Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
Alat reproduksi laki-laki terdiri dari sepasang testis, saluran-saluran kelamin,
kelenjar- kelanjar tambahan (vesika seminalis, kelenjar prostat, kelenjar cowperi
(bulbouretralis)), dan penis. Kelainan kelainan pada penis antara lain fimosis,
parafimosis, balanitis, kondiloma akuminata, dan karsinoma sel skuamosa. Pada anak
laki-laki yang sering terjadi patologi penis adalah fimosis dan parafimosis.
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Preputium penis
merupakan lipatan kulit yang menutupi glans penis. Normalnya, kulit preputium
selalu melekat erat pada glans penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat
lahir, namun seiring bertambahnya usia dan pertumbuhan terjadi proses keratinisasi
lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium
sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis. 1,2
Di Jepang, fimosis ditemukan pada 88% bayi yang berusia 1 hingga 3 bulan
dan 35% pada balita berusia 3 tahun. Insidens fimosis adalah sebesar 8% pada usia 6
sampai 7 tahun dan 1% pada laki-laki usia 16 sampai 18 tahun. Beberapa penelitian
mengatakan kejadian Phimosis saat lahir hanya 4% bayi yang preputiumnya sudah
bisa ditarik mundur sepenuhnya sehingga kepala penis terlihat utuh. Selanjutnya
secara perlahan terjadi desquamasi sehingga perlekatan itu berkurang. Sampai umur 1
tahun, masih 50% yang belum bisa ditarik penuh. Berturut-turut 30% pada usia 2
tahun, 10% pada usia 4-5 tahun, 5% pada umur 10 tahun, dan masih ada 1% yang
bertahan hingga umur 16-17 tahun. Dari kelompok terakhir ini ada sebagian kecil
yang bertahan secara persisten sampai dewasa bila tidak ditangani.1,2
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat yang merupakan kondisi dimana
kulit preputium setelah ditarik ke belakang batang penis sampai di sulkus koronarius
tidak dapat dikembalikan ke posisi semula ke depan batang penis. Kulit preptium
yang tidak bisa kembali ke depan batang penis akan menjepit penis sehingga
menimbulkan bendungan aliran darah yang disebabkan gangguan aliran balik vena
1

superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan edema
glans penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan
makin membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Reproduksi Pria9

Alat reproduksi laki-laki terdiri dari:


a) Sepasang testis
b) Saluran-saluran kelamin ( vasa eferentia, epididimis, vas deferens, dan
uretra)
c) Kelenjar-kelenjar tambahan (vesika seminalis, kelenjar prostat, kelenjar
cowperi (bulbouretralis))
d) Penis
Anatomi sistem reproduksi pria dapat dibedakan menjadi 2 bagian :
a. Bagian luar; terdiri dari penis dan skrotum (kantung zakar).
1. Penis
Penis merupakan genitalia eksterna pada sistem reproduksi pria
yang berfungsi sebagai saluran keluar air kemih, cairan semen, dan
sebagai alat senggama.
2. Skrotum ( kantung zakar)
3

Skrotum atau kantong gonad terletak di bawah penis. Selain


berfungsi sebagai kantong gonad, skrotum juga berfungsi untuk
melindungi dan mempertahankan suhu testis agar lebih rendah dari
suhu tubuh. Pengaturan suhu diperlukan agar spermatogenesis dapat
berjalan dengan normal. Perbedaan antara suhu tubuh dann testis
berkisar antara 5-7 derajat celcius. Fungsi termoregulator ini
dijalankan oleh selapis otot polos yang terletak di subcutis yang
disebut otot dartos. Otot ini berfungsi untuk menggerakkan skrotum
agar mengerut dan menarik skrotum sehingga testis mendekati tubuh
yang hangat bila keadaan lingkungan dingin. Otot ini juga akan
mengendur apabila suhu lingkungan naik, sehingga mengakibatkan
skrotum memanjang dan menjauhkan testis dari kehangatan tubuh.
b. Bagian dalam; terdiri dari vas deferens, uretra, kelenjar prostat, vesikula
seminalis, dan testis.
Spermatozoa yang telah dihasilkan oleh testis selanjutnya akan
dialirkan ke dalam epididimis, yaitu saluran sepanjang 6 meter yang bertaut
rapat di atas testis. Epididimis terbagi menjadi 3 bagian, yaitu kepala (caput
epididimis), badan (corpus epididimis), dan ekor epididimis (cauda
epididimis). Bagian ekor ini akan bermuara pada vas deferens. Epididimis
secara umum berfungsi sebagai tempat transportasi, konsentrasi, pematangan,
dan penyimpanan spermatozoa. Spermatozoa yang telah tersimpan dalam
cauda epididimis selanjutnya dibawa menuju vas deferens.
Vas deferens merupakan saluran transportasi spermatozoa dari cauda
epididimis menuju uretra. Sedangkan uretra merupakan saluran untuk
mengeluarkan sperma dan urine. Kedua vas deferens yang terletak sebelah
menyebelah di atas vesika urinaria lambat laun menebal dan membesar
membentuk ampula ductus deferens. Di ujung ampula terdapat muara saluran
vesikula seminalis. Setelah muara vesikula seminalis ini, vas deferens diberi
nama ductus ejaculatorii. Ductus ini menembus prostat.

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih di dalam pinggul


dan mengellingi bagian tengah dari uretra. Kelenjar prostat menghasilkan
cairan basa berwarnaa putih susu. Cairan yang digetahkan kelenjar prostat
banyak mengandung asam sitrat, enzim fosfatase, amilase, dan glukorunidase.
Juga spermin, seminin, dan prostaglandin sehingga sperma dapat bergerak
dengan

aktif.

Selain

kelenjar

prostat,

ada

juga

kelenjar

Cowper

(bulbourethralis). Kelenjar ini berjumlah sepasang dan terletak di belakang


uretra. Sekresi dari kelenjar prostat dan cowper

berfungsi untuk

membersihkan dan menetralisisr uretra dari bekas urine dan kotoran-kotoran


lain sebelum ejakulasi. pH cairan sekresi kedua kelenjar tersebut berkisar
antara 7,5-8,2.
Adapun vesikula seminalis pada sistem reproduksi pria berjumlah
sepasang dengan panjang masing-masing 15 cm, bentuknya panjang dan
berkelok-kelok, terletak di bagian posterior kelenjar prostat. Vesikula
seminalis merupakan kantong semen (mani) yang dindingnya menghasilkan
cairan lendir (sekret). Sekret kelenjar berupa cairan encer kekuning-kuningan
dan mengandung banyak zat termasuk globulin, asam askorbat, fruktosa, dan
prostaglandin. Fruktosa penting untuk nutrisi spermatozoa, sedangkan
prostaglandin dapat membantu fertilisasi dengan jalan mempengaruhi saluran
reproduksi wanita. pH cairan sekresi berkisar antara 5,7-6,2.
Testis merupakan kelenjar ganda, karena secara fungsional bersifat
eksokrin dan juga endokrin. Sebagai kelenjar eksokrin, testis menghasilkan
spermatzoa, dan sebagai kelenjar endokrin, menghasilkan sekret internal
berupa hormon-hormon androgen.
2.2 Hormon-Hormon pada Reproduksi9
Spermatogenesis (proses pembentukan sperma) di pengaruhi oleh
sistem hormon gonadotropin. Hormon dari hipofise terlibat dalam
spermatogenesis adalah ICSH (Intertitial Cell-Stimulating Hormone), FSH
(Follicle Stimulating Hormone), dan LH (Luteinizing Hormon). ICSH
menstimulasi pertumbuhan sel Leydig sehingga menghasilkn testosteron.
5

Testosteron menstimulasi pertumbuhan sel Sertoli dan saluran spermatozoon


seperti epididimis dan vas deferens dan menstimulasi timbulnya tanda kelamin
sekunder. FSH menstimulasi spermatogenesis pada pertumbuhan spermatosit
I. FSH dan LH menstimulasi spermiogenesis dalam konsentrasi berimbang.
LH juga berperan dalam pelepasan spermatozoon dari sel Sertoli yang
kemudian mengalami spermasi.
2.3 Anatomi Dan Fisiologi Penis

Gambar 1. Anatomi penis


Penis terdiri dari corpus penis, glans penis, sulcus coronal glans penis, dan
preputium. Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang menutupi
glans penis. Normalnya, kulit preputium selalu melekat erat pada glans penis dan
tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring bertambahnya usia serta
diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan, terjadi proses keratinisasi lapisan
epitel dan deskuamasi antara glans penis dan lapis bagian dalam preputium sehingga
akhirnya kulit preputium terpisah dari glans penis.3-6

Kulit glans penis tersusun oleh pelapis epitel tatah berlapis tanpa keratin
sebanyak lima hingga enam lapis, setelah sirkumsisi bagian ini akan membentuk
keratin. Glans dipisahkan dengan korpus penis oleh balanopreputial sulcus pada
aspek dorsal dan lateral dan oleh frenulum pada regio ventral. Kelenjar sebaseus pada
penis dikenal sebagai kelenjar Tyson dan bertanggungjawab atas produksi smegma.

Bila dilihat dari penampang horizontal, penis terdiri dari 3 rongga yakni 2
batang korpus kavernosa di kiri dan kanan atas, sedangkan di tengah bawah disebut
korpus spongiosa. Kedua korpus kara kavernosa ini diliputi oleh jaringan ikat yang
disebut tunica albuginea, satu lapisan jaringan kolagen yang padat dan di luarnya ada
jaringan yang kurang padat yang disebut fascia buck.1-7
Korpus kavernosa terdiri dari gelembung-gelembung yang disebut sinusoid.
Dinding dalam atau endothel sangat berperan untuk bereaksi kimiawi untuk
menghasilkan ereksi. Ini diperdarahi oleh arteriol yang disebut arteria helicina.
Seluruh sinusoid diliputi otot polos yang disebut trabekel. Selanjutnya sinusoid
berhubungan dengan venula (sistem pembuluh balik) yang mengumpulkan darah
menjadi suatu pleksus vena lalu akhirnya mengalirkan darah kembali melalui vena
dorsalis profunda dan kembali ke tubuh.4,5
7

Penis dipersyarafi oleh 2 jenis syaraf yakni syaraf otonom (para simpatis dan
simpatis) dan syaraf somatik (motoris dan sensoris). Syaraf-syaraf simpatis dan
parasimpatis berasal dari hipotalamus menuju ke penis melalui medulla spinalis
(sumsum tulang belakang). Khusus syaraf otonom parasimpatis ke luar dari medulla
spinalis (sumsum tulang belakang) pada kolumna vertebralis di S2-4. Sebaliknya
syaraf simpatis ke luar dari kolumna vertebralis melalui segmen Th 11 sampai L2 dan
akhirnya parasimpatis dan simpatis menyatu menjadi nervus kavernosa. Syaraf ini
memasuki penis pada pangkalnya dan mempersyarafi otot- otot polos Syaraf somatis
terutama yang bersifat sensoris yakni yang membawa impuls (rangsang) dari penis
misalnya bila mendapatkan stimulasi yaitu rabaan pada badan penis dan kepala penis
(glans), membentuk nervus dorsalis penis yang menyatu dengan syaraf-syaraf lain
yang membentuk nervus pudendus. Syaraf ini juga berlanjut ke kolumna vertebralis
(sumsum tulang belakang) melalui kolumna vertebralis S2-4. Stimulasi dari penis atau
dari otak secara sendiri atau bersama sama melalui syaraf-syaraf di atas akan
menghasilkan ereksi penis.1-7
Vaskularisasi untuk penis berasal dari arteri pudenda interna lalu menjadi
arteria penis communis yang bercabang 3 yakni 2 cabang ke masing-masing yakni ke
korpus kavernosa kiri dan kanan yang kemudian menjadi arteria kavernosa atau
arteria penis profundus yang ketiga ialah arteria bulbourethralis untuk korpus
spongiosum. Arteria memasuki korpus kavernosa lalu bercabang-cabang menjadi
arteriol-arteriol helicina yang bentuknya berkelok-kelok pada saat penis lembek atau
tidak ereksi. Pada keadaan ereksi, arteriol-arteriol helicina mengalami relaksasi atau
pelebaran pembuluh darah sehingga aliran darah bertambah besar dan cepat kemudian
berkumpul di dalam rongga-rongga lakunar atau sinusoid. Rongga sinusoid membesar
sehingga terjadilah ereksi. Sebaliknya darah yang mengalir dari sinusoid ke luar
melalui satu pleksus yang terletak di bawah tunica albugenia. Bila sinusoid dan
trabekel tadi mengembang karena berkumpulnya darah di seluruh korpus kavernosa,
maka vena-vena di sekitarnya menjadi tertekan. Vena-vena di bawah tunica albuginea
ini bergabung membentuk vena dorsalis profunda lalu ke luar dari Corpora Cavernosa
pada rongga penis ke sistem vena yang besar.1-7

2.4 Embriologi Penis10,11,12


Pada janin laki-laki, genital tubercle tumbuh menjadi penis (glans penis,
corpus spongiosum dan uretra) dalam pengaruh testosteron yang terjadi pada
minggu ke-10, pada saat yang sama kedua lipatan genetalia memanjang dan
menyatu di tengah. Kedua lipatan tersebut membentuk corpus penis dengan
kedua corpus cavernosum. Namun, celah di tengah yang mula-mula tampak
cepat menutup, dapat tetap terbuka (hipospadia) pada malformasi. Kedua
genital swelling tumbuh bersama di medial dan membentuk skrotum, dengan
raphe medialnya yang menandakan sepasang bakal genital.
Skrotum pada akhir masa janin menerima testis beserta pelapisnya, juga
penonjolan peritonium (tunica vaginalis). Desensus testis seharusnya sudah
selesai pada waktu lahir, yang dapat dinilai sebagai tanda kematangan seksual
pria.

Gambar 2.17 A. Pertumbuhan genetalia eksterna janin laki-laki pada minggu ke-10,
B. Potongan melintang palus selama pembentukan penile uretra, C. Pertumbuhan
bagian glandula dai penil uretra, D. Baru lahir

2.5 Kelainan di penis


9

Kelainan/penyakit

Keterangan

1. Fimosis, Parafimosis

Fimosis (Phimosis)

adalah penyempitan pada prepusium.


Kelainan

ini

juga

menyebabkan

bayi/anak sukar berkemih. Kadangkadang

kulit

prepusium

menggelembung seperti balon.

etiologi : ruang di antara kutup dan


penis tidak berkembang dengan baik
kulup menjadi melekat pada kepala
penis, sehingga sulit ditarik ke arah
pangkal.

terapi : obat2an, sirkumsisi

Parafimosis (Paraphymosis)

kulit depan penis yang tertarik tidak


dapat ditarik kembali melalui glans
penis.

2. Balanitis

terapi : sirkumsisi.
Definisi : peradangan menyeluruh
pada kepala penis (glans penis) dan
kulitnya.

Etiologi : infeksi jamur atau bakteri di


bawah kulit pada penis yang tidak
disunat.

Gejala : Penis menjadi nyeri, gatalgatal, kemerahan dan membengkak,


serta bisa menyebabkan terjadinya
penyempitan uretra.

Penderita balanopostitis di kemudian hari bisa


menderita

balanitis

xerotika

oblitterans,
10

fimosis, parafimosis dan kanker.

3. Peyronies diseases

Terapi : sirkumsisi, higiene

Definisi : suatu keadaan yang ditandai


dengan terbentuknya plak atau benjolan
keras pada penis
Etiologi : trauma jaringan bekuan
darah pada jaringan erektil
Gejala : nyeri, saat ereksi penis
melengkung
Terapi : dapat menghilang sendiri, bila

gagal pembedahan
4. Kanker penis

Definisi : keganasan sel2 epitel penis


Etiologi : diduga smegma, virus HPV
Terapi :
kemoterapi, penyinaran,
penektomi parsial atau total

5. Hipospadia, Epispadia

Hipospadia
suatu keadaan dimana uretra terbuka di
permukaan bawah penis, skrotum atau
peritonium
etiologi : gangguan hormonal, genetik,
lingkungan
terapi : pembedahan
Epispadia
orifisium uretra terletak pada bagian
dorsal batang penis

2.6 Fimosis
2.6.1 Definisi Fimosis
11

Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis, preputium
melekat pada bagian glans dan mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran kencing,
sehingga bayi dan anak menjadi kesulitan dan rasa kesakitan pada saat buang air
kecil. 12.6.2 Etiologi
Fimosis pada bayi laki-laki yang baru lahir terjadi karena ruang di antara
kutup dan penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan kulup
menjadi melekat pada kepala penis sehingga sulit ditarik ke arah pangkal.
Penyebabnya bisa dari bawaan dari lahir, atau didapat, misalnya karena infeksi atau
benturan.
Kebanyakan kasus, fimosis adalah bawaan lahir. Pada kasus yang lebih jarang,
fimosis terjadi karena kulup kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena
peradangan atau luka akibat pembukaan paksa kepala penis. Pembentukan jaringan
parut dari bekas luka itu mencegah peregangan kulup.
Adapun etiologi fimosis antara lain, tumpukan smegma, kelainan anatomis,
Balanitis Xerotica Obliterans, inflamasi (Balanitis, Posthitis, Balanoposthitis)
2.6.3 Insiden/Kejadian
Hanya sekitar 4% bayi yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke
belakang penis pada saat lahir, namun mencapai 90% pada saat usia 3 tahun dan
hanya 1-1,5% laki-laki berusia 17 tahun yang masih mengalami fimosis kongenital.
Walaupun demikian, penelitian lain mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki
berusia 5-13 tahun yang seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis
2.6.4 Klasifikasi Fimosis2-4
a. Fimosis kongenital (fimosis fisiologis, fimosis palsu, pseudo phimosis)
timbul sejak lahir. Fimosis ini bukan disebabkan oleh kelainan anatomi
melainkan karena adanya faktor perlengketan antara kulit pada penis bagian
depan dengan glans penis sehingga muara pada ujung kulit kemaluan seakanakan terlihat sempit. Sebenarnya merupakan kondisi normal pada anak-anak,
12

bahkan sampai masa remaja. Kulit preputium selalu melekat erat pada glans
penis dan tidak dapat ditarik ke belakang pada saat lahir, namun seiring
bertambahnya usia serta diproduksinya hormon dan faktor pertumbuhan,
terjadi proses keratinisasi lapisan epitel dan deskuamasi antara glans penis dan
lapis bagian dalam preputium sehingga akhirnya kulit preputium terpisah dari
glans penis.
Fimosis kongenital seringkali menimbulkan fenomena ballooning,
yakni kulit preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran
air seni tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium.
Fenomena ini akan hilang dengan sendirinya, dan tanpa adanya fimosis
patologik, tidak selalu menunjukkan adanya hambatan (obstruksi) air seni.
Selama tidak terdapat hambatan aliran air seni, buang air kecil berdarah
(hematuria), atau nyeri preputium, fimosis bukan merupakan kasus gawat
darurat.
Suatu penelitian mendapatkan bahwa hanya 4% bayi yang seluruh kulit
preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis pada saat lahir, namun mencapai
90% pada saat usia 3 tahun dan hanya 1% laki-laki berusia 17 tahun yang
masih mengalami fimosis kongenital. Walaupun demikian, penelitian lain
mendapatkan hanya 20% dari 200 anak laki-laki berusia 5-13 tahun yang
seluruh kulit preputiumnya dapat ditarik ke belakang penis.

b. Fimosis didapat (fimosis patologik, fimosis yang sebenarnya, true phimosis)


timbul kemudian setelah lahir. Fimosis Patologis didefinisikan sebagai
13

ketidakmampuan untuk menarik preputim setelah sebelumnya yang dapat


ditarik kembali. Fimosis ini disebabkan oleh sempitnya muara di ujung kulit
kemaluan secara anatomis. Hal ini berkaitan dengan kebersihan (higiene) yang
buruk, peradangan kronik glans penis dan kulit preputium (balanoposthitis
kronik), atau penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction) pada
fimosis kongenital yang akan menyebabkan pembentukkan jaringan ikat
(fibrosis) dekat bagian kulit preputium yang membuka.
Rickwood mendefinisikan fimosis patologis adalah kulit distal penis
(preputium) yang kaku dan tidak bisa ditarik, yang disebabkan oleh Balanitis
Xerotica Obliterans (BXO).5

Fi
mosis Fisiologis

Fimosis Patologis

14

Phimosis patologi

A= Full Phimosis (gland tidak bisa ditarik ke belakang)


B= Relative Phimosis (hanya OUE yang nampak)
C= Relative Phimosis (gland nampak setengah)

2.6.5 Patofisiologi
Fimosis yang fisiologis merupakan hasil dari adhesi lapisan-lapisan epitel
antara preputium bagian dalam dengan glans penis. Adhesi ini secara spontan akan
hilang pada saat ereksi dan retraksi preputium secara intermiten, jadi seiring dengan
bertambahnya usia (masa puber) phimosis fisiologis akan hilang. Higienitas yang
buruk pada daerah sekitar penis dan adanya balanitis atau balanophostitis berulang
yang mengarah terbentuknya scar pada orificium preputium, dapat mengakibatkan
fimosis patologis. Retraksi preputium secara paksa juga dapat mengakibatkan luka
kecil pada orificio preputium yang dapat mengarah ke scar dan berlanjut phimosis.
Pada orang dewasa yang belum berkhitan memiliki resiko fimosis secara sekunder
karena kehilangan elastisitas kulit.3-7
15

Pada kasus fimosis lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak
bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya
tersisa lubang yang sangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi
fenomena balloning dimana preputium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaran urine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium.
Bila fimosis menghambat kelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa
urin mudah terjebak di dalam preputium. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya
infeksi.3-6
Fimosis juga terjadi jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akan
mengakibatkan terjadinya penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehingga
memungkinkan terjadinya infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis)
yang meninggalkan jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik
kebelakang.1-7
Pada lapisan dalam prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi
smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar
ini di dekat pertemuan prepusium dan glans penis yang membentuk semacam
lembah di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling
lebar). Di tempat ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila
tidak terjadi fimosis, kotoran ini mudah dibersihkan. Namun pada kondisi fimosis,
pembersihan tersebut sulit dilakukan karena prepusium tidak bisa ditarik penuh ke
belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusium dengan glans penis, debris
dan sel mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.4
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu balanopostitis. Pada infeksi ini
terjadi

peradangan

pada

permukaan

preputium

dan

glans

penis.

Terjadi

pembengkakan kemerahan dan produksi pus di antara glans penis dan prepusium. 5,6

2.6.6 Manisfestasi Klinis1-7


1. Penis membesar dan menggelembung akibat tumpukan urin (balloning )
2. Kadang-kadang keluhan dapat berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih. Hal
tersebut disebabkan oleh karena urin yang keluar terlebih dahulu tertahan
16

dalam ruangan yang dibatasi oleh kulit pada ujung penis sebelum keluar
melalui muaranya yang sempit.
3. Biasanya bayi menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa
sakit.
4. Kulit penis tak bisa ditarik kearah pangkal ketika akan dibersihkan

5. Air seni keluar tidak lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang-kadang


memancar dengan arah yang tidakdapat diduga
6. Bisa juga disertai demam
7. Iritasi pada penis.
2.6.7 Diagnosis1-7
Untuk menegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa ujung kemaluan menggembung saat
mulai buang air kecil yang kemudian menghilang setelah berkemih dan Biasanya bayi
menangis dan mengejan saat buang air kecil karena timbul rasa sakit.
Pada pemeriksaan fisik kasus fimosis, dapat ditemukan kulit yang tidak dapat
diretraksi melewati gland penis. Pada fimosis fisiologis, bagian preputial orifice tidak
ada luka dan terlihat sehat, sedangkan pada fimosis patologis terdapat jaringan fibrus
berwana putih yang melingkar.5,6
2.6.8 Penatalaksanaan 4-6
Sebagai pilihan terapi konservatif dapat diberikan salep kortikoid (0,05-0,1%)
dua kali sehari selama 20-30 hari. Terapi ini tidak dianjurkan untuk bayi dan anakanak yang masih memakai popok, tetapi dapat dipertimbangkan untuk usia sekitar tiga
tahun.
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada
penderita fimosis, karena akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Indikasi medis utama dilakukannya tindakan
17

sirkumsisi pada anak-anak adalah fimosis patologik. Pada kasus dengan komplikasi,
seperti infeksi saluran kemih berulang atau balloning kulit prepusium saat miksi,
sirkumsisi harus segera dilakukan tanpa memperhitungkan usia pasien. Pada full
fimosis harus disirkumsisi, sedangkan pada relative fimosis sirkumsisi bisa ditunda
hingga usia yang diharapkan. Fimosis et causa balanitis atau postitis indikasi utama
untuk langsung dilakukan sirkumsisi. Sebelum di sirkumsisi berikan antibiotik
sebagai profilaksis mengurangi peradangan. Fimosis et causa balanitis xerotica
obliterans dapat diberikan salep dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali
sehari, diharapkan setelah 6 minggu preputium dapat diretraksi spontan.
Adapun kontra indikasi fimosis antara lain :
i.
ii.

Mutlak : hipospadia, hemofili dan kelainan darah lain


Relatif : infeksi lokal, infeksi umum, diabetes melitus
Prosedur Teknik Dorsumsisi adalah teknik sirkumsisi dengan cara memotong

preputium pada bagian dorsal pada jam 12 sejajar sumbu panjang penis ke arah
proksimal, kemudian dilakukan pemotongan sirkuler kekiri dan kekanan sejajar sulcus
coronarius.
1. Disinfeksi penis dan sekitarnya dengan cairan disinfeksi
2. Persempit lapangan tindakan dengan doek lubang steril
3. Lakukan anestesi infiltrasi subkutan dimulai dari pangkal penis melingkar.
Bila perlu tambahkan juga pada daerah preputium yang akan dipotong dan
daerah ventral
4. Tunggu 3 5 menit dan yakinkan anestesi lokal sudah bekerja dengan
mencubitkan pinset
5. Bila didapati phimosis, lakukan dilatasi dengan klem pada lubang preputium,
lepaskan perlengketannya dengan glans memakai sonde atau klem sampai
seluruh glans bebas. Bila ada smegma, dibersihkan.

18

6. Jepit kulit preputium sebelah kanan dan kiri garis median bagian dorsal
dengan 2 klem lurus. Klem ketiga dipasang pada garis tengah ventral.
(Prepusium dijepit klem pada jam 11, 1 dan jam 6 ditarik ke distal)

7. Gunting preputium dorsal tepat digaris tengah (diantara dua klem) kira-kira
sampai 1 sentimeter dari sulkus koronarius (dorsumsisi),buat tali kendali. kulit
Preputium dijepit dengan klem bengkok dan frenulum dijepit dengan kocher

8. Pindahkan klem (dari jam 1 dan 11 ) ke ujung distal sayatan (jam 12 dan 12).
Insisi meingkar kekiri dan kekanan dengan arah serong menuju frenulum di
distal penis (pada frenulum insisi dibuat agak meruncing (huruf V), buat tali
kendali )
9. Cari perdarahan dan klem, ikat dengan benang plain catgut yang disiapkan.
10. Setelah diyakini tidak ada perdarahan (biasanya perdarahan yang banyak ada
di frenulum) siap untuk dijahit.Penjahitan dimulai dari dorsal (jam 12), dengan
patokan klem yang terpasang dan jahitan kedua pada bagian ventral (jam 6).
19

Tergantung banyaknya jahitan yang diperlukan, selanjutnya jahitan dibuat


melingkar pada jam 3,6, 9,12 dan seterusnya

11. Luka ditutup dengan kasa atau penutup luka lain, dan diplester. Lubang uretra
harus bebas dan sedapat mungkin tidak terkena urin.
2.6.9 Komplikasi5

Ketidaknyamanan/nyeri saat berkemih


Akumulasi sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena

infeksi sekunder dan akhirnya terbentuk jaringan parut.


Pada kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
Pembengkakan/radang pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.

Infeksi saluran kemih

20

2.6.10 Diagnosis Banding1-7


Parafimosis adalah suatu keadaan dimana prepusium penis yang diretraksi sampai
di sulkus koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan
menimbulkan jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Warna gland penis
akan semakin berwarna pucat dan bengkak. Seiring perjalanan waktu keadaan ini
akan mengakibatkan nekrosis sel di gland penis, warnanya akan menjadi biru atau
hitam dan gland penis akan terasa keras saat di palpasi.4,5,6

Gambar Parafimosis

2.2.11 Prognosis
Prognosis dari fimosis akan semakin baik bila cepat didiagnosis dan ditangani.

21

2.7 Parafimosis
2.7.1

Definisi
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus

koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada
penis dibelakang sulkus koronarius.2
2.7.2

Etiologi
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal dapat terjadi saat pemasangan

kateter. Parafimosis terjadi karena foreskin terlalu dipaksa ditarik hingga


dibelakang glans dan diretraksi terlalu lama, sehingga pada jaringan foreskin menjadi
edemantous (edema dengan cairan).8
2.7.3

Epidemiologi
Parafimosis yang di diagnosis secara klinis ini, dapat terjadi pada penis yang

belum disunat (disirkumsisi) atau telah disirkumsisi namun hasil sirkumsisinya


kurang baik. Fimosis dan parafimosis dapat terjadi pada laki-laki semua usia, namun
kejadiannya tersering pada masa bayi dan remaja.2
2.7.4

Patogenesis
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit

preputium ke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk
mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau
saat memasang selang untuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis.
Kulit preptium yang tidak bisa kembali ke depan batang penis akan menjepit penis
sehingga menimbulkan bendungan aliran darah dan pembengkakan (edema) glans
penis dan preputium, bahkan kematian jaringan penis dapat terjadi akibat hambatan
aliran darah pembuluh nadi yang menuju glans penis.6

22

2.7.5

Tata Laksana
Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara manual dengan teknik

memijat glans selama 3-5 menit diharapkan edema berkurang dan secara perlahanlahan prepusium dikembalikan pada tempatnya. Jika usaha ini tidak berhasil,
dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga prepusium dapat dikembalikan pada
tempatnya. Setelah edema dan proses inflamasi menghilang, pasien dianjurkan untuk
menjalani sirkumsisi. Walaupun demikian, setelah parafimosis diatasi secara darurat,
selanjutnya diperlukan tindakan sirkumsisi secara berencana oleh karena kondisi
parafimosis tersebut dapat berulang atau kambuh kembali.2,6,8
Perawatan pasca sirkumsisi :
a) Segeralah minum obat analgesik
b) Segeralah minum obat secara teratur (umumnya diberikan 5-10 hari)
c) Jagalah daerah alat kelamin tetap bersih dan kering
d) Makan makanan yang tinggi protein dan tinggi vitamin.
e) Usahakan tidak bergerak terlalu aktif

untuk menghindari bengkak yang

berlebihan.
f) Ganti balut setiap 2 hari sekali
g) Kontrol rutin ke dokter

23

BAB III
KESIMPULAN
Fimosis adalah suatu kelainan dimana preputium penis yang tidak dapat
di retraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Pada fimosis terjadi
penyempitan pada ujung prepusium. Kelainan ini menyebabkan bayi atau anak sulit
berkemih, sehingga prepusium menggelembung seperti balon. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi
urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada
prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada glans dan
prepusium penis (balanopostitis).2,6
Fimosis tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang di paksakan
karena dapat menimbulkan luka dan terbentuknya sikatrik pada ujung prepusium.
fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsis.
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai disulkus
koronarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan timbul jeratan pada
penis dibelakang sulkus koronarius.2,6
Parafimosis merupakan kasus gawat darurat. Upaya untuk menarik kulit
preputium ke belakang batang penis, terutama yang berlebihan namun gagal untuk
mengembalikannya lagi ke depan manakala sedang membersihkan glans penis atau
saat memasang selang untuk berkemih (kateter), dapat menyebabkan parafimosis.

DAFTAR PUSTAKA
24

1. Basuki B Purnomo. Dasar-dasar Urologi. Edisi Kedua. Jakarta: Sagung Seto;


2009.
2. Santoso A. Fimosis dan Parafimosis. Tim Penyusun Panduan Penatalaksanaan
Pediatric Urologi di Indonesia. Jakarta: Ikatan Ahli Urologi Indonesia; 2005.
3. Sjamsuhidajat, R , Wim de Jong. Saluran kemih dan Alat Kelamin Lelaki.
Buku-Ajar Ilmu Bedah.Ed.2. Jakarta : EGC, 2004. p 801
4. Tanagho, EA and McAninch, JW. Smiths General Urology. Sixteen edition.
USA: Appleton and Lange; 2004.
5. Spilsbury K, Semmens JB, Wisniewski ZS, Holman CD. "Circumcision for
phimosis and other medical indications in Western Australian boys". Med. J.
Aust.

178

(4):

1558;

2003.

Diunduh

dari

URL:

http://www.mja.com.au/public/issues/178_04_170203/spi10278_fm.html
6. Hina Z, Ghory MD. Phimosis and Paraphimosis. Diunduh dari URL:
(http://emedicine.medscape.com/article/777539-overview)
7. Brunicardi FC, et al. Schwartzs Principle of Surgery Eight Edition Volume 2.
USA: Mc Graw Hill.
8. Jeffrey M Donohoe; Jason O Burnette; James A Brown (October 7, 2009).
"Paraphimosis". eMedicine.
9. Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, terj. M. Djauhari
Widjajakusumah. Jakarta :EGC.
10. Rohen, Johanes W, Drecoll, Elke Lutjen. 2003. Embriologi Fungsional,
Perkembangan Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta: EGC.
11. Langman, Sadler T. W. 2009. Embriologi kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC
12. Soenardirahardjo, Bambang P., Widjiati, Mafruchati, Maslichah, Luqman,
Muhammad. 2011. Buku Ajar Embriologi. Surabaya: Pusat Penerbitan dan
Percetakan Universitas Airlangga.

25

Anda mungkin juga menyukai