Anda di halaman 1dari 20

Diagnosa Penyakit Akibat Kerja: Bissinosis

Nico Theodorus 102013037

Martha Leonora Haryatmo Tandri 102013051

Adethya Evy Yuniar S 102013092

Brigita Dwi Cahyaningtyas 102013271

Ngakan Made Ari Mahardika 102013311

Nirmala Yeli 102013357

Hilda Anak Michael Pawing 102013486

Muhammad Sajid Bin Mohd Rafee 102013498

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

PENDAHULUAN

Kemajuan sektor industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, peningkatan


ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi negara. Dengan majunya industri maka
terbukalah lapangan kerja buat masyarakat, daerah di sekitar perindustrian juga berkembang
dalam bidang sarana transportasi, komunikasi, perdagangan dan bidang lain. Semua hal ini
akan meningkatkan taraf ekonomi dan sosial masyarakat. Di lain pihak kemajuan ekonomi
perangsang timbulnya industri baru yang mempunyai ruang lingkup yang lebih luas.
Meskipun perkembangan industri yang pesat dapat meningkatkan taraf hidup, tetapi berbagai
dampak negatif juga bisa terjadi pada masyarakat.Salah satu dampak negatif adalah terhadap
paru para pekerja dan masyarakat di sekitar daerah perindustrian. Hal ini disebabkan
pencemaran udara akibat proses pengolahan atau hasil industri tersebut. Berbagai zat dapat
mencemari udara seperti debu silica, batubara, semen, kapas, asbes, zat-zat kimia, gas
beracun, dan lain-lain.
Tergantung dari jenis paparan yang terhisap, berbagai penyakit paru dapat timbul
pada para pekerja, salah satunya adalah pneumokoniosis.Pneumoconiosis adalah suatu
kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya readksi jaringan

1
terhadap debu tersebut. Kelainan akibat pajanan debu silica (silikosis), asbes (asbestosis),
timah (stanosis), penumokoniosis batu bara, debu organic (bissinosis).
Pengetahuan yang cukup tentang dampak debu terhadap paru diperlukan untuk dapat
mengenali kelainan yang terjadi dan melakukan usaha pencegahan.

Skenario 1
Seorang laki-laki 40 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan timbul rasa berat di dada dan
napas pendek sejak setahun yang lalu.

Pada kasus ini perlu dilakukan indetifikasi penyakit akibat kerja dengan cara pendekatan
klinis secara individu dengan menggunakan 7 langkah diagnosis.

7 LANGKAH DIAGNOSIS OKUPASI :

1. DIAGNOSIS KLINIS :

Anamnesis

Riwayat penderita sangat penting dalam memperkirakan lingkungan atau pekerjaan sebagai
faktor yang menimbulkan paparan pada penderita. Yang perlu ditanyakan adalah briwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu yang pernah dideritai oleh pasien, danriwayat
penyakit keluarga. Juga ditanyakan riwayat penyakit sekarang yang mengarah kepada sudah
berapa lama bekerja sekarang, serta riwayat pekerjaan sebelumnya. Pertanyaan kepada
pekerjaan-pekerjaan spesifik, termasuk kontaminasi bahan-bahan spesifik, penggunaan alat-
alat proteksi pernafasan, besar dan ventilasi ruangan kerja, adanya pekerja-pekerja lain yang
mempunyai keluhan yang sama. Pertanyaan juga mengarah kepada alat dan bahan kerja yang
digunakan, proses kerja yang dijalankan, barang yang diproduksi/ dihasilkan, waktu bekerja
dalam sehari, hubungan gejala dengan waktu kerja, dan kemungkinan pajanan yang
dialami2,6.Perlu juga ditanyakan kemungkinan terkena paparan zat toksik di tempat lain,
misalnya mengenai hobi dan lingkungan di rumah. Kontak dalam waktu singkat yang
potensial toksik juga perlu dipertimbangkan.

Riwayat medis/ pekerjaan dapat digunakan untuk diperkirakan waktu antara paparan dan
timbulnya awitan gejala, dengan demikian dapat dinilai beratnya penyakit.

Untuk keluhan sesak napas pasien, ditanyakan sesuai dengan kriteria sesak nafas menurut
6
American Thoracic Society (ATS) : (0 )tidak ada Tidak ada sesak nafas kecuali exercise
berat (1 ) ringan Rasa nafas pendek bila berjalan cepat mendatar atau mendaki (2) sedang

2
Berjalan lebih lambat dibandingkan orang lain sama umur karena sesak atau harus berhenti
untuk bernafas saat berjalanmendatar (3 )berat Berhenti untuk bernafas setelah berjalan 100
meter/beberapamenit, berjalan mendatar (4 )Sangat berat Terlalu sesak untuk keluar rumah,
sesak saat mengenakan ataumelepaskan pakaian.

Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar kasus tidak menunjukkan adanya tanda gangguan fisik. Hal tersebut tidak
berarti bahwa langkah pemeriksaan fisik dapat dihilangkan atau hanya sepintas. Observasi
menyeluruh terhadap pasien akan mengungkapkan pasien yang napasnya memburu pada
waktu istirahat atau setelah melakukan tes fungsi paru. Mungkin ditemukan jari tabuh pada
kasus asbestosis, berilosis atau kanker paru. Pada auskultasi paru dapa ditemukan krepitasi
halus pada basal paru pasien dengan asbestosis atau silikosis. Mungkin terdapat mengi atau
ronkhi pada pasien dengan asma yang berhubungan dengan pekerjaan. Manifestasi
extrapulmo penyakit berilium kronis, kanker paru atau mesotelioma ganas harus dicari jika
dianggap peru. Hal ini juga penting dalam menentukan diagnosis banding atau mencari
kemungkinan terjadinya komplikasi, misalnya gagal jantung ataustenosis katup mitral yang
mungkin tidak berhubungan dengan kerja.1

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Rontgen paru

Komplikasi Tuberculosis, fibrosis masif yang progresif, dan pneumotoraks dapat


berhubungan dengan beberapakasus silikosis. Pemeriksaan rontgen paru selalu bermanfaat
pada pekerja dengan gejala pernapasan kronis, misalnya batuk, sesak napas untuk menyaring
kasus tuberkulosis, infeksi lain, atau keganasan. Diagnosis silikosis atau asbestosis tidak
boleh didasarkan pada satu foto saja; biasanya harus berdasarkan paling sedikit dua foto
dengan jarak beberapa bulan diantaranya.

Perlu diperhatikan bahwa pemeriksaan rontgen paru tidak memberi informasi tentang
disabilitas atau kelemahan. Hanya sedikit korelasi antara temuan pada pemeriksaan rontgen
paru dan hasil fungsi paru. Jika terdapat keraguan atau aksus borderline,pemindaian resolusi
tinggi yang terkomputerisasi (high resolution computerised scan) dapat bermanfaat dalam
menentukan diagnosis diferensial lesi paru. Pemeriksaan rontgen paru juga bermanfaat pada
keadaan paru yang akut, untuk menyingkirkan kemungkinan adanya pneumonitis dan edema
paru.

3
Tes Fungsi Paru

Tes fungsi paru saat istirahat (spirometri, volume paru, kapasitas difusi) merupakan
tes diagnostik yang penting untuk menentukan status fungsi paru pasien dengan penyakit paru
kerja, terlebih pada proses interstitial. Meskipun hasil tes fungsi paru tidak spesifik untuk
beberapa penyakit paru akibat kerja, tetapi pemeriksaan ini amat penting untuk evaluasi sesak
napas, membedakan adanya kelainan paru tipe restriktif atau obstruktif dan mengetahui
tingkat gangguan fungsi paru. Selain itu tes fungsi paru dapat dipakai untuk diagnosis adanya
kelainan obstruksi saluran napas (adanya hiperreaktif bronkus dengan tes bronkodilator atau
tes provokasi memakai paparan bahan-bahan yang diambil dari tempat kerja atau
lingkungannya). Tes provokasi untuk menentukan diagnosis asma kerja menggunakan
paparan bahan yang dicurigai sebagai pemicu serangan merupakan baku emas diagnosis asma
kerja. Uji latih jantung paru dapat dilakukan untuk menilai gangguan fungsi dan progresivitas
penyakit pada pasien dengan penyakit paru akibat kerja tertentu. Selain itu juga dapat
digunakan untuk menentukan penyebab sesak napas, untuk membedakan apakah
penyebabnya dari paru, jantung maupun penyebab lainnya.

Pemeriksaan sputum3

- Pewarnaan gram dan pemeriksaan basil tahan asam (BTA) adalah suatu tindakan rutin.
- Kultur mikobakteri dan jamur. Pemeriksaan ini dilakukuan pada pasien yang
didapatkan adanya kelainan foto toraks berupa infiltrate di apeks atau kavitas atau pada
pasien imunokompromis.
- Pemeriksaan sitologi dilakukan pada pasien batuk yang dicurigai juga menderita
kanker paru.
- Pemeriksaan silver pada dahak untuk mencari Pneumocystis carinii pada pasien
imunokompromis.

Tes Tuberkulin3
- Pembacaan hasil tuberkulin dilakukan setelah 48 72 jam; dengan hasil positif bila
terdapat indurasi diameter lebih dari 10 mm, meragukan bila 5-9 mm. Uji tuberkulin
bisa diulang setelah 1-2 minggu.
2. PAJANAN YANG DIALAMI

Debu organik (kapas)Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan, antaranya


bisinosis. Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama alveoli terhadap
debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas, hingga

4
dapat menghambat aliran udara yangkeluar masuk paru dan akibatnya sesak napas.Banyak
jenis debu organik dihasilkan oleh industri tekstil mulai dari proses awal yakni pembuatan
biji kapas sampai penenunan. Masa atau waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama,
dengan waktu yang terpendek adalah 5 tahun6.

Gejala khas yang muncul dari penyakit ini adalah merasa berat di dada atau sesak.
Berdasarkan penelitian, angka kesakitan bisa mencapai 60% dan angka tertinggi terjadi pada
mereka yang bekerja di bagian pemintalan. Secara fisik, pencemar udara dapat digolongkan
dua, yaitu golongan gas dan vapour serta aerosol. Debu (particulate) termasuk kategori
aerosol dibagi menjadi dua, yaitu padat (solid) dan cair (liquid). Debu terdiri atas partikel
padat dapat dibedakan lagi menjadi tiga macam, yakni dust, fumes, dan smoke. Dust
merupakan partikel padat yang dihasilkan dengan proses grindling, blasting, drilling, dan
puveiring, berukuran mulai dari sub mikroskopik sampai yang besar. Yang berbahaya adalah
ukuran yang bias terhisap kedalam sistem pernafasan, umumnya lebih kecil dari 100 mikron2.

Pabrik tekstil dalam hal ini mengeluarkan bahan pencemar debu. Bila berhadapan dengan
bahan pencemar debu (bentuk partikel) maka yang perlu dievaluasi adalah komposisi
kimiawi dari debu tersebut; tentang ukuran aerodinamik partikel debu tersebut, karena hal ini
berhubungan dengan deposisi di dalam saluran nafas; serta kadar dari debu tersebut, hal ini
berhubungan dengan Nilai Ambang Batas (NBA).- Suhu Penerangan - dan Tingkat
kebisingan.

3. HUBUNGAN PAJANAN DENGAN PENYAKIT

Partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung kepada4-6,

- Ukuran partikel debu. Bila partikel debu yang masuk ke dalam paru berukuran
diameter 2-10mikron, ia akan tertahan dan melekat pada dinding saluran pernafasan
bagian atas.Sedang yang berukuran 3-5 mikron akan masuk lebih dalam dan
tertimbun padasaluran nafas bagian tengah. Partikel debu yang berukuran 1-3 mikron
akan masuk lebih dalam lagi sampai ke alveoli dan mengedap. Sedangkan yang
ukurannya lebihkecil dari 1 mikron, tidak mengendap di alveoli karena teramat ringan
dan pengaruhadanya peredaran udara.

- Distribusi dari partikel debu yang terinhalasi. Kadar dan lamanya paparan
Biasanya diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan kerja eskalator silia

5
dengan waktu paparan yang lama. Pada bisinosis, memerlukan waktu paparan selama
5 tahun.

- Sifat debu Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat kapas dapat
menimbulkan bisinosis.

- Kerentanan individu Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda
dengan paparan yangsama akan menimbulkan rekasi yang berbeda. Diperkirakan
dalam paparan terhadap bahan kimia dan debu dapat merusak epitelium saluran nafas,
sensitasi reseptor sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks bronkokonstriksi.

- Pembersihan partikel debu Terdapat dua mekanisme pembersihan partikel debu, yaitu
mukosiliaris dan pengaliran limopatik. Efisiensi mekanisme ini bervariasi tiap
individu. Pembersihan partikel tergantung dari mana partikel tersebut didepositkan.
Partikel yang tertinggal di atas mukus siliaris epitelium, sistem silia akan mendorong
partikel tersebut kefaring, kemudian akan ditelan atau dibatukkan keluar bersama
mukus. Partikel yang tertimbun pada daerah distal, pada saluran nafas yang tidak
mengandung silia dibersihkan lebih lambat, partikel ini akan difagositir oleh
makrofag kemudian dibawa ke saluran nafas yang dilapisis epitel bersilia sehingga
ikut terbang melalui mukus. Sebagian partikel akan tertinggal di parenkim paru atau
dibawa oleh makrofag melalui sistem limfatik.Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini
berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita
penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi
akibat adanya kapas yang masuk kedalam saluran pernapasan juga merupakan gejala
awal bisinosis. Pada bisinosis yangsudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya
juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan
emphysema4-6.
Menurut WHO, derajat bisinosis dibagi 2, yaitu:
- Derajat B1: rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertama kembali
bekerja
- Derajat B2: rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertamakembali
bekerja dan pada hari-hari bekerja selanjutnya. Derajat bissinosis yang ditentukan dari
kapasitas ventilasi serta kuesioner standarnya
- Derajat 0: tidak ada bissinosis

6
- Derajat : kadang-kadang rasa dada tertekan atau sesak napas pada tiap hari
pertamaminggu bekerja
- Derajat 1: rasa dada tertekan atau sesak napas pada tiap hari pertama minggu kerja.
- Derajat 2: rasa berat di dada dan sukar bernapas tidak hanya pada hari pertama
bekerja, tetapi juga pada hari lain minggu kerja.
- Derajat 3: gejala seperti derajat 2 ditambah berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
secara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.
4. PAJANAN YANG DIALAMI CUKUP BESAR

Bisinosis adalah penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnya terutama debu kapas
kepada pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini terutama bertalian erat dengan
pekerjaan blowing dan carding. tapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan lainnya. bahkan
dari permulaan proses (pembuangan biji kapas) sampai kepada proses akhir (penenunan).
Masa inkubasi rata-rata terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada blowing dan
carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun4.

Pajanan- pajanan yang dialami oleh pekerja itu sendiri adalah :

- Pekerja pada blowing dan carding. Bagi pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun.
Tidak hanya dari proses kerja si pasien sendiri.

- lingkungan kerja yang berhubungan dengan debu ditambah sistem ventilasi yang
tidak efisien menyebabkan pasien mengalami bisinosis.

- limbah kapas yang berterbangan (flying waste) dan berserakan di ruangan pabrik
maupun di luar pabrik.

- Sanitasi terhadap fasilitas di pabrik seperti kamar mandi, tempat ganti pakaian, dan
ruang transit pekerja harus diperhatikan. Salah satu bagian yang penting pada sanitasi
lingkungan kerja adalah ketatarumahtanggaan.

- Suhu lingkungan kerja pacta lokasi penyimpanan bahan baku I(bill store) hingga
proses pemintalan kapas menjadi benang (finishing) melebihi ambang
bataskenyamanan bekerja 21-30 C.

7
- Penerangan pacta setiap tempat pemrosesan pemintalan kapas umumya masih
kurang dari yang disyaratkan (100 lux) untuk penerangan yang cukup agar pekerja
dapat membedakan barang-barang kecil secara sepintas.

- Tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas pendengaran (>85 dB) terdapat
pada mesin speed. spinning dan finishing.

- Pada proses pemintalan, limbah debu kapas (flying waste) paling banyak didapat pada
proses blowing. carding dan spinning. Limbah aktual pada pekerjaan blowing .

5. PERAN FAKTOR INDIVIDU


Status kesehatanya pasien sendiri apakah ia memiliki riwayat alergi atau tidak, dalam
keluarganya ada tidak alergi kemudian status kesehatan mental pasien sendiri dan
kebiasaan olaraga biasa dilakukan atau tidak serta higiene perorangan dari pasien ini4.

6. FAKTOR LAIN DILUAR PEKERJAAN


Hobi pekerja yang berhubungan dengan debu. Kebiasaan merokok ditambah paparan
terhadap debu meningkatkan risiko bisinosis. Pasien mungkin terpajan debu di rumah
karena tidak mempunyai sistem ventilasi yang bagus serta hygiene yang buruk
Pekerjaan sambilan pasien yang terkait dengan debu atau asap kotoran5.

7. DIAGNOSIS OKUPASI
Pasien dengan keluhan rasa berat didada atau napas pendek yang disertai demam dan
nyeri otot pada setiap hari pertama libur didiagnosis menderita bisinosis yang
merupakan penyakit akibat kerja4.

DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

1. Bronkitis Kronis

Bronkitis adalah infeksi pada saluran pernapasan utama dari paru-paru atau bronkus yang
menyebabkan terjadinya peradangan atau inflamasi pada saluran tersebut. Kondisi ini
termasuk sebagai salah satu penyakit pernapasan.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang diakibatkan oleh bronkitis:
Batuk-batuk disertai lendir berwarna kuning keabu-abuan atau hijau.
Sakit pada tenggorokan.

8
Sesak napas.
Hidung beringus atau tersumbat.
Sakit atau rasa tidak nyaman pada dada.
Kelelahan.

Gambar 1 : Bronkitis11
PATOFISIOLOGI
Penemuan patologis dari bronchitis adalah hipertropi dari kelenjar mukosa bronchus
dan peningkatan sejumlah sel goblet disertai dengan infiltrasi sel radang dan ini
mengakibatkan gejala khas yaitu batuk produktif. Batuk kronik yang disertai peningkatan
sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi bronchiolus yang kecil kecil sedemikian rupa
sampai bronchiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Perbedaan Penyakit Bronkitis dengan Penyakit TBC biasanya dari gejalanya seperti yang
sudah di jelaskan di atas bahwa penyakit bronkitis terbagi menjadi dua jenis yang di
antaranya bronkitis akut dan kronis. Sedangkan penyakit TBC atau tuberkulosis penyakit
menular yang di akibatkan oleh bakteri, biasa nya penderita yang menderita TBC ketika
penderita batuk akan mengeluarkan dahak disertai darah sedangkan bronkitis di tandai
dengan ciri khas yakni batuk dengan lendir kuning kehijauan.
PENYEBAB
Bronkus adalah saluran udara pada sistem pernapasan yang membawa udara ke paru-
paru dan sebaliknya. Dinding bronkus menghasilkan mukosa atau lendir untuk menahan debu
dan partikel lain yang bisa menyebabkan iritasi agar tidak masuk ke dalam paru-paru.
Bronkitis akut berasal dari infeksi paru-paru yang kebanyakan disebabkan oleh virus. Iritasi
9
dan peradangan menyebabkan bronkus menghasilkan mukosa atau lendir lebih banyak. Dan
tubuh berusaha mengeluarkan lendir atau mukosa yang berlebihan dengan cara batuk.
Penyebab bronkitis kronis yang paling umum adalah kebiasaan merokok. Tiap isapan rokok
berpotensi merusak bulu-bulu kecil di dalam paru-paru yang disebut rambut silia. Rambut
silia berfungsi menghalau dan menyapu keluar debu, iritasi, dan mukosa atau lendir yang
berlebihan. Setelah beberapa lama, kandungan rokok bisa menyebabkan kerusakan permanen
pada silia dan lapisan dinding bronkus. Saat ini terjadi, kotoran tidak bisa dikeluarkan dan
dibuang dengan normal. Lendir dan kotoran yang menumpuk di dalam paru-paru membuat
sistem pernapasan menjadi lebih rentan terserang infeksi.
Pada kebanyakan kasus, bronkitis bisa diatasi dengan mudah di rumah. Anda hanya perlu
menemui dokter jika gejala bronkitis yang muncul menjadi semakin parah dan tidak seperti
biasanya, misalnya:
Batuk yang dialami lebih parah dan bertahan lebih lama dari tiga minggu.
Mengalami demam selama lebih dari tiga hari.
Batuk berdahak yang diikuti dengan darah.
Anda menderita penyakit jantung atau paru-paru yang jadi penyebab dasarnya.
Misalnya penyakit asma, emfisema, atau gagal jantung.
Untuk mendiagnosis bronkitis, dokter akan menanyakan gejala yang dialami, memeriksa dan
juga mendengarkan rongga dada memakai stetoskop.
PENGOBATAN
Bronkitis akut biasanya akan menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu,
jadi terkadang tidak diperlukan pengobatan untuk bronkitis. Selagi menunggu penyakit ini
berlalu, Anda disarankan minum banyak cairan dan juga banyak istirahat. Pada beberapa
kasus, gejala bronkitis bisa bertahan lebih lama.
Gejala bronkitis kronis biasanya akan bertahan setidaknya tiga bulan. Belum ada obat yang
bisa menyembuhkan bronkitis kronis, tapi ada obat yang bisa digunakan untuk meredakan
gejala yang muncul. Sebaiknya Anda hindari merokok atau lingkungan dengan banyak
perokok di sekitarnya. Kondisi ini bisa memperparah gejala yang muncul jika Anda
menderita bronkitis kronis.
KOMPLIKASI
Komplikasi bronkitis yang paling umum terjadi adalah pneumonia. Komplikasi ini
terjadi ketika infeksi menyebar lebih jauh ke dalam paru-paru. Infeksi ini menyebabkan
kantong udara dalam paru-paru terisi dengan cairan. Sekitar 5 persen kasus bronkitis
berujung pada pneumonia.

10
Orang yang lebih rentan terkena pneumonia, seperti orang tua, perokok, dan orang yang
dalam kondisi sakit, mungkin perlu dirawat di rumah sakit. Ini dilakukan sebagai tindakan
pencegahan terjadinya pneumonia.Demam ringan.Pada umumnya, bronkitis akut disebabkan
oleh virus dan sebagian besar di antaranya disebabkan oleh virus juga menyebabkan pilek
dan flu. Virus bisa terhirup saat tertahan di udara. Virus ini terkandung dalam jutaan tetes
kecil yang keluar dari hidung atau mulut saat kita batuk atau bersin. Virus ini juga bisa
bertahan di permukaan benda apa pun selama satu hari. Seseorang bisa terinfeksi dengan
menyentuh benda yang terkontaminasi, lalu meletakkan tangannya di dekat mulut atau
hidung. Selain virus, infeksi bronkitis juga bisa disebabkan oleh bakteri.
Pemicu bronkitis kronis yang paling utama adalah kebiasaan merokok. Orang yang merokok
atau tinggal dengan perokok aktif lebih berisiko terkena bronkitis. Bronkitis kronis juga bisa
dipicu oleh lingkungan kerja yang tidak sehat. Kondisi ini lebih sering disebut sebagai
bronkitis okupasi. Istilah bronkitis okupasi dipakai ketika penderita mengalami bronkitis
akibat unsur iritasi di tempat kerja seperti serat kain, amonia, serpihan debu, dan klorin.]

2. TBC Paru

Tuberculosis (TB) Merupakan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan
karena adanya infeksi pulmonary oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.TB
Dikategorikan sebagai penyakit menular karna dapat menyebabkan kerusakan yang progresif
pada jaringan paru-paru atatau bahkan kematian jika penyakit ini tidak di obati.

ETIOLOGI
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri
tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut
sebagai Koch Pulmonum (KP).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa dapat menular lewat percikan dahak yang keluar saat
batuk, bersin atau berbicara karena penularannya melalui udara yang terhirup saat bernapas
(Rachmawati, 2007). Diperkirakan, satu orang menderita TB paru BTA positif yang
tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya (Aditama, 2006). 7
GEJALA KLINIS

11
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang
timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama
pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
a. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari
disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat
hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu atau lebih (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
a. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara
nafas melemah yang disertai sesak.
Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit
dada.
Gejala-gejala tersebut di jumpai pula pada penyakit paru selain TB Paru,Oleh karena itu
setiap orang yang dating ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas ,harus di
anggap sebagai seoarng suspek TB Paru atau tersangka penderita TB Paru,dan perlu
dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
PATOFISIOLOGI
Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif,Pada waktu
batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler (percikan dahak).
1. Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru .Droplet
yang terhirup ukurannya sangat kecil ,sehingga dapat melewati mukoliser bronkus,dan terus
berjalan hingga sampai alveolus kemudian akan menetap.Infeksi di mulai saat kumanTBParu
berhasil berkembangbiak dengn cara membelah diri di paru,yang mengakibatkan peradangan
pada paru,dan ini di sebut komplek primer.
Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6
minggu,kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan
besranya respon daya tahan(Imunitas seluler).Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru. Meskipun demikian ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant(tidur),kadang-kadang
daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,akibatnya dalam

12
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru.Masa Inkubasi,yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan .7
2. Infeksi pasca primer
TB paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi
primer, misanya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi
buruk,Ciri khas dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusipleura.Tanpa pengobatan setelah 5 tahun ,50 % dari penderita TB
Paru akan meninggal , 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25 %
sebagai kasus kronik yang tetap menular.
Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan fungsi seluruh system tubuh
termasuk system imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh
terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme .
Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk ke dalam tubuh.kuman ini
akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak,Tapi orang yang terinfeksi
Kuman TB Paru belum tentu menderita TB paru,Tergantung daya tahan tubuh.bila daya tahan
tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang
menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan berkembang
menjadi penyakit.penyakit TB Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi
rendah karna system imun yang lemah sehingga memudahkan kuman TB Masuk dan
berkembang biak.
Tingkah Laku
Faktor perilaku juga berpengaruh pada kesembuhan dan bagaimana mencegah untuk
tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dimulai dari
perilaku hidup sehat dengan tidak meludah sembarangan, menutup mulut
menggunakan sapu tangan atau tissue apabila batuk atau bersin sebagai upaya
pencegahan dini penyakit TB paru. Sebagaimana hasil penelitian Putra (2011),
mengatakan bahwa perilaku mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian
penyakit TB paru yang lebih banyak di derita oleh mereka yang tidak bisa berprilaku sehat.
PENANGANAN
1. Pencegahan
a. Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TB Paru aktif
b. Menjaga standar hidup yang baik dengan makanan bergizi,limgkungan yang sehat dan
rajin berolahraga

13
c. Pemberian Vaksin BCG (Untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat ) Vaksin ini
secara rutin diberikan pada semua balita.
2. Pengobatan
Pengobatan TB di berikan dalam 2 tahap yaitu :
a. Tahap awal (intensif) selama 2-3 bulan
Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat ,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian
besar pasien TB BTA Positif menjadi BTA negative (konvensi).
b. Tahap Lanjutan selama 4-7 bulan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit yang diminum 3X
seminggu,namun dalam jangka waktu yang lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Banyak kombinasi obat anti TB (OAT) yang biasa dipakai, demikian juga masa
pengobatannya Minimal 6 bulan.Kemasan OAT :
a. Obat tunggal,Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin,
PirazinamiddanEtambutol.
b. Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination FDC), Kombinasi dosis tetap ini
terdiri dari3 atau4 obat dalam satu tablet.
PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa

Obat yang digunakan untuk asma, seperti bronkodilator, biasanya akan memperbaiki gejala.
Terapi juga dapat menggunakan obat Beta 2 Agonis, Disodium chormoglycate, dan anti
histamine. Kortikosteroid dapat diresepkan dalam kasus yang lebih parah. 2,8

Berhenti merokok sangat penting bagi orang dengan kondisi ini. Perawatan pernapasan,
termasuk nebulizers, mungkin diresepkan jika kondisi menjadi jangka panjang. Terapi
oksigen mungkin diperlukan jika tingkat oksigen darah yang rendah. 2

Program latihan fisik, latihan pernapasan, dan program pendidikan pasien seringkali sangat
membantu bagi orang dengan kronis penyakit paru-paru . 8-10

Terapi Non Medikamentosa

14
- Memberikan penyuluhan dan pengetahuan kepada pekerja mengenai bahaya dari
debu-debu organic tersebut serta tentang penggunaan APD yang benar
- Memberi kebijakan untuk pindah bagian kerja selain di pemintalan dan penenunan,
atau pindah shift kerja bila itu berpengaruh pada pasien
- Rehabilitasi (jika perlu) 2,4,8

PENCEGAHAN

Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)

Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah terjadinya risiko atau


mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat terhadap penyakit secara umum.
Sasaran dari pencegahan ini adalah individu yang belum terpapar atau individu yang masih
sehat. Sedangkan tujuan pencegahan ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup
social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit, dan memelihara
dan mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang
dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola atau
kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko terhadap penyakit
tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada mempertahankan kondisi dasar atau status
kesehatan masyarakat yang bersifat positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu
penyakit atau factor risiko dapat berkembang atau memberikan efek patologis.

Pencegahan primordial berupa pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan tersebut


yaitu:

a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja R.I.. No. Per.05/MEN/1996 tentang Sistem


Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
c. Undang-undang Republik Indonesia No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

d. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No. Per.02/MEN/1980 Tentang:


Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

e. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi No.: Per.03/MEN/1982 Tentang


Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja

Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)

15
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan Pencegahan
tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat
atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat
pertama didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu (host), penyebab (agent atau
pemapar), lingkungan (environtment).

Secara garis besar pencegahan tingkat pertama dapat dibagi dalam usaha peningkatan
derajat kesehatan dan usaha pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat kesehatan perorangan dan
masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab dan derajat risiko serta
meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal, sedangakan pencegahan khusus
(specific protection) merupakan usaha yang ditujukan kepada pejamu dan atau pada
penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk mengurangi risiko terhadap
penyakit tertentu.2

Berikut upaya pencegahan tingkat pertama pada kasus bisinosis:

a. Health Promotion
Health promotion dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara kampanye
kesadaran, promosi kesehatan dan pendidikan kesehatan yang berkaitan mengenai
penyakit akibat kerja. Program ini dilakukan guna meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran para pekerja akan risiko yang dialami saat bekerja sehingga terhindar dari
penyakit akibat kerja.
Contoh dari kegitan health promotion dalam kasus bisinosis, yakni:
1. Penyuluhan mengenai bisinosis.
Penyuluhan berisi materi dari apa itu bisinosis, penyebabnya, tanda-tanda,
serta upaya yang dilakukan untuk mencegah. Selain itu agar para pekerja patuh
pada peraturan-peraturan di tempat kerja terkait upaya menghindarkan pekerja
terhadap bahaya di lingkungan kerja.
Penyuluhan bisa dilakukan di saat-saat awal para pekerja baru akan memulai
pekerjaannya (masa training) dan juga bisa dilakukan rutin setahun satu atau dua
kali guna menjaga kesadaran pekerja akan risiko yang dihadapinya.
2. Pemasangan poster dan atribut peringatan agar pekerja waspada akan bisinosis.
Poster dan beberapa atribut perlu dipasang untuk peringatan bahaya bisinosis
serta peringatan untuk menggunakan alat pelindung diri. Poster dan atribut ini
perlu sehingga pekerja tidak lupa untuk melindungi dirinya.

16
b. Specific Protection
1. Perlindungan pada pekerja
Perlindungan pada pekerja dilakukan dengan penggunaan alat pelindung diri
berupa masker khusus untuk mencegah masuknya serat kapas, rami dan berbagai
polutan pencetus ke dalam saluran pernapasan.
Selain penggunaan alat pelindung diri, menghilangkan atau menghindarkan
kebiaasaan merokok juga mampu melindungi pekerja dari risiko bisinosis karena
kebiasaan merokok ditengarai mampu meningkatkan terjadinya bisinosis pada
pekerja.
2. Modifikasi tempat kerja
Modifikasi bisa dilakukan dengan perbaikan ventilasi pada tempat kerja
sehingga konsentrasi dari debu kapas dalam ruangan bisa berkurang dalam
ambang batas yang lebih kecil risikonya.
Selain itu perlu dilakukan isolasi pada proses yang berbahaya bila isolasi tersebut
memungkinkan. Proses isolasi ini erat kaitannya dengan otomasi peralatan,
sehingga pada proses-proses membahayakan tidak lagi digunakan tenaga manusia
melainkan mesin.
3. Shift Kerja
Shift kerja diperlukan jika pada proses industry yang berbahaya masih
diharuskan adanya campur tangan manusia. Dengan adanya shift kerja maka
diharapkan lamanya keterpaparan terhadap penyebab bisinosis bisa berkurang,
sehingga risiko juga turut berkurang. 7
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan ini bertujuan untuk mencegah meluasnya kejadian penyakit dan
menghentikan proses penyakit lebih lanjut. Sasaran utama pencegahan ini adalah mereka
yang baru terkena penyakit dan terancam terkena penyakit. Secara garis besar pencegahan ini
dibagi menjadi diargnosa dini dan pengobatan segera.
Berikut pencegahan tingkat kedua pada kasus bisinosis:
a. Pencegahan dini
1. Pemeriksaan berkala
Pemeriksaan ini dilakukan saat masa pra kerja, masa kerja, dan masa pasca
kerja. Pada masa pra kerja pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui status
kesehatan calon pekerja, sehingga bisa diketahui riwayat kesehatannya.
Pemeriksaan pada masa kerja guna deteksi awal jika misal penyakit akibat kerja
(bisinosis) muncul, sedangkan pemeriksaan pasca kerja diperlukan karena proses

17
timbulnya penyakit akibat kerja adalah proses yang panjang sehingga
dimungkinkan tidak terdeteksi pada pemeriksaan saat masa kerja.
2. Surveilans epidemiologi
Melakukan pencatatan dan pelaporan secara teratur dan terus-menerus untuk
mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada dalam industry dalam
hal ini bisinosis. Setelah upaya pencatatan, selanjutnya perlu dilakukan upaya-
upaya pencegahan terjadinya perburukan.
b. Pengobatan segera
Pengobatan yang terpenting adalah menghilangkan sumber pemaparan dari
bahan penyebab. Untuk meringankan gejala, biasanya diberikan bronkodilator, baik
dalam bentuk hirup (albuterol) maupun tablet (theophylline). Pada kasus yang lebih
berat bisa diberikan corticosteroid.2,5
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan pencegahan dengan sasaran utamanya
adalah penderita penyakit tertentu, dalam usaha mencegah bertambah beratnya akibat dari
penyakit seperti kematian dan kecacatan serta upaya rehabilitative pasca sembuhnya individu
dari sakit sehingga individu dapat kembali hidup mandiri.
Dalam kasus bisinosis upaya tingkat ketiga ini berlaku pada tahapan kronis. Upaya-
upaya yang dilakukan berupa terapi nebulizer, terapi oksigen, serta program latihan
pernapasan. Selain itu dukungan keluarga dan lingkungan secara moril juga amat diperlukan
sehingga penderita tetap mampu hidup mendekati normal.5

PROGNOSIS

Gejala biasanya membaik setelah menghentikan paparan debu. Paparan terus dapat
menyebabkan fungsi paru-paru berkurang. Di AS, kompensasi pekerja mungkin tersedia
untuk orang dengan bissinosis.10

KESIMPULAN

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh


pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-
paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik
tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan
kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

18
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal
penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin
(yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi
alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala
awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga
diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.
Diagnosis Bisinosis ditegakkan atas dasar gejala subjektif, gejala dini berupa rasadada
tertekan dan atau sesak nafas yang ditemukan pada hari kerja pertama sesudah libur akhir
minggu yang disebut Monday feeling, Monday morning fever, Monday morning asthma.
Keluhan ini diduga karena terjadi obstruksi saluran napas, obstruksi yang terjadi inidisebut
obstruksi akut. Bila pekerja tidak dipindahkan dari lingkungan yang berdebu makaobstruksi
akut yang mula-mula reversibel akan menetap. Obstruksi yang dapat ditemukan pada pekerja
sebelum mereka bekerja pada hari pertama setelah istirahat pada hariliburdisebut obstruksi
kronis. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fungsi paru.Sedangkan jangka waktu
untuk terjadinya obstruksi kronis tergantung banyak hal sepertikadar debu, lama paparan,
kebiasaan merokok dan sebagainya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Aru.W.Sudoyo,Bambang Setioyohadi ,Idrus Alwi ,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam. Jilid III ,Edisi V.Jakarta Interna Publishing ;2009
2. Suryadi, dr. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jilid III. Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2010.
3. Darmanto, D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 2009.
4. Harrington,Gill .Buku Saku Kesehatan Kerja. Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC ; 2003.
5. Mukhtar Ikhsan.Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja. Jakarta: UI Press ;
2002.
6. Rahmatullah P. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Pneumonitis dan Penyakit Paru
Lingkungan. Jilid II Edisi keempat.FK UI : Jakarta. 2007. Hal 103-6
7. Agatha. Respirasi: Tuberkulosis Paru. Doctor Wannabe, 2010. Diunduh dari
URL:http://www.agathariyadi.wordpress.com/2010/01/13/tuberkulosis-paru/ 9.
Tanggal 25 Oktober 2016.
8. MedicaStore. Penyakit Paru dan Saluran Nafas : Byssinosis. Edisi 2008. Tersedia
dari URL http://medicastore.com/penyakit/428/Bissinosis_Byssinosis.html. Diunduh
tanggal 26 Oktober 201 6
9. MedLinePlus. Byssinosis. Edisi 2011. Tersedia dari URL
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001089.html . Diunduh tanggal 26
Oktober 2016
10. US National Library of Medicine. ADAM Medical Ensyclopedi : Byssinosis. Edisi
Juni 2011. Tersedia dari URL
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002080/ Diunduh tanggal 26
Oktober 2016
11. Gambar 1 diunduh dari http://www.adam.com/ pda 26 Oktober 2016.

20

Anda mungkin juga menyukai