Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS

STRUMA NODUSA NON-TOKSIK

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Bedah

Diajukan kepada:
Pembimbing Klinik : dr. Irwan Syafril, Sp.B

Disusun oleh :
Sinta Tri Ciptarini (H2A011042)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD TUGUREJO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
Laporan kasus ini telah dipresentasikan dan disetujui oleh dokter pembimbing
dari:
Nama

: Sinta Tri Ciptarini

NIM

: H2A011042

Fakultas

: Kedokteran

Universitas

: Universitas Muhammadiyah Semarang

Judul Kasus

: Struma Nodusa Non Toksik

Pembimbing : dr. Irwan Syafril, Sp.B

Semarang, April 2016


Dokter Pembimbing

dr. Irwan Syafril, Sp.B

BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar endokrin terletak di leher bagian depan
terdiri dari 2 lobus kanan dan kiri. Sebagai kelenjar endokrin , kelenjar tiroid
menghasilkan hormone yaitu tetra-iodothyroinine (T4) atau thyroxin dan tri-

iodothyronine (T3). Hormon kelenjar tiroid mempunyai peran penting dalam


berbagai proses metabolik tubuh dan pertumbuhan. Hormon tiroid merupakan
hormone yang berperan unutk metabolism energy,nutrisi,karbohidrat,protein dan
vitamin. Struma merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan yodium
sebagai unsur utama dalam pembentukan hormon T3 dan T4 sehingga untuk
mengimbangi kekurangn tersebut, kelenjar tiroid bekerja lebih aktif dan
menimbulkan pembesaran yang mudah terlihat di kelenjar tiroid. Struma dapat
diklasifikasikan berdasarkan fisiologis yaitu termasuk di dalamnya eutiroidisme,
hipotiroidisme, dan hipertiroidisme. Struma nodusa terutama karena defisiensi
iodium dan merupakan salahs atu masalah gizi di Indonesia. Etiologinya
umumnya multifaktorial, biasanya tiroid sudah membesar sejak usia mudah dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Penderita struma nodusa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal tetapi
kebanyakan berkembang menjadi multinodular yang tidak berfungsi. struma
nodusa tanpa disertai tanda hipertiroidisme disebut struma nodusa nontoksik.

BAB II
LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Status
Pekerjaan
Suku
Agama
Pendidikan
Nomor RM

: Tn. S
: 43 th
: Laki-laki
:Pencar RT 03/ RW IV, Kaliputih Singorojo,Kendal
: Menikah
: Buruh
: Jawa
: Islam
: SMP
: 497731

Masuk rumah sakit


II.

: 28 Maret 2016

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis tanggal 29 Maret 2016, pukul
14.00, di Bangsal Anggrek RSUD Tugurejo Semarang
Keluhan utama : Benjolan di leher depan kanan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien laki-laki, berusia 43 tahun, datang ke rumah sakit dengan
keluhan adanya benjolan yang muncul di leher depan sisi kanan sejak 4
tahun SMRS. Awalnya benjolan dirasakan sebesar kelereng, 1 tahun
terakhir, benjolan dirasakan semakin membesar berukuran kurang lebih
sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah
leher. Benjolan terasa sedikit nyeri saat batuk, bekerja dalam waktu lama,
dan angkat berat.
Tidak ada keluhan gangguan bernapas atau gangguan menelan.
Pasien tidak mengeluhkan sering berkeringat pada kedua tangannya, nafsu
makan normal, dan tidak ada penurunan berat badan. Tidak ada keluhan
demam, cepat haus, gangguan buang air besar, rasa berdebar-debar, cepat
lelah, rasa cemas dan sulit tidur.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat darah tinggi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat alergi obat maupun makanan : disangkal


Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit yang sama seperti pasien
Riwayat darah tinggi
Riwayat DM

: disangkal
: diakui ( ibu )
: disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien sebagai buruh, pembiayaan dengan BPJS. Kesan ekonomi cukup.
III.

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 29 Maret 2016, pukul 14.30 WIB


Keadaan umum : baik
Kesadaran
: compos mentis
GCS
: E4M6V5 = 15
Vital Sign
TD
: 120/90 mmHg
RR
: 22 x / menit
Nadi
: 82 x / menit
Suhu
: 36,5 0C
BB
: 60 kg
TB
: 170 cm
IMT
: 20,7 (normoweight)
Status interna
Kepala
: kesan mesocepal
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Hidung
: nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)
Telinga: serumen ( - ), nyeri tekan mastoid ( - ), nyeri tekan tragus ( - )
Mulut
: sianosis (-), bibir pecah pecah (-)
Leher
: (status lokalis)
Thorax
Mammae (status lokalis)
Cor
Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: ictus cordis teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi

Batas kanan bawah jantung

: ICS 5 linea parasternal

dextra
Batas kiri bawah jantung

: ICS 5 linea mid clavicula

sinistra
Pinggang jantung

: ICS 3 linea parasternal

sinistra
batas atas jantung

: ICS 2 linea parastrenal

sinistra
Auskultasi
: bunyi jantung dalam batas nomal, tidak ada suara
tambahan.

Pulmo
Tampak Depan

Tampak Belakang

SD Vesikuler

SD Vesikuler

Wheezing (-), ronki (-)


Paru
Depan
Inspeksi

Wheezing (-), ronki (-)

Dextra

Sinistra

Normochest, simetris, kelainan Normochest, simetris, kelainan


kulit (-), sudut arcus costa dalam kulit (-), sudut arcus costa dalam
batas normal, SIC dalam batas batas normal, SIC dalam batas

Palpasi

normal
normal
Pengembangan pernafasan paru Pengembangan pernafasan paru
normal
normal
Simetris, nyeri tekan (-), SIC Simetris, nyeri tekan (-), SIC
dalam

Perkusi
Auskultas
i

Abdomen

batas

normal,

taktil dalam

batas

normal,

taktil

fremitus normal. Gerak dada tidak fremitus normal. Gerak dada


ada yang tertinggal, massa (-)

tidak ada yang tertinggal, massa

(-)
Sonor seluruh lapang paru
Sonor seluruh lapang paru
Suara dasar vesicular, wheezing
Suara dasar vesicular, wheezing
(-), ronki (-)
(-), ronki (-)

Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas

: datar, warna kulit sama dengan sekitar


: bising usus normal
: timpani seluruh regio abdomen
: nyeri tekan (-)

:
Superior

Inferior

Akral pucat

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Deformitas

-/-

-/-

Capillary Refill

< 2 detik/< 2 detik

< 2 detik/< 2 detik

STATUS LOKALIS :
Regio
Inspeksi

: Colli anterior
: Tampak benjolan di leher sisi kanan. Warna kulit
pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar.

Palpasi

Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan.


: Benjolan teraba kenyal, mobile (mudah
digerakkan). Berbatas tegas, berukuran + 3 x 3 cm
x 2 cm. Nyeri tekan (-). Trakea berada di tengah.
Pembesaran KGB (-).

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
darah rutin :
Hemoglobin

Hasil

Nilai Rujukan

L 11,20

11,7-15,5 g/dl

Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
Elektrolit
Natrium
Chlorida
Kalium
Kimia Klinik
GDS
Ureum
Kreatinin
Imuno-serologi
T3
T4
TSH

7,24
3,82
L 32,40
255

3,6-11 ribu
3,8 5,2 juta
35 47 %
154 440 ribu

139
H 110
L 3,40

135-145 mmol/L
95,0-105 mmol/L
3,50-5,0

115
19.0
0.74

< 125 mg/dl


10-50 mg/dl
0.65- 0.90 mg/dl

1,16
83,04
0,19

0,92 2,33 nmol/L


60 120 nmol/L
EUTHYROID : 0,25
5
HIPOTHYROID : > 7
HIPERTHYROID :
<0,15

V.

RESUME
Pasien laki-laki, berusia 43 tahun, datang ke rumah sakit dengan
keluhan adanya benjolan yang muncul di leher depan sisi kanan sejak 4
tahun SMRS. Awalnya benjolan dirasakan sebesar kelereng, 1 tahun
terakhir, benjolan dirasakan semakin membesar berukuran kurang lebih
sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di daerah
leher. Benjolan terasa sedikit nyeri saat batuk, bekerja dalam waktu lama,
dan angkat berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik,
kesadaran kompos mentis, tanda vital dalam batas normal, status internus
dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis di dapatkan :
Pemeriksaan regio coli dextra :

Inspeksi

: Tampak benjolan di leher sisi kanan. Warna kulit


pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar.
Benjolan ikut bergerak ke atas pada saat menelan.
: Benjolan teraba kenyal, mobile (mudah

Palpasi

digerakkan). Berbatas tegas, berukuran + 3 x 3 cm


x 2 cm. Nyeri tekan (-). Trakea berada di tengah.
Pembesaran KGB (-).

VI.

Daftar Masalah
Masalah Aktif
1. Benjolan di leher kanan

VII.

Masalah Pasif
-

DIAGNOSA
Diagnosis kerja
Diagnosis banding
1.
2.
3.

: Struma nodusa non-toksik (SNNT)


:
Struma nodusa non-toksik (SNNT)
Karsinoma tiroid
Tiroiditis

VIII. INNISIAL PLAN


a. Diagnosis kerja : Struma nodusa non-toksik (SNNT)
b. Ip Terapi :
- Infus RL 20 tpm
- Rujuk spesialis bedah : Pro lobektomi
c. Ip Monitoring :
- Keadaan umum
- Tanda vital
d. Ip. Ex :
-

Menjelaskan kepada keluarga dan pasien tentang penyakit yang


dialami pasien

Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan untuk penanganan Struma


nodusa non-toksik (SNNT)

IX.

PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad sanam
Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

STRUMA
3.1 Definisi
Struma adalah kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi
seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya,
seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid
umumnya disebut struma.
Goiter atau struma atau gondok adalah suatu keadaan pembesaran
kelenjar tiroid apa pun sebabnya, pembesaran dapat bersifat difus, yang
berarti bahwa seluruh kelenjar tiroid membesar, atau nodusa, yang berarti
bahwa terdapat nodul dalam kelenjar tiroid. Pembesaran nodusa dapat dibagi
lagi menjadi uninodusa, bila hanya terdapat 1 nodul, dan multinodular, bila
terdapat lebih dari satu nodul pada satu lobus atau kedua lobus.2,3

3.2 Klasifikasi Struma

Menurut American society for Study of Goiter membagi :


1. Struma Non Toxic Diffusa
2. Struma Non Toxic Nodusa
3. Struma Toxic Diffusa
4. Struma Toxic Nodusa
Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi
fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan
istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.

3.3Anatomi dan fisiologi

Gambar 1. Anatomi tiroid

Thyroidea (dari Yunani thyreos,pelindung) suatu kelenjar endokrin sangat


vaskular, merah kecoklatan yang terdiri dari lobus dexter dan sinister yang
berhubungan melintasi garis tengah oleh isthmus. Kelenjar tyroid terletak

dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis,
didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar,
dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua
pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Tyroid terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa
menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap
gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial.
Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di
leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.1,2

Gambar 2. Anatomi tiroid

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari arteri Tiroidea Superior (cabang


dari arteri Karotis Eksterna) dan arteri Tyroidea Inferior (cabang arteri Subklavia).
Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik,
sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.2

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid 2,4,6 :


1

TRH (Thyrotrophin releasing hormone)


Tripeptida yang disentesis oleh hipothalamus. Merangsang hipofisis
mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar
tiroid terangsang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi.

TSH (thyroid stimulating hormone)


Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi
akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R)
dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat.

Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).


Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis.
Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada
tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis
terhadap rangsangan TSH.

Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.


Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Pada awalnya Hypothalamus akan menghasilkan TRH ( Thyrotropine


kelenjar pituitari hormone) yang akan memacu kelenjar pituitari (hipofise)

untuk menghasilkan TSH (Thyritropine stimulating hormone), kemudian TSH


akan memacu kelenjar thyroid untuk menghasilkan T3 dan T4. Jika hormon
thyroid diproduksi dalam jumlah sedikit maka TSH akan meningkat nilainya
untuk memacu agar kelenjar thyroid dapat menghasilkan T3 dan T4 dalam
jumlah cukup. Sebaliknya jika terjadi peningkatan produksi T3 dan T4 maka
TSH akan menurun jumlahnya agar tidak terbentuk T3 dan T4 lagi. Hipotiroid
adalah suatu keadaan dimana produksi hormon thyroid oleh kelenjar dimana
produksi hormon thyroid oleh kelenjar thyroid tidak mencukupi. Hipertiroid
adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja berlebihan sehingga
menghasilkan hormon tiroid T3 dan T4 dalam jumlah berlebihan pula.2,4

3.4 Patofisiologi
Bahan pokok pembuat hormon tiroid adalah yodium yang terdapat di
alam, terutama dari bahan makanan yang dari laut seperti rumput laut,
ganggang laut, ikan laut dan sebagainya. Yodium sedikit dalam buah-buahan,
manusia memerlukan sedikit sekali yodium dalam sehari, tetapi harus dipenuhi
secara teratur dan cukup. Hormon tiroid amat vital bagi perkembangan dan
pertumbuhan serta penyelenggaraan faal normal sel dan jaringan tubuh. Bagi
orang yang kelenjar tiroidnya kurang efisien, kebutuhan yodiumnya agak lebih
banyak dari orang normal. Seandainya yodium tidak tersedia secara cukup,
maka produksi hormon tiroid tidak mencukupi kebutuhan tubuh secara
memadai.
Sesuai dengan prinsip sistim umpan balik hipofisis tiroid, pada keadaan
ininTiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi
Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis,
sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Maka
hipofisis akan mengetahui kekurangan hormon tiroid sehingga hipofisis
terangsang untuk mengeluarkan TSH kedalam aliran darah.
menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid.2,4,6

Keadaan ini

3.5 Struma non toksik


Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,
tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan
simetri atau nodular. Hampir semua struma diduga sebagai hasil dari stimulasi
TSH sekunder yang menyebabkan kurangnya sintesis hormon tiroid.
Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma
nodusa non-toksik. Struma nodusa atau adenomatosa terutama ditemukan di
daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat
dewasa. Struma multinodusa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan
yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi.
Kebanyakan penderita struma nodusa tidak mengalami keluhan karena tidak
ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme.2,3
Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal :
1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodusa soliter (uninodusa) dan bila lebih dari satu disebut multinodusa.
2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin,
nodul hangat, dan nodul panas.
3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Etiologi
Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan
iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis,
penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa
hal, yaitu :3
1

Kekurangan iodium: penyebab utama gondok endemik adalah kekurangan

yodium 95%.
Kelebihan yodium: hipotesis gondok Karena kekurangan yodium tidak
berlaku untuk semua tempat.

Goitrogen : adalah zat yang dapat mengganggu hormogenesis tiroid yang


berakibat pembesaran kelenjar tiroid. Faktor makanan seperti Sayur-Mayur
jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), singkong,
dan goitrin dalam rumput liar dapat mengeluarkan zat goitrogen. Zat ini

juga terdapat pada beberapa jenis tanaman dan air.


Faktor nutrisi pada umumnya. Faktor nutrisi pada anak dan dewasa
menyebabkan perubahan pada kadar hormon tiroid namun semua ini
reversibel. Meskipun keadaan ini masih belum jelas pengaruhnya terhadap
besarnya tiroid. Faktor kondisi sosial ekonomi berperanan dalam
pembentukan gondok. Terutam dalam terjadinya malnutrisi, karena
sulitnya mendapat protein hewani ( lebih banyak mengandung yodium)
yang mahal dibandingkan sumber sayuran/nabati yang lebih murah.

Diagnosis
Anamnesa sangatlah penting untuk mengetahui patogenesis atau macam
kelainan dari struma nodusa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah
penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita
(struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher
bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah
ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma
tiroid tipe meduler).

Biasanya penderita struma nodusa tidak mempunyai

keluhan karena tidak mengalami hipo atau hipertiroidisme. Karena


pertumbuhan terjadi secara perlahan, struma dapat membesar tanpa
memberikan gejala selain adanya benjolan di leher, yang dikeluhkan terutama
atas alasan kosmetik.
Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :
1

jumlah nodul

konsistensi

nyeri pada penekanan

pembesaran gelenjar getah bening

Selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Struma nodusa unilateral


dapat menyebabkan pendorongan trakea ke arah kontralateral tanpa
menimbulkan gangguan akibat obstruksi pernapasan sehingga dapan dilihat
melalui rontgen polos leher.2,3

Penatalaksanaan
Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang
terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan
kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran
kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher
fungsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada
tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.
Indikasi tindakan bedah struma nontoksik adalah :
1

kosmetik

eksisi nodulus tunggal yang mungkin ganas

struma multinodular

struma yang menyebabkan kompresi laring

struma restrosternal

Struma nodusa yang berlangsung lama biasanya tidak dapat lagi


dipengaruhi oleh pengobatan supresi hormon tiroid atau pemberian hormon
tiroid.2

3.6 Struma Toksik

Struma toksik dapat dibedakan atas dua struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis.
Penyakit Graves terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating
Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri. Penyakit grave
adalah hipertiroidisme yang seirng dijumpai.
Manifestasi klinis
Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh pasien meskipun telah diidap
selama berbulan-bulan. antibodi yang berbentuk reseptor TSH beredar dalam
sirkulasi darah, mengaktifkan reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar
tiroid

hiperaktif.

Gejala-gejala

hipertiroidisme

berupa

manifestasi

hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Apabila gejala


gejala hipertiroidisme bertambah berat dan mengancam jiwa penderita maka
akan terjadi krisis tirotoksik.
Gejala klinik yang dirasakan adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

13.
14.

Gugup, mudah tersinggung, gelisah, emosi tidak stabil, insomnia


Eksoftalmus
Gondok ( dapat disertai bunyi denyut dan bising)
Palpitasi, takikardi
Nafsu makan meningkat
Diare
Tremor
Kelelahan otot
Oligomenore/amenore
Telapak tangan lembab dan panas
Berat badan menurun
Denyut nadi kadang tidak teratur karena fibrilasi atrium, pulsus
seler
Dispnea
Berkeringat .2,6

Diagnosis
Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi
pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada

kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium


yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme.
Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada
kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti
tirotoksikosis.

Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon
tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau
merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).
1

Obat antitiroid. Indikasi :

Terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan


remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma

ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.


Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang

mendapat yodium aktif.


Persiapan tiroidektomi
Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia
Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

1) Karbimazol
2) Metimazol
3) Propiltourasil
Pengobatan dengan yodium radioaktif

3 Operasi tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid pada keadaan hipertiroidisme dilakuakn
terutama jika terapi medikamentosa gagal dan ukuran tiroid besar.
Pembedaham yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang
permanen meskipun kadang dijumpai adanya hipotiroidisme dan
komplikasi yang minimal.2,6

3.7 Pemeriksaan fisik tiroid


Pemeriksaan kelenjar tiroid biasanya dilakukan bersama dengan
pemeriksaan trakea dan kartilagonya. Pada trakea dapat kita lakukan inspeksi
yaitu perhatikan bagian anterior leher pasien dalam posisi pasien duduk
dengan pandangan lurus ke depan. Pada palpasi, meraba untuk menemukan
apakah ada pergeseran letak trakea , lalu letakkan jari telunjuk sepanjang sisi
trakea dan kenali celah antara trakea dan otot sternomastoid, bandingkan
dengan sisi lain. Pada pemeriksaan kelenjar tiroid dilakukan inspeksi dan
palpasi.3
1. Inspeksi
Posisikan kepala pasien agak kebelakang, perhatikan dengan seksama
daerah dibawah kartilago krikoid untuk menemukan kelenjar tiroid.
Kemudian mintalah pasien menelan (misalnya dengan memberi air
minum). Perhatikan gerakan ke atas dari kelenjar tiroid saat menelan tadi,
serta perhatikan bentuk dan simetris atau tidakanya kelenjar tiroid tadi.
Pada saat menelan kartilagi krikoid dan kelenjar tiroid akan terlihat naik,
kemudian kembali turun ke tempat asalnya.

2. Palpasi
Palpasi didaerah tonjolan kartilago tiroid dan kartilago krikoid di
bawahnya.temukan ismus tiroid yang biasanya terletak diatas cincin
trakea.
Langkah-langkah untuk pemeriksaan palpasi tiroid :
1) Pasien untuk menundukkan kepala sedikit dengan tujuan untuk
merelaksasi otot sternomastoid.
2) Letakkan jari-jari kedua tangan pada leher pasien. Minta pasien
meneguk air dan menelannya seperti pada pemeriksaan inspeksi,
lalu rasakan ismus tiroid naik pada telapak jari-jari anda.
3) Geserlah trakea kearah kanan dengan jari-jari tangan kiri, lalu
denganj jari-jari tangan kanan anda rabalah bagian lateral untuk
menemukan lobus kanan kelenjar tiroid pada celah/ruang antara
trakea yang tergeser tadi dengan otot sternomastoid, dan temukan

tepi lateralnya (lateral margin). Lakukanlah hal yang sama untuk


menemukan lobus kiri.
4) Perhatikan ukuran, bentuk dan konsistensi dari kelenjar tiroid dan
temukan adanya nodus atau nyeri. Pada penyakit grave, kelenjar
tiroid teraba lunak, pada penyakit Hashimoto tiroiditis dan
kegananas kelenjar tiroid terasa keras.
3. Auskultasi
Bila kelenjar tiroid membesar dengan stetoskop yang diletakkan diatas
lokasi kelenjar tiroid tadi dapat terdengar adanya bruit , yaitu bunyi sejenis
yang terdengar pada murmur jantung. Bruit dapat sinkron dengan sistolik
atau diastolic atau terus-menerus (continous) mungkin dapat terdengar
pada penyakit hipertiroidisme.2

3.8 Pemeriksaan penunjang tiroid


Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penilaian klinis berperan penting dalam
menentukan diagnosis penyakit tiroid.2
Pemeriksaan penunjang meliputi :
1

Biokimia.

Pemeriksaan

biokimia

secara

radioimmunoesai

dapat

memberikan gambaran funsi tiroid, yaitu dengan mengukur kadar T4 atau


2

T3, dan TSH


Pemeriksaan sidik tiroid
Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi,
dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini
pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan
konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik
tiroid dibedakan 3 bentuk :
a Nodul dingin, bila penangkapan yodium nihil atau kurang
dibandingkan sekitarnya, hal ini menunjukkan sekitarnya.

b Nodul panas, bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada


c

sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.


Nodul hangat, bila penangkapan yodium sama dengan
sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid
yang lain.

Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)


Pemeriksaan ini mempunyai manfaat untuk menentukan jumlah nodul,
dapat membedakan antara lesi tiroid padat dan kistik, dapat mengukur
voume dari nodul tiroid, dapat mendeteksi adanya jaringan kanker tiroid
residif yang tidak menangkap iodium, dan tidak terlihat dengan sidik
tiroid, untuk mengetahui lokasi dengan tepat benjolan tiroid yang akan
dilakukan biopsy terarah.

Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)


Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap
cairan

secukupnya,

sehingga

dapat

mengecilkan

nodul

(Noer,

1996).Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu


keganasan.
Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan
bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat
memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik
biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif
palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.
5

Termografi
Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu
tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini

dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.


Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya >
0,9o C dan dingin apabila < 0,9o C. Pada penelitian Alves didapatkan
bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling
sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

3.9 Pembedahan struma


Pembedahan struma dapat dibagi menjadi pembedahan diagnostik (biopsi)
dan terapeutik. Pembedahan diagnostik yang berupa biopsi insisi atau biopsi
eksisi sangat jarang dilakukan dan telah ditinggalkan terutama dengan semakin
akuratnya biopsi jarum halus. Biopsi diagnostik hanya dilakukan pada tumor yang
tidak dapat dikeluarkan, seperti karsinoma anaplastik. Pembedahan terapeutik
dapat berupa lobektomi total, lobektomi subtotal, istmo-lobektomi dan
tiroidektomi total. Tiroidektomi total dilakukan pada karsionam tiroid
berdiferensiasi baik, atau karsinoma medularis, dengan atua tanpa diseksi leher
radikal. Pada struma mononodular nontoksik dan nonmalign dapat dilakukan
hemitiroidektomi,

istmolobektomi,

atau

tiroidektormi

subtotal.

Penyulit

pembedahan di antaranya adalah perdarahan, cedera nervus laringeus rekurens


unilateral atau bilateral, kerusakan cabang eksternus nervus laringeus superior,
cedera trakea, atau esofagus.2,5

KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI DAN SISTEM TNM


Klasifikasi Karsinoma Tiroid menurut WHO:
Tumor epitel maligna

Karsinoma folikulare

Karsinoma papilare

Campuran karsinoma folikulare-papilare

Karsinoma anaplastik ( Undifferentiated )

Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma Tiroid medulare

Tumor non-epitel maligna

Fibrosarkoma

Lain-lain

Tumor maligna lainnya

Sarkoma

Limfoma maligna

Haemangiothelioma maligna

Teratoma maligna

Tumor Sekunder dan Unclassified tumors


Rosai J membedakan tumor tiroid atas adenoma folikulare, karsinoma papilare,
karsinoma folikulare, hurthle cell tumors , clear cell tumors , tumor sell
skuamous, tumor musinus, karsinoma medulare, karsinoma berdiferensiasi buruk
dan undifferentiated carcinoma
Untuk menyederhanakan penatalaksanaan Mc Kenzie membedakan kanker tiroid
atas 4 tipe yaitu : karsinoma papilare, karsinoma folikulare, karsinoma medulare
dan karsinoma anaplastik.

Klasifikasi Klinik TNM Edisi 6 - 2002


T-Tumor Primer
Tx

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak didapat tumor primer

T1.

Tumor dengan ukuran terbesar 2cm atau kurang masih terbatas

pada tiroid
T2

Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih


dari 4 cm masih terbatas pada tiroid

T3

Tumor dengan ukuran terbesar lebih dari 4 cm masih terbatas pada

tiroid atau tumor ukuran berapa saja dengan ekstensi ekstra tiroid yang
minimal (misalnya ke otot sternotiroid atau jaringan lunak peritiroid)
T4a

Tumor telah berkestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke


tempat berikut : jaringan lunak subkutan, laring, trakhea, esofagus,
n.laringeus recurren

T4b

Tumor menginvasi fasia prevertebra, pembuluh mediastinal atau


arteri karotis

T4a* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) masih terbatas


pada tiroid
T4b* (karsinoma anaplastik) Tumor (ukuran berapa saja) berekstensi
keluar kapsul tiroid

Catatan :
Tumor multifokal dari semua tipe histologi harus diberi tanda (m) (ukuran
terbesar menentukan klasifikasi), contoh : T2(m)
*Semua karsinoma tiroid anaplastik/undifferentiated termasuk T4
Karsinoma anaplastik intratiroid resektabel secara bedah
$Karsinoma anaplastik ekstra tiroid irresektabel secara bedah

Kelenjar Getah Bening Regional

Nx

Kelenjar Getah Bening tidak dapat dinilai

N0

Tidak didapat metastasis ke kelenjar getah bening

N1

Terdapat metastasis ke kelenjar getah bening

N1a

Metastasis pada kelenjar getah bening cervical


Level VI (pretrakheal dan paratrakheal, termasuk
prelaringeal dan Delphian)

N1b

Metastasis pada kelenjar getah bening cervical unilateral, bilateral


atau kontralateral atau ke kelenjar getah bening mediastinal
atas/superior

Metastasis jauh

Mx

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Terdapat empat tipe histopatologi mayor :


- Papillary carcinoma (termasuk dengan fokus folikular)
- Follicular carcinoma (termasuk yang disebut dengan Hrthle cell
carcinoma)
- Medullary carcinoma
- Anaplastic/undifferentiated carcinoma

Stadium klinis

Karsinoma Tiroid Papilare atau Folikulare


Umur < 45 th
Stadium I

Any T Any N M0

Stadium II

Any T Any N M1

Papilare atau Folikulare umur >45tahun dan Medulare


Stadium I

T1

N0

M0

Stadium II

T2

N0

M0

Stadium III

T3

N0

M0

T1,T2,T3
Stadium IVA

T1,T2,T3
T4a

N1a
N1b
N0,N1

M0
M0
M0

Stadium IVB

T4b

TiapN

M0

Stadium IVC

TiapT

TiapN

M1

Anaplastik/Undifferentiated (Semua kasus stadium IV)


Stadium IVA T4a

Tiap N

M0

Stadium IVB T4b

Tiap N

M0

Stadium IVC TiapT

TiapN

M1

III. PROSEDUR DIAGNOSTIK


a. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1.

Pengaruh usia dan jenis kelamin


Risiko malignansi : apabila nodul tiroid terdapat pada usia dibawah 20 tahun,
dan diatas 50 tahun jenis kelamin laki-laki mempunyai risiko malignansi lebih
tinggi.

2. Pengaruh radiasi didaerah leher dan kepala


Radiasi pada masa kanak-kanan dapat menyebabkan malignansi pada tiroid
kurang lebih 33 37%
3. Kecepatan tumbuh tumor

Nodul jinak membesar tidak terlalu cepat

Nodul ganas membesar dengan cepat

Nodul anaplastik membesar sangat cepat

Kista dapat membesar dengan cepat

4. Riwayat gangguan mekanik di daerah leher.


Keluhan gangguan menelan, perasaan

sesak sesak, perubahan suara dan

nyeri dapat terjadi akibat desakan dan atau infiltrasi tumor.


5. Riwayat penyakit serupa pada famili/keluarga.
Bila ada, harus curiga kemungkinan adanya malignansi tiroid tipe medulare.
6. Temuan pada Pemeriksaan Fisik

Pada tumor primer dapat berupa suatu nodul soliter atau multiple dengan
konsistensi bervariasi dari kistik sampai dangan keras bergantung kepada
jenis patologi anatomi (PA) nya.

Perlu diketahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening regional.

Disamping ini perlu dicari ada tidaknya benjolan pada calvaria, tulang
belakang, clavicula, sternum dll, serta tempat metastasis jauh lainnya yaitu
di paru-paru, hati, ginjal dan otak.

b. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium

Human thyroglobulin, suatu tumor marker untuk keganasan tiroid;


jenis yang berdiferensiasi baik, terutama untuk follow up.

Pemeriksaan kadar FT4 dan TSHS untuk menilai fungsi tiroid

Kadar calcitonin hanya untuk pasien yang dicurigai karsinoma


meduler.

2. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan pemeriksaan foto paru posteroanterior, untuk menilai ada


tidaknya metastasis. Foto polos leher antero-posterior dan lateral
dengan

metode

soft

tissue

technique dengan

posisi

leher

hiperekstensi, bila tumornya besar. Untuk melihat ada tidaknya


mikrokalsifikasi.

Esofagogram dilakukan bila secara klinis terdapat tanda-tanda adanya


infiltrasi ke esofagus.

Pembuatan foto tulang dilakukan bila ada tanda-tanda metastasis ke


tulang yang bersangkutan.

3. Pemeriksaan ultrasonografi
Diperlukan untuk mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang
secara klinis belum dapat dipalpasi. Disamping itu dapat dipakai untuk
membedakan nodul yang padat dan kistik serta dapat dimanfaatkan untuk
penuntun dalam tindakan biopsi aspirasi jarum halus.

4. Pemeriksaan sidik tiroid


Pemeriksaan sidik tiroid : bila nodul menangkap jodium lebih sedikit dari
jaringan tiroid yang normal disebut nodul dingin (cold nodule), bila sama
afinitasnya maka disebut nodul hangat (warn nodule) dan bila afinitasnya
lebih maka disebut nodul panas (hot nodule).
Karsinoma tiroid sebagian besar adalah nodule dingin. Sekitar 10 17 %
struma dengan nodule dingin ternyata adalah suatu keganasan.
Bila akan dilakukan pemeriksaan sidik tiroid maka obat-obatan yang
mengganggu penangkapan jodium oleh tiroid harus dihentikan selama 2 4
minggu sebelumnya.
Pemeriksaan sidik tiroid ini tidak mutlak diperlukan, jika tidak ada
fasilitasnya, tidak usah dikerjakan

5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi aspirasi jarum halus (BAJAH)


Keberhasilan dan ketepatan pemeriksaan Bajah tergantung dari 2 hal yaitu:
Faktor kemampuan pengambilan sampel dan faktor ketepatan interpretasi oleh
seorang sitolog sehingga angka akurasinya sangat bervariasi.
Ketepatan pemeriksaan sitologi untuk kanker tiroid anaplastik, medulare dan
papilare hampir mendekati 100% tetapi untuk jenis folikulare hampir tidak
dapat dipakai karena gambaran sitologi untuk adenomatous goiter, adenoma
folikuler dan adeno karsinoma folikuler adalah sama, tergantung dari
gambaran invasi ke kapsul dan vaskular yang hanya dapat dilihat dari
gambaran histopatologi.

6. Pemeriksaan Histopatologi

Merupakan pemeriksaan diagnostik utama jaringan diperiksa setelah


dilakukan tindakan lobektomi atau isthmolobektomi

Untuk kasus inoperabel, jaringan yang diperiksa diambil dari tindakan


biopsi insisi

Secara klinis, nodul tiroid dicurigai ganas apabila:

Usia dibawah 20 tahun atau diatas 50 tahun

Riwayat radiasi daerah leher sewaktu kanak-kanak

Disfagia, sesak nafas perubahan suara

Nodul soliter, pertumbuhan cepat, konsistensi keras

Ada pembesaran kelenjar getah bening leher

Ada tanda-tanda metastasis jauh.

IV. PENATALAKSANAAN NODUL TIROID


Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul
tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna.
Bila nodul tersebut suspek maligna dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel
atau inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan
biopsi insisi dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan
dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau khemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna tersebut operabel dilakukan tindakan
isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku (VC ).
Ada 5 kemungkinan hasil yang didapat :
1. Lesi jinak
maka tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi
2. Karsinoma papilare.
Dibedakan atas risiko tinggi dan risiko rendah berdasarkan klasifikasi AMES.
-

Bila risiko rendah tindakan operasi selesai dilanjutkan dengan observasi.

Bila risiko tinggi dilakukan tindakan tiroidektomi total.

3. Karsinoma Folikulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
4. Karsinoma Medulare
Dilakukan tindakan tiroidektomi total
5. Karsinoma Anaplastik
-

Bila memungkinkan dilakukan tindakan


tiroidektomi total.

Bila tidak memungkinkan, cukup dilakukan


tindakan debulking dilanjutkan dengan
radiasi eksterna atau khemoradioterapi.

Bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna dilakukan tindakan FNAB ( Biospi
Jarum Halus ). Ada 2 kelompok hasil yang mungkin didapat yaitu :
1. Hasil FNAB suspek maligna, foliculare Pattern dan Hurthle Cell.
Dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.
2.

Hasil FNAB benigna


Dilakukan terapi supresi TSH dengan tablet Thyrax selama 6 bulan kemudian
dievaluasi, bila nodul tersebut mengecil diikuti dengan tindakan observasi dan
apabila nodul tersebut tidak ada perubahan atau bertambah besar sebaiknya
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku seperti
diatas.

BAB IV
PEMBAHASAN
Pembesaran tiroid atau struma sedang lazim ditemukan kebanyakan
karena defiiensi yodium. Apabila pada pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu
nodul maka pembesaran ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai
tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Kelainan ini sangat
sering dijumpai bahkan dapat dikatakan bahwa dari semua kelainan tiroid, struma
nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. Penurunan
produksi hormon tiroid menghasilkan peningkatan TSH kompensator dengan
akibat hiperplasia dan hipertofi kelenjar. Diagnosis dapat diambil berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis didapatkan adanya benjolan yang muncul di


leher depan sisi kanan sejak 4 tahun SMRS. Awalnya benjolan dirasakan sebesar
kelereng, 1 tahun terakhir, benjolan dirasakan semakin membesar berukuran
kurang lebih sebesar telur ayam kampung. Pasien tidak merasakan adanya nyeri di
daerah leher. Benjolan terasa sedikit nyeri saat batuk, bekerja dalam waktu lama,
dan angkat berat. Gangguan bernapas atau gangguan menelan (-). Sering
berkeringat pada kedua tangan (-), nafsu makan normal, dan penurunan berat
badan (-). Demam (-), cepat haus (-), gangguan buang air besar (-), rasa berdebardebar (-), cepat lelah (-), rasa cemas (-) dan sulit tidur (-).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan Tampak benjolan di leher sisi kanan.
Warna kulit pada benjolan sama dengan warna kulit sekitar. Benjolan ikut
bergerak ke atas pada saat menelan. Benjolan teraba kenyal, mobile (mudah
digerakkan). Berbatas tegas, berukuran + 3 x 3 cm x 2 cm. Nyeri tekan (-). Trakea
berada di tengah. Pembesaran KGB (-). Dari pemeriksaan laboratorium fungsi
tiroid dalam batas normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjnag,
maka ditegakkan diagnosis struma nodusa non toksik.

Daftar Pustaka

1. Pearce E. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : Penerbit PT Gramedia. 2009.


h.283-5.

2. Murtedjo U, Iyad H, Manoppo A. Sistem Endokrin. Dalam : De Jong. W,


Sjamsuhidajat. R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit EGC. 2007.
h.801-04.

3. Pramono B, Purnomo L, Sinorita H. Gondok Endemik. Dalam : Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 4. Jakarta : Interna Publishing. 2014.
h.2448-64.

4. Corwin J Elisabeth. Buku Saku Patofisiologi.edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC. 2007. h.249-50.

5. Grace,P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta : Penerbit


Erlangga. 2006. h.134.

6. Mansjoer A et al. Nodul Tirod., Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Media Esculapius FKUI. 2001.h.799.

7. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Protokol Penatalaksanaan


Kasus Bedah Onkologi. Bandung : PERABOI. 2004.h.18-27.

Anda mungkin juga menyukai