Anda di halaman 1dari 39

BAB I PENDAHULUAN

Sejak tahun 1992, secara umum, penyakit menular merupakan sebab dari 37,2% kematian, diantaranya 9,8% tuberkulosa, 9,2% infeksi saluran nafas dan 7,5% diare. Namun untuk kelompok usia 1 4 tahun, diare merupakan penyebab kematian terbanyak ( 23,2% ) sedangkan urutan kedua (18,2%) penyebab kematian karena infeksi saluran nafas. Dari data-data di atas menunjukan bahwa diare pada anak masih merupakan masalah yang memerlukan penanganan yang komprehensif dan rasional. Terapi yang rasional diharapkan akan memberikan hasil yang maksimal, oleh karena efektif, efisien dan biaya yang memadai. Yang dimaksud terapi rasional adalah terapi yang: 1) tepat indikasi, 2) tepat obat, 3) tepat dosis, 4) tepat penderita, dan 5) waspada terhadap efek samping obat. Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak yang dapat terjadi karena infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan sekresi dan reabsorpsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada sel epitel, penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Dan bila tidak mendapatkan penanganan yang adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Beberapa cara penanganan dengan menggunakan antibiotika yang spesifik dan antiparasit, pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah banyak diungkap di beberapa penelitian.

Namun secara umum penanganan diare akut ditujukan untuk mencegah/ menanggulangi dehidrasi serta gangguan keseimbangan elektrolit dan asam basa, kemungkinan terjadinya intoleransi, mengobati kausa dari diare yang spesifik, mencegah dan menanggulangi gangguan gizi serta mengobati penyakit penyerta. Untuk melaksanakan terapi diare secara secara komprehensif, efisien dan efektif harus dilakukan secara rasional. Secara umum terapi rasional adalah terapi yang : 1) tepat indikasi, 2) tepat dosis, 3) tepat penderita, 4) tepat obat, 5) waspada terhadap efek samping. Jadi penatalaksanaan terapi diare yang menyangkut berbagai aspek didasarkan pada terapi yang rasional yang mencakup kelima hal tersebut.

BAB II LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS Pasien anak bernama Lutfi dengan jenis kelamin laki-laki lahir di Arjawinangun pada tanggal 25 Juli 2010. Saat ini anak berumur 1 tahun 3 bulan. Anak masuk rumah sakit pada tanggal 25 November 2011, terdaftar dengan nomor catatan medik 678845. Pasien adalah anak dari Tuan Hardi berumur 35 tahun. Pendidikan terakhir pada tingkat sekolah menengah atas. Bekerja sebagai perangkat desa di desa Tangkil, Susukan, kabupaten Cirebon. Ibu pasien bernama Nyonya Adiah berumur 30 tahun. Pendidikan terakhir di tingkat sekolah menengah atas. Ibu tidak bekerja.

II.

ANAMNESIS Alloanamnesis tanggal 2 November 2011 1. Keluhan Utama mencret sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Tiga hari sebelum masuk rumah sakit, pasien muntah-muntah. Muntah empat sampai lima kali dalam satu hari. Pasien muntah setelah makan atau minum. Menurut ibu pasien, jumlah muntah kurang lebih setengah gelas belimbing. Kemudian pasien dibawa berobat ke bidan

desa. Setelah mendapatkan pengobatan dari bidan, pasien mengalami perbaikan. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mencret-mencret. Buang air besar cair terjadi lebih kurang tujuh kali dalam satu hari, terdapat ampas berwarna kekuningan, terdapat lendir sedikit, tidak disertai darah, dan tidak berbau khas. Jumlah mencret tidak diketahui karena pasien menggunakan pampers. Menurut ibu pasien, perut pasien terlihat kembung. Selama mecret pasien selalu merasa haus. Ibu pasien merasa pasien sering menangis selama sakit. Kemudian pasien dibawa ke instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun. Dua hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan muntah-muntah sudah mengalami perbaikan. Namun pasien mengalami demam 3 hari sebelum masuk rumah sakit, tidak mengalami kejang, keluahan batuk dan pilek tidak ada. Sejak sakit, ibu pasien mengatakan buang air kecil pasien sedikit. 3. Riwayat Penyakit Dahulu sebelumnya pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini. 4. Riwayat Pribadi Selama masa kehamilan, ibu pasien rutin memeriksakan kondisi kehamilan ke bidan. Kunjungan ke bidan selama kehamilan lebih dari lima kali. Persalinan secara spontan. Usia kehamilan saat itu Sembilan bulan, berat badan lahir 3000 gram, tetapi ibu tidak ingat berapa panjang

badan lahir. Pasca persalinan, bayi langsung menangis, tidak ditemukan tanda-tanda asfiksia dan kelainan bawaan. 5. Riwayat Makanan Menurut keterangan ibu, pada usia 0 sampai 6 bulan pasien diberi ASI

sesuai keinginan bayi. Setelah mencapai usia 6 sampai 10 bulan, ibu memberikan ASI ditambah bubur susu 1 kali mangkuk kecil, nasi tim 1 kali mangkuk kecil. Memasuki usia 10 sampai 12 bulan, ibu memberikan ASI ditambah PASI berupa SGM 2 kali sebanyak 200 cc, nasi tim tiga kali, dan buah satu kali. Setelah usia 1 tahun sampai sekarang, ibu sudah tidak memberikan ASI dan diganti dengan PASI berupa SGM 2 kali sebanyak 200cc, ditambah menu keluarga berupa nasi 3 kali sebanyak 1 piring kecil, ditambah sayur, lauk yang terdiri dari satu potong ikan, atau daging, atau telur, atau ayam, atau tempe dengan porsi makan - piring. Kadang-kadang pasien mengkonsumsi jajanan warung sesuai keinginan anak.

6. Riwayat Perkembangan Menurut keterangan ibu, pasien pada usia 3 bulan sudah mulai bisa mengoceh spontan dan mengangkat kepala. Pada usia 5 bulan pasien sudah dapat berbalik dari telungkup ke telentang tanpa bantuan. Pada usia 9 bulan pasien mulai merangkak dan belajar berdiri dengan cara berpegang pada kursi atau meja. Pada usia 12 bulan pasien dapat berjalan dengan bantuan.

7. Riwayat Imunisasi Anak mulai mendapat vaksinasi BCG sehari setelah lahir. Pada saat pulang ke rumah pasien diberikan vaksinasi polio 1. Pada umur 2 bulan anak mendapat vaksinasi DPT 1 dan Polio 2. Pada umur 4 bulan anak mendapat DPT 2 dan Polio 3 dan pada umur 6 bulan anak mendapat vaksinasi DPT 3. Vaksinasi campak diberikan pada usia 9 bulan. Dari keterangan ibu pasien, anak mendapatkan vaksinasi lengkap.

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Pemeriksaan Umum Pasien datang dengan keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran kompos mentis, tanda vital pasien, nadi 134 x/menit, nadi teratur, dan isi cukup, suhu 37,80C, dan pernapasan 32 x / menit. Status gizi pada pasien ini dilihat dari berat badan 8,9 kg dan tinggi badan 70 cm, badan terlihat kurus, tidak tampak edema. Berdasarkan kurva CDC BB/U: 8,9 / 10,9 x 100% = 81,6%, TB/U : 70 / 79,4 x 100% = 88,1%, BB/TB: 8,9 / 10,9 x 100% = 81,6%. Kesimpulan status gizi pasien ini adalah gizi kurang. 2. Pemeriksaan Khusus Kulit pasien berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak tampak ikterus, dan tidak ada petechiae. Bentuk kepala normal, rambut hitam, tidak mudah dicabut. Mata bentuk normal, palpebra inferior tidak cekung, kedudukan bola mata dan alis mata simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat isokor diameter 3

mm, refleks cahaya positif. Telinga bentuk normal, simetris kanan dan kiri, liang telinga luar lapang, dan tidak tampak serumen. Bentuk hidung simetris, deviasi septum tidak ada, sekret tidak ada. Mulut bentuk tidak ada kelainan, bibir tampak kering, sianosis tidak ada, tidak ada tremor, tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, gusi tidak ada edema, insisivus I atas dan bawah sudah terlihat, tidak ada karies. Leher tidak ada kelainan, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, trakea di tengah, tidak ada kaku kuduk. Pada pemeriksaan thoraks, didapatkan inspeksi bentuk dada normal, simetris keadaan statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi sela iga dan suprasternal. Pada palpasi krepitasi (-), fraktur (-), massa (-). Pada perkusi terdengar sonor pada kedua lapang paru. Sedangkan pada auskultasi suara napas terdengar vesikuler, tanpa ronki, tanpa mengi. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis. Pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Pada perkusi terdengar redup, sedangkan pada auskultasi terdengar bunyi jantung I - II reguler, tidak ada bunyi jantung tambahan. Pada pemeriksaan abdomen, didapatkan inspeksi simetris datar, tidak tampak gambaran vena kolateral. Pada palpasi teraba supel, tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba adanya pembesaran hepar maupun lien. Pada perkusi terdengar timpani di seluruh lapang abdomen. Pada auskultasi terdengar bising usus dalam frekuensi normal. Pada pemeriksaan genitalia eksterna, tampak jenis kelamin pasien lakilaki, tidak ditemukan eritema perianal. Sedangkan pada pemeriksaan

ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik. IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pada pemeriksaan laboratorium hematologi tanggal 2 November 2011 didapatkan kadar Leukosit 16.500 l, Limfosit 7.400 l , Monosit 2.800 l, Granulosit 6.400 l, Limfosit 44,6%, Monosit 16,7%, Granulosit 36,7%, Eritrosit 4.33 x 106 l, Haemoglobin 9,9 g/dl, Hematokrit 30,2 %, MCV 69,7 m3 ,MCH 22,9 pg, MCHC 32,8 g/dl, Trombosit 352 103/l. Pemeriksaan feses rutin ditemukan warna kehijauan, konsistensi cair, lendir (-),darah (-), pus (-), amuba (-), telur cacing (-), leukosit (-), eritrosit (-). V. RESUME Pasien anak laki-laki, usia 15 bulan, datang ke instalasi gawat darurat RSUD Arjawinangun pada tanggal 2 November 2011 dengan keluhan diare sejak dua hari yang lalu, perut tampak kembung, tampak haus, demam, tidak ada kejang, buang air kecil sedikit, riwayat muntah diakui. Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran kompos mentis, nadi 134 kali per menit, respirasi 32 kali per menit, suhu aksila 37,8OC. Berat badan 8,9 kg, panjang badan 70 cm. Pada pemeriksaan status gizi didapatkan kesan kurang. Pada pemeriksaan khusus ditemukan ubun-ubun besar tidak cekung, kelopak mata tidak cekung, bibir tampak kering, tidak ada nyeri tekan abdomen, bising usus positif normal, turgor kulit baik, Capillary Refill Time < 2 detik.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan leukositosis, anemia mikrositik hipokrom. Pada pemeriksaaan feses rutin warna kehijauan, lendir dan darah negatif.

VI. DIAGNOSIS KERJA Diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan sedang VII. DIAGNOSIS BANDING Diare akut et causa infeksi bakteri VIII. RENCANA PENATALAKSANAAN 1. Rencana pemeriksaan Rencana pemeriksaan yang dipilih untuk membantu menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding adalah pemeriksaan kultur feses. Pemeriksaan kadar elekrolit bertujuan untuk menilai apakah sudah terjadi gangguan elektrolit yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi. 2. Rencana Terapi Terapi non medikamentosa pada kasus ini adalah pemberian diet lunak 1090 kal, edukasi kebersihan makanan dan pola makan anak. Terapi medikamentosa yang dipilih pada kasus ini, yaitu penggantian dan pememenuhan kebutuhan cairan dengan pemberian Intravena berupa KAEN 3B sebanyak 1600 cc/ hari dengan 16 tetes per menit menggunakan tetesan makro. Antibiotik yang dipilih adalah Sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena. Analgetik dan antipiretik yang dipilih adalah

metamizole natrium 2 x 100 mg intravena. Pemberian Zinc 1 x 20 mg per hari. Selain itu pasien juga diberi probiotik L Bio 2 x 1 bungkus sehari.

IX. PROGNOSIS Prognosis pada pasien ini pada quo ad vitam adalah bonam, untuk quo ad fungsionam adalah bonam, dan untuk quo ad sanationam adalah bonam.

10

X.

PEMANTAUAN Tanggal 2 November 2011 Pasien masih mencret 3 kali dalam satu hari, keluhan demam juga masih dirasakan. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi 130 kali per menit dengan pernapasan 28 kali per menit dan suhu aksila 37,8oC. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna lakilaki, tidak ada eritema perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan sedang.

11

Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1600 cc/hari dengan jumlah tetesan 16 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 sachet.

Tanggal 3 November 2011 Pasien masih mencret 2 kali dalam satu hari, keluhan demam sudah tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi 132 kali per menit dengan pernapasan 26 kali per menit dan suhu aksila 37,3oC. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna laki-laki, tidak ada eritema

12

perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan. Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1400 cc/hari dengan jumlah tetesan 14 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 bungkus.

Tanggal 4 November 2011 Pasien masih mencret 2 kali dalam satu hari, keluhan demam sudah tidak ada. Pemeriksaan fisik didapatkan, keadaan umum pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan, nadi 128 kali per menit dengan pernapasan 27 kali per menit dan suhu aksila 37oC. pemeriksaan khusus didapatkan, kulit berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak ditemukan adanya petichiae, ikterik tidak ada. Bentuk kepala normosefal, ubun-ubun besar datar. Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, dan kelopak mata tidak cekung. Kelenjar getah bening leher tidak membesar. Pemeriksaan paru-paru, inspeksi tampak bentuk normal, simetris dalam keadaan statis dan dinamis. Palpasi tidak ditemukan krepitasi, tidak teraba massa. Perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru. Auskultasi terdengar suara napas vesikuler, ronki tidak ada, mengi tidak ada. Pemeriksaan jantung pada inspeksi tidak tampak pulsasi iktus kordis, pada palpasi teraba pulsasi iktus kordis. Perkusi terdengar suara redup. Auskultasi bunyi jantung satu dan dua reguler, tidak terdengar suara murmur dan gallop. Pemeriksaan abdomen inspeksi simetris datar. palpasi teraba

13

supel, tidak ada nyeri tekan. Perkusi terdengar suara timpani dan pada auskultasi terdengar bising usus normal. Genitalia eksterna laki-laki, tidak ada eritema perianal. Pada pemeriksaan ekstremitas akral teraba hangat, tidak ada deformitas, tidak ada edema. Diagnosis kerja diare akut et causa Suspect infeksi virus dengan dehidrasi ringan. Pasien ini diberikan IVFD KAEN 1B 1400 cc/hari dengan jumlah tetesan 14 tetes per menit makro, antibiotik sefotaxim 3 x 450 mg secara intravena, Metamizole natrium 2 x 100 mg intravena, Zink 1 x 20 mg, dan L-Bio 2 x 1 bungkus.

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN 1, 6 Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit utama pada bayi dan anak di indonesia. Dari daftar urutan penyebab kunjungan Puskesmas / Balai pengobatan, diare hampir selalu termasuk dalam 3 penyebab utama bagi masyarakat berkunjung ke Puskesmas. Angka kesakitannya cukup tinggi setiap tahunnya. Prevalensi yang cukup tinggi dari penyakit yang dapat menular secara fekal - oral ini merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, tidak adanya sarana MCK, higene perorangan dan lingkungan yang buruk, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Bila tidak ditangani dengan baik, diare memungkinkan penderita mengalami dehidrasi ringan sampai berat, akibat hilangnya cairan tubuh dan terganggunya keseimbangan elektrolit dalam tubuh.

II.

DEFINISI 1, 4, 6, 7, 9 Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Pada neonatus disebut diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali. Sedangkan pada bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak disebut menderita diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyakit diare bisa sembuh sendiri (self limiting disease) dan hanya 10% yang berlanjut sampai 14 hari.

15

Berdasarkan patofisiologinya, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronis. Diare akut didefinisikan secara konsepsional sebagai suatu keadaan serangan diare tiba-tiba yang segera berangsur-angsur menyembuh pada seseorang yang sebelumnya sehat dari beberapa jam sampai 14 hari. Sedangkan Diare kronis adalah merupakan suatu keadaan bertambahnya kekerapan dan keenceran tinja yang dapat berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-bulan baik secara terus menerus atau berulang, dapat berupa gejala fungsional atau akibat suatu penyakit berat.

III. EPIDEMIOLOGI 1, 5, 6 Diare akut masih merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak-anak di berbagai negara yang sedang berkembang, setiap tahun diperkirakan lebih dari satu milyar kasus diare didunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Di negara-negara berkembang diare masih merupakan penyebab penting kematian pada anak-anak. Kombinasi paparan lingkungan yang patogenik, diet yang tidak memadai, malnutrisi menunjang timbulnya kesakitan dan kematian karena diare. Misnadiarly menyebutkan bahwa diare masih saja menjadi masalah kesehatan di Indonesia, dapat terjadi pada anakanak, dewasa turis atau wisatawan asing maupun domestik. Diare pada turis dan anak sekolah tentunya sangat erat kaitannya dengan pencemaran air dan makanan di restoran, kantin, maupun makanan yang dijajakan dijalanan. Sampai dengan tahun 1985 penyakit diare masih menempati urutan pertama dari kematian di

16

Indonesia terutama pada golongan bayi dan balita bahkan mencapai sekitar 350 ribu anak per tahun. Pada tahun 1992 diare tidak lagi menempati urutan pertama dari penyebab kematian di Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan karena perbaikan kesehatan lingkungan serta perorangan dan mungkin pula karena meningkatnya penggunaan oralit dalam penanganan diare akut oleh masyarakat. Penyakit diare, baik di rumah sakit maupun di masyarakat pada saat ini sudah dianggap tidak merupakan masalah lagi. Anggapan di perkuat dengan kenyataan bahwa penderita diare yang dirawat di rumah sakit dari tahun ke tahun selalu menurun terus demikian pula halnya di masyarakat mortalitas diare yang pada awal tahun 1970-an masih sebesar 40-50% pada tahun 1992 menurun menjadi 8%, sedangkan morbiditas diare dimasyarakat yang pada tahun 1970-an sebesar 430 per 1000 penduduk, pada tahun 1992 menurun menjadi 195 per 1000 penduduk. Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Di laboratorium ilmu kesehatan anak RSUD Dr.Soetomo pada tahun 1996 didapatkan 871 penderita diare yang dirawat dengan dehidrasi ringan 5%, dehidrasi sedang 7,1% dan dehidrasi berat 23%. Tahun 2000 terdapat 1160 penderita diare yang dirawat dengan 227 (19,56%) dehidrasi ringan, 668 (57,59%) dehidrasi sedang, 116 (10%), dehidrasi berat 35 (3,01%) penderita yang meninggal karena dehidrasi. Diare ISPA dan penyakit-penyakit yang dapat

17

dicegah dengan imunisasi merupakan tiga penyebab utama kematian pada golongan umur balita. Penyakit ini ditularkan secara fekal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar, sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori sehingga daya tahan tubuh menurun. Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare diantaranya adalah faktor lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku masyarakat. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol susu dan dot susu, maupun kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah berusia 4-6 bulan, faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan faktor perilaku orang tua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau membuang tinja anak. Semua faktor yang tersebut di atas terkait erat dengan faktor ekonomi masingmasing keluarga.

IV. ETIOLOGI 1, 6, 8, 10 Penyebab diare diantaranya adalah: 1. Faktor infeksi a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi enteral ini meliputi :

18

i. Infeksi

bakteri:

Vibrio,

E.coli,

Salmonella,

Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. ii. Infeksi virus: Entero virus (Virus ECHO, Coxsackie,

Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. iii. Infestasi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

Strongyloides), Protozoa (Entamoeba histolycia, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). b. Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. 2. Faktor malabsorbsi a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa. b. Malabsorbsi lemak c. Malabsorbsi protein 3. Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan 4. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang, dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

19

V.

PATOGENESIS 1, 8, 9 Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah : 1. Diare Osmotik Terjadi akibat peningkatan tekanan onkotik intraluminal yang diakibatkan oleh cairan yang tidak dapat diserap, sehingga terjadi peningkatan volume cairan dalam saluran pencernaan (usus halus); biasanya dapat dikurangi dengan berpuasa, perbedaan tekanan osmolar tinja > 40. Disebabkan oleh : defisiensi disakaridase, insufisiensi pankreas, pertumbuhan koloni bakteri yang meningkat pesat, intake laktulosa atau sorbitol dan tropical sprue. 2. Diare Sekretorik Sekresi ion yang aktif menyebabkan hilangnya cairan obligat; diare yang terjadi biasanya memiliki ciri-ciri BAB yang cair, tidak terpengaruh dengan berpuasa, adanya peningkatan Na+ dan K+ dalam tinja. Disebabkan oleh infeksi virus (rotavirus), infeksi bakteri (kolera, Entamoeba coli enterotoksigenik, Escherichia coli, Staphilococcus aureus), protozoa (Giardia, Isospora, Cryptosporidium (kelainan yang berhubungan dengan AIDS (termasuk mikobakteri), obat-obatan (teofilin, kolkisin, prostaglandin, diurektik). 3. Diare Eksudatif Inflamasi, nekrosis dan kerusakan mukosa dari koloni saluran pencernaan adalah akibat dari pelepasan prostoglandia oleh sel-sel inflamasi menyebabkan diare yang bersifat sekretorik. Tinja mengandung

20

sel PMN (Poli Morfonuklear) dan darah dalam jumlah yang banyak (Gross Blood). Penyebab mekanisme ini yaitu : infeksi bakteri (Campilobakter, Salmonella, Shigella, Yersinia, E. coli) : parasit (Entamoeba histolytica), penyakit crohn, iskemik intestinal. 4. Diare akibat Gangguan Motilitas Intestinal Gangguan dari kontrol dan koordinasi intestinal untuk melakukan motilitas menyebabkan diare; dengan ciri-ciri BAB pada kasus diare ini memiliki rentang waktu yang teratur, atau disertai dengan konstipasi. Penyebabnya berupa penyakit Diabetes Melitus (DM), insufisiensi adrenal, hipertiroid, penyakit vaskular kolagen, antibiotik (eritromisin). 5. Diare akibat Berkurangnya Permukaan Absorpsi Terjadi biasanya akibat tindakan manipulasi bedah (reseksi usus yang luas) sehingga menyebabkan kurangnya permukaan absorpsi untuk lemak dan karbohidrat, cairan dan elektrolit; dapat pula terjadi spontan karena fistula enteroenterik. Patogenesis diare akut 1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung 2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus 3. Oleh jasad renik, dikeluarkan toksin diaregenik 4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare

21

VI. PATOFISIOLOGI 1, 8 Akibat dari terjadinya diare akut maupun kronik adalah : 1. Kehilangan cairan ( Dehidrasi ) Gejala dehidrasi akan terlihat jika tubuh kehilangan cairan sebanyak 45% berat badan. Tanda-tanda dehidrasi yaitu: rasa haus, menurunnya turgor kulit, mata cekung, pada bayi ubun-ubun besar (UUB) cekung, oliguria kemudian anuria, hipotensi, takikardi dan menurunnya kesadaran. Bila kekurangan cairan mencapai 10% atau lebih, penderita akan jatuh ke dalam dehidrasi berat dan bila berlanjut dapat terjadi syok dan kematian. 2. Gangguan keseimbangan asam - basa (asidosis metabolik) Asidosis metabolik terjadi karena : a. b. c. Hilangnya Natrium bikarbonat bersama tinja Terjadi penimbunan asam laktat karena anoksia jaringan Adanya ketosis kelaparan. Karena metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda keton tertimbun dalam tubuh d. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oligouria/anuria) e. Pemindahan ion Natrium dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler 3. Hipoglikemia Hipoglikemia terjadi karena penyimpanan glikogen dalam hati terganggu dan adanya gangguan absorbsi glukosa (jarang terjadi). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah turun hingga 40 mg% pada

22

anak-anak. Gejalanya dapat berupa: lemas, apatis, peka rangsang, tremor, berkeringat, pucat, syok, kejang, sampai koma. Hipoglikemia perlu dipikirkan apabila terjadi kejang secara tiba-tiba tanpa adanya demam atau penyakit penyerta yang lain. 4. Gangguan Gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat. 5. Gangguan Sirkulasi Renjatan hipovolemik akibat gangguan sirkulasi darah, dapat terjadi akibat diare dengan/ tanpa muntah. Renjatan ini akan mengakibatkan perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, perdarahan dalam otak, kesadaran menurun (soporokoma) dan ini akan berakibat pada kematian jika penderita tidak segera ditolong.

VII. MANIFESTASI KLINIS 1, 4, 6, 7, 8 Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet krena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat

23

gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik. Jumlah dan konsistensi feses berkaitan dengan prognosis episode diare. Frekuensi buang air besar yang lebih dari delapan kali per hari merupakan faktor risiko terjadinya dehidrasi. Muntah pada penderita diare bisa mendahului timbulnya diare sampai 48 jam, tetapi gejala muntah juga menghilang lebih cepat 12-48 jam setelah diare timbul. Muntah-muntah yang hebat dan berulang-ulang akan menyebabkan hilangnya H dan Cl yang manifestasi sebagai alkalosis metabolik yang dapat menyebabkan Cardiac arrest. Frekuensi muntah lebih dari dua kali per hari merupakan faktor risiko terjadinya dehidrasi. Patofisiologi Yang Mendasari Manifestasi Klinik Dehidrasi Dehidrasi disebabkan : 1. Intake kurang a. Minuman kurang b. Anoreksia c. Hipodipsi karena fungsi hipotalamus terganggu 2. Pengeluaran meningkat a. Keringat banyak atau insensible loss meningkat (hiperventilasi, panas tinggi, kistik fibrosis) Osmotik diuresis renal loss, diabetes

24

b. Non osmotik : diabetes insipidus defisiensi ADH, penyakit ginjal kronis c. Kehilangan natrium : Na losing nephropathy, pemakaian diuretika d. Kehilangan melalui saluran pencernaan : diare, ileostomi, muntah, fistula Gejala dehidrasi : 1. Menurut kehilangan berat badan a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2.% b. Dehidrasi ringan, bila terjadi penurunan berat badan 2. - 5% c. Dehidrasi sedang, bila terjadi penurunan berat badan 5-10% d. Dehidrasi berat, bila terjadi penurunan berat badan 10% 2. Menurut Skor Maurice King (1974)
Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 1 2 Sehat Gelisah, lekas marah, Mengigau, koma/ apatis, mengantuk syok (lungkai) Normal Sedikit kurang Sangat kurang Normal Sedikit kurang Sangat kurang Normal Sedikit kurang Sangat cekung Normal Kering Kering dan sianosis < 120 x/ menit 120-140 x/menit >140 x/menit

Turgor kulit Mata Ubun-ubun Mulut Denyut nadi

Catatan : a. Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan telunjuk selama 30-60 detik, kemudian di lepas. 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)

1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang) 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

b. Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan derajat dehidrasinya : Jika mendapat nilai 0-2 : dehidrasi ringan 25

Jika mendapati nilai 3-6 : dehidrasi sedang Jika mendapat nilai 7-12 : dehdirasi berat (nilai/gejala tersebut adalah gejala/nilai yang terlihat pada dehidrasi istotonik dan hipotonik dan keadaan dehidrasi yang paling banyak terdapat, masing-masing 77,8% dan 9,5%). c. Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya/frekuensi kencing. 3. Menurut WHO
Klasifikasi Dehidrasi Berat Tanda-tanda atau gejala Terdapat dua atau lebih dari tanda di bawah ini: Letargis/ tidak sadar Mata cekung Tidak bisa minum atau malas minum Cubitan kulit perut kembali sangat lambat Terdapat dua atau lebih tanda di bawah ini: Rewel, gelisah Mata cekung Minum dengan lahap, haus Cubitan kulit kembali lambat Tidak terdapat cukup tanda untuk diklasifikasikan sebagai dehidrasi ringan atau berat

Dehidrasi ringan/sedang

Tanpa dehidrasi

4.

Menurut tonisitas darah/banyak sedikitnya natrium yang hilang, dehidrasi dapat dibagi atas : a. Dehidrasi isotonik Bila kadar Na dalam plasma antara 131-150 mEq/L b. Dehidrasi hipotonik Bila kadar Na plasma < 131 mEq/L c. Dehidrasi hipertonik Bila kadar Na plasma > 150 mEq/L 26

Klinis Dehidrasi Kehilangan cairan tubuh (air) (volume deficit) 1. Kehilangan turgor kulit 2. Denyut nadi lemah/tiada 3. Tekanan darah rendah 4. Takikardia 5. Mata cekung 6. Ubun-ubun besar cekung 7. Suara parau 8. Kulit dingin 9. Sianosis (jari-jari) 10. Bibir, mulut, selaput lendir kering 11. Oliguri, anuria-uraemia 12. Haus 13. Air mata (-) 14. Kesadaran menurun Kehilangan elektrolit-elektrolit tubuh (electrolytes and other deficits) 1. Defisiensi bikarbonat/asidosis a. Muntah-muntah b. Pernafasan cepat dan dalam c. Cardiac reserve menurun d. Defisiensi kalium intrasel

27

2. Defisiensi Kalium a. Kelemahan otot-otot b. Ileus paralitik (distensi abdomen) c. Cardiac arrhytmia-cardiac arrest 3. Hipoglikemia (sering terjadi pada anak-anak malnourished dan bayi-bayi kecil) Simtomatik, gejala klinis dan sifat tinja penderita diare akut karena infeksi usus.

VIII. KOMPLIKASI 1, 2 Kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat mengakibatkan beberapa komplikasi diantaranya : 1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik) 2. Renjatan hipovolemik 3. Hipokalemia, dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahan pada ECG 4. Hipoglikemia 5. Intoleransi Laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim Laktase karena kekurangan vili mukosa usus halus kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan

28

IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1, 4, 8 Pemeriksaan laboratorium penting dalam menegakkan diagnosis (kausal) yang tepat sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah: 1. Pemeriksaan tinja a. Makroskopis dan mikroskopis b. pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula c. Biakan kuman dan uji resistensi (bila perlu) d. Analisa telur, parasit dan Antigen Giardia 2. Pemeriksaan darah a. Darah lengkap b. pH, cadangan akali dan elektrolit untuk menentukan keseimbangan asam basa (lebih tepat dengan ASTRUP) c. Kadar uerum-kreatinin untuk mengetahui fungsi ginjal 3. Duodenal intubation Untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif (terutama pada diare kronik) 4. Lain-lain a. Rotavirus stool enzyme immunoassay test Pada sebagian besar kasus tanpa dehidrasi atau dengan dehidrasi ringan tidak diperlukan pemeriksaan penunjang. Pada dehidrasi berat perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit serum, nitrogen urea, kadar gula

29

darah sewaktu dan AGD. Pemeriksaan virologik dan mikrobiologik perlu dilakukan hanya bila hasilnya dapat digunakan untuk mengganti tatalaksana. Diagnosis Intoleransi Glukosa 1. Pemeriksaan reducing substance Clinitest yang digunakan untuk pemeriksaan urin dapat dipakai juga untuk pemeriksaan adanya gula dalam tinja. Spesimen tinja yang berair harus secepatnya diperiksa. Dalam 24 gelas tabung Ames diteteskan 10 tetes air, kemudian 5 tetes cairan tinja. Tambahakan 1 tablet clinitest. Baca sesudah 60 detik dan cocokan dengan warna standar. Biru berarti gula negatif, kuning tua berarti positif sekali (++++ atau 2%). Antara biru dan kuning terdapat variasi warna hijau kekuning-kuningan yang menunjukkan + (1/2 %), ++ (3/4 %), +++ (1%). Lebih dari . % berarti abnormal. 2. Pemeriksaan pH tinja 3. Bila terdapat intoleransi gula, pH cairan tinja hampir selalu <6 dan biasanya di bawah 5,5. Sebagai pemeriksaan penyaring, dilakukan pemeriksaan pH dalam kombinasi dengan clinitest.

X.

PENATALAKSANAAN 2, 3, 4, 5 Dalam garis besarnya pengobatan diare dapat dibagi dalam : 1. Pengobatan kausal 2. Pengobatan simtomatik 3. Pengobatan cairan

30

4. Pengobatan dietetik 1. Pengobatan kausal Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah kita mengetahui penyebabnya yang pasti. Jika kausa diare ini penyakit parenteral, diberikan antibiotik sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parenteral, sebenarnya dapat ditemukan bakteri pathogen. Karena pemeriksaan untuk menemukan bakteri ini kadang-kadang sulit atau hasil pemeriksaan datang terlambat, antibiotika dapat diberikan dengan memperhatikan umur penderita, perjalanan penyakit, sifat tinja dan sebagainya. Pada penderita diare antibiotika hanya boleh diberikan kalau: a. Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan

b. Pada pemeriksaan makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja c. Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong infeksi enteral

d. Di daerah endemik kolera (diberi tetrasiklin) e. Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nosokomial

2. Pengobatan Simptomatik a. Obat-obat anti diare: Obat-obat yang berkhasiat menghentikan diare secara cepat seperti antispasmodic/spasmolitik atau opium (papaverin, ekstraktum Belladona, loperamid, kodein, dan sebagainya) justru akan memperburuk keadaan karena akan menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan terjadinya perlipatgandaan (overgrowth) baktri,

gangguan digesti dan absorpsi. Obat-obat ini hanya berkhasiat untuk menghentikan peristaltik saja, tetapi justru akibatnya sangat berbahaya

31

karena baik si pemberi obat maupun penderita akan terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat yang akhirnya dapat berakibat fatal untuk penderita. b. Adsorbents : Obat-obat adsorbents seperti kaolin, pektin, charcoal (norit, tabonal), bismuth subbikarbonat dan sebagainya, telah dibuktikan tidak ada manfaatnya. c. Stimulan : obat-obat stimulans seperti adrenalin, nikotinamide dan sebagainya tidak akan memperbaiki renjatan atau dehidrasi karena penyebab dehidrasi ini adalah karena kehilangan cairan (hipovolemik syok) sehingga pengobatan yang paling tepat adalah pemberian cairan secepatnya. d. Antilemetik : Obat antilemetik seperti chlorpromazine (largectil) terbukti selain mencegah muntah juga dapat mengurangi sekresi dan kehilangan cairan bersama tinja. Pemberian dalam dosis adekuat (sampai dengan 1 mg/kgBB/hari) kiranya cukup bermanfaat. e. Antipiretik : Obat antipiretik seperti preparat salisilat (asetosal, aspirin) dalam dosis rendah (25 mg/tahun/kali) ternyata selain berguna untuk menurunkan panas yang terjadi sebagai akibat dehidrasi atau panas karena infeksi penyerta, juga mengurangi sekresi cairan yang keluar bersama tinja. 3. Pengobatan cairan Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti (terapi rumatan). Untuk menentukan jumlah cairan

32

yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Jumlah cairan : Jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan : 1. Jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/atau muntah (Previous water losses =PWL) ditambah dengan 2. Banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernapasan (Normal water losses = NWL) ditambah dengan 3. Banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung (Concomitant water losses = CWL) Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing-masing anak atau golongan umur.

33

BAB IV PEMBAHASAN

1. Klinis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diperoleh informasi, yaitu: a. Keluhan utama berupa mencret/ diare dengan frekuensi lebih dari 7 kali dalam satu hari dan buang air besar dengan konsistensi cair, dengan berdasarkan pengertian dari WHO bahwa diare akut merupakan buang air besar cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari, atau lebih. b. Pada anamnesis ditemukan tanda-tanda dehidrasi ringan sedang, yaitu pasien merasa haus dan selalu menetek pada ibu, pasien selalu menangis, dan buang air kecil yang sedikit. Berdasarkan kriteria WHO tanda-tanda tersebut memenuhi. Pada pemeriksaan fisik diperoleh informasi, yaitu: a. Turgor kulit cukup baik, kelopak mata tidak cekung, bibir tampak kering, dan capillary refill time < 2 detik. Berdasarkan kriteria WHO tanda-tanda di atas memenuhi. Menurut skor maurice king pada pasien ini diperoleh skor 3 yang mendukung kearah dehidrasi ringan sedang. b. Dari data laboratorium feses rutin didapatkan konsistensi feses yang cair. Terjadi leukositosis yang menandakan adanya suatu infeksi akut, dimana penyebab diare terbanyak pada anak adalah infeksi usus. 34

2. Epidemiologi Pasien adalah anak berumur 1 tahun 3 bulan merupakan usia yang rentan untuk terjadi diare akut. Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia, menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,6 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Di laboratorium ilmu kesehatan anak RSUD Dr. Soetomo pada tahun 1996 didapatkan 871 penderita diare yang dirawat dengan dehidrasi ringan 5%, dehidrasi sedang 7,1% dan dehidrasi berat 23%. Tahun 2000 terdapat 1160 penderita diare yang dirawat dengan 227 (19,56%) dehidrasi ringan, 668 (57,59%) dehidrasi sedang, 116 (10%), dehidrasi berat 35 (3,01%) penderita yang meninggal karena dehidrasi. Dari data tersebut menunjukkan ada kesesuaian antara usia pasien dengan usia kejadian diare pada balita dan anak di Indonesia. 3. Etiologi Pada kasus ini penegakan diagnosis kerja berdasarkan teori yang mengatakan pada usia balita dan anak-anak terutama usia di bawah 2 tahun faktor infeksi terutama infeksi oleh virus merupakan penyebab tersering dari kejadian diare akut baik secara enteral maupun parenteral. Malabsorbsi dapat merupakan faktor lain yang menyebabkan diare akut namun kejadian diare pda malabsorpsi terjadi pada awal-awal kehidupan bayi dan selalu ditandai kondisi atopi di keluarga.

35

4. Derajat Kejadian diare akut dapat diikuti oleh kondisi dehidrasi. Pada kasus ini diagnosis kerja adalah diare akut dengan dehidrasi ringan sedang. Dasar penegakan diagnosis kerja ini merujuk pada skor Maurice King maupun kriteria WHO yang pada akhirnya dari kriteria yang ada menunjukkan ke arah dehidrasi ringan sedang. 5. Terapi Pada kasus diare akut dengan dehidrasi ringan sedang yang kemungkinan disebabkan oleh virus tetap diberikan terapi antibiotik dalam hali ini dipilih Cefotaxime dengan dosis 3 x 450 mg secara intavena. Pada kasus diare akut yang disebabkan oleh infeksi virus, penggunaan antibiotik tidak memiliki arti penting bahkan hal ini dapat menyebabkan resistensi terhadap antibiotik dan pada umumnya diare akibat infeksi virus dapat sembuh dengan sendiri. Jadi seharusnya tidak diberikan antibiotik selain tujuan yang tidak tepat juga perlu dipikirkan dari segi biaya antibiotik bukan termasuk obat murah. 6. Komplikasi Pada kasus ini pencegahan atau penangan komplikasi seperti

hipoglikemia, hiponatremia, dan hipokalemia diatasi dengan pemberian infus cairan KAEN 3B dengan tujuan agar anak tidak jatuh dalam kondisi gangguan elektrolit meskipun pemeriksaan elektrolit belum dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kehilangan elektrolit dari diare dan muntah yang terjadi.

36

7. Prognosis Angka kesakitan dan kematian pada diare akut dengan dehidrasi ringan sedang dapat dikatakan tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan diare akut dengan dehidrasi berat. Angka kekambuhan bergantung pada tingkat higiene pasien dimana peran orang tua dalam mengawasi pola makan dan kebersihan makanan anak sangat berpengaruh. Pada kasus ini prognosis secara vitam dan fungsionam adalah bonam.

37

BAB V KESIMPULAN

Diare adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Pada neonatus disebut diare bila frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali. Sedangkan pada bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak disebut menderita diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali. Penyakit diare bisa sembuh sendiri (self limiting disease) dan hanya 10% yang berlanjut sampai 14 hari. Penyebab diare diantaranya adalah Infeksi enteral maupun parenteral yangdiakibatkan oleh bakteri maupun virus. Pada kebanyakan kasus diare akut pada anak-anak penyebab utama adalah infeksi virus yang bersifat self limiting disease. Selain infeksi, penyebab terjadinya diare akut pada anak adalah intoleransi laktosa dimana enzim laktase tidak diproduksi. Pada kasus ini penyebab utama terjadinya diare adalah infeksi virus yang ditandai dengan peningkatan limfosit pada pemeriksaan darah rutin, tidak ditemukannya bakteri pada pemeriksaan feses rutin dan tidak adanya ditemukan darah dan lendir yang merupakan petanda adanya infeksi bakteri. Oleh karena penyebab diare akut pada pasien ini adalah virus maka pemberian antibiotik pada kasus ini tidak tepat.

38

DAFTAR PUSTAKA

1.

Berhman RE, Kliegman, Jenson. Gastroenteritis dalam Nelson Text book of Pediatrics 17th Edition. W.B Saunders Company, Philadelphia. 2004.

2.

Behrman, Kliegman, Jenson. Fluid and Electrolyte Treatment of Spesifik Disorders dalam Nelson Text Book of Pediatrics; 17th edition. W.B Saunders Company, Philadelphia. 2004.

3. 4.

Grabber MA. Terapi Cairan, Elekrolit, Dan Metabolik. Farmedia, Jakarta. 2003. Garna H, Nataprawira HMD. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. 2005.

5.

Hardiono P, Hadinegoro SR, Fimanda D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. IDAI. Edisi: 1. Jakarta: 2004.

6.

Markum A.H, Ismael S, Alatas H, dkk Buku Ajar ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Jakarta 2002.

7. 8.

Matondang C. Diagnosis Fisik pada Anak. CV Sagung Seto, Jakarta. 2003. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2007.

9.

Staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Panduan Pelayanan Medis. Jakarta. 2005.

10. Satuan Tugas Imunisasi PP IDAI. Panduan Imunisasi Anak. Badan Penerbit IDAI, Jakarta. 2011.

39

Anda mungkin juga menyukai