Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

STRUMA NODUSA NON TOKSIK

Disusun Oleh:

Yuliana Wahyuni (1102014289)

Pembimbing:

dr. M. Rizal Isburhan, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD DR. SLAMET KABUPATEN GARUT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 26 APRIL – 5 JUNI 2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Laporan Kasus yang berjudul “Struma Nodusa
Nontoksik” ini dapat diselesaikan.

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Bedah di RSUD Dr. Slamet Garut. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. M. Rizal Isburhan, Sp. B selaku dokter pembimbing.


2. PPDS dan Pegawai di Bagian SMF Bedah RSUD Dr. Slamet Garut.
3. Teman-teman sejawat dokter muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet Garut.
Segala daya upaya telah dioptimalkan untuk menghasilkan referat yang baik dan
bermanfaat, dan terbatas sepenuhnya pada kemampuan dan wawasan berpikir penulis. Pada
akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca agar dapat menghasilkan tulisan yang lebih
baik di kemudian hari.

Akhir kata penulis mengharapkan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani
aplikasi ilmu.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Garut, Mei 2021

Penulis
IDENTIFIKASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. A
Usia : 38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Margaluyu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 10 Mei 2021

II. ANAMNESA

Keluhan Utama: Benjolan di leher.

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke Poliklinik Bedah RSU dr. Slamet Garut oleh keluarganya
dengan keluhan benjolan di leher. Benjolan sudah ada sejak 1 tahun SMRS dan tidak
ada rasa nyeri saat dipegang ataupun saat beraktivitas. Benjolan awalnya kecil sebesar
koin 500 sehingga pasien tidak memperdulikan benjolan, namun semakin lama
benjolan semakin membesar sebesar telur ayam. Benjolan teraba kenyal, berbatas
tegas, permukaan datar, tidak nyeri dan benjolan mengikuti gerakan menelan. Pasien
mengatakan bahwa tidak merasa sesak, namun agak sedikit mengganjal ketika
mengunyah makanan dan menelan. Pasien tidak merasakan berdebar-debar maupun
berkeringat. Pasien mengatakan bahwa tidak merasa lemas ataupun cepat lelah dan
tidak adanya penonjolan pada kedua bola mata pasien. Pasien mengatakan tidak ada
perubahan suara dan tidak ada penurunan berat badan.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.


riwayat diabetes melitus, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit paru-
paru, alergi atau penyakit keganasan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang
sama. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat diabetes melitus, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit paru-paru, alergi atau penyakit
keganasan.

III.PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Tanda- tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi :80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,0°C
Kepala : Normocephali, distribusi rambut normal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor
………….diameter 2 mm, reflex cahaya langsung +/+, reflex cahaya
………….tidak langsung +/+, exopthalamus -/-
Telinga : Normotia, serumen (-), liang telinga lapang
Hidung : Deviasi hidung (-), normosepta, sekret (-)
Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan : T1-T1 tenang, faring tidak hiperemis
Leher : Tampak pembesaran tiroid. Tidak tampak pembesaran KGB
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterik (-), sianosis
………...(-), anemis (-), suhu lembab.
Thoraks
1. Paru
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris dalam keadaan statis maupun
………………….dinamis, retraksi iga (-).
Palpasi : fremitus baik simetris, nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
2. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis teraba di ICS IV Linea Midclavicula kiri, reguler,
………...kuat angkat
Perkusi : batas atas jantung di ICS II linea parasternal kiri.
batas kiri jantung di ICS VI, linea midclavicula kiri.
batas kanan jantung di ICS IV, linea sternal kanan.
Auskultasi : BJ I/II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : warna kulit kuning langsat, perut datar, pelebaran pembuluh
……..darah (-), bekas operasi (-)
Palpasi : Supel, defens muskular (-), nyeri tekan (-) seluruh kwadaran
……perut, massa (-), Murphy sign (-), nyeri tekan Mc Burney (-),
……Rovsing’s Sign (-), Blumberg sign (-), Undulasi (-), Psoas
sign ……(-), Abturator sign (-), nyeri ketok CVA (-).
Perkusi : Timpani, shiffting dullnes (-)
Auskultasi :Bising usus(+), metalik sound (-)
Ekstremitas : akral hangat +/+, odema -/-

IV. STATUS LOKALIS

Regio Colli

Inspeksi : Tampak benjolan di regio colli anterior dextra sinistra berukuran


10x5 ………………………...cm. Benjolan tidak berbenjol-benjol dan tidak tampak adanya
pulsasi.
Palpasi : Benjolan terasa kenyal, mobile saat menelan, nyeri tekan tidak ada..
……………….…...…...Pembesaran KGB tidak ditemukan.
Auskultasi : bruit negative
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 10 Mei 2021, pukul 09:08 WIB

1. Hematologi
Massa Pendarahan 2.30” menit 1-3
Masa Pembekuan 8 menit 1-11
Darah Rutin
Hemoglobin 11,8 g/dL 12.0-16.0
Hematokrit 36 % 35-47
Lekosit 7,700 /mm3 3,000 – 10,600
Trombosit 377,000 mm3 150,000-440,000
Eritrosit 4.83 juta/uL 3.6-5.8
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 3 % 1-6
Batang 0 % 3-5
Netrofil 64 % 30-70
Limfosit 27 % 30-45
Monosit 6 % 2-10

2. Imunoserologi
FT4 1,68 ng/dL 0,82-1,31
TSHS 0,19 uIU/mL 0.27-4,7
3. Kimia Klinik
Ureum 16 mg/dL 15-50
Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,3
GDS 90 mg/dL <140

RADIOLOGI

1. Radiologi Thorax (10 Mei 2021)

Hasil Pembacaan:
- Cor tidak membesar
- Sinus dan diafragma normal
- Pulmo
Hilus normal
Corakan bronkovaskuler bertambah
Tidak tampak bercak lunak
Kesan :
- Cor dan Pulmo tampak normal

2. USG Thyroid (7 September 2020)


Klinis: tumor tyroid dengan epilepsy
Scan Tiroid Kanan
Ukuran membesar, parenkim inhomogen, tampak nodul hiperekholk inhomogen
batas tidak tegas multiple pada kedua tiroid
Scan Colli bilateral
Tidak tampak nodul hipoekhoik batas tegas pada kedua colli
Kesan:
 Nodul solid multiple pada kedua tiroid
 Tidak tampak pembesaran KGB pada colli bilateral

BIOPSI (31 Oktober 2020)


Makros:
I. Diterima 8 buah slide biopsy aspirasi tyroid kanan
II. Diterima 6 buah slide apus biopsy aspirasi tiroid kiri
Mikros :
I&II. Sediaan apus biopsy aspirasi dari tiroid bilateral menunjukkan gambaran yang
serupa terdiri dari massa koloid dan foamy macrophage serta sel sel folikel tyroid
yang tersebar maupun berkelompok, monolayer, membentuk folikular, inti sel dalam
batas normal. Tidak tampak sel tumor ganas.
Kesimpulan :
I&II. Adenomatous Goiter bilateral

VI. DIAGNOSA KERJA

Struma Nodusa Non Toksik Bilateral

VII. DIAGNOSA BANDING

Struma nodusa toksik


Struma difusa nontoksik

VIII. TATALAKSANA

 Rencana Tiroidectomy Total


 Konsul anestesi
 Inform consent
 IVFD RL 1500cc/24 jam 20tpm
 Ceftriaxone 2x1gr
 Cek ulang darah rutin, ureum, kreatinin, GDS
 Cek ulang Rontgen Thoraks

Tatalaksana di ruang perawatan


 Puasa hingga sadar penuh
 IVFD RL 1500/24 jam 20 tmp
 ceftriaxone 2x1 gr IV
 Asam Tranexamat 3x1 amp IV
 Ketorolac 3x1 amp IV

IX. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam


Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanactionam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar tiroid itu sendiri yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi
koloid secara berlebihan.Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan
perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.Struma
merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme
dapat didiagnosis secara tepat.Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul
satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.

B. ANATOMI TIROID1

Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah
besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan
melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.Keempat
kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi
letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi.Arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal
tiroid.Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.Nervus frenikus
dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid.1

Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri
atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di
sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi
laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior.

Gambar 2. Vaskularisasi kelenjar tiroid.1

C. FISIOLOGI TIROID
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat
tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan
dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T 4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur
ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine
Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untukmengatur sekresi dari kelenjar
tiroid.TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid
ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.1

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon
tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin
Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus.2 Sebenarnya hampir semua sel di tubuh
dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T 3 dan T4
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :

a) Efek pada laju metabolism

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara


keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2
dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.3

b) Efek kalorigenik

Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi


panas.3
c) Efek pada metabolisme perantara
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat
dalam metabolisme bahan bakar.Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik
bersifat multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian
karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga
dapat menginduksi efek yang bertentangan.
d) Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem
saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal.3
e) Efek pada sistem kardiovaskuler
Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi
jantung sehingga curah jantung meningkat.3

f) Efek pada pertumbuhan


Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga
mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein
struktural baru dan pertumbuhan rangka.3
g) Efek pada sistem saraf
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf
terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk
aktivitas normal SSP pada orang dewasa.3

D. EPIDEMIOLOGI

Nodul tiroid pada umumnya jinak.Prevalensi yang dilaporkan penyakit tiroid


nodular tergantung pada populasi yang diteliti dan metode yang digunakan untuk
mendeteksi nodul. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia dan angka kejadian
tinggi pada wanita dengan faktor resiko defisiensi yodium dan setelah paparan
radiasi. Sejumlah penelitian menunjukkan prevalensi 2-6% terdiagnosis dengan
palpasi, 19-35% dengan USG dan 8-65% dalam data otopsi. 4 Prevalensi gondok
nodular meningkat seiring bertambahnya usia dari 2,7% pada wanita dan 2,0% pada
pria menjadi 8,7% pada wanita dan 6,7% pada pria dengan rentang usia 26-30 tahun.
Sedangkan usia 36-40 tahun bisa meningkat menjadi 14,1% wanita dan 12,4% pria.
Untuk usia 45-50 tahun bisa mencapai 18,0% pada wanita dan 14,5% pada pria . 5
Karsinoma tiroid menempati urutan ke-9 dari sepuluh keganasan tersering. National
Cancer Institute dalam survei yang telah dilakukan melaporkan bahwa dari 100.000
orang ditemukan kasus karsinoma tiroid sebesar 12,9% per tahun baik pria maupun
wanita. Angka kematian yaitu 0,5% dari 100.000 orang per tahun. Insidensi umur
karsinoma tiroid yaitu umur <20 tahun sebesar 1,8%, 20-34 tahun sebesar 15,1%,
umur 35-44 tahun sebesar 19,6%, umur 75-84 tahun turun sampai 1,4% dan
puncaknya pada umur 45-54 tahun yaitu 24,2%. Angka kematian tertinggi terletak
pada umur 75-84 tahun yaitu 28,9%. Estimasi kasus baru karsinoma tiroid adalah
62.980 orang pada tahun 2014. Sedangkan estimasi kematian pada tahun 2014
sebesar 1.890 orang. Angka insidensi tahunan kanker tiroid bervariasi di seluruh
dunia yaitu dari 0,5-10% per 100.000 populasi. Karsinoma tiroid mempunyai angka
prevalensi yang sama dengan multipel mieloma. Karsinoma tiroid ini merupakan
jenis keganasan jaringan endokrin yang terbanyak, yaitu 90% dari seluruh kanker
endokrin.6

E. KLASIFIKASI

Struma dapat dibagi menjadi :

1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti
yang ditemukan pada Grave’s disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
3) Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin,
maka bisa dibagi menjadi:
a. Hipertiroidi sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada
penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), produksi hormontiroksin
berlebihan.
b. Eutiroid bila produksi hormon tiroksin normal.
c. Hipotiroidi bila produksi hormon tiroksin kurang.
d. Struma nodosa non toksik bila tanpa tanda-tanda hipertiroid
4) Berdasarkan jumlah nodul;
a. Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
b. Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
5) Berdasarkan konsistensinya:
a. Nodul lunak
b. Nodul kistik
c. Nodul keras
d. Nodul sangat keras

F. ETIOLOGI
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh:

1) Hiperplasia dan Hipertrofi

Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan
cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan
kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi
hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas
dan kehamilan.

2) Inflamasi atau Infeksi

Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis
subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)

3) Neoplasma

Jinak dan ganas.


G. MANIFESTASI KLINIS

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon


tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar
berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau
biasa disebut hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :

· Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan


· Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
· Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga menghasilkan
tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka panjang dapat menjadi
fibrilasi atrium
· Tremor
· Diare
· Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
· Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :

· Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah


· Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
· Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
· Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan tungkai.

Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya.Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid.Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui
apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus
digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,
timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening.Perbedaannya terasa pada saat pasien
diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut
bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus
dideskripsikan:
- Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, isthmus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoideus
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak.
Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas

Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan


nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :

1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan
enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign).

H. DIAGNOSIS
Struma Nodosa Nontoksik
Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah
struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis
yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai
tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai
struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.

Patofisiologi

SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi
10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada
seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung
litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.
Gejala Klinis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak
adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada
palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya
tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher.
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa
berat karena terfiksasi pada trakea.
Tatalaksana

Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-


macam teknik operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram
b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus
c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk
mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang dalam langkah menegakkan diagnosis klinis meliputi:

1. Pemeriksaan laboratorium

Hormon (TSH) tiroid stimulating hormon harus diperiksa pada pasien untuk
menentukan orang-orang dengan tirotoksikosis atau hipotiroid. Ketika tingkat
TSH normal, aspirasi harus dipertimbangkan. Ketika kadar hormon rendah,
diagnosis hipertiroidisme harus dipertimbangkan. Serum kalsitonin harus diukur
pada pasien dengan riwayat keluarga kanker tiroid meduler. Tes fungsi tiroid
tidak boleh digunakan untuk membedakan apakah nodul tiroid jinak atau ganas.
T4, antibodi peroksidase antitiroid dan tes tiroglobulin tidak membantu dalam
menentukan apakah nodul tiroid jinak atau ganas, tetapi mungkin membantu
dalam diagnosis penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto.7
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dan USG)
a. Foto rontgen
Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru pada
posisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan dalam
menentukan luasnya tumor dan ada metastasis atau tidak.8

b. Ultrasonography (USG)

Pemeriksaan dilakukan dengan posisi transduser yaitu secara


transversal mulai dari pole bawah digeser ke arah cephalad sampai
pole atas sehingga seluruh tiroid dapat dinilai. Kemudian dapat
dilakukan pemeriksaan dengan posisi transduser longitudinal atau
oblik dimulai dari lateral ke arah medial. Dilakukan pemotretan
dengan foto polaroid atau film multiformat, serta diambil ukuran tiroid
dan ukuran tumor yang nampak.9

3. Pemeriksaan sidik tiroid


Dasar pemeriksaan ini adalah pengambilan dan pendistribusian yodium radioaktif
dalam kelenjar tiroid yang dapat dilihat dari pemeriksaan ini adalah besar,
bentuk, dan letak kelenjar tiroid serta distribusi dalam kelenjar serta dapat diukur
pengambilan yodiumnya dalam waktu 3, 12, 24 dan 48 jam.9
4. Pemeriksaan FNAB
Penggunaan pemeriksaan sitologi ini sebagai alat bantu diagnostik dapat
digunakan untuk menegakkan diagnostik karsinoma tipe papilar, anaplastik,
medular, tiroiditis dan kebanyakan koloid nodul jinak. Namun demikian FNAB
tidak bisa membedakan adenoma folikular dan karsinoma folikular dan nodul
koloid yang hiperseluler.10
5. Pemeriksaan histopatologi
Merupakan pemeriksaan diagnostik utama.Jaringan diperiksa setelah dilakukan
tindakan lobektomi atau isthmolobektomi. Kemudian di warnai degangan
Hematoksilin Eosin (HE) dan diamati di bawah mikroskop lalu ditentukan
diagnosa berdasarkan gambaran pada peparat.1

J. DIAGNOSA BANDING
Struma Difusa Toksik

Definisi

Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus,
hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda
dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi
terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi
berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering
ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada
mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit
Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat
ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon
tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh
kelenjar tiroid.

Patofisiologi

Grave’s Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan


system imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid
ReceptorAntibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan
menstimulasinya secaraberlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya
dan kadar hormone tiroid dalam tubuh menjadi meningkat.

Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan


metabolisme di semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat
jelas. Peningkatan metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan
seringkali asupan (intake) kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi
penurunan berat badan secara drastis.

Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk


peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac
output sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi
meningkat dan tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita
akan mengalami takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf
autonom dapat mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi
atrium, dan fibrilasi ventrikel.

Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering


timbul polidefekasi dan diare.

Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit


tidur, sering terbangun di waktu malam.Penderita mengalami ketidakstabilan emosi,
kegelisahan, kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat
menggangu.

Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea


yang tidak terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal,
biasanya cukup mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan
oleh gangguan elektrolit yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut.

Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia.


Kelainan mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap
reseptor pada jaringan ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata.Jaringan ikat dan
jaringan lemaknya menjadi hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot
mata terjepit.Akibatnya terjadi eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola
mata akibat keratitis. Gangguan gerak otot akan menyebabkan strabismus.

Tatalaksana

Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/


hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau
karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka
panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.Pembedahan terhadap
tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa
gagal dengan kelenjar tiroid besar.Pembedahan yang baik biasanya memberikan
kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan
komplikasi yang minimal.

Struma Nodosa Toksik

Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus
yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia
dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20
tahun dapat menjadi toksik.Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh
Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease.

Patofisiologi

Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid
yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah
menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian
ormone tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.

Gejala Klinis

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Grave’s disease dengan


Plummer’s disease karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid.Yang
membedakan adalah saat pemeriksaan fisik di mana pada saat palpasi kita dapat
merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu lobus.

Tatalaksana

Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif
dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium
radiokatif, atau tiroidektomi.Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar
tiroid besar.Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang
minimal.

Struma Difusa Nontoksik

Definisi
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar
tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan
defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat
kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti
terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium
dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegunungan, seperti di
himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian
yodium tambahan belum terlaksana dengan baik

Patofisiologi

Umumnya, mekanisme terjadinya goiter disebabkan oleh adanya defisiensi


intake iodin oleh tubuh.Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan sintesis
hormon tiroid kongenital ataupun goitrogen (agen penyebab goiter seperti intake
kalsium berlebihan maupun sayuran family Brassica). Kurangnya iodin menyebabkan
kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu peningkatan
pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek
kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi
dari sel folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik.
Pembesaran ini dapat menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik
tersebut kebutuhan hormon tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti
defisiensi iodin endemik, pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit
yang ada. Kondisi itulah yang dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran
tiroid mengikuti level dan durasi defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.

Goiter Difus

Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik
(fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat
juga disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya
dipenuhi oleh koloid.Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.

Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya
mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah
teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau
gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.

Pada goiter ormon, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan
involusi koloid.Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan
simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram).Folikel-
folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini
tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan
atau kebutuhan tubuh akan ormone tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel
sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara
makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara secara histologis
akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan
kuboid.

Gejala Klinis

Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar


tiroid. Sebagian besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian
lagi mengalami keadaaan hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-
anak dengan defek biosintetik sebagai penyebabnya, termasuk defek pada transfer
yodium.

Tatalaksana

Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan
mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli
selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan
kemudian tapering off dalam 4 minggu.Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak
juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan
tindakan operatif.

Karsinoma Tiroid

Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari
sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid
yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid
jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya
kanker tiroid bisa disembuhkan

Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan


membatasikemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan
cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi hipertiroidisme.

Klasifikasi karsinoma tiroid

1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis
paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa
muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi
sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar
tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat
terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru.

2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-
25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di
atas 40 tahun.Karsinoma folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih
sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak
meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis
papiler.

3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker
tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi secara
cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada
mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor didaerah tiroid.
Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar
menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa
bulan.

4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik


diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita daripada
pria dan paling sering di atas 50 tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis,
sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya adalah
kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering
dikatakan herediter.

K. PENATALAKSANAAN

Medika Mentosa

Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid


Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini
bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu
untuk menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga
diberikan untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi
pengangkatan kelenjar tiroid.Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini
adalah propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
Non Medika Mentosa
1. Operasi/Pembedahan
Pembedahan menghasilkan hipotiroidisme permanen yang kurang sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak
dapat diterapi dengan obat-obat anti tiroid.Reaksi-reaksi yang merugikan yang
dialami dan untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan.
Pada wanita hamil atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik
atau pil KB), kadar hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan
makin banyak tiroid yang terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan
kadar T4 sehingga dapat diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan dengan mengangkat sebagian besar kelenjar tiroid, sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat
sekitar 3 hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang
tersisa mungkin tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat
dan pemeriksaan laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu
setelah tindakan pembedahan.
2. Yodium Radioaktif
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi pada
kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan.Pasien yang tidak mau
dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat mengurangi gondok sekitar
50%. Yodium radioaktif tersebut berkumpul dalam kelenjar.

Tindakan Pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah :

1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa


2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik
Kontraindikasi pada operasi struma :

1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya


2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang belum
terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya sering
dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun
laring dapat sekaligus dilakukan reseksi trakea atau laringektomi, tetapi
perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang
baik.

Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah


nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut
suspek maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable.

Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan


biopsi insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis.Dilanjutkan dengan
tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.Bila nodul tiroid
suspek maligna yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan
isthmolobektomi atau lobektomi.Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi
tersebut jinak maka operasi selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan
terlebih dahulu jenis karsinoma yang terjadi.

Komplikasi pembedahan tiroid :


a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior
b. Dispneu
c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi kelemahan
d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lenih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi pemendekan pita
suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid. Kemungkinan nervus terligasi saat
operasi

L. PROGNOSIS
Prognosis struma dapat berbeda-beda, tergantung dari penyebabnya.
Contohnya, struma yang disebabkan kekurangan iodin tentunya akan memiliki
prognosis lebih baik daripada yang disebabkan kanker. Pada umumnya prognosis
Struma Nodusa Non Toksik baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
3. Sherwood, L., 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi VI. Jakarta : EGC
4. Dean DS, Gharib H. 2008. Epidemiology of thyroid nodules. Clin Endocrinol.
Metab.22(6): 901
5. Reiners C, Wegscheider K, Schicha H, Vaupel R, Wrbitzky R, Draeger PMS. 2004.
Prevalence of thyroid disorders in the working population of Germany
ultrasonography screening in 96.278 unselected employees. Thyroid. 14(11):926-32
6. Kumar V, Maitra A. 2007. Sistem endokrin dalam: Kumar, Cotran, Robbins. Buku
ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC
7. Hegedus L. 2004. The thyroid nodule. N Engl J Med. 351(1): 1764-71
8. Thyroid disease manager. 2012. Thyroid nodules. Shout Darmouth: Thyroid disease
manager. Diakses dari http://www.thyroidmanager.org/chapter/thyroid-nodules/#toc-
therapy-for-nodules-table-18-318-4-figure-18-13. Pada tanggal 20 Mei 2021.
9. Clark DP, Faquin WC. 2005. Thyroid cytopathology. 2nded. New York: Springer
10. Sriwidyani NP, Mulyadi K. 2007. Peranan fnab untuk diagnosis pembesaran kelenjar
tiroid. Medicine.

Anda mungkin juga menyukai