Nina Marlina
SMF Paru RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Lampung
Pneumokoniosis
• Pneumokoniosis merupakan penyakit paru akibat kerja yang
disebabkan oleh deposisi debu di dalam paru reaksi jaringan
paru akibat pajanan debu tersebut.
• Reaksi utama akibat pajaran debu di paru adalah FIBROSIS.
• Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis
adalah karakteristik partikel debu, jumlah, lama pajanan dan
respons saluran napas terhadap partikel debu.
• Data prevalensi pneumokoniosis bervariasi pada tiap Negara di
dunia, data Surveillance of Work-related and Occupational Disease
(SWORD) di Inggris tahun 1990-1998 menunjukkan kasus
pneumokoniosis sebesar 10% di Kanada, kasus pneumokoniosis
pada tahun 1992-1993 sebesar 10%, sedangkan data di Afrika
Selatan tahun 1996-1999 sebesar 61%.
• Jumlah kasus kumulatif pneumokoniosis di Cina dari tahun 1949-
2001 mencapai 569.129 kasus dan sampai tahun 2008 mencapai
10/963 kasus.
• Data di Amerika Serikat, kematian akibat pneumokoniosis tahun
1968-2004 mengalami penurunan, pada tahun 2004 ditemukan
sebanyak 2.531 kasus kematian.
• Pajanan debu di lingkungan kerja dapat menimbulkan berbagai
penyakit paru kerja yang mengakibatkan gangguan fungsi paru dan
kecacatan.
• Meskipun angka kejadiannya tampaknya lebih kecil dibandingkan
dengan penyakit-penyakit utama penyebab cacat yang lain,
terdapat bukti bahwa penyakit ini mengenai cukup banyak orang,
khususnya di Negara yang sedang giat mengembangkan industri
Pemeriksaan tempat kerja
• Debu organik (kapas)
• Debu organik dapat menyebabkan penyakit pernafasan, antaranya
bisinosis. Ini karena kepekaan dari saluran nafas bagian bawah terutama
alveoli terhadap debu meningkat. Kepekaan inilah yang mengakibatkan
penyempitan saluran nafas, hingga dapat menghambat aliran udara yang
keluar masuk paru dan akibatnya sesak napas.
• Banyak jenis debu organik dihasilkan misalnya pada industri tekstil mulai
dari proses awal yakni pembuatan biji kapas sampai penenunan. Masa
atau waktu untuk timbulnya penyakit ini cukup lama, dengan waktu yang
terpendek adalah 5 tahun. Gejala khas yang muncul dari penyakit ini
adalah merasa berat di dada atau sesak. Berdasarkan penelitian, angka
kesakitan bisa mencapai 60% dan angka tertinggi terjadi pada mereka
yang bekerja di bagian pemintalan.
• Debu (particulate) termasuk kategori aerosol dibagi menjadi dua,
yaitu padat (solid) dan cair (liquid). Debu terdiri atas partikel padat
dapat dibedakan lagi menjadi tiga macam, yakni dust, fumes, dan
smoke. Dust merupakan partikel padat yang dihasilkan dengan
proses grindling, blasting, drilling, dan puveiring, berukuran mulai
dari sub mikroskopik sampai yang besar. Yang berbahaya adalah
ukuran yang bisa terhisap kedalam sistem pernafasan, umumnya
lebih kecil dari 100 mikron.
• Pabrik tekstil dalam hal ini mengeluarkan bahan pencemar debu.
Bila berhadapan dengan bahan pencemar debu (bentuk partikel)
maka yang perlu dievaluasi adalah komposisi kimiawi dari debu
tersebut; tentang ukuran aerodinamik partikel debu tersebut,
karena hal ini berhubungan dengan deposisi di dalam saluran nafas;
serta kadar dari debu tersebut, hal ini berhubungan dengan Nilai
Ambang Batas (NBA).
Hubungan pajanan dengan penyakit
bisinosis dan penyakit kerja lainnya
• Partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung kepada:
a. Ukuran partikel debu
Bila diameter 2- 10 mikron, ia akan tertahan dan melekat pada
dinding saluran pernafasan bagian atas.
Sedang yang berukuran 3-5 mikron akan masuk lebih dalam dan
tertimbun pada saluran nafas bagian tengah.
Partikel debu yang berukuran 1-3 mikron akan masuk lebih dalam lagi
sampai ke alveoli dan mengedap.
Sedangkan yang ukurannya lebih kecil dari 1 mikron, tidak
mengendap di alveoli karena teramat ringan dan pengaruh
adanya peredaran udara.
b. Distribusi dari partikel debu yang terinhalasi
.
Ukuran partikel debu
c. Kadar dan lamanya paparan
Biasanya diperlukan kadar yang tinggi untuk dapat mengalahkan
kerja eskalator silia dengan waktu paparan yang lama. Pada
bisinosis, memerlukan waktu paparan selama 5 tahun
d. Sifat debu
Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat
kapas dapat menimbulkan bisinosis.
e. Kerentanan individu
Hal ini sulit diperkirakan karena individu yang berbeda dengan
paparan yang sama akan menimbulkan rekasi yang berbeda.
Diperkirakan dalam paparan terhadap bahan kimia dan debu
dapat merusak epitelium saluran nafas, sensitasi reseptor
sensoris sehingga dapat meningkatkan refleks
bronkokonstriksi.
F. Pembersihan partikel debu
Terdapat dua mekanisme pembersihan partikel debu, yaitu
mukosiliaris dan pengaliran limfatik.
Efisiensi mekanisme ini bervariasi tiap individu.
Pembersihan partikel tergantung dari mana partikel tersebut
didepositkan.
Partikel yang tertinggal di atas mukus siliaris epitelium, sistem silia
akan mendorong partikel tersebut ke faring, kemudian akan ditelan atau
dibatukkan keluar bersama mukus.
Partikel yang tertimbun pada daerah distal, pada saluran nafas yang
tidak mengandung silia dibersihkan lebih lambat, partikel ini akan
difagositir oleh makrofag kemudian dibawa ke saluran nafas yang dilapisis
epitel bersilia sehingga ikut terbang melalui mukus.
Sebagian partikel akan tertinggal di parenkim paru atau dibawa oleh
makrofag melalui sistem limfatik
Pencegahan
• Banyak kasus paru akibat kerja gangguan
fungsi paru berat kecacatan.
Berhubungan dengan reaktiviti jalan napas yang terjadi tahun pertama bekerja
di tempat ini.
• Bisinosi kronis
Bentuk klasik bisisinosis
Ditandai rasa berat di dada dan sesak napas yang bertambah berat pada hari
pertama masuk kerja dalam satu minggu
Awitan gejala terjadi setelah pajanan debu kapas selama beberapa tahun,
biasanya setelah lebih 10 tahun dan jarang terjadi pada pekerja dengan masa
kerja kurang dari 10 tahun
Diagnosis
• Timbul rasa berat di dada atau napas pendek pada hari pertama kembali
bekerja
• Penurunan kapasitas ventilasi pada hari pertama bekerja
• Meningkatnya prevalensi bronkitis : batuk menetap dan sputum
• Terdapat mill fever syndrome yang terjadi pada hari pertama bekerja
atau ketika kembali dari cuti yang lama. Gejala demam disertai linu dan
nyeri yang mirip dengan demam akibat endotoksin Gram negatif.
Derajat bisinosis
Schilling membagi bisinosis berdasarkan gejala klinis:
• Foto toraks
• CT scan toraks
• Laboratorium (test alergi dll)
• Lung function tests (spirometri)
• Histopatologi / Biopsi
Pemeriksaan Penunjang
• Rontgen paru
Pemeriksaan rontgen paru menunjukkan infiltrate tidak nyata di
beberapa tempat, mirip dengan edema paru atau bulatan opak kecil
yang luas
• Kejadian kronis dan berulang- ulang akan menjurus terbentuknya
fibrosis interstitialis kronis.
• Gambaran radiologi dari bisinosis tidak memberikan gambaran yang
khas. Pada stadium dini tidak ditemukan kelainan radialogi paru.
Pada stadium C1 - C3 gambaran yang mungkin didapatkan adalah
gambaran bronkitis kronik dan empisema. Hal ini tidak dapat
dibedakan. Hal yang dapat membedakannya adalah adanya r-iwayat
Monday tightness dan riwayat pajanan debu kapas atau bahan
lainnya yang dapat menyebabkan bisinosis.
Gambaran ground glass opacity pada
bisinosis
Bisinosis
Test Fungsi Paru