(Bisinosis)
Avelia Iliq 102009131
Samsul Rizal A 102011445
Theresia Indriani Prima Chesar 102012071
Michael Sukmapradipta 102012253
Ega Farhatu Jannah 102012277
Surya Dharma 102012390
Kiki Puspitasari 102012350
Risma Lestari Siregar 102012426
Susi Sugiarti 102014267
Pendahuluan
Pada makalah ini, masalah yang akan dibahas adalah mengenai seorang pekerja
garmen dengan keluhan rasa berat di dada dan nafas pendek sejak 1 tahun yang lalu, disertai
demam dan nyeri otot setiap hari pertama kembali bekerja dari setiap libur panjang atapun
1
sehabis libur akhir pekan. Penulisan makalah ini bertujuan agar pembaca mengetahui cara
melakukan anamnesis, menentukan diagnosis penyakit, dan riwayat (etiologi, epidemiologi,
patogenesis, patofisiologis, gejala klinis, pengobatan, komplikasi, dan edukasi) dari penyakit
yang diderita oleh pasien, serta mengerti cara mendiagnosis penyakit akibat kerja dengan
metode 7 langkah diagnosis okupasi. Penulis mengambil hipotesis bahwa pekerja tersebut
menderita bisinosis akibat pekerjaannya di pabrik garmen.
Pembahasan
1. Diagnosis Klinis
Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti dan cermat agar mendapat informasi yang
jelas mengenai:
Riwayat penyakit sekarang:1,2
Keluhan tambahan seperti sesak napas, batuk (dahak, warna dahak, darah) mengi,
demam, sakit kepala, mual dan muntah, pegal, nyeri otot, dan lain-lain.
Riwayat merokok
Masalah pernapasan sebelumnya dan obat yang dikonsumsi
Hari-hari tidak dapat masuk kerja dan alasannya
Kapan keluhan-keluhan mulai dan apakah ada hubungannya dengan pekerjaan
Riwayat penyakit terdahulu:1,2
Pernah menderita: sesak nafas, asma, atopi, penyakit kardiorespirasi, penyakit
muskuloskeletal
Paparan bahan-bahan yang pernah diterimanya: kebisingan, getaran, radiasi, zat kimiawi,
debu organik dan fibrogenik
Riwayat pekerjaan:1
Sudah berapa lama bekerja di pekerjaan yang sekarang
Daftar riwayat pekerjaan sebelumnya
Aktifitas kerja dan material yang digunakan
Barang yang diproduksi/dihasilkan
Lama dan intensitas paparan (waktu bekerja dalam sehari)
APD yang digunakan
Kecukupan ventilasi ruang kerja
Apakah ada pekerja lain yang juga terkena paparan dan berefek pada kesehatannya
2
Tugas tambahan lainnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan, antara lain:3
Keadaan umum, kesadaran, sklera dan konjungtiva
Tanda-tanda vital: suhu, tekanan darah, frekuensi napas, frekuensi nadi
Pemeriksaan fisik paru: inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
Umumnya pada pemeriksaan fisik pada pasien yang menderita penyakit paru akibat
kerja akan didapatkan keluhan iritasi saluran napas bagian atas seperti: bersin-bersin, iritasi
pada mata, hidung, stridor dan gambaran trakeobronkitis. Gejala sistemik dapat berupa mual,
muntah, sakit kepala, kadang-kadang demam, pada keadaan berat dapat terjadi oedem
pulmonum. 3
Pemeriksaan Penunjang
Pada tes fungsi paru, tes dibagi dalam dua kategori, yaitu tes yang berhubungan dengan
fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada serta tes yang berhubungan dengan pertukaran
gas. Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes yang berhubungan dengan fungsi ventilasi
paru-paru dan dinding dada. Hasil dari tes ini tidak dapat mendiagnosa suatu penyakit paru-
paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat dibedakan atas
kelainan ventilasi obstruktif dan restriktif. Kelainan obstruktif adalah setiap keadaan
hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran napas. Sedangkan
3
gangguan restriktif adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga
membatasi pengembangan paru-paru.
Pada kasus bisinosis, pemeriksaan dilakukan pada hari pertama bekerja, dilakukan
sebelum dan sesudah pajanan selama 6 jam. Dari pemeriksaan dapat menghasilkan penurunan
FEV1 yang bermakna (10% atau lebih). Derajat perbaikan penyumbatan jalan napas dapat
dikaji dengan tes FEV1 sebelum giliran tugas atau dilakukan setelah dua hari tidak terpajan.
Bila langkah untuk menentukan diagnosis hanya sebatas sampai langkah terakhir
diatas (pemeriksaan penunjang), maka dapat ditegakkan diagnosis berupa bronkitis kronik
dan perlu dapat dirujuk ke dokter spesialis paru.
Pabrik tekstil atau garmen yang memakai kapas sebagai bahan dasar memberikan risiko
paparan debu kapas pada saluran napas pekerja. Salah satu bahaya kesehatan yang
ditimbulkan oleh karena penghisapan debu kapas, hemp atau flax sebagai bahan dasar
garmen adalah bisinosis. Pada pemeriksaan tempat kerja dapat kita lakukan pengukuran kadar
dan ukuran partikel debu serta lama kerja. Berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh
Departemen Tenaga Kerja RI, nilai ambang batas untuk kadar debu kapas di lingkungan kerja
adalah 0,2 mg/m3. 3
4
2. Pajanan yang Dialami
Secara umum pajanan yang dialami oleh pekerja pabrik garmen atau tekstil yaitu
secara langsung terpapar debu kapas yang termasuk debu organik.Pencemaran debu kapas
atau serat kapas di udara akan terhirup ke dalam paru danbanyak dijumpai pada pabrik
pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik. Bisa
jugapekerjaan lain yang menggunakan kapas atau tekstil seperti tempat pembuatan kasur,
pembuatan jok kursi dan lain sebagainya. Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu
sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada
dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis
setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada
serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan
juga merupakan gejala awal bisinosis.5
Pekerja garmen menghirup debu organik setiap harinya, terutama debu kapas. Pada
stadium lanjut dapat menyebabkan fibrosis paru yang menurunkan elastisitasnya sehingga
mengurangi dalam menampung volume udara.Partikel debu dapat menimbulkan penyakit
atau tidak bergantungkepada: 6
- Ukuran partikel debu. Bila partikel debu yang masuk ke dalam paru berukuran diameter 5-
10mikron, ia akan tertahan dan melekat pada dinding saluran pernafasan bagian atas.Sedang
yang berukuran 3-5 mikron akan masuk lebih dalam dan tertimbun padasaluran nafas bagian
tengah. Partikel debu yang berukuran 1-3 mikron akan masuk lebih dalam lagi sampai ke
alveoli dan mengedap. Sedangkan yang ukurannya lebihkecil dari 1 mikron, tidak mengendap
di alveoli karena teramat ringan dan pengaruhadanya peredaran udara.
- Distribusi dari partikel debu yang terinhalasi. Kadar dan lamanya paparanBiasanya
diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan kerjaeskalator silia dengan waktu
paparan yang lama. Pada bisinosis, memerlukan waktu paparan selama 5 tahun.
5
- Kerentanan individu.Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda dengan
paparan yangsama akan menimbulkan rekasi yang berbeda. Diperkirakan dalam paparan
terhadap bahan kimia dan debu dapat merusak epitelium saluran nafas, sensitasi reseptor
sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks bronkokonstriksi.
Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat padadada,
terutama pada hari Senin (atau hari awal kerja pada setiap minggu). Setiap hari pertama
bekerja, penderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk kedalam saluran pernapasan juga merupakan
gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yangsudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya
juga diikuti dengan penyakit bronkitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emfisema.6
Menurut WHO, derajat bisinosis dibagi 2, yaitu:6
- Derajat B1: rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertamakembali
bekerja
- Derajat B2: rasa tertekan di dada dan atau sesak napas pada hari pertamakembali
bekerja dan pada hari-hari bekerja selanjutnya.Derajat bissinosis yang ditentukan dari
kapasitas ventilasi serta kuesioner standarnya.
6
- Derajat 2: rasa berat di dada dan sukar bernapas tidak hanya pada hari pertama
bekerja, tetapi juga pada hari lain minggu kerja.
- Derajat 3: gejala seperti derajat 2 ditambah berkurangnya toleransi terhadap
aktivitassecara menetap dan atau pengurangan kapasitas ventilasi.
Etiologi
Bisinosislebih banyak terjadi setelah paparan kronikdaripada paparan akut. Referensi
menunjukkan bahwa beberapa agen di penampungan kapas menyebabkan
bronkokonstriksi.Gejala bronkitis kronis adalah umum di antara orang-orang yang terkena
debu kapas.7
Epidemiologi
Gejala Klinis7
7
- Timbul rasa berat di dada atau napas pendek pada hari pertama kembali bekerja
- Penurunan kapasitas ventilasi pada pertama kali bekerja
- Terdapat Mill Fever Syndrome, yang terjadi pada hari pertama bekerja atau ketika
kembali dari liburan yang lama. Gejala demam disertai linu dan nyeri yang mirip
dengan demam akibat endotoksin bakteri gram negatif.
Patofisiologi
Debu yang masuk ke dalam saluan nafas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme
pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis
oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan
penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas.
Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir
bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi
obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat.
Diagnosa
Diagnosa didasarkan pada riwayat dan tes fungsi paru yang menunjukkan obstruksi
aliran udara yang khas sertapengurangan kapasitas ventilasi terutama jika diukur pada awal
dan akhir shift kerja yang pertama.Surveilens tindakan termasuk pelaporan gejala dan
spirometri pada pekerja tekstil dapat membantu dalam deteksi dini.7
8
- Sanitasi terhadap fasilitas di pabrik seperti kamar mandi, tempat ganti pakaian, danruang
transit pekerja harus diperhatikan. Salah satu bagian yang penting pada
sanitasilingkungan kerja adalah ketatarumahtanggaan.
- Suhu lingkungan kerja pacta lokasi penyimpanan bahan baku I(bill store) hingga proses
pemintalan kapas menjadi benang (finishing) melebihi ambang batas kenyamanan bekerja
(NAB 21-30 C).
- Penerangan pacta setiap tempat pemrosesan pemintalan kapas umumya masih
kurangdari yang disyaratkan (100 lux).
- Tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas pendengaran (>85 dB) terdapat
padamesin speed, spinning dan finishing.
Selain dari pada kualitas dan kuantitas paparan dalam pekerjaan, bisisnosis juga dapat
ditimbulkan dari faktor lain di luar pekerjaan seperti kebiasaan, pekerjaan di rumah ataupun
pekerjaan sambilan.3
Kebiasaan yang buruk seperti merokok, juga lebih rentan terhadap bisinosis oleh karena
zat yang terkandung di dalamnya dapat merusak sistem pertahanan alami dalam tubuh kita,
sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, selain itu rokok juga dapat
memperberat kondisi pasien terhadap penyakit, bahkan dengan merokok seseorang lebih
mungkin mengalami bentuk lanjut dari pada penyakit itu sendiri dapat dan bahkan
9
mempercepat timbulnya komplikasi yang lebih berat. Pekerjaan di rumah ataupun pekerjaan
sambilan yang berkaitan dengan adanya paparan debu, juga dapat menjadi salah satu faktor
munculnya penyakit bisinosis.3
7.Diagnosis Okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas, perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan
informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan
sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit. Kadang-
kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu
dibedakan pada saat menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan atau pajanan dinyatakan sebagai
penyebab suatu penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan
tertentu, pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada
atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya atau
pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit. Dari penjabaran di atas dapat
disimpulkan bahwa pasien mengalami bisinosis akibat kerja.
Penatalaksanaan
Medika Mentosa
Diberikan bronkodilator biasanya untuk mencegah terjadinya bronkospasme. Pada
kasus yang lebih berat dapat diberikan terapi kortikosteroid.
Nonmedika Mentosa
Bisinosis ringan atau dini kemungkinan masih reversible sedangkan penyakit yang
berat dan kronis tidak. Pasien dengan gejala khas dan menunjukkan penurunan FEV1 10%
atau lebih harus dipindahkan ke daerah yang tidak terpajan. Pasien dengan penyumbatan
jalan napas sedang atau berat, misalnya FEV1 lebih rendah dari 60% dari nilai yang
diperkirakan, juga harus lebih baik tidak terpajan lebih lanjut.Menjauhkan dari tempat
pajanan dapat dengan cara memindahkan pekerjake bagian lain atau dilakukan putar
kerja.Pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri (masker penyaring debu, respirator)
guna mencegah terjadinya efek akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Berikan
edukasi pada pasien agar mampu mengetahui risiko dari pekerjaannya dan bagaimana cara
pencegahan serta pengendaliannya.
10
Pencegahan dan Pengendalian1
Pemeliharaan kerumahtanggaan yang baik di perushahaan tekstil sehingga debu serat
kapas udara tempat kerja berada pada kadar aman; NAB debu kapas (katun) adalah
0,2mg/m3 serat yang respirable. Pengambilan sampel debu serat kapas menggunakan alat
pengambilan sampel khusus yang dapat memisahkan debu kapas respirabel dari yang
tidak respirabel.
Pembersihan mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara, jadi tidak
menyebabkan berhamburnya debu serat kapas.
Membersihkan lantai dengan sapu tidak dilakukan karena menyebabkan berdebunya
udara.
Pekerjaan membuka kapas dari bal-balnya dilakukan pada tempat kerja khusus dan
pekerja memakai tutup hidung agar terlindung dari kemungkinan menghirup debu kapas.
Pemeriksaan kesehatan pekerja sebelum bekerja, terutama tidak mempekerjakan calon
pekerja dengan penyakit paru antara lain TBC paru, asma bronchial, bronchitis kronis
atau penyakit paru kronis obstruktif.
Pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan melakukan wawancara yang dengan rinci
mengungkapkan keluhan alat pernapasan dan melakukan uji fungsi paru terutama
ventilasi ekspirasi paksa guna mendapat data awal dan perubahannya selama bekerja
dalam rangka mendeteksi penyakit bisinosis stadium dini.
Penutup
11
Daftar Pustaka
1. Sumamur PK. Higine perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta: Sagung Seto; 2009.h.73-
115, 245-59, 332-5.
2. Ridley J. Ikhtisar kesehatan dan keselamatan kerja. Jakarta: Erlangga; 2006.h.253-6.
3. Djojodibroto D. Bisinosis dalam respirologi. Jakarta: EGC; 2009.h.198-202.
4. Sutoyo DK. Bronkitis kronis dan lingkaran yang tak berujung pangkal. Jurnal
Respirologi. 2009 Jan.
5. Levy BS, Wegman DH. Occupational health: recognizing and preventing work related
disease and injury. 4th Ed. USA:Lippincott Williams & Wilkin;2005.h.477-502.
6. Harrington JM, Gill FS. Buku saku kesehatan kerja. Ed 3. Jakarta: EGC; 2005.
7. MedlinePlus. Byssinosis [internet]. 2013 [updated 2013 May 30, cited 2015 Oct 14].
Tersedia dari URL http://medicastore.com/penyakit/428/Bissinosis_Byssinosis.html
12