Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS/ CASE REPORT SESSION

*PROGRAM PROFESI DOKTER/ G1A216021/ Agustus 2017


** Pembimbing/ dr. Yulianti, Sp.THT-KL

TUMOR COLLI et causa SUSPECT CA NASOFARING


Nadia Fetrisia, S. Ked.*
dr. Yulianti, Sp.THT-KL.**

PROGRAM PROFESI DOKTER


BAGIAN THT-KL RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2017
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL REPORT SESSION


TUMOR COLLI et causa SUSPECT CA NASOFARING

Oleh:
Nadia Fetrisia S. Ked
G1A216021

PROGRAM PROFESI DOKTER BAGIAN THT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI/RSUD. RADEN MATTAHER PROV. JAMBI

Jambi, Agustus 2017


Pembimbing

dr. Yulianti, Sp.THT-KL


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih dan
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul Tumor
Colli et causa Ca Nasofaring. Tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti program profesi dokter di bagian THT-KL RSUD Raden
Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi.
Terwujudnya laporan kasus ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan dorongan
berbagai pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
dr.Yulianti, Sp.THT-KL., sebagai dosen pembimbing.
Kedua orang tua saya yang saya hormati dan sayangi, yang selalu senantiasa
memberi semangat, bimbingan, kasih sayang dan doa yang tiada henti-
hentinya.
Untuk teman-teman satu kelompok stase di THT-KL terima kasih untuk
semua masukan dan dukungan selama ini.
Semua pihak yang membantu penulis menyelesaikan laporan kasus ini.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kedokteran dan kesehatan.
Semoga kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkat dari Tuhan.

Jambi, 29 Agustus 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas yang paling banyak


dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia. Hampir 60 % tumor ganas kepala
dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%) , laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut,
tonsil, hipofaring dalam persentase rendah.Tumor ini berasal dari fossa
Rosenmuller pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel
kuboid berubah menjadi epitel skuamosa.1
Survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1980 secara
pathology based mendapatkan angka prevalensi karsinoma nasofaring 4,7 per
100.000 penduduk atau diperkirakan 7.000 - 8.000 kasus per tahun di seluruh
Indonesia. Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, Rs. Hasan Sadikin Bandung rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus,
Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan
Bukittinggi.1
Penanggulangan karsinoma nasofaring sampai sat ini masih merupakan
suatu problem, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak
khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, sehingga diagnosis sering terlambat.1
Pada stadium dini, radioterapi masih merupakan pengobatan pilihan yang dapat
diberikan secara tunggal dan memberikan angka kesembuhan yang cukup tinggi.
Pada stadium lanjut, diperlukan terapi tambahan yakni kemoterapi yang
dikombinasikan dengan radioterapi.1
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn.A

Umur : 51 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Tungkal Hilir

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Pendidikan : SD

II. ANAMNESIS

(Autoanamnesis dan Alloanamnesis, Tanggal 26 Agustus 2017)


Keluhan Utama

Benjolan di leher yang semakin besar, keras dan banyak sejak 1 tahun yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke Poli THT RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi sebagai
pasien konsul dari Poli Bedah, rujukan dari RSUD KH.Daud Arif Kuala Tungkal
dengan tumor colli.
Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di leher yang semakin
besar, keras dan banyak.
1 tahun SMRS pasien mengatakan muncul benjolan sebesar ibu jari tangan di
leher bagian kirinya. Benjolan tersebut berjumlah satu, tidak keras, tidak merah,
tidak nyeri dan masih dapat digerakkan. Karena dirasa belum mengganggu, jadi
pasien belum mencari pengobatan untuk keluhannya pada saat itu.
2 bulan SMRS pasien mengeluhkan benjolan di leher bagian kirinya semakin
membesar dan mengeras, serta mulai muncul banyak benjolan baru dengan ukuran
lebih kecil di daerah lehernya.
Saat ini pasien mengeluhkan benjolan pertama di leher bagian kirinya semakin
membesar, terasa keras, tidak merah, tidak nyeri namun tidak dapat digerakkan lagi.
Dan benjolan-benjolan kecil di daerah leher jumlahnya semakin bertambah, namun
juga tidak merah, tidak nyeri, keras dan terfiksir.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan pendengaran di telinga kiri berkurang,
telinga kiri terasa penuh dan berdenging. Keluhan ini dirasakan pasien seiring
dengan pembesaran benjolan di lehernya.
Keluhan lain seperti hidung tersumbat, keluar ingus bercampur darah,
mimisan, pandangan kabur, penglihatan ganda, nyeri pada gigi, susah menelan, sulit
berbicara ataupun sakit kepala hebat disangkal. Demam tanpa penyebab yang jelas
dan keringat malam disangkal.
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan mengkonsumsi alcohol.

- Riwayat Pengobatan

Riwayat pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah KH.Daud Arif Kuala Tungkal
1 bulan sebelumnya. Disana pasien didiagnosa dengan tumor colli dan dirujuk ke
RSUD Raden Mattaher.

Riwayat Penyakit Dahulu

o Riwayat sakit dengan keluhan yang sama (-)


o Riwayat alergi (-)
o Riwayat hidung tersumbat (-), ingus bercampur darah (-), keluar darah dari
hidung (-)

o Riwayat penglihatan ganda (-)

o Riwayat sukar menelan (-)

o Riwayat penyakit lain / pembedahan (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluhan serupa (-)


Alergi dalam keluarga (-)
Hipertensi dan penyakit kardiovaskular (-)
DM (-)
Kanker (-)

III. HAL-HAL PENTING

TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING


Gatal :-/- Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau : -
Dikorek :-/- Buntu : -/- Sakit Menelan : - Afonia : -
Nyeri :-/- Bersin : - Trismus :- Sesak napas : -
Bengkak :-/- * Dingin/Lembab : - Ptyalismus : - Rasa sakit : -
Otore :-/- * Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal: -
Tuli :-/+ Berbau : -/- Rasa Berlendir : -
Tinitus :-/+ Mimisan : -/- Rasa Kering : -
Vertigo :- Nyeri Hidung : -
Mual :- Suara sengau : -
Muntah : -

IV. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : compos mentis

Pernapasan : 20 i/x

Suhu : 36,9 C

Nadi : 82 i/x

TD : 130/80 mmHg

Anemia : -/-

Sianosis : -/-

Stridor inspirasi : -/-

Retraksi suprasternal :-
Retraksi interkostal : -/-

Retraksi epigastrial : -/-

a) Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri


Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen prop + +
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - -
Retraksi - -
Bulging - -
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -
Sekret - -
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

b) Hidung

Rinoskopi Anterior Kanan Kiri


Sekret (-), Hiperemis (-), Sekret (-), Hiperemis (-),
Vestibulum nasi
bisul(-), krusta(-) bisul(-), krusta(-)
Sekret (-), Hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
bisul(-), krusta(-) Edema mukosa (-)
Selaput lender Basah, hiperemis (-) Basah, hiperemis (-)
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Lantai + dasar hidung Dbn Dbn
Hipertrofi (-), hiperemis (- Hipertrofi (-), hiperemis (-
Konka inferior
) )
Meatus nasi inferior Sekret (-) Sekret (-)
Konka media Sulit Dinilai Sulit dinilai
Meatus nasi media Sekret (-) Sekret (-)
Polip - -
Korpus alineum - -
Massa tumor - -

Rinoskopi Posterior Kanan Kiri


Kavum nasi Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Selaput lender Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Koana Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Septum nasi Sulit Dinilai Sulit Dinilai

Konka superior Sulit dinilai Sulit dinilai


Adenoid Sulit dinilai Sulit dinilai
Massa tumor Sulit Dinilai Sulit Dinilai
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Tidak dilakukan

c) Mulut

Hasil
Selaput lendir mulut Kering
Sianosis (-), sudut bibir (N), mukosa
Bibir
bibir (kering)
Lidah Atropi papil (-),tumor (-), parese(-)
Gigi Karies (-)
Kelenjar ludah Pembesaran kelenjar ludah (-)

d) Faring

Hasil
Bentuk normal, terletak ditengah,
Uvula
permukaan rata. Edema(-), hiperemis (-)
Massa di palatum molle bagian kiri (+),
Palatum mole diameter lebih kurang 1 sentimeter, mudah
berdarah (-), nyeri (-), Hiperemis (-)
Palatum durum Hipertrofi (-), Hiperemis (-)
Plika anterior Hiperemis (-)
Dekstra : T1, permukaan licin,
hiperemis(-)
Tonsil
Sinistra : T1, permukaan licin,
hiperemis (-)
Plika posterior Hiperemis (-)
Mukosa orofaring Hiperemis (-), granula (-)

e) Laringoskopi indirect

Hasil
Pangkal lidah Massa (-), warna merah muda
Epiglottis
Sinus piriformis
Aritenoid
Sulit dinilai
Sulcus arytenoid
Corda vocalis
Massa

f) Kelenjar Getah Bening Leher

Kanan Kiri
Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri
Regio I
tekan (-) tekan (-)
Pembesaran (+), Pembesaran (+),
ukuran 1x1 cm, ukuran 10x4x8 cm,
permukaan rata, permukaan tidak rata,
Regio II konsistensi kenyal, bisa konsistensi keras,
digerakkan, terfiksir / tidak dapat
hiperemis (-) , nyeri digerakkan, nyeri
tekan (-) tekan (-)
Pembesaran (+),
benjolan menyatu
Pembesaran (-), nyeri
Regio III dengan benjolan di
tekan (-)
regio II, nyerti tekan
(-)
Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri
Regio IV tekan (-)
tekan (-)
Pembesaran (+),
Pembesaran (+),
Ukuran 1x1 cm,
Ukuran 1x1 cm,
jumlah >3, permukaan
jumlah >3, permukaan
rata, konsistensi
Regio V rata, konsistensi kenyal,
kenyal, tidak dapat
tidak dapat digerakkan,
digerakkan,
hiperemis (-) ,
hiperemis (-) ,
nyeri tekan (-)
nyeri tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri


Regio VI
tekan (-) tekan (-)
Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri
area Parotis tekan (-) tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri


Area postauricula tekan (-) tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri


Area occipital tekan (-) tekan (-)

Pembesaran (-), nyeri Pembesaran (-), nyeri


Area supraclavicula tekan (-) tekan (-)
V. PEMERIKSAAN NERVUS KRANIALIS

Nervus Dextra Sinistra

I Tidak dilakukan Tidak dilakukan

II Tidak dilakukan Tidak dilakukan

III, IV & IV Penglihatan ganda (-) Penglihatan ganda (-)

Ptosis (-) Ptosis (-)

Gerakan bola mata bebas Gerakan bola mata bebas


ke segala arah ke segala arah

V Kemampuan Kemampuan
menggerakkan rahang menggerakkan rahang
berkurang berkurang
VII Paresis (-) Paresis (-)

X Reflek muntah ada

XI XII Tidak dilakukan

VI. PEMERIKSAAN AUDIOLOGI

Tes Pendengaran Kanan Kiri


Tes rinne + -
Tes weber Lateralisasi ke telinga kiri
Tes schwabach sesuai pemeriksa/N Memanjang

Kesimpulan : gangguan fungsi pendengaran / tuli konduktif pada


telinga kiri.
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a) Nasoendoscopi

Nasofaring sinistra : tampak massa kemerahan, berbenjol-benjol di dinding


posterior dan lateral kiri nasofaring
b) Radiologi

Foto Rontgent di RSUD KH.Daud Arif Kuala Tungkal


Kesan : Foto sulit dinilai

VIII. DIAGNOSIS

Tumor Colli et causa Suspek Ca Nasofaring

IX. DIAGNOSIS BANDING

1. Tumor Colli et causa Limfoma Non-Hodgkin

2. Tumor Colli et causa Limfadenitis TBC

3. Tumor Colli et causa Tumor Glomus Karotikum

X. PENATALAKSANAAN

Diagnostik

1. Nasoendoscopi

2. Usulan CT Scan Nasofaring

3. Usulan biopsy nasofaring

4. Usulan foto Rontgent Thorax untuk melihat metastasis jauh

Terapi

1. Membersihkan liang telinga dari serumen.

2. Tatalaksana selanjutnya disesuaikan setelah diagnosa pasti ditegakkan


atau apabila ada keluhan penyerta lain yang muncul
KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

Jelaskan kepada pasien dan keluarga keadaan penyakitnya saat ini


dan diagnosa yang mungkin, indikasi, komplikasi dan rencana
tindakan dalam rangkaian penegakan diagnosa dan pengobatan
selanjutnya
Minta pasien dan keluarga untuk lebih memperhatikan kesehatannya,
dan menyampaikan apabila muncul keluhan baru atau keluhan
semakin memberat
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Karsinoma Nasofaring

3.2.1 Anatomi Nasofaring


Nasofaring merupakan suatu rongga yang berbentuk seperti kubus, terletak di
belakang hidung. Batas- batas rongga nasofaring, batas anterior adalah koana (nares
posterior) dan palatum mole, batas atas adalah os sphenoid dan sebagian prossesus
basilaris, batas posterior adalah jaringan mukosa di depan vertebra servikal, dan
batas inferior adalah permukaan atas palatum mole, dan berhubungan dengan
orofaring.

Gambar 8 Letak anatomis nasofaring

Bangunan-bangunan penting yang terdapat di nasofaring adalah:


1. Adenoid atau Tonsila Lushka
Bangunan ini terdapat pada anak usia kurang dari 13 tahun, dan mengalami regresi
pada orang dewasa.
2. Fosa Nasofaring atau Forniks Nasofaring
Struktur ini berupa lekukan kecil yang merupakan tempat predileksi angiofibroma
nasofaring atau fibroma nasofaring
3. Torus Tubarius
Merupakan suatu tonjolan tempat muara dari saluran tuba Eustachius (ostium tuba)
4. Fosa Rosenmulleri
Merupakan suatu lekuk kecil yang terletak di sebelah belakang torus tubarius.Fossa
Rosenmulleri merupakan tempat perubahan atau pergantian epitel dari epitel
kolumnar/kuboid menjadi epitel pipih. Tempat pergantian ini dianggap sebagai
predileksi terjadinya keganasan nasofaring.

3.2.2 Definisi Karsinoma Nasofaring


Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitelial
yang menutupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama kali
dikemukakan oleh Regaud dan Schmincke pada tahun 1921.1

3.2.3 Epidemiologi Karsinoma Nasofaring


Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-mongoloid, namun
insiden tertinggi penyakit ini didapatkan di Negara Cina bagian selatan terutama di
provinsi Guangdong (Kwantung) dengan 2.500 kasus per tahun atau prevalensi
39.84/100.000 penduduk, daerah Guangxi, dan di daerah yang banyak dihuni oleh
imigran Cina di Asia Tenggara (Hongkong, Singapura), Taiwan dan USA
(California). Insiden yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat tersebut di atas
dijumpai pada orang Eskimo di Greenland, penduduk yang hidup di Kanada,
Malaysia, Thailand, Vietnam dan Indonesia.1, 2
Catatan dari berbagai rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa KNF
menduduki urutan keempat setelah kanker leher rahim, payudara, dan kulit.
Distribusi KNF di Indonesia hampir merata di setiap daerah. Di RSCM Jakarta
ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS. Hasan Sadikin Bandung 60 kasus,
Makassar 25 kasus, Palembang 25 kasus, Denpasar 15 kasus dan 11 kasus di
Padang dan Bukittinggi. Demikian pula di Medan, Semarang, Surabaya dan kota-
kota lainnya.1, 2
Meningkatnya angka kasus kejadian karsinoma nasofaring terjadi pada usia
produktif yaitu 40 sampai 50 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada anak-anak dan
usia remaja, sehingga perlu dilakukan usaha maksimal untuk menurunkan angka
kematian dengan cara mendiagnosis penyakit ini sedini mungkin. Angka
perbandingan (rasio) laki-laki dan perempuan pada karsinoma nasofaring adalah 2-
3 :1.1, 2

3.1.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi Karsinoma Nasofaring

1. Virus Epstein Barr (EBV)


Sudah hampir dapat dipastikan bahwa penyebab karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring ditemukan titer anti-virus EB
yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat, pasien tumor ganas
leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan pada kelainan
nasofaring yang lain sekalipun.3, 4
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA dengan kapsid ikosahedral dan
termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV berhubungan dengan beberapa
penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis, dan karsinoma
nasofaring (EBV-1 dan EBV-2). EBV dapat menginfeksi manusia dalam bentuk
yang bervariasi. Namun, dapat pula menginfeksi orang normal tanpa menimbulkan
manifestasi penyakit. Jadi adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup
untuk menimbulkan proses keganasan. 3, 4
2. Genetik
Telah banyak ditemukan kasus herediter atau familier dari pasien karsinoma
nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh lain. Suatu contoh terkenal di Cina
Selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari dua generasi didapatkan 9 pasien
karsinoma nasofaring dan 1 menderita tumor ganas payudara. Secara umum
didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring sedang dalam pembuktian
dengan mempelajari cell-mediated immunity dari virus EB dan tumor associated
antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah golongan sosial
ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan lingkungan dan
kebiasaan hidup. 3,4
3. Lingkungan
Ikan asin dan makanan yang diawetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan nitrospiperidine
(NPIP) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring.
Merokok dan perokok pasif yang terkena paparan asap rokok yang mengandung
formaldehide dan juga debu kayu/asap kayu bakar kemungkinan dapat
mengaktifkan kembali infeksi dari EBV. Resiko untuk menderita KNF pada
perokok meningkat 2-6 kali dibandingkan dengan bukan perokok serta ditemukan
juga bahwa menurunnya angka kematian KNF di Amerika Utara dan Hongkong
merupakan hasil dari mengurangi frekuensi merokok.
Terdapat juga hubungan antara terjadinya KNF, infeksi EBV, dan penggunaan
CHB (Chinese Herbal Medicine). Beberapa tanaman dan bahan CHB dapat
menginduksi aktivasi dari virus EBV yang laten seperti TPA
(Tetradecanoylyphorbol Acetate) yaitu substansi yg ada di alam dan tumbuhan jika
dikombinasi dengan N-Butyrate yang merupakan produk dari bakteri anaerob yang
ditemukan di nasofaring dapat menginduksi sintesis antigen EBV di tikus,
meningkatnya transformasi cell-mediated immunity dari EBV, dan
mempromosikan pembentukan KNF. 3,4

3.2.5 Manifestasi Klinis

1. Gejala nasofaring (tumor primer )


Gejala dapat berupa sumbatan hidung, epistaksis ringan. Oleh karena itu
nasofaringoskop perlu untuk memeriksa nasofaring karena biasanya asimptomatik
sedangkan tumor sudah tumbuh atau tidak tampak karena masih terletak di bawah
mukosa.1
2. Gangguan pada telinga/pendengaran.1
Merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba
eustachius (fossa Rossen-Muller) hingga tuba tertutup. Gangguan dapat berupa :
a. Tinitus
b. Tuli (deafness ) akibat timbulnya otitis media serosa
c. Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri ( otalgia )
3. Gejala mata dan syaraf
1. Infiltrasi dasar tengkorak1
Penjalaran melalui fenomena laserum akan mengenai syaraf otak N.III, N.VI, dan
N.V sehingga menimbulkan gejala berupa :
a. Diplopia
b. Juling
c. Neuralgia trigeminal.
2. Infiltrasi parafaring
Yaitu tengkorak lateral dan belakang tumor masuk menjalar, sepanjang dasar
tengkorak dapat merusak syaraf-syaraf yang melalui foramen jugularis yaitu N.IX,
X, XI dan XII sehingga menimbulkan paralise motorik atau sensorik pada faring
dan laring.3
4. Pembengkakan leher
Tiga dari empat penderita tumor nasofaring mengalami pembengkakkan pada leher,
ini merupakan gejala utama hampir 50% penderita. Oleh tumor dalam nasofaring
tidak menimbulkan gejala, satu-satunya keluhan penderita ialah pembengkakkan
pada leher. Menghadapi penderita demikian maka nasofaring penderita harus di
periksa. Sebelum dilakukan biopsi kelenjar leher yang membesar pada daerah
nasofaring yang mencurigakan harus dilakukan biopsy lebih dahulu. 3, 4

3.2.6 Diagnosis
Anamnesis dilakukan berdasarkan keluhan penderita kanker nasofaring.
Limfadenopati servikal pada leher bagian atas merupakan keluhan yang paling
sering yang menyebabkan penderita kanker nasofaring berobat. Gejala hidung,
telinga, gangguan neurologi juga sering dikeluhkan penderita kanker nasofaring.
Untuk menegakkan diagnosis, selain keluhan tersebut, juga perlu dilakukan
pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung dinding nasofaring dengan alat
endoskopi, CT scan, atau MRI nasofaring dan sekitarnya.3 Pemeriksaan serologi
IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus EB telah menunjukkan kemajuan
dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dari
hidung atau dari mulut.5 Pemeriksaan lain seperti foto paru, USG hati, pemindaian
tulang dengan radioisotop dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
metastasis di organ-organ tersebut.5
Penentuan Stadium
Terdapat beberapa cara untuk menentukan stadium kanker nasofaring. Di Amerika
dan Eropa lebih disukai penentuan stadium sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
AJCC / UICC (American Joint Committe on Cancer / International Union Against
Cancer). Cara penentuan stadium kanker nasofaring yang terbaru adalah menurut
AJCC/UICC edisi ke-6 tahun 2002, yaitu:1

Tumor di nasofaring (T)


Tx Tumor primer tidak dapat ditentukan
To Tidak ditemukan adanya tumor primer
Tis Carcinoma in situ
T1 Tumor terbatas di nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a Tumor meluas sampai daerah orofaring dan/atau fossa nasalis tanpa perluasan
ke depan parafaring
T2b Dengan perluasan ke parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita, atau ruang mastikator
Kelenjar limfe regional (N)
Nx Pembesaran KGB regional tidak dapat ditentukan
No Tidak ada pembesaran KGB regional
N1 Metastasis ke KGB unilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa
supraklavikula
N2 Metastasis ke KGB bilateral, ukuran 6 cm, terletak di atas fossa
supraklavikula
N3 Metastasis ke KGB:
N3a : Ukuran KGB > 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N3b : Terletak pada fossa supraklavikula
Metastasis jauh (M)
Mx Adanya metastasis jauh tidak dapat ditentukan
Mo Tidak ada metastasis jauh
M1 Ada metastasis jauh

Stadium kanker nasofaring menurun sistem TNM:


0 : Tis N0 M0
I : T1 N0 M0
IIa : T2a N0 M0
IIb : T1-2a N1 M0, T2b No-1 M0
III : T1-2b N2 M0, T3 No-2 M0
IVa : T4 N0-2 M0
IVb : semua T N3 M0
IVc : semua T semua N M1

3.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan utama bagi pasien KNF adalah radioterapi, namun sebaiknya juga
dikombinasikan dengan kemoterapi. Pemberian tambahan kemoterapi Cis-
platinum, bleomycin, dan 5-fluorouracil sedang dikembangkan di Departemen THT
FKUI dengan hasil sementara yang cukup memuaskan.1,6 Undifferentiated
carcinoma lebih radiosensitif sedangkan non keratinizing squamous cell carcinoma
merupakan yang paling tidak radiosensitif.
Tatalaksana berdasarkan stadium dibagi menjadi:1
Stadium I : radioterapi.
Stadium II dan III : kemoradiasi.
Stadium IV dengan N<6cm : kemoradiasi.
Stadium IV dengan N>6cm : kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi.
Salah satu efek samping dari radioterapi adalah mulut akan terasa kering yang
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor ketika penyinaran.
Cara mengatasinya adalah menganjurkan pasien untuk makan dengan banyak kuah,
membawa minuman ke mana pun pergi dan makan/mengunyah sesuatu yang
rasanya asam sehingga meragsang keluarnya air liur. Gangguan lain yaitu mukositis
rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, dan kadang-kadang muntah atau
rasa mual.6
Pembedahan diseksi leher radikal dilakukan apabila terhadap benjolan di leher yang
tidak menghilang pada penyinaran atau timbul kembali setelah penyinaran selesai.
Namun, sebelumnya tumor induk harus sudah hilang dan tidak ditemukan adanya
metastasis jauh.1, 6
Apabila pasca pengobatan lengkap dan tumor masih ada (residu)/kambuh kembali
(residitif) serta timbul metastasis jauh (seperti ke tulang, paru, hati, otak),
pengobatan yang dapat dilakukan hanya pengobatan simtomatis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Perawatan paliatif diindikasikan langsung
terhadap pengurangan rasa nyeri, mengontrol gejala dan memperpanjang usia.1, 6

3.2.8 Prognosis Karsinoma Nasofaring


Prognosis hidup setelah 5 tahun berada untuk tiap tingkatan/stadium tumor
a. Stadium I : 85 %

b. Stadium II : 75 %

c. Stadium III : 45 %

d. Stadium IV : 10 %

Kira-kira sepertiga penderita meninggal dunia karena metastasis jauh yang dapat
ditemukan di tulang, paru dan hati.
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn.A, laki-laki, 51 tahun,


diketahui bahwa Tn.A Pasien datang ke Poli THT RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi dengan Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di leher yang
semakin besar, keras dan banyak. 1 tahun SMRS pasien mengatakan muncul
benjolan sebesar ibu jari tangan di leher bagian kirinya. Benjolan tersebut
berjumlah satu, tidak keras, tidak merah, tidak nyeri dan masih dapat digerakkan.
2 bulan SMRS pasien mengeluhkan benjolan di leher bagian kirinya semakin
membesar dan mengeras, serta mulai muncul banyak benjolan baru dengan ukuran
lebih kecil di daerah lehernya. Saat ini pasien mengeluhkan benjolan pertama di
leher bagian kirinya semakin membesar, terasa keras, tidak merah, tidak nyeri
namun tidak dapat digerakkan lagi. Dan benjolan-benjolan kecil di daerah leher
jumlahnya semakin bertambah, namun juga tidak merah, tidak nyeri, keras dan
terfiksir. Selain itu, pasien juga mengeluhkan pendengaran di telinga kiri berkurang,
telinga kiri terasa penuh dan berdenging. Keluhan ini dirasakan pasien seiring
dengan pembesaran benjolan di leher bagian kirinya. Keluhan lain seperti hidung
tersumbat, keluar ingus bercampur darah, mimisan, pandangan kabur, penglihatan
ganda, nyeri pada gigi, susah menelan, sulit berbicara ataupun sakit kepala hebat
disangkal. Demam dan keringat malam disangkal. Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok dan mengkonsumsi alkohol
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Tn.A, dari pemeriksaan
telinga, pada liang telinga kanan dan kiri terdapat timbunan serumen. Dari
pemeriksaan hidung rhinoskopi anterior tidak ditemukan kelainan, sedangkan dari
pemeriksaan rhinoskopi posterior sulit dinilai. Pemeriksaan mulut didapatkan
selaput lender mulut kering. Sedangkan dari pemeriksaan faring didapatkan Tonsil
T1-T1, massa di palatum molle bagian kiri (+), diameter lebih kurang 1 sentimeter,
mudah berdarah (-), nyeri (-), Hiperemis (-). Untuk pemeriksaan laringoskopi
indirek, sulit dinilai. Kemudian untuk pemeriksaan kelenjar getah bening kepala
dan leher didapatkan di regio II kanan Pembesaran (+), ukuran 1x1 cm, permukaan
rata, konsistensi kenyal, bisa digerakkan, hiperemis (-) , nyeri tekan (-). Di regio II-
III kiri Pembesaran (+), ukuran 10x4x8 cm, permukaan tidak rata, konsistensi keras,
terfiksir / tidak dapat digerakkan, nyeri tekan (+) ringan. Regio V kanan-kiri
Pembesaran (+), Ukuran 1x1 cm, jumlah >3, permukaan rata, konsistensi kenyal,
tidak dapat digerakkan, hiperemis (-) , nyeri tekan (-). Dari pemeriksaan fungsi
pendengaran dengan garpu tala didapatkan pada telinga kanan normal, dan hasil tes
telinga kiri rinne (-), weber (lateralisasi ke telinga kiri), swabach memanjang).
Telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa nasoendoscopi, didapatkan
bahwa tampak massa kemerahan, berbenjol-benjol di dinding posterior dan lateral
kiri nasofaring.
Hal tersebut diatas mengarah pada curiga keganasan nasofaring yang
bermetastasis ke kelenjar getah bening leher dalam bentuk benjolan yang semakin
bertambah besar di leher yang mendorong pasien untuk berobat. Pada pasien ini
disertai adanya keluhan penurunan pendengaran pada telinga kiri, telinga kiri
berdenging dan terasa penuh.Gangguan pada telinga merupakan gejala lain dari
keganasan nasofaring yang timbul karena tempat asal tumor yaitu pada daerah fossa
rosenmuller yang terletak di dekat muara tuba eustachius dan diperburuk dengan
adanya serumen yang menutupi liang telinga.
Diagnosis pada pasien saat ini ditegakan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan nasoendoskopi. Pada pasien ini masih perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang lanjutan CT Scan nasofaring dan biopsy massa
nasofaring untuk diagnosa pasti.
Tatalaksana pada pasien ini masih sebatas tatalaksana simptomatik, berupa
pembersihan serumen dari liang telinga kanan dan kiri pasien. Tatalaksana
selanjutnya disesuaikan dengan diagnosa pasti yang ditegakkan.
Prognosis pada pasien ini sangat tergantung kepada tindakan pengobatan
yang dilakukan, stadium serta komplikasi penyakitnya.
BAB V
KESIMPULAN

1. Telah dilaporkan pasien Tn.A, Laki-laki, 51 tahun dengan diagnosa Tumor


Colli et causa suspek ca nasofaring

2. Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel-sel epitelial
yang menutupi permukaan nasofaring. Penyebab karsinoma nasofaring secara
umum dibagi menjadi tiga, yaitu genetik, lingkungan dan virus Ebstein Barr.

3. Gejala dan tanda dari karsinoma nasofaring dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok yaitu gejala pada hidung, telinga, mata dan saraf, serta
pembengkakan leher. Untuk menegakkan diagnosis, selain keluhan tersebut,
juga perlu dilakukan pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung
dinding nasofaring dengan alat endoskopi, CT scan, atau MRI nasofaring dan
sekitarnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.

4. Penatalaksaan tergantung pada lokasi dan stadium penyakit serta status


kesehatan penderita tersebut secara keseluruhan.Pada karsinoma stadium I
digunakan radioterapi, stadium II dan III digunakan kemoradiasi, stadium IV
dengan N<6 cm dilakukan kemoradiasi, stadium IV dengan N> 6cm dilakukan
kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Roezin, A. 2009. Karsinoma Nasofaring dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan


Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 182-187.
2. Piasiska, H. 2010. Profil Penderita Karsinoma Nasofaring di Laboratorium
Patologi Anatomi Kota Medan Tahun 2009 [tesis]. Medan: FK USU.
3. S Leu-Yi, Jhen-Chuan Lee. 2009. Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx,
Oropharynx and Hypopharynx. Original Article. J. Chinese Oncol. Soc.
Vol 25. p.102-13
4. Faiz O dan Moffat D. Nasofaring. Dalam: At a glance anatomi. Jakarta:
Erlangga; 2004
5. Susworo, Makes D. Karsinoma nasofaring aspek radiodiagnostik dan
radioterapi. Jakarta: FK UI, 1987.
6. Kentjono, AW. 2003. Perkembangan Terkini Penatalaksanaan Karsinoma
Nasofaring dalam Majalah Kedokteran Tropis Indonesia Volume 14, Nomor 2.
Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai