Disusun Oleh:
Pembimbing:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan kekuatan dan kemampuan
kepada penyusun sehingga penyusunan Laporan Kasus yang berjudul “Struma Nodusa
Nontoksik” ini dapat diselesaikan.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti dan
menyelesaikan kepaniteraan klinik SMF Bedah di RSUD Dr. Slamet Garut. Dalam
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Akhir kata penulis mengharapkan laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca, khususnya bagi para dokter muda yang memerlukan panduan dalam menjalani
aplikasi ilmu.
Penulis
IDENTIFIKASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Usia : 38 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Margaluyu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 10 Mei 2021
II. ANAMNESA
Pasien datang ke Poliklinik Bedah RSU dr. Slamet Garut oleh keluarganya
dengan keluhan benjolan di leher. Benjolan sudah ada sejak 1 tahun SMRS dan tidak
ada rasa nyeri saat dipegang ataupun saat beraktivitas. Benjolan awalnya kecil sebesar
koin 500 sehingga pasien tidak memperdulikan benjolan, namun semakin lama
benjolan semakin membesar sebesar telur ayam. Benjolan teraba kenyal, berbatas
tegas, permukaan datar, tidak nyeri dan benjolan mengikuti gerakan menelan. Pasien
mengatakan bahwa tidak merasa sesak, namun agak sedikit mengganjal ketika
mengunyah makanan dan menelan. Pasien tidak merasakan berdebar-debar maupun
berkeringat. Pasien mengatakan bahwa tidak merasa lemas ataupun cepat lelah dan
tidak adanya penonjolan pada kedua bola mata pasien. Pasien mengatakan tidak ada
perubahan suara dan tidak ada penurunan berat badan.
Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang
sama. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat diabetes melitus, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal, penyakit paru-paru, alergi atau penyakit
keganasan.
III.PEMERIKSAAN FISIK
Regio Colli
Pemeriksaan Laboratorium
1. Hematologi
Massa Pendarahan 2.30” menit 1-3
Masa Pembekuan 8 menit 1-11
Darah Rutin
Hemoglobin 11,8 g/dL 12.0-16.0
Hematokrit 36 % 35-47
Lekosit 7,700 /mm3 3,000 – 10,600
Trombosit 377,000 mm3 150,000-440,000
Eritrosit 4.83 juta/uL 3.6-5.8
Hitung Jenis Lekosit
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 3 % 1-6
Batang 0 % 3-5
Netrofil 64 % 30-70
Limfosit 27 % 30-45
Monosit 6 % 2-10
2. Imunoserologi
FT4 1,68 ng/dL 0,82-1,31
TSHS 0,19 uIU/mL 0.27-4,7
3. Kimia Klinik
Ureum 16 mg/dL 15-50
Kreatinin 0,6 mg/dL 0,5-1,3
GDS 90 mg/dL <140
RADIOLOGI
Hasil Pembacaan:
- Cor tidak membesar
- Sinus dan diafragma normal
- Pulmo
Hilus normal
Corakan bronkovaskuler bertambah
Tidak tampak bercak lunak
Kesan :
- Cor dan Pulmo tampak normal
VIII. TATALAKSANA
IX. PROGNOSIS
A. DEFINISI
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar tiroid itu sendiri yang biasanya terjadi karena folikel-folikel terisi
koloid secara berlebihan.Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan
perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi.Struma
merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme
dapat didiagnosis secara tepat.Setelah bertahun-tahun sebagian folikel tumbuh
semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut menjadi noduler.Struma
nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul
satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme.
B. ANATOMI TIROID1
Kelenjar tiroid terletak di leher, yaitu antara fasia koli media dan fasia
prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terdapat trakea, esofagus, pembuluh darah
besar dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea dan fascia pretrakealis dan
melingkari trakea dua pertiga bahkan sampai tiga perempat lingkaran.Keempat
kelenjar paratiroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tiroid, tetapi
letak dan jumlah kelenjar ini dapat bervariasi.Arteri karotis komunis, vena jugularis
interna dan nervus vagus terletak bersama dalam suatu sarung tertutup di latero dorsal
tiroid.Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring.Nervus frenikus
dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan
prevertebralis.
Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari empat sumber antara lain arteri
karotis superior kanan dan kiri, cabang arteri karotis eksterna kanan dan kiri dan
kedua arteri tiroidea inferior kanan dan kiri, cabang arteri brakhialis. Kadang kala
dijumpai arteri tiroidea ima, cabang dari trunkus brakiosefalika. Sistem vena terdiri
atas vena tiroidea superior yang berjalan bersama arteri, vena tiroidea media di
sebelah lateral dan vena tiroidea inferior. Terdapat dua macam saraf yang mensarafi
laring dengan pita suara (plica vocalis) yaitu nervus rekurens dan cabang dari nervus
laringeus superior.
C. FISIOLOGI TIROID
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T 4) yang
kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T 3). Iodium
nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat
ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat
tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan
dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T 4 kemudian akan dilepaskan ke
sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur
ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat
tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine
Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating
Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untukmengatur sekresi dari kelenjar
tiroid.TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid
ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang
menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu
menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang.1
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon
tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus
anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin
Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus.2 Sebenarnya hampir semua sel di tubuh
dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T 3 dan T4
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu :
b) Efek kalorigenik
D. EPIDEMIOLOGI
E. KLASIFIKASI
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus, seperti
yang ditemukan pada Grave’s disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummer’s disease
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
3) Dari aspek fungsi kelenjar tiroid, yang tugasnya memproduksi hormon tiroksin,
maka bisa dibagi menjadi:
a. Hipertiroidi sering juga disebut toksik (walaupun pada kenyataannya pada
penderita ini tidak dijumpai adanya toksin), produksi hormontiroksin
berlebihan.
b. Eutiroid bila produksi hormon tiroksin normal.
c. Hipotiroidi bila produksi hormon tiroksin kurang.
d. Struma nodosa non toksik bila tanpa tanda-tanda hipertiroid
4) Berdasarkan jumlah nodul;
a. Bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa)
b. Bila lebih dari satu disebut struma multinodosa.
5) Berdasarkan konsistensinya:
a. Nodul lunak
b. Nodul kistik
c. Nodul keras
d. Nodul sangat keras
F. ETIOLOGI
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh:
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan
cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan
kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi
hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas
dan kehamilan.
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis
subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)
3) Neoplasma
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa
benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau
hipotiroidnya.Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali
lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif atau lamban, disertai dengan
gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara. Setelah itu baru
ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid.Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui
apakah ada kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang
dengan keluhan ke arah gejala-gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus
digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling
pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak,
timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau
tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar
adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening.Perbedaannya terasa pada saat pasien
diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut
bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak maka harus dipikirkan
kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran yang teraba harus
dideskripsikan:
- Lokasi: lobus kanan, lobus kiri, isthmus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus
sternokleidomastoideus
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak.
Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar
digerakkan, walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan
kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul
yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang
sudah berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun
nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan
enoftalmus merupakan tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama
yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening
regional atau perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berry’s Sign).
H. DIAGNOSIS
Struma Nodosa Nontoksik
Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah
struma nodosa menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis
yang menyebabkan pembesaran asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai
tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai
struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan harus
diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.
Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi
10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada
seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya
sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang
penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung
litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.
Gejala Klinis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena
tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak
adanya gejala toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada
palpasi dirasakan adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya
tiroid mulai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar
tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma
nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat
menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra lateral.
Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.
Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi
dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher.
Sewaktu menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa
berat karena terfiksasi pada trakea.
Tatalaksana
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
Hormon (TSH) tiroid stimulating hormon harus diperiksa pada pasien untuk
menentukan orang-orang dengan tirotoksikosis atau hipotiroid. Ketika tingkat
TSH normal, aspirasi harus dipertimbangkan. Ketika kadar hormon rendah,
diagnosis hipertiroidisme harus dipertimbangkan. Serum kalsitonin harus diukur
pada pasien dengan riwayat keluarga kanker tiroid meduler. Tes fungsi tiroid
tidak boleh digunakan untuk membedakan apakah nodul tiroid jinak atau ganas.
T4, antibodi peroksidase antitiroid dan tes tiroglobulin tidak membantu dalam
menentukan apakah nodul tiroid jinak atau ganas, tetapi mungkin membantu
dalam diagnosis penyakit Graves atau tiroiditis Hashimoto.7
2. Pemeriksaan radiologi (Rontgen dan USG)
a. Foto rontgen
Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan sinar rontgen ke paru pada
posisi anteroposterior (AP) untuk dapat menilai dan berperan dalam
menentukan luasnya tumor dan ada metastasis atau tidak.8
b. Ultrasonography (USG)
J. DIAGNOSA BANDING
Struma Difusa Toksik
Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Grave’s Disease. Penyakit ini
juga biasa disebut Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus,
hipertiroidi dan eksoftalmus. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda
dengan gejala seperti berkeringat berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi
terhafap panas, penurunan berat badan, ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi
berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering buang air besar ). Klinis sering
ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang terdapat juga manifestasi pada
mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi. Walaupun etiologi penyakit
Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari suatu antibodi yang dapat
ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap peningkatan hormon
tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium radiokatif oleh
kelenjar tiroid.
Patofisiologi
Gejala Klinis
Tatalaksana
Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus
yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia
dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20
tahun dapat menjadi toksik.Pertama kali dibedakan dari penyakit Grave’s oleh
Plummer, maka disebut juga Plummer’s disease.
Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid
yang tidak menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati,
dalam 15-20 tahun dapat menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan dari nontoksik menjadi toksik antara lain adalah nodul tersebut berubah
menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit autoimun), pemberian
ormone tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.
Gejala Klinis
Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummer’s Disease juga sama dengan Grave’s
yaitu ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan
pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil (PTU) atau karbimazol. Terapi definitif
dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium
radiokatif, atau tiroidektomi.Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar
tiroid besar.Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang
minimal.
Definisi
Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran kelenjar
tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan
defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat
kurang lebih 5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti
terbukti dari beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium
dalam diet. Kejadian goiter endemik sering terjadi di derah pegunungan, seperti di
himalaya, alpens, daerah dengan ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian
yodium tambahan belum terlaksana dengan baik
Patofisiologi
Goiter Difus
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik
(fungsi tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat
juga disebut sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya
dipenuhi oleh koloid.Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya
mengandung sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah
teresebut. Contoh daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau
gangguan enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.
Pada goiter ormon, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan
involusi koloid.Pada fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan
simetris, walaupun pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram).Folikel-
folikelnya dilapisi oleh sel kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini
tidak sama di keseluruhan kelenjar. Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan
atau kebutuhan tubuh akan ormone tiroid menurun, terjadi involusi sel epitel folikel
sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi oleh koloid. Biasanya secara
makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen, sementara secara histologis
akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel epitelnya gepeng dan
kuboid.
Gejala Klinis
Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan
mengatasi hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli
selama 4-6 bulan. Bila ada perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan
kemudian tapering off dalam 4 minggu.Bila 6 bulan sesudah pengobatan struma tidak
juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak berhasil dan harus dilakukan
tindakan operatif.
Karsinoma Tiroid
Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari
sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid
yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid
jarang menyebabkan pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan
kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak, biasanya
kanker tiroid bisa disembuhkan
1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis
paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa
muda dan lebih banyak pada wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi
sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada kelenjar
tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis dapat
terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru.
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-
25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di
atas 40 tahun.Karsinoma folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih
sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar X semasa kanak-kanak
meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis
papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker
tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi secara
cepat, mula-mula disekitarnya dan kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada
mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor didaerah tiroid.
Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar
menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa
bulan.
K. PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Tindakan Pembedahan
L. PROGNOSIS
Prognosis struma dapat berbeda-beda, tergantung dari penyebabnya.
Contohnya, struma yang disebabkan kekurangan iodin tentunya akan memiliki
prognosis lebih baik daripada yang disebabkan kanker. Pada umumnya prognosis
Struma Nodusa Non Toksik baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Sjamsuhidayat.R. 2011 Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC
2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,
Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
3. Sherwood, L., 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi VI. Jakarta : EGC
4. Dean DS, Gharib H. 2008. Epidemiology of thyroid nodules. Clin Endocrinol.
Metab.22(6): 901
5. Reiners C, Wegscheider K, Schicha H, Vaupel R, Wrbitzky R, Draeger PMS. 2004.
Prevalence of thyroid disorders in the working population of Germany
ultrasonography screening in 96.278 unselected employees. Thyroid. 14(11):926-32
6. Kumar V, Maitra A. 2007. Sistem endokrin dalam: Kumar, Cotran, Robbins. Buku
ajar patologi. Edisi ke-7. Jakarta: EGC
7. Hegedus L. 2004. The thyroid nodule. N Engl J Med. 351(1): 1764-71
8. Thyroid disease manager. 2012. Thyroid nodules. Shout Darmouth: Thyroid disease
manager. Diakses dari http://www.thyroidmanager.org/chapter/thyroid-nodules/#toc-
therapy-for-nodules-table-18-318-4-figure-18-13. Pada tanggal 20 Mei 2021.
9. Clark DP, Faquin WC. 2005. Thyroid cytopathology. 2nded. New York: Springer
10. Sriwidyani NP, Mulyadi K. 2007. Peranan fnab untuk diagnosis pembesaran kelenjar
tiroid. Medicine.