Anda di halaman 1dari 26

CRS (Clinical Report Session)

*Kepanitraan Klinik Senior/G1A218036


** Pembimbing

FARINGITIS AKUT

Oleh:
Khoirunnisa Sarabayan Pazka
G1A218036

Pembimbing
dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU THT-KL


RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020

HALAMAN PENGESAHAN

1
CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

FARINGITS AKUT

Disusun Oleh :
Khoirunnisa Sarabayan Pazka
G1A218036

Kepaniteraan Klinik Senior


Bagian/SMF THT-KL RSUD Raden Mattaher
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada Oktober 2020

Pembimbing

dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL

2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Clinical Report
Session yang berjudul “FARINGITIS AKUT” sebagai kelengkapan persyaratan
dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu THT-KL di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Angga Pramuja, Sp.THT-KL
yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis
selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu THT-KL di Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat
diharapkan guna kesempurnaan laporan CRS ini, sehingga dapat bermanfaat bagi
penulis dan para pembaca.

Jambi, Maret 2020

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke


jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan tonsilitis,
rinitis dan laringitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di
daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih
memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.1
Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi saluran
pernafasan atas, termasuk faringitis akut, dijumpa 200 kunjungan ke dokter per
1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat. Faringitis akut merupakan salah
satu klasifikasi dalam faringitis. Faringitis akut adalah suatu penyakit peradangan
tenggorok yang bersifat mendadak dan cepat memberat dapat terjadi pada semua
umur. Peradangan ini sering terjadi pada anak usia 5-15 tahun dan jarang pada
anak usia di bawah 3 tahun, insiden meningkat seiring bertambahnya usia,
mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun dan berlanjut sepanjang akhir masa anak
hingga dewasa. Diperkirakan sebanyak 15 juta kasus faringitis didiagnosis setiap
tahunnya di Amerika Serikat dengan 15-30% pada anak usia sekolah dan 10%
diderita oleh dewasa. Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang
disebabkan oleh virus 40-60%, bakteri 5-40%, alergi, trauma, dan iritan.1,2
Faringitis akut dapat menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah
(droplet infection) dari orang yang menderita faringitis. Faktor risiko penyebab
faringitis biasanya karena udara dingin, turunnya daya tahan tubuh yang
disebabkan oleh infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi,
konsumsi alkohol yang berlebih, gejala predormal dari penyakit scarlet fever dan
seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau
demam.1,2

4
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Alamat : Nusa Indah Jambi
Agama : Kristen
Pendidikan pasien : SLTP
Tanggal pemeriksaan : 12 Maret 2020

2.2 ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sakit tenggorokan sejak 1 minggu sebelum berobat ke poli THT.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke poli THT dengan keluhan sakit tenggorokkan sejak 1 minggu
sebelum berobat ke poli THT. Awalnya terasa ketidaknyamanan saat menelan
sampai akhirnya terasa nyeri ketika menelan (+) sehingga pasien lebih banyak
mengkonsumsi air putih hangat dan mengurangi makan. Pasien merasa badannya
sempat terasa hangat namun tidak panas tinggi sehingga pasien tidak
mengkonsumsi obat apapun. Sakit kepala berdenyut kadang dirasakan namun
tidak mengganggu aktifitas.
Beberapa hari kemudian, pasien juga mengalami batuk (+) yang awalnya
kering namun sekarang mulai dirasa ada dahak ditenggorokkan, dan pasien juga
mengalami pilek. Keluhan tidak disertai sesak nafas, kesulitan menelan, bersin-
bersin, suara serak, mual dan muntah maupun diare. BAB dan BAK tidak ada
keluhan, nafsu makan pasien berkurang akibat sakit saat menelan.
Pasien memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan berminyak seperti
gorengan. Pasien sudah berhenti merokok 10 tahun yang lalu

5
Riwayat Pengobatan
Pasien meminum obat hipertensi (amlodipin 10 mg) sejak ± 5tahun.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Operasi Tonsilektomi pada kedua tonsil (+) 10 tahun yang lalu.
 Hipertensi (+)
 Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat sesak nafas (-)

Riwayat Penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama dengan
pasien.

Riwayat Alergi
Riwayat alergi pada obat-obatan dan makanan (-).

Anamnesis Pasien
TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING
Gatal : -/- Rinore : +/+ Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek : -/- Buntu : -/- Sakit Menelan : + Afonia : -
Nyeri : -/- Bersin : - Trismus :- Sesak napas : -
Bengkak : -/- Dingin/Lembab : -/- Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Otore : -/- Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal : -
Tuli : +/- Berbau : -/- Rasa Berlendir : +
Tinitus : -/- Mimisan : -/+ Rasa Kering : -
Vertigo : -/- Nyeri Hidung : -/-
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : -

2.3 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
- Kesadaran : Compos mentis

6
- TD : 100/70 mmhg
- Nadi : 82 x/menit
- RR : 20x/menit
- Suhu : 36,7 °C
- Anemia :-
- Sianosis :-
- Stridor Inspirasi :-
- Retraksi Suprasternal :-
- Intercostal :-
- Epigastial :-

A) Telinga
Daun Telinga Kanan Kiri
Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen prop + +
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - -
Retraksi - -
Bulging - -

7
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -
Sekret - -
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

B) Hidung
RINOSKOPI ANTERIOR Kanan Kiri
- Vestibulum Nasi Hiperemis(-) Hiperemis(-)
- Kavum Nasi Sekret(+), Sekret(-),
Hiperemis(-), Hiperemis(-),
Edema(-) Edema(-)

- Selaput Lendir Sekret (+) Sekret (-)


- Septum Nasi Dbn Dbn
- Lantai+Dasar Hidung Deviasi(-) Deviasi(-)
- Konka Inferior Hipertrofi(-) Hipertrofi(-)
- Meatus Inferior Sulit dinilai Sulit dinilai
- Konka Media
- Meatus Media
- Massa
RINOSKOPI POSTERIOR Kanan Kiri
- Kavum Nasi
- Selaput Lendir
- Koana
- Septum Nasi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
- Konka Superior
- Meatus Nasi Media
- Muara Tuba
- Adenoid
- Massa Tumor

8
TRANSLUMINASI Kanan Kiri
- Sinun Maxilarris - -
- Sinun Frontalis -

C) Mulut
Hasil
Selaput Lendir Mulut Dalam batas normal
Bibir Dalam batas normal
Lidah gigi Dalam batas normal
Kelenjar Ludah Dalam batas normal

D) Faring
Hasil
Uvula Bentuk normal, terletak ditengah, permukaan rata,
edema (-), hiperemis (+)
Palatum mole Hiperemis (+)
Palatum durum Hiperemis (-)
Plika anterior Hiperemis (+)
Tonsil Dekstra : tonsil T0

Sinistra : tonsil T0

Plika posterior Hiperemis (+)


Mukosa orofaring Hiperemis (+), granula (-)

E) Laringoskopi indirect
Hasil Hasil
Pangkal lidah Sulit dilakukan Aritenoid Sulit dilakukan
Epiglotis Sulit dilakukan Massa tumor Sulit dilakukan
Valekula Sulit dilakukan Sinus piriformis Sulit dilakukan
Plika ventikularis Sulit dilakukan Trakea Sulit dilakukan
Plika vokalis Sulit dilakukan
Komisura Anterior Sulit dilakukan

F) Kelenjar Getah Bening Leher

9
Kanan Kiri
Regio I Dbn Dbn
Regio II Dbn Dbn
Regio III Dbn Dbn
Regio IV Dbn Dbn
Regio V Dbn Dbn
Regio VI Dbn Dbn
area Parotis Dbn Dbn
Area postauricula Dbn Dbn
Area occipital Dbn Dbn
Area
Dbn Dbn
supraclavicular

PEMERIKSAAN NERVUS CRANIALIS :


I. Nervus Olfactory : tidak dilakukan
II. Nervus Opticus : tidak dilakukan
III. Nervus Occulomotorius : tidak dilakukan
IV. Nervus Trochlearis : tidak dilakukan
V. Nervus Trigeminus : tidak dilakukan
VI. Nervus Abducent : tidak dilakukan
VII. Nervus Facialis : tidak dilakukan
VIII. Nervus Vestibularis : tidak dilakukan
IX. Nervus Glosopharyngeus : tidak dilakukan
X. Nervus Vagus : tidak dilakukan
XI. Nervus Accesorius : tidak dilakukan
XII. Nervus Hypoglossus : tidak dilakukan

PEMERIKSAAN AUDIOLOGI
- Tes Berisik : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Rinne : + +
- Tes Weber : Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
- Tes Schwabah : Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa
- Tes Barany : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Tes Auropalpebra Reflek : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Audiogram : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kesimpulan Tidak ada kelainan pada Kedua Telinga

10
PEMERIKSAAN VESTIBULAR :
Percobaan Kalori : Tidak dilakukan
Percobaan Statistik : Tidak dilakukan
Percobaan Jalan : Tidak dilakukan

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

2.5 Diagnosis
Faringitis akut ec susp. Viral

2.6 Diagnosis Banding


Faringitis akut ec susp bakteri
Faringitis akut ec susp fungal

2.7 Penatalaksanaan
Nonmedika mentosa :
- Istirahat dan minum air putih yang cukup
- Kumur dengan air hangat
Medika mentosa :
- Paracetamol 3 x 500 tab
- Ambroxol 3 x 45 ml

2.8 Edukasi :
- Minum obat teratur sesuai intruksi
- Hindari minuman dingin, makanan berminyak dan pedas
- Minum air putih dan istirahat yang cukup
- Jika keluhan bertambah berat, segera datang ke fasilitas kesehatan.

11
2.9 Prognosis :
 Quo ad Vitam : dubia ad bonam
 Quo ad Fungtionam : dubia ad bonam
 Quo ad Sanam : dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Faring
3.1.1 Anatomi Faring

12
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong,
yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah serta terletak pada bagian
anterior kolum vertebra. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambng
ke esofagus setinggi vertebra cervikal ke-6. Ke atas faring berhubungan dengan
rongga hidung melalui koana, kedepan berhubungan dengan rongga mulut melalui
ismus orofaring sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus
laring dan kebawah berhubungan degan esofagus.3,4

Gambar 3.1. Anatomi Faring


Atlas of Human Anatomy 4th Edition
Faring terdiri atas :
1. Nasofaring
Batas nasofaring di bagian atas adalah dasar tengkorak, di bagian bawah
adalah palatum mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan ke belakang
adalah vertebra servikal. Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta

13
berhubungan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan
limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus faring yang disebut fosa
Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional
hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh n.
glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf cranial dan v.jugularis interna
bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.4,5

2. Orofaring
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan
ke belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring
adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring
anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.4,5

3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior
ialah laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra
servikal. Struktur pertama yang tampak di bawah lidah ialah valekula. Bagian ini
merupakan dua cengkungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut
juga “kantong pil” (pill pockets) sebab pada beberapa orang, kadang – kadang bila
menelan pil akan tersangkut di situ. Di bawah valekula terdapat epiglotis. Pada
bayi epiglotis ini berbentuk omega dan pada perkembangannya akan lebih
melebar, meskipun kadang – kadang bentuk infantile (bentuk omega) ini tetap
sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi demikian
lebar dan tipisnya. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus
piriformis dan ke esophagus.
Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi
laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian analgesik lokal
difaring dan laring pada tindakan laringskop langsung.4,5

14
Ruang Faringal
Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinis
mempunyai arti penting, yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring.
Ruang retrofaring( Retropharyngeal space), dinding anterior ruang ini adalah
dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan
otot – otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevertebralis.
Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah
dari fasia servikalis. Serat – serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada
vertebra.Di sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila. 4,5
Ruang parafaring (Pharyngomaxillary Fossa), ruang ini berbentuk kerucut
dengan dasarnya yang terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan
puncaknya pada kornu mayus os hioid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh m.
konstriktor faring superior, batas luarnya adalah ramus asenden mandibula yang
melekat dengan m. pterigoid interna dan bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini
dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya oleh os stiloid dengan otot
yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian yang lebih luas
dan dapat mengalami proses supuratif sebagai akibat tonsil yang meradang,
beberapa bentuk mastoiditis atau petrositis, atau dari karies dentis. Bagian yang
lebih sempit di bagian posterior (post stiloid) berisi a.karotis interna, v. jugularis
interna, n. vagus yang dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung
karotis (carotid sheath). Bagian ini dipisahkan dari ruang retrofaring oleh sesuatu
lapisan fasia yang tipis.4,5

3.1.2 Fisiologi Faring


Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi
suara dan untuk artikulasi.
 Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari
mulut ke faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui
faring dan tahap ketiga, jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara
involunter. Langkah yang sebenarnya adalah: pengunyahan makanan

15
dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan palatum mole
mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang
hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk
mencegah aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan
mendorong makanan kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh
kontraksi otot konstriktor faringis media dan superior. Bolus dibawa melalui
introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis inferior berkontraksi dan otot
krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya berat, menggerakkan
makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.6
 Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum
dan faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah
dinding belakang faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan
melibatkan mula-mula m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian
m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring superior. Pada
gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum mole ke
atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini
diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang
terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada
waktu bersamaan.6
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode
fonasi, tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan
hilang secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

3.2 Faringitis Akut


3.2.1 Definisi
Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan oleh virus atau
bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring eksudat dan
hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan malaise Faringitis

16
akut dan tonsillitis akut sering ditemukan bersama-sama dan dapat menyerang
semua umur. Penyakit ini ditular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah
(droplet infections).5,7

3.2.2 Etiologi
Faringitis dapat disebabkan infeksi maupun non infeksi. Banyak
mikroorganisme yang dapat menyebabkan faringitis, antaranya virus (40-60%)
dan bakteri (5-40%) yang paling sering ( Rusmarjono dan Efiaty Arsyad Soepardi,
2007). Kebanyakan faringitis akut disebabkan oleh agen virus. Virus yang
menyebabkan faringitis termasuk Influenza virus, Parainfluenza virus,
Coronavirus, Coxsackie viruses A dan B, Cytomegalovirus, Adenovirus dan
Epstein Barr Virus (EBV). Selain itu, infeksi Human Immunodeficiency virus
(HIV) juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.8,9
Faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri termasuk Group A Beta
Hemolytic Streptococcus (GABHS), Group C Beta Hemolytic Streptococcus,
Neisseria gonorrhoeae, Corynebacterium diphtheria, Arcanobacterium
haemolyticum dan sebagainya. Infeksi Group A Beta Hemolytic Streptococcus
(GABHS) merupakan penyebab faringitis akut pada 5-15% dewasa dan 20-30%
pada anak-anak (5-15 tahun).10,11
Neisseria gonorrhoeae sebagai penyebab faringitis bakterial gram negative
ditemukan pada pasien aktif secara seksual, terutama yang melakukan kontak
orogenital. Dalam sebuah penelitian pada orang dewasa yang terinfeksi gonorea,
faringitis gonokokal ditemukan 20% pada pria homoseksual, 10% pada wanita
dan 3% pada pria heteroseksual. Sekitar 50% individu yang terinfeksi adalah
tanpa gejala, meskipun odinofagia, demam ringan dan eritema dapat terjadi.
Selain itu, Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring dan
menyumbang terjadinya faringitis fungal. Faringitis gonorea hanya terdapat pada
pasien yang menlakukan kontak orogenital.8,10
Faktor resiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang dingin, turunnya
daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan
yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, merokok, dan seseorang
yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam.10,12

17
3.2.3 Epidemiologi
Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak. National
Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical
Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak
dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih
dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun Menurut National Ambulatory
Medical Care Survey, infeksi saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut,
dijumpa 200 kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika
Serikat.13,14
Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-
kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus
faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi
Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3
tahun.8,9

3.2.4 Gejala Klinis


Gejala-gejala yang timbul pada faringitis akut bergantung pada
mikroorganismenya. Faringitis akut yang disebabkan bakteri mempunyai gejala
nyeri kepala yang hebat, suhu tubuh tinggi atau menggigil, malaise, nyeri
menelan, muntah dan mungkin batuk tapi jarang. Faringitis akibat infeksi bakteri
Streptococcus group A dapat diperkirakan dengan menggunakan Centor criteria,
yaitu demam, limfaadenopati pada anterior servikal, eksudat pada tonsil, tidak ada
batuk.10,12
Faringitis yang disebabkan virus biasanya mempunyai gejala nyeri
tenggorokan dan dapat disertai dengan batuk, suara serak dan nyeri substernal.
Demam, nyeri tenggorok, rinorea, mual, menggigil, malaise, mialgia dan sakit
kepala juga dapat terjadi. Sedangkan gejala pada faringitis fungal adalah nyeri
tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring
dan mukosa faring lainnya hiperemis.8,10

3.2.5 Diagnosis

18
Pada faringitis akut yang disebabkan oleh bakteri, pemeriksaan pada faring
yang dapat dilihat yaitu adanya eritema faring dan tonsil, eksudat pada faring dan
tonsil, petechiae palatine, edema uvula dan limfadenopati servikalis anterior.
Tidak semua pasien didapati dengan semua gejala tersebut, banyak pasien datang
dengan gejala yang ringan dan tanpa eksudatif. Anak-anak di bawah 3 tahun dapat
disertai coryza dan krusta hidung. Faringitis dengan eksudat jarang terjadi pada
umur ini.4,13
Pada faringitis viral, pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus
influenza, Coxsachie virus dan Cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.
Coxsachie virus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit
berupa maculopapular rash. Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran
kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.4,5

Tabel 3.1 Perbedaan Klinis antara Faringotonsilitis Virus dan Bakteri.15

Diagnosis biasanya dibuat tanpa kesulitan, terutama bila terdapat tanda dan
gejala yang mengarah ke faringitis. Biakan tenggorokan membantu dalam
menentukan organisme penyebab faringitis, dan untuk membedakan faringitis
karena bakteri atau virus. Sangatlah penting untuk mengetahui onset, durasi,
progresifitas dan tingkat keparahan dari gejala yang menyertai seperti demam,
batuk, kesukaran bernafas, pembengkakan limfonodi, paparan infeksi, dan adanya
penyakit sistemik lainnya seperti diabetes dan lain-lain. Faring harus diperiksa

19
apakah terdapat tanda-tanda eritem, hipertrofi, adanya benda asing, eksudat,
massa, petechie dan adenopati.7,13
Juga penting untuk menanyakan gejala yang dialami pasien seperti demam,
timbulnya ruam kulit (rash), adenopati servikalis dan coryza. Jika dicurigai
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus, seorang dokter harus mendengar
adanya suara murmur pada jantung dan mengevaluasi apakah pada pasien terdapat
pembesaran lien dan hepar. Apabila terdapat tonsil eksudat, pembengkakan
kelenjar limfe leher, tidak disertai batuk dan suhu badan meningkat sampai 38ºC
maka dicurigai adanya faringitis karena infeksi GABHS.7,13
Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang dilakukan untuk
menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS.
Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah
tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan
ditanami disk antibiotik. Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi
GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok
sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.7,13

3.2.6 Tatalaksana
1. Faringitis Viral
 Istirahat dan minum yang cukup, kumur dengan air hangat. Analgetik jika
perlu dan tablet isap.
 Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes
simpleks dengan dosis 60-100 mg/kgBB terbagi dalam 4-6 kali pemberian /
hari pada orang dewasa, sedangkan pada anak < 5 tahun diberikan 50
mg/kgBB terbagi dalam 4-6 kali pemberian/ hari.
2. Faringitis Bakteri
 Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis akut ini grup A
Streptokokus β hemolitikus. Penicilin G Benzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis
tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB yang terbagi 3 kali/hari selama 10
hari dan pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500
mg/hari.

20
 Kortikosteroid
Deksametason 8-16 mg, IM 1 kali. Pada anak 0,08- 0,3 mg/kgBB, IM 1 kali.
 Analgetik
 Kumur dengan air hangat atau antiseptik.4,10
3. Faringitis Fungal
 Terapi diberikan Nystatin 100.000 – 400.000 2 kali/ hari.
 Analgetika
4. Faringitis gonorea
 Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.
 Terapi diberikan Sefalosporin generasi ke-3, Ceftriaxon 250 mg IM.

3.2.7 Komplikasi
 Komplikasi Supuratif
Ini terjadi karena keterlibatan struktur yang berdekatan dengan infeksi, atau
oleh infeksi yang menyebar ke area drainase. Mereka termasuk abses peritonsillar
dan phlegmon, abses retropharyngeal, otitis media akut, sinusitis, mas-toiditis dan
adenitis servikal supuratif. Tromboflebitis vena jugularis interna (sindrom
Lemierre), nekrosis faring, meningitis, atau abses metastasis melalui penyebaran
hematogen lebih luar biasa.
 Komplikasi Non-supuratif
Demam rematik akut dan glomeru-lonephritis pasca streptokokus layak
disebutkan; mereka terjadi setelah periode alatency beberapa minggu. Demam
rematik sangat jarang terjadi di negara maju; dengan kejadian tahunan satu kasus
per 100.000 penduduk, tetapi itu tetap menjadi penyebab utama penyakit jantung
pada anak-anak di negara berkembang.2,15

BAB IV
PEMBAHASAN

 Anamnesis
Pasien Tn. M usia 75 tahun datang dengan keluhan nyeri tenggorokan sejak 1
minggu sebelum berobat ke poli THT, keluhan diawali dengan rasa tidak nyaman

21
saat menelan hingga akhirnya sakit menelan, batuk dan pilek. Keluhan demam
tinggi disangkal, nyeri kepala (+) namun tidak menggangu aktifitas, tidak ada
keluhan sulit menelan, sesak nafas, mual muntah maupun diare.
Berdasarkan teori, Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang disebabkan
oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri tenggorokan, faring
eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran kelenjar getah bening leher dan
malaise.
Faringitis yang disebabkan virus biasanya mempunyai gejala nyeri
tenggorokan dan dapat disertai dengan batuk, suara serak dan nyeri substernal.
Demam, nyeri tenggorok, rinorea, mual, menggigil, malaise, mialgia dan sakit
kepala juga dapat terjadi.
Dari tabel 3.1 terlihat bahwa faringitis virus biasanya mengenai anak usia < 4
tahun dan dewasa > 45 tahun dan terjadi bertahap. Dari gejala yang didapat pada
faringitis virus juga tidak seberat gejala yang disebabkan oleh faringitis bakteri.
Hal ini sesuai dengan keluhan pada pasien tersebut.

 Pemeriksaan fisik
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan
dengan tanda-tanda vital dalam batas normal.
Dari pemeriksaan telinga didapatkan serumen prop pada kedua telinga,
pemeriksaan lain dalam batas normal. Dari pemeriksaan tenggorokkan yang
terdapat kelainan yaitu pada faring dimana hiperemis terdapat pada uvula,
plika anterior, plika posterior, dan mukosa orofaring. Tidak terdapat eksudat
pada faring. Dari pemeriksaan hidung hanya didapatkan sekret lendir pada
hidu ng kanan dan pemeriksaan lain dalam batas normal.
Berdasarkan teori pada faringitis viral, pemeriksaan tampak faring dan
tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachie virus dan Cytomegalovirus tidak
menghasilkan eksudat. Coxsachie virus dapat menimbulkan lesi vesicular di
orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash. Epstein Barr Virus (EBV)
menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring yang
banyak.
 Pemeriksaan Penunjang

22
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini tidak dilakukan.

 Tatalaksana
Pada pasien ini diberikan tatalaksana
Nonmedika mentosa :
- Istirahat dan minum air putih yang cukup
- Kumur dengan air hangat
Medika mentosa :
- Paracetamol 3 x 500 tab
- Ambroxol 3 x 3 sdm
Dimana berdasarkan teori, faringitis yang disebabkan viral dapat
diberikan obat-obatan simptomatik dan melakukan istirahat serta minum air
putih yang cukup.

BAB V
KESIMPULAN

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus 40-
60%, bakteri 5-40%, alergi, trauma, dan iritan. Setiap tahunnya, hampir 40 juta
orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis. Anak-anak dan

23
orang dewasa umumnya mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan
atas termasuk faringitis.
Dari pemaparan diatas,

DAFTAR PUSTAKA

1. Tobing J, Dkk. Karakteristik Penderita Faringitis Akut Di Poliklinik Tht Rumah


Sakit Tk Ii Putri Hijau Kesdam I / Bukit Barisan Medan Tahun 2016. Jurnal
Kedokteran Methodists, Vol. 9 No. 9 April 2017

24
2. Sidharti L, Pemula G, Lisiswanti R, Soleha TU. Kesesuaian Peresepan Penyakit
Faringitis Akut terhadap Standar Pengobatan di Puskesmas Rawat Inap Simpur
Bandar Lampung Tahun 2013. FK Univertsitas Lampung:2013
3. Arjun S Joshi, 2011. Pharynx Anatomy. Available From:
http://emedicine.medscape.com/article/1949347-overview#showall [Accessed: 15
Maret 2020]
4. Soepardi EA, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
dan Leher Edisi Ke-7. Balai Penerbit FKUI Jakarta:2012
5. Rusmarjono dan Bambang Hermani, 2007. Bab IX Nyeri Tenggorok. Dalam:
Efiaty A.S., Nurbaiti I., Jenny B. dan Ratna D.R.. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta, 2007. Edisi ke-6: 212-215;
217-218.
6. Snell. Buku Ajar Ilmu Anatomi Klinis Jilid 1. Balai Penerbit EGC. Jakarta:2001
7. Miriam T. Vincent, M.D., M.S., Nadhia Clestin, M.D., and Aneela N. Hussain,
M.D., 2004. Pharyngitis. In: A Peer-Reviewed Journal of the American Academy
of Family Physician, 2004. State University of New York-Downstate Medical
Center, Brooklyn, New York. Available From:
http://www.aafp.org/afp/2004/0315/p1465.html [Accessed: 10 Maret 2020]
8. John L. Boone, MD., 2003. Etiology of Infectious Diseases of the Upper
Respiratory Tract. In: Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and Nexk Surgery.
16th Edition. 2003 BC Decker Inc. Chapter 30. P: 635-7.
9. Anthony W Chow and Shira Doron, 2013. Evaluation of Acute Pharyngitis in
Adults. Available From: http://www.uptodate.com/contents/evaluation-of-acute-
pharyngitis-in-adults [Accessed: 10 Maret 2020]
10. Rusmarjono, Soepardi EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi adenoid. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: FK UI;
2007. h.221-5.
11. Ferri, 2013. Pharyngitis/ Tonsilitis. In: Ferri: Ferri’s Clinical Advisor 1st ed:2013
12. Jill Gore, 2013. Acute Pharyngitis. In: Journal of the American Academy of
Physician Assistants: February 2013- Volume 26-Issue 2- p 57-58. Available
From:http://journals.lww.com/jaapa/Fulltext/2013/02000/Acute_Pharyngitis.12.as
px [Accessed: 10 Maret 2020]

25
13. Alan L. Bisno, M.D., 2011. Acute Pharyngitis: Primary Care. In: The New
England Journal of Medicine 2011; 344:205-211. Available From:
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJM200101183440308 [Accessed: 11
Maret 2020
14. Mary T. Caserta and Anthony R. Flores, 2013. Pharyngitis In: Mandell: Mandell,
Douglas, and Bennett’s Principles and Practice of Infectious Diseases, 7th
ed.Volume 1, Part II, Section B, Chapter 54, p: 815-821.
15. Cots JM, etc. Recommendations for Management of Acute Pharyngitis in Adults
Review Article. Elsevier Espa˜na, S.L.U. and Sociedad Espa˜nola de
Otorrinolaringología y Patología Cérvico-Facial.Spain:2015

26

Anda mungkin juga menyukai