi sangat kuat bahwa tenaga kerja dimaksud menderita keracunan timah hitam. Selain kadarnya dalam darah, kadar faktor kimiawi dalam urin atau bahan lainnya dapat membantu dalam upaya menegakkan suatu diagnosa penyakit akibat kerja. 4. Pemeriksaan rontgen (sinar tembus) sering sangat membantu dalam menegak-kan diagnosa penyakit akibat kerja, terutama untuk penyakit yang disebabkan penim-bunan debu dalam paru dan reaksi jaringan paru terhadapnya yaitu yang dikenal dengan nama pnemokoniosis. Hasil pemeriksaan sinar tembus baru ada maknanya jika dinilai dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan kema-juan teknik-teknologi kedokteran/kesehatan lain dapat sangat berguna bagi upaya menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja sesuai dengan kebutuhan dan kepen-tingan.

5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan mengukur kadar faktor penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja. Hasil pengukuran kuantitatif di tempat atau ruang kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat kerja cukup dosisnya atau tidak untuk menyebabkan sakit. Sebagai misal, kandungan udara 0,05 mg timah hitam per meter kubik udara ruang kerja tidaklah menyebabkan keracunan Pb, kecuali jika terdapat absorpsi timah hitam dari sumber lain atau jam kerja per hari dan minggunya sangat jauh melebihi batas waktu 8 (delapan) jam sehari dan 40 jam seminggunya. Jenis dan Macam Penyakit Akibat Kerja Jenis penyakit akibat kerja dimaksud adalah jenis penyakit akibat kerja yang ditetapkan oleh ketentuan perundang-undangan yaitu: 1 Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan parut (sili-kosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian; 2 Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam keras; 3 Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis); 4 Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat perang-sang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan; 5 Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat peng-hirupan debu organis; 6 Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya yang beracun; 7 Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya yang beracun; 8 Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya yang beracun; 9 Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang beracun; 10 Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya yang beracun; 11 Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya yang beracun; 12 Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya yang beracun. 13 Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam)atau persenyawaannya yang beracun; 14 Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya yang beracun; 15 Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;

16 Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan hidrokarbon alifatis atau aromatis yang beracun; 17 Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang beracun; 18 Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzen dan homo-lognya yang beracun; 19 Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat lainnya; 20 Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau keton; 21 Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia atau keracunan seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida, atau derivatnya yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel; 22 Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan; 23 Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis (kelainan-kelainan otot, urat, tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi); 24 Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan lebih; 25 Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan radiasi yang mengion; 26 Penyakit kulit(dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab fisis, kimiawi atau biologis; 27 Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter, pic, bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk atau residu dari zat tsb.; 28 Kangker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes; 29 Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit yang didapat dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi khusus; 30 Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau panas radiasi atau kelembaban udara tinggi; 31 Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan obat.

Selain jenis penyakit akibat kerja tersebut, jenis penyakit akibat kerja lainnya dapat memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja asalkan ditempuh mekanisme yang berlaku yaitu penetapan oleh Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter Penasehat. Jenis penyakit akibat kerja lainnya adalah: 1 Penyakit muskuloskeletal akibat kerja Tiga-puluh-satu jenis penyakit akibat kerja sebagaimana telah diatur oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku telah demikian banyak meliputi jenis penyakit akibat kerja yang faktor penyebabnya yaitu faktor fisis, kimia atau biologis, namun masih belum cukup

mencakup penyakit yang dikarenakan oleh faktor fisio-logis/ergonomis. Jenis penyakit akibat kerja yang mengenai sistem muskulo-skeletal hanyalah penyakit muskuloskeletal yang penyebabnya adalah getaran mekanis. Adapun lainnya seperti penyakit akibat kerja muskuloskeletal yang tergolong kepada penyakit dengan Sindrom Penggunaan Berlebihan Akibat Kerja (Overuse Syndrome) dan juga Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) atau disingkat NPB dapat menjadi 2(dua) jenis penyakit akibat kerja, jika penyakit tersebut dengan jelas disebabkan oleh cara bekerja yang tidak fisiologis/ergonomis. Kecacatan sangat mungkin pula terjadi pada kedua jenis penyakit tersebut. 2 Tabakosis akibat kerja Tabakosis adalah penyakit bronkhopulmoner yang penyebabnya debu tembakau. Debu dari daun tembakau dapat bebas ke udara pada waktu pengeringan daun tembakau, pengolahan daun tembakau kering dengan pemotongan, pencampuran tembakau yang telah dirajang dan juga pada pekerjaan pelintingan apabila kondisi lingkungan kerja demikian berdebu. Debu tembakau mengandung zat kimia iritan kepada saluran bronkhopulmoner antara lain nikotin; faktor biologis antara lain jamur serta komponen lainnya. Mekanisme terjadinya penyakit adalah iritasi kimiawi antara lain oleh nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri, dan alergi terhadap zat kimia dari debu tembakau dan mikro-organisme. Gejala tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak, dan kelainan asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga pekerja yang dihinggapi penyakit tersebut menderita bronkhitis semula akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi aktifnya proses spesifik TBC paru. Foto rontgen paru pada stadium dini penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi paru khususnya kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih karakteristik lagi volume ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) menunjukkan penurunan nilainya sesuai dengan semakin memburuknya keadaan sakit penderita. Hampir seluruh jenis penyakit akibat kerja terdiri atas lebih dari satu macam penyakit akibat kerja. Sehubungan dengan macam penyakit akibat kerja tersebut, pertama-tama belum tentu rincian macam penyakit pada suatu jenis penyakit akibat kerja telah benar-benar lengkap/komprehensif. Misal, pnemokoniosis baru mencakup penyakit yang penyebabnya debu mineral yaitu silikosis, antrakosilikosis, asbestosis dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian. Padahal macam penyakit akibat kerja yang tergolong ke dalam pnemokoniosis meliputi berilliosis, stannosis, siderosis, talkosis atau banyak macam lainnya. Demikian pula keracunan akibat kerja yang

disebabkan oleh aneka zat kimia anorganis atau organis; keracunan oleh suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan atau penyakit pada berbagai organ tubuh. Dengan menghirup debu kadmium dari udara, terjadi iritasi kepada saluran pernafasan; kelainan ginjal terjadi oleh karena efek kadmium kepada organ tersebut ketika dikeluarkan dari tubuh; kadmium dalam tulang menyebabkan rapuh dan retaknya tulang; juga kadmium diperkirakan suatu karsinogen bagi manusia. Karbon tetraklorida yang masuk ke dalam tubuh melalui penghirupan dapat menyebabkan kelainan ginjal, sedangkan yang tertelan dapat merusak hati. Kesenjangan antara Data Statistik dan Temuan Penelitian/Survei Temuan penelitian/survei mengenai penyakit akibat kerja cukup menunjukkan bahwa prevalensi penyakit cukup banyak. Prevalensi penyakit bissinosis pada pabrik tekstil mencapai 24,8%; kadar timah hitam darah > 800 mikrogram/L ditemukan pada populasi tenaga keja pabrik aki yang diteliti; penelitian pada petani penyemprot hama pernah menunjukkan 35,7% keracunan ringan, 20,2% keracunan sedang dan 3,4% keracunan berat; dermatosis akibat kerja ditemukan sampai dengan 16,7% dari populasi tenaga kerja yang diteliti; dsbnya. Penelitian/ survei terhadap penyakit akibat kerja telah berlangsung sejak tahun 1964 sampai dengan sekarang ini. Adapun data statistik penyakit akibat kerja yang merupakan kumpulan dari laporan penyakit akibat kerja luar biasa minim yaitu sekitar 1% dari laporan kasus kecelakaan kerja. Penyebab kesenjangan dapat dicari pada berbagai faktor seperti: 1 Penolakan/keberatan dari tenaga kerja untuk dilaporkan bahwa yang bersangkutan penderita penyakit akibat kerja dengan alasan takut diputuskan hubungan kerja-nya; 2 Dokter Pemeriksa tidak mengetahui bagaimana melaporkan penyakit akibat kerja; 3 Pengusaha tidak mau melaporkan penyakit akibat kerja takut oleh konseku-ensi pelaporan yang dibuatnya; 4 Dokter Penasehat tidak menyetujui diagnosa yang dibuat oleh Dokter Pemeriksa; Jalan keluar dari kenyataan ini adalah turunnya Dokter Pengawas Kesehatan Kerja dengan melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada tenaga kerja yang menurut pihak berwenang pada pekerjaan dan tempat kerja dimaksud besar kemungkinan tenaga kerja mengalami penyakit akibat kerja. Sebaiknya pemeriksaan kesehatan khusus demikian dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari Dokter Pengawas dan Dokter serta Teknisi Hiperkes/K3 sesuai dengan keperluan. Selain itu, sosialisasi tentang penyakit akibat kerja sudah sepatutnya diselenggarakan sehingga semua pihak memahami hal-ihwal yang berlaku mengenai penyakit akibat kerja. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaporan dan pengkajian penyakit akibat kerja beserta sanksi atas dasar ketidaktaatan

terhadap ketentuan dimaksud sudah cukup baik; yang perlu adalah aktualisasi pengoperasiannya.
Penilaian Cacat Penyakit Akibat Kerja

Cara penilaian dan segala sesuatu pengertian atau definisi yang dipergunakan wajib berdasarkan ketentuan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (UU Jamsostek). Sebagaimana berlaku untuk kecelakaan kerja, maka cacat karena penyakit akibat kerja adalah keadaan hilang atau berkurangnya fungsi anggota badan karena kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang berlaku, penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Untuk penyelenggaran Jamsostek, penyakit ini termasuk dalam kecelakaan kerja (UU Jamsostek). Tidak semua atau hanya sebagian penyakit akibat kerja menyebabkan cacat. Oleh karena penyebabnya penyakit akibat kerja, maka cacat karena penyakit akibat kerja hanya ada bila ada penyakit akibat kerja yang menjadi penyebabnya. Dengan kata lain, cacat penyakit akibat kerja wajib disertai adanya diagnosa penyakit akibat kerja. Dua jenis kecacatan adalah cacat anantomis (keadaan hilang anggota badan) dan cacat fungsi (keadaan berkurangnya fungsi anggota badan). Anggota badan adalah bagian/organ tubuh seperti tangan, kaki, hidung, telinga, mata, alat kelamin, paru, jantung, usus, otak, dsbnya. Baik cacat anatomis maupun cacat fungsi secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan hilang atau berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Menurut derajat kecacatan, dibedakan cacat tetap sebagian (cacat sebagian untuk selamalamanya) dan cacat tetap total (cacat total untuk selama-lamanya). Yang disebut terdahulu adalah cacat yang keadaannya menetap untuk selama-lamanya yang secara langsung atau tidak langsung mengaki-batkan berkurangnya kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Adapun yang disebut terakhir adalah cacat yang keadaannya menetap untuk selama-lamanya yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan hilangnya secara total kemampuan untuk menjalankan pekerjaan. Cacat karena penyakit akibat kerja dapat merupakan cacat anatomis dan atau cacat fungsi yang secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya secara total kemampuan untuk menjalankan pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai