Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun oleh:
Fathia Zahra
(1102014096)

Pembimbing:
dr. Evi Handayani, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT


RSUD DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 21 JANUARI – 22 FEBRUARI 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat


karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus yang berjudul
”Otitis Media Supuratif Kronik Auricula Dextra” yang merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di
Departemen Ilmu Telinga, Hidung dan Tenggorok Rumah Sakit Umum Daerah
DR Dradjat Prawiranegara Serang.
Laporan kasus ini diharapkan bisa memberikan beberapa pengetahuan
kepada para pembaca sekalian mengenai penyakit ini.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada dr. Evi Handayani, Sp.THT-KL selaku dokter
pembimbing dalam pembuatan laporan kasus ini dan teman-teman Co-Ass yang
telah membantu dalam pembuatan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini banyak


terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharap kritik dan saran dari pembaca.
Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada
khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan ilmu
kedokteran pada umumnya. AmiIn.

Serang,
Februari 2020

Fathia Zahra

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK AURICULA DEXTRA


Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik di bagian
Departemen Ilmu Telinga, Hidung, dan Tenggorok
Rumah Sakit Umum Daerah DR Dradjat Prawiranegara Serang

Telah disetujui
Tanggal :

Disusun oleh :

Fathia Zahra
1102014096

Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta

Serang, 2020

Pembimbing,

dr. Evi Handayani, Sp.THT-KL

2
BAB I

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. I
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal periksa : 13 Februari 2020

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 13 februari
2020 di Poliklinik THT RSUD dr. Dradjat Prawiranegara, Serang.

Keluhan Utama
Keluar cairan dari telinga kanan sejak ± 4 bulan SMRS.
Keluhan Tambahan
Nyeri kepala, telinga berdenging, penurunan pendengaran

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik THT RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan sejak ± 4 bulan SMRS.
Cairan berwarna kekuningan, berbau dan hilang-timbul. Pasien mengatakan
bahwa keluhan disertai adanya pendengaran yang sedikit menurun dari
telinga kanan. Nyeri kepala dirasakan seperti berdenyut. Pasien juga
mengeluh telinga kanan berdenging, demam naik turun dalam seminggu ini.
Keluhan gatal, batuk, pilek, mual dan muntah disangkal oleh pasien.
± 1 tahun yang lalu pasien sudah berobat ke Poliklinik THT. Pasien
mengatakan bahwa keluhan yang sama yaitu cairan yang keluar dari telinga
kiri sudah 1 minggu. Keluhan keluar cairan telinga tersebut diawali dengan
timbulnya demam dan nyeri pada telinga. Cairan berwarna putih kental
bercampur darah, kemudian cairan berubah menjadi seperti nanah. Terdapat
nyeri pada telinga kiri ± 1 minggu. Terdapat keluahan penurunan pendengaran

3
(+), berdenging (+) Dokter menganjurkan pada telinga kiri tidak boleh terkena
air, kemudian pasien diberi obat tetes telinga, antibiotik dan antiradang.
Pasien lupa nama obat yang diberikan. Demam dan nyeri hilang. Keluhan
membaik menurut pasien.

Gangguan kesadaran, kejang-kejang, trauma di kepala atau sekitar


telinga, dan muntah menyemprot disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya ±1 tahun


yang lalu. Riwayat paru, hipertensi, asma dan alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa seperti
yang dialami oleh pasien.

Riwayat Pekerjaan, Sosisal Ekonomi, Dan Kebiasaan.


Pasien bekerja sebagai buruh. Sejak kecil kira usia ± 5 tahun pasien
sering berenang di sungai. Pasien juga sering mengorek telinga dengan cutton
bud.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg


RR : 18 x/menit
Nadi : 81 x/menit
Suhu : 36,8 °C

Status Generalis

Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva : tidak anemis

4
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor, miosis (+)/(+)
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Thoraks : tidak dilakukan pemeriksaan
Abdomen : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Edema (-/-)
Sianosis (-/-)
Neurologis : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Status Lokalis:

TELINGA

Auris
Bagian Kelainan
Dextra Sinistra
Kelainan
kongenital
- -
Radang dan
- -
Preaurikula tumor
- -
Trauma
- -
Nyeri tekan
tragus
Kelainan
- -
kongenital
- -
Aurikula Radang
- -
Tumor
- -
Trauma
Edema - -
Hiperemis - -
Nyeri tekan - -
Retroaurikula
Sikatriks - -
Fistula - -
Fluktuasi - -

5
Kelainan
kongenital - -
Kulit Merah muda Merah muda
Canalis Sekret + +
Acustikus Serumen + +
Externa Edema - -
Jaringan - -
granulasi - -
Massa

Intak (-) (-)

Retraksi (-) (-)

Refleks
(-) (-)
cahaya
Membran Perforasi (+) sentral (+) marginal
Timpani

Gambar

Auris
Tes Pendengaran
Dextra Sinsitra
Tes Rinne + -
Tes Weber Telinga yang sakit Telinga yang sakit
Tes Scwabach Sama dengan pemeriksa Memendek
Tes Audiometri Tidak dilakukan Tidak dilakukan

HIDUNG

6
Kavum Nasi
Pemeriksaan
Dextra Sinistra
Inspeksi
Bentuk Simetris kanan dan kiri
Sikatrik - -
Hematom - -
Palpasi
Nyeri tekan sinus paranasal - -
Krepitasi - -
Massa - -
Rhinoscopy Anterior
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa cavum nasi Hiperemis (-) Hiperemis(-)
Edema (-) Edema (-)
Sekret - -
Konka inferior Eutrofi Eutrofi
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Konka media Eutrofi Eutrofi
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Meatus inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Meatus media Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Massa (-) Massa (-)
Septum anterior Deviasi (-) Deviasi (-)
Rhinoscopy Posterior
Postnasal drip
Mukosa (licin/tak licin)
Tidak
(merah muda/hiperemis) dapat dinilai
Adenoid
Tumor Tidak
Dapat dinilai
Koana (sempit/lapang)

7
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

Gambar Hidung Bagian Posterior

TENGGOROKAN

Pemeriksaan Kondisi
Faring & Rongga Mulut
Bibir Sianosis (-)
Mukosa mulut Hiperemis (-)
Lidah Normal
Gusi Normal
Gigi berlubang (-)
Palatum durum Hipermis (-)

8
Palatum mole Hipermis (-)
Uvula Hipermis (-), Deviasi (-)
Arkus faring Hipermis (-), Simetris
Tonsil T1 – T1, Hiperemis (-)
Hipofaring & Laring Tidak dilakukan pemeriksaan

Gambar rongga mulut dan faring

IV. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Kultur sekret telinga dan uji resistensi obat


 Audiometri
 CT Scan Mastoid dengan kontras

V. DIAGNOSIS
 Diagnosis Kerja :
 Otitis media supuratif kronis tipe benign auricula dextra sinistra
 Diagnosis Banding :
 Otitis media supuratif kronik tipe maligna auricular dextra sinistra
 Otitis media akut auricula dextra

VI. TATALAKSANA
 Cefixime tab. 100 mg (2x1)
 Asam Mefenamat tab. 500 mg (3x1)

9
Rencana Terapi Medikamentosa
 Larutan H202 3% diberikan untuk 3-5 hari
R/ H202 3% tetes telinga fl. I

∫ 2 dd gtt V AS
 Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung
antibiotik dan kortikosteroid selama 1-2 minggu: (Polymyxin B Sulfate,
Neomycin Sulfate, Fludrocortisone Acetat, Lidocaine HCL) ear drop 3 x 5
tetes/hari AS
R/ Otopain tetes telinga fl. I

∫ 2 dd gtt V ADS
 Jika sudah tenang diberikan antibiotika oral Ampicilin atau Eritromisin
bila pasien alergi terhadap Penicillin: (Amoxicillin, dosis 20-50 mg/kg/hari
dalam dosis terbagi setiap 8 jam)
R/ Tab. Amoxicillin 500mg No. XV

∫ 3 dd Tab I

VII.EDUKASI
 Hindari air masuk ke telinga
 Asupan gizi yang baik untuk meningkatkan daya tahan tubuh Edukasi
pasien untuk menjaga kebersihan telinga guna mencegah komplikasi
penyakit menjadi lebih parah
 Tidak mengorek telinga
 Edukasi pasien untuk melakukan proteksi terhadap telinga dengan
menghindari air masuk ke dalam telinga seperti menggunakan ear plug
atau cotton wad ketika mandi agar air tidak masuk ke dalam telinga
 Edukasi pasien untuk minum obat secara teratur sesuai petunjuk dokter.

VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus
mastoideus, dan tuba eustachius.1,4,5

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki
panjang vertikal rata-rata 9-10 mm, diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm,
dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar ke muka
dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran
timpani berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah
kavum timpani yang dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks
cahaya (none of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :1

a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.


b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum
dan mukosum.
Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :1

a) Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang
tegang dan bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus
pada sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

b) Pars flaksida atau membran Shrapnell.


Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida
dibatasi oleh 2 lipatan yaitu : Plika maleolaris anterior (lipatan muka) dan
Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).

11
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang
dinamakan sulkus timpanikus. Akan tetapi bagian atas muka tidak terdapat sulkus
ini dan bagian ini disebut incisura timpanika (rivini). Permukaan luar dari
membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo temporalis dari nervus
mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus timpani
cabang dari nervus glossofaringeal.

Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam.
Pembuluh-pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari
arteri maksilaris interna. Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri
timpani anterior cabang dari arteri maksilaris interna dan oleh stylomastoid
cabang dari arteri aurikula posterior.

Gambar2.1 Penampang Membran Timpani

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau
vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, medial, anterior,
dan posterior.

Kavum timpani terdiri dari :1,5

a) Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil),


inkus (anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)

12
b) Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan
otot stapedius (muskulus stapedius).
c) Saraf korda timpani.
d) Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada
daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.1,4,5
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani
berbentuk seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36
mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak
dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

a) Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b) Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3
bagian).

13
Gambar 2.2. Anatomi Telinga.6

2.2 Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.4

Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
membran timpani dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih
dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous,
mukous, atau purulen.1,2,3

Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi
otitis media supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa
faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang
terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya
tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene yang buruk.4

2.3 Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak
ditemukan di negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering
dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia

dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90%

14
beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara,

daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik.


Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan
serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya
prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.2

Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat


OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di

antaranya (39–200 juta) menderita kurangnya pendengaran yang signifikan.


Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam
klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi insidensi. Pasien OMSK meliputi
25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.
Prevalensi morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia
cukup tinggi, yaitu sebesar 18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia
antara 3-5,2% atau kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.1

2.4 Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :1,3

a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)


Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada
mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani
ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik
yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,
infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang
gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah. Disamping
itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan
mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan
dalam perkembangan tipe ini. Sekret mukoid kronis berhubungan
dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)

15
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi
tipe ini letaknya marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars
flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini adalah terbentuknya kantong
retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan
kolesteatom.

Kolesteatom adalah Tumpukan dari pengelupasan lapisan keratin epitel


bertatah dalam kavum timpani atau kavum mastoid

Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling
sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini akan memicu respon imun lokal
sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan sitokin. Sitokin
yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat
menstimulasi sel-sel keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat
hiperproliferatif, destruktif, dan mampu berangiogenesis. Massa kolesteatom ini
dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta menimbulkan nekrosis
terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat oleh
reaksi asam oleh pembusukan bakteri.1,3,5

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:5

1. Kolesteatom Kongenital
Kista epitel yang timbul di dalam salah satu tulang kepala (biasanya tulang
temporal) tanpa kontak dengan telinga luar. Dapat tumbuh di tulang temporal
bagian dalam atau skuama. Jumlahnya meningkat dalam ruang mastoid atau
atik.

2. Kolesteatom Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:

 Primary acquired cholesteatoma (kolesteatoma akuisital primer)


Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran
timpani pada daerah atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma. (Kolesteatoma akuisital sekunder)

16
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani.
Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari
liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum
timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia).

2.5 Patofisiologi
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari
OMSK dimulai dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang
disebabkan oleh multifaktorial, diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh
virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi, kekebalan tubuh turun,
lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting mudahnya
anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga
bila terjadi infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga
tengah berupa Otitis Media Akut (OMA).1,4,5

Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses
inflamasi ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus
dan merusak epitel. Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan
infeksi biasanya menyebabkan terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi polip di ruang telinga tengah. Jika lingkaran antara
proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan granulasi ini
berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya. 1,4 . Terjadinya respons imun di
telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-
sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga
tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik
yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

17
Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap
terganggu
Gangguan Tekanan negatif OME
efusi
tuba telinga tengah

Tuba tetap terganggu


Perubahan tekanan tiba-tiba + ada infeksi
Alergi
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Tampon OMA

Tumor

Otitis Media Akut


(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Otitis media Efusi


Supuratif Kronik (OME)
(OMSK)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 2.3 Patogenesis Otitis Media4

2.6 Faktor Resiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada
anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari
nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah
melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius yang abnormal merupakan faktor
predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan sindrom down.
Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan
insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan

18
humoral, seperti hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat
timbul sebagai infeksi telinga kronis.

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :1,2

1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi
terdapat hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi,
dimana kelompok sosio ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi.
Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal ini berhubungan dengan kesehatan
secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.

2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden
OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor
genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media,
tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.


Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis
media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa
yang menyebabkan satu telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan
kronis.

4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh
campuran mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap
standar yang ada saat ini. Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK
ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus sp. 20% dan
Staphylococcus aureus 25%. Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak
sedikit berbeda dengan kebanyakan infeksi telinga lain, karena bakteri yang
ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang masuk ke lubang
perforasi tadi.

5. Infeksi saluran nafas atas.

19
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas
atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan
menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada
dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar
terhadap otitis media kronis.

7. Alergi.
Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi
dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian
penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-
toksinnya, namun hal ini belum terbukti kebenarannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.


Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat
oleh edema.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap


pada OMSK :1

a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan


produksi sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan
pada perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui
mekanisme migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat
di atas sisi medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan
spontan dari perforasi.

2.7 Gejala Klinis

20
1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan
encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan
oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau
hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu sekret yang
encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.1,3

2. Gangguan pendengaran
Tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.
Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat
hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom dapat menghantar
bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada OMSK tipe maligna
biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai
penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus
diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan


berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat
(foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis
supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat.
Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.1,3

3. Otalgia (nyeri telinga)


Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada
merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat
karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman
komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter
atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri
telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis,
subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.

21
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius
lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya
fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Pada penderita
yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi karena perforasi besar
membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin
juga akan menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat
komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena
infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke
telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut
menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :

a. Adanya abses atau fistel retroaurikular


b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum
timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

Gambar 2.4. Perforasi Membran Timpani.8

22
Gambar 2.5. Otitis Media Supuratif Kronik.8

2.8 Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:1,3,6

1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan
penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah
lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada
tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau
bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih
sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan jaringan
granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada
kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau
telinga keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak
perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk
menilai hantaran tulang dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat
penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’
pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

23
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga
kronis memiliki nilai diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan
manfaat otoskopi dan audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya
memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik
memberi kesan adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang
biasa digunakan adalah proyeksi schuller dimana pada proyeksi ini akan
memperlihatkan luasnya pnematisasi mastoid dari arah lateral dan atas,

Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh


kolesteatom, ada atau tidaknya tulang–tulang pendengaran dan beberapa
kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal.1,3

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis
media supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.9

Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari


hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab
biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H. influenza. Akan
tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk
melalui perforasi tadi.

2.9 Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi
penyembuhan serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga.
Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -
obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.1,5,6

24
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang
dapat dibagi atas: konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


1. Otitis media supuratif kronik benigna aktif
Pada keadaan ini sekret masih keluar dari kavum timpani secara aktif.

2. Otitis media supuratif kronik benigna tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk
jangan mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi,
dilarang berenang dan segera berobat bila menderita infeksi saluran
nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi
rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi
berulang serta gangguan pendengaran.

Prinsip pengobatan OMSK benigna adalah :

1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)


Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Cara pembersihan
liang telinga (toilet telinga):1

a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).


Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat
di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di
klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan
liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga kering.

a) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan
telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke
bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka
panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal

25
ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric
dengan iodine.

b) Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis
operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah itu
dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif
cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan
anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai
sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti
yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :1
a) Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang
atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik
dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan
bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya
kuman.

Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk


sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik
misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara
pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman
penyebab dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah:

1. Polimiksin B atau polimiksin E


Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.

26
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif.
Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan
negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b) Antibiotik sistemik.1
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih
dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi
kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan
yang ada pada penderita tersebut.

Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba,


antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya
tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh,
misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik.
Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.

Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan


ofloksasin) atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan
seftriakson) yang juga efektif untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral.

Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat


bakterisid. Pada OMSK aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.

2. Otitis media supuratif kronik maligna.1,5

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan


konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi

27
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain :

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)


2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

28
29
Gambar 2.5. Pedoman Tatalaksana OMSK5

2.10 Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :

A.Komplikasi otologik B.Komplikasi intrakranial


1. Mastoiditis koalesen 1. Abses ekstradural
2. Petrositis 2. Trombosis sinus lateralis
3. Paresis fasialis 3. Abses subdural
4. Labirinitis 4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi :

1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

30
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3
macam lintasan :

1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak


Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian
tulang yang lemah atau defek karena pembedahan, dapat memudahkan
masuknya infeksi.

2. Menembus selaput otak.


Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis.
Dura sangat resisten terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi,
dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi terbentuk pada dura yang
terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.

3. Masuk ke jaringan otak.


Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan
permukaan korteks atau tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi
ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat tromboflebitis atau perluasan
infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular
subkortek.

2.11 Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan
kontrol yang baik terhadap proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran
bervariasi dan tergantung dari penyebab. Hilangnya fungsi pendengaran oleh
gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan, walaupun
hasilnya tidak sempurna.10

Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat
menimbulkan kematian yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak
ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK terjadi pada 18,6% pasien
karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis.10

31
BAB III

PEMBAHASAN

Pasien pada kasus ini mengalami OMSK sesuai dengan keluhannya yang
didapatkan dari anamnesis yaitu:
1. Ottore sejak 4 bulan yang lalu. Berdasarkan aktivitas sekretnya pasien ini
mengalami OMSK tenang. Os demam namun hilang timbul.
2. Sekret kekuningan (seromucos), berbau merupakan tanda dari OMSK.
3. Terdapat penurunan pendengaran yang diketahui dari pemeriksaan penala
4. Didapatkan juga pada pasien ini keluhan nyeri kepala, nyeri telinga
berdenging, Tanda dan gejala yang mengarah ke pada OMSK.
5. Pada pemeriksaan otoskopi terdapat perforasi tipe sentral.
6. Os juga pernah mengalami keluhan yang sama pada telinga kiri ± 1 tahun
yang lalu. Pada hasil pemeriksaan otoskopi perforasi tipe marginal dengan
sklerotik.
7. Kebiasaanya mandi disungai sejak kecil usianya ± 5 tahun dan kebiasaan
mengorek-ngorek telinga dengan cutton bud. Hygiene pada pasien
kemungkinan buruk.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda dibawah ini:
1. Ditemukannya secret kekuningan dan berbau.
2. Pada pemeriksaan otoskopi tidak terdapat kolesteatoma.
3. Ditemukannya perforasi di sentral pada telinga kanan dan marginal pada
telinga kiri. Ini menunjukkan pasien ini mengalami OMSK Auricula dextra
sinistra tipe aman
Penyebab OMSK sering kambuh yaitu adanya perforasi membran timpani
yang permanen, terdapat sumber infeksi pada saluran napas atas, serta gizi dan
higiene pasien yang kurang. Penatalaksanaan OMSK bergantung pada tipe OMSK
tersebut. Prinsip penatalaksanaan OMSK tipe aman (benigna) ialah konservatif
atau dengan medikamentosa sedangkan pada OMSK tipe bahaya (maligna) ialah
pembedahan. Prognosis kesembuhan OMSK adalah dubia karena OMSK
merupakan penyakit yang berulang.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Nursiah S. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap


Beberapa Antibiotika di Bagian THT FK USU/RSUP. H. Adam Malik
Medan. Medan : FK USU. 2003.
2. WHO. Chronic suppurative otitis media burden off illness and management
options. Child and Adolescent Health and Development Prevention of
Blindness and Deafness. Geneva Switzerland. 2004.
3. Farida et al. Alergi Sebagai Faktor Resiko Terhadap Kejadian Otitis Media
Supuratif Kronik Tipe Benigna. Medical Faculty of Hasanuddin. 2009.
4. Djaafar ZA. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
leher. Edisi 6. Jakarta : FKUI. 2007.
5. Adams GL, Boies LR, Higler PA. Penyakit Telinga Tengah dan Mastoid.
Boies, Buku Ajar Penyakit THT Ed. 6. Jakarta:EGC;88-119.
6. Anonim. Otitits Media Kronis. 2009. Diunduh dari
http://www.medicastore.com pada tanggal 15 februari 2020.
7. Anonim. Ear Discharge. 2008. Diunduh dari
http://www.myhealth.gov.my/myhealth pada tanggal 15 februari 2020.
8. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotik Topikal Pada Otitis Media Supuratif
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132.2001.
9. Parry D. Middle Ear, Chronic Suppurative Otitis, Medical Treatment: Follow-
Up. Diunduh dari http://www.emedicine.medscape/otolaryngology pada
tanggal 15 februari 2020.
10. Snow, J.B. and Ballenger, J.J. 2003. Ballenger Otorhinolaryngology Head
and Neck Surgery sixteenth edition. United States: BC Decker Inc

33

Anda mungkin juga menyukai