Anda di halaman 1dari 24

0

LAPORAN KASUS
STRUMA NODUSA NON TOKSIK


Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah
di RS PKU Muhammadiyah Temanggung







Pembimbing :
dr. Ahmad Aryono, Sp.B

Disusun oleh :
SANDHY HAPSARI ANDAMARI
H2A010046


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2014


1

BAB I
PENDAHULUAN

Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan
jaringan kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang
menyebabkan perubahan fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi
fungsi. Struma merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi
metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
Survey epidemiologi untuk struma endemik sering ditemukan di daerah
pegunungan seperti pegunungan Alpen, Himalaya, Bukit Barisan dan daerah
pegunungan lainnya. Untuk struma toksika prevalensinya 10 kali lebih sering pada
wanita dibanding pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus dari 1.000 wanita,
sedangkan pria 1-5 dari 1.000 pria.











2

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. Z
Umur : 55 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Maron Siderejo, Temanggung
Pekerjaan : Babysiter
Agama : Islam
Suku : Jawa
No. RM : 0187006
Tgl. Masuk RS : 25 Agustus 2014
Tgl. Keluar RS : 28 Agustus 2014

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis pada hari selasa
tanggal 26 Agustus 2014 di Bangsal Shafa RS PKU Muhammadiyah Temanggung.
a) Keluhan Utama:
Nyeri di bagian leher

b) Riwayat Penyakit Sekarang:
3 hari SMRS pasien mengeluh nyeri dibagian leher. Keluar nanah dari
bagian depan leher setelah berobat ke pengobatan alternative. 20 tahun
yang lalu pasien mempunyai benjolan di leher. Awalnya benjolan sebesar
telur ayam tapi lama kelamaan benjolan semakin lama semakin membesar.
Bersamaan dengan benjolan yang semakin besar pasien mengeluh sesak
nafas. Pasien juga merasa suaranya berubah (serak), sulit menelan sehingga
nafsu makan menurun, panas, dan batuk. Tidak didapatkan mual,
muntah,pusing, dan tremor.
3

3 hari SMRS pasien ke pengobatan alternative untuk mengobati benjolan
dilehernya dan disedot menggunakan suntikan kemudian dibiarkan sampai
keluar nanah dari bagian yang disedot tersebut. Karena pasien merasa
kesakitan maka oleh keluarga dibawa ke RS PKU Muhammadiyah
Temanggung.

c) Riwayat Penyakit Dahulu:
Sakit dengan keluhan yang sama : diakui sejak kelas 5 SD
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
Riwayat Operasi sekitar leher : disangkal
Riwayat Alergi Obat : disangkal

d) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat sakit denga gejala serupa : disangkal
Riwayat Keganasan : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

e) Riwayat Pribadi / Kebiasaan
Riwayat mengkonsumsi minuman beralkohol : disangkal
Riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan : disangkal

f) Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai babbysiter, mempunyai 2 orang anak. Saat ini pasien
tinggal bersama anaknya dan biaya hidup ditanggung oleh pasien. Pasien
tinggal di daerah pegunungan. Biaya pengobatan menggunakan BPJS.
Kesan : ekonomi kurang.


4


C. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Selasa tangggal 26 Agustus 2014 pukul
10.15 WIB di Bangsal Shafa RS PKU Muhammadiyah Semarang
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (GCS E
4
M
6
V
5
)
Status Gizi : kesan gizi cukup
Tanda-tanda vital :
TD : 118/63 mmHg
Nadi : 74 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
RR : 22 x/menit, reguler
Suhu : 38,1
0
C ( axiller)
Status Internus
Kepala : mesochepal, rambut merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva palpebra pucat (- / -), sklera ikterik (- /- ),
pupil isokor (3 mm/3 mm) , reflek pupil : direct (+/+), indirect
(+/+).
Hidung : napas cuping hidung (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), sekret (-),
septum deviasi (-), konka : hiperemis (-) dan deformitas (-).
Mulut : sianosis (-),lidah kotor (-), tonsil ( T1/T1), hiperemis (-),
kripte melebar (-), gigi karies (-).
Telinga : sekret (-/-), serumen (-/-), laserasi (-/-).
Leher : massa (+), jumlah 2 , diameter 12 cm, perabaan hangat,
permukaan licin, konsistensi keras, batas tidak tegas, mobile (-),
nyeri tekan (+), abses (+)


5

Thoraks
Jantung :
-
Inspeksi : ictus cordis tidak nampak,

- Palapsi : ictus cordis teraba, tidak kuat angkat
-
Perkusi : Konfigurasi jantung kesan dalam batas normal

- Auskultasi : BJ I II normal, regular, bising (-)

Pulmo
- Inspeksi : dinding dada simetris
- Palpasi : nyeri tekan (-) , fremitus taktil simetris
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : bentuk simetris , permukaan datar, massa (-)
- Auskultasi : bising usus (+) ,
- Perkusi : timpani pada lapang abdomen
- Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), organomegali (-)

Ekstremitas
SUPERIOR INFERIOR
Akral hangat +/+ +/+
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
CRT <2 / <2 <2/<2

D. RESUME
3 hari SMRS pasien mengeluh nyeri dibagian leher. Terdapat pus di bagian
depan leher setelah berobat ke pengobatan alternative. 20 tahun yang lalu
pasien mempunyai massa di leher yang semakin lama semakin membesar.
6

Didapatkan dyspneu, hoarseness (serak), disfagia, sehingga nafsu makan
menurun, febris, dan vomitus.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan massa dengan diameter 12 cm yang
berjumlah 1, immobile, nyeri tekan, permukaan licin, perabaan hangat.

E. DIAGNOSIS BANDING
1. Sruma Nodusa Non Toksik
2. Hipertiroid
3. Hipotiroid
4. Ca tiroid

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
2. T3 & T4
3. Foto Rontgen leher AP & lateral

G. INISIAL PLAN
1. Ip. Dx : struma nodusa non toksik
2. Ip. Tx :
a. Medika mentosa
Infus RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 3x1 gr
Inj. Metronidazol 3x500 mg
Inj. Ketolorac 3 x 1 amp
Ambroxol 3x cI
Pamol syrup 3 x cIII

b. Non medika mentosa
Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan pembedahan


7

3. Ip. Mx :
a. KU/TV
b. Perawatan luka
4. Ip. Ex
a. Menjelaskan mengenai penyakit pasien
b. Menjelaskan mengenai tatalaksana dari penyakit pasien
c. Menjelaskan mengenai komplikasi tindakan pembedahan dan prognosis
d. Menjelaskan tentang diet makanan cair
H. PROGNOSIS
1. Quo ad vitam : dubbia ad malam
2. Quo ad sanam : dubia ad malam
3. Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
















8

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. Anatomi dan fisiologi kelenjar tiroid
A. Anatomi
Kelenjar tiroid terdiri dari tiga lobus, yaitu lobus dextra, lobus sinistra
dan isthmus yang terletak di bagian tengah. Kadang- kadang dapat
ditemukan bagian keempat yaitu lobus piramidalis yang letaknya di atas
isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan sisa jaringan
embrional tiroid yang masih tertinggal.
1

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara
tiroidea dan cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh
suatu lapisan yang disebut true capsule.








Vaskularisasi kelenjar tiroid berasal dari
1
:
. 1) A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa
2) A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia
3) A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta
9










Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus Rekurens. Saraf ini terletak di
dorsal tiroid sebelum masuk ke laring.









B. Fisiologi Tiroid
1

Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon
Tiroksin atau T4, triiodotironin atau T3 dan kalsitonin. Di dalam darah sebagian
10

besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre
Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan
T4 bebas beredar dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon
tiroid dikendalikan oleh thyroid-stimulating hormone ( TSH ) yang dihasilkan
lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya dipengaruhi oleh thyrotropine-
releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan calcitonin dari
parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada
tulang.
Fungsi hormon tiroid antara lain :
1) meningkatkan kecepatan metabolisme
2) efek kardiogenik
3) simpatogenik
4) pertumbuhan dan sistem saraf














11

II. Klasifikasi
2

Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek
fisiologisnya, klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi
menjadi :
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,
seperti yang ditemukan pada Graves disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah
satu lobus, seperti yang ditemukan pada Plummers disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada
tubuh, berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid

III. Etiologi
2,3

Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia dan Hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi
dengan cara memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga
dengan kelenjar tiroid pada saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja
memproduksi hormon tiroksin sehingga lama kelamaan akan membesar,
misalnya saat pubertas dan kehamilan.
2) Inflamasi atau Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis
subakut (de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)
12

3) Neoplasma
Jinak dan ganas

IV. Gejala klinis
2,3

Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar
hormon tiroid di dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid
dalam kadar berlebih atau biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang
dari normal atau biasa disebut hipotiroid.

Gejala yang timbul pada hipertiroid :
1. Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
2. Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
3. Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga
menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium
4. Tremor
5. Diare
6. Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
7. Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :
Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah
Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah
13

Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai

V. Struma Nodosa Non Toksik
5

a. Definisi
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara
klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda
hypertiroidisme. Istilah struma nodosa menunjukkan adanya suatu
proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas
pada tubuh, maka pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma
nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering dijumpai sehari-hari, dan
harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.

b. Patofisiologi
4

SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis
terjadi 10% populasi di daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter
sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di daerah endemik
beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui
dengan jelas, bisa terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis
hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang mengandung litium,
propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.

c. Gejala Klinis
Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami
keluhan karena tidak ada hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada
diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala toksik yang disebabkan oleh
perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan adanya
pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada
saat dewasa. Karena pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat
14

menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Sebagian besar
penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan.
Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan
karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan
penyempitan trakea bila pembesarannya bilateral. Struma nodosa
unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah kontra
lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan
pernafasan. Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan
pernafasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspiratoar.
Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu menelan trakea naik
untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi pada trakea.

d. Tatalaksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-
macam teknik operasinya antara lain :
Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar
disisakan seberat 3 gram
Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh
isthmus
Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus
kanan dan sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior
dilakukan untuk mencegah kerusakan pada kelenjar paratiroid atau
N. Rekurens Laryngeus

e. Diagnosis
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa
berupa benjolan di leher yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala
hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien mengeluhkan adanya benjolan di
leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat progresif
15

atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan
perubahan suara. Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper
dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu juga ditanyakan tempat tinggal pasien
dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada kecendrungan ke arah
struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejala-
gejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper
atau hipo dan ada tidaknya benjolan di leher.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang
paling pertama dilakukan adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris
atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan pernapasan atau tidak, ikut bergerak
saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut
benar adalah kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa
pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika benar pembesaran tiroid maka
benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut bergerak
maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher.

Pembesaran yang teraba harus dideskripsikan :
Lokasi : lobus kanan, lobos kiri, ismus
Ukuran : dalam sentimeter, diameter panjang
Jumlah nodul :satu (uninodosa) atau lebih dari satu
(multinodosa)
Konsistensinya : kistik, lunak, kenyal, keras
Nyeri : ada nyeri atau tidak pada saat palpasi
Mobilitas : ada atau tidak perlekatan terhadap trakea,
muskulus sternokleidomastoidea
Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau
tidak


16

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit
tiroid terbagi atas :
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk
mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan
teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau
plasma darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-
120 ng/dl. Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-
1,7 ng/dl.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid.
Antibodi terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan
pada serum penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti
antibodi tiroglobulin dan thyroid stimulating hormone antibody
3. Pemeriksaan radiologis
Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau
pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis
pun sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral
biasanya menjadi pilihan.
USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,
membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat
dengan scanning tiroid.
Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131
yang didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan
ukuran, bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian
tiroid (distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam
24 jam. Dari hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu
cold nodule bila uptake nihil atau kurang dari normal
dibandingkan dengan daerah disekitarnya, ini menunjukkan
fungsi yang rendah dan sering terjadi pada neoplasma. Bentuk
17

yang kedua adalah warm nodule bila uptakenya sama dengan
sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul sama dengan bagian
tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari
normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.
4. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu
diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
berdasarkan hasil FNAB saja.

f. Diagnosis banding
1. Hipertiroid
Merupakan penyakit yang menyebabkan peningkatan dari hormon
tiroid dalam darah.

Gejala yang timbul pada hipertiroid :
Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan
Tidak tahan panas dan hiperhidrosis
Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga
menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam
jangka panjang dapat menjadi fibrilasi atrium
Tremor
Diare
Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria
Exophtalmus

Indikasi tindakan bedah :
Penanggulangan dengan antitiroid tidak memuaskan
18

Struma mukltinoduler dengan hipertiroid
Nodul toksik soliter
2. Hipotiroid
Kelelahan, tidak toleran terhadap dingin, sembelit, dan kulit yang
kering dan mengeripik

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :
Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah
Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik
Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang
lemah
Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak
mata dan tungkai
3. Karsinoma tiroid
2

a. Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak
terkontrol dari sel) yang terjadi pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid
adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu: papiler,
folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan
pembesaran kelenjar, lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil
(nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid bersifat jinak,
biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap
yodium dan membatasi kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi
kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid sehingga terjadi
hipertiroidisme.
b. Klasifikasi
Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan
merupakan jenis paling umum dari karsinoma tiroid. Lebih sering
terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada
wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab
19

keganasan ini. Pertama kali muncul berupa benjolan teraba pada
kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah
leher. Metastasis dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada
tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru.
Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan
merupakan 20-25 % dari karsinoma tiroid. Karsinoma
folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40
tahun.Karsinoma folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali
lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar X semasa
kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini
lebih infasif daripada jenis papiler.
Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan
10% dari kanker tiroid. Sedikit lebih sering pada wanita daripada
pria. Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan
kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya
mengeluh tentang adanya tumor didaerah tiroid. Dengan
menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan
sukar menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis,
biasanya hanya beberapa bulan.
Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller
adalah unik diantara kanker tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih
banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50
tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat
jauh seperti paru, tulang, dan hati. Ciri khasnya adalah
kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma
ini sering dikatakan herediter.
c. Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu
dibedakan nodul tiroid jinak dan nodul ganas yang memiliki
karakteristik :
Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada
nodul dan sukar digerakkan, walaupun nodul ganas dapat
mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.
20

Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak,
walaupun nodul yang mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada
hiperplasia adenomatosa yang sudah berlangsung lama.
Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan,
walaupun nodul ganas tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika
ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan tanda
infiltrasi ke jaringan sekitar
20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang
yang ganas.
Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai
ganas terutama yang tidak disertai nyeri. Atau nodul lama yang
tiba-tiba membesar progresif
Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar
getah bening regional atau perubahan suara menjadi serak.
Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus
sternokleidomastoideus karena desakan pembesaran nodul (Berrys
Sign).

g. Tindakan pembedahan

Indikasi operasi pada struma adalah :
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik


21

Kontraindikasi pada operasi struma :
1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang
belum terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit
digerakkan yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang
demikian biasanya sering dari tipe anaplastik yang jelek
prognosisnya. Perlekatan pada trakea ataupun laring dapat sekaligus
dilakukanreseksi trakea atau laringektomi, tetapi perlekatan dengan
jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan eksisi yang baik.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan
apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila
nodul tersebut suspek maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut
operable atau inoperable.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan
biopsi insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan
dengan tindakan debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi.
Bila nodul tiroid suspek maligna yang operable atau suspek benigna
dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau lobektomi. Jika setelah
hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi selesai,
tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma
yang terjadi.

h. Komplikasi pembedahan tiroid
2
:
Tiroid merupakan organ endokrin yang kaya akan vaskularisasi. Secara
anatomis berhubungan erat dengan beberapa alat dan struktur penting di
leher. Komplikasi pembedahan struma antara lain :
Perdarahan dari A. Tiroidea superior
Dispneu
22

Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-otot laring terjadi
kelemahan
Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi
lenih lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi
pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid.
Kemungkinan nervus terligasi saat operasi
Pembedahan pada struma yang besar dapat mengakibatkan trachea-
malacia yaitu kolaps trakea akibat hilangnnya bantuan vaskularisasi.
Penyulit lain pasca bedah adalah hematom dilapangan operasi yang
menimbulkan penekanan terutama terhadap trakea dan obstruksi napas.
Obstruksi napas juga dapat terjadi sebagai akibat udem laring.
Krisis tiroid atau tirotoksikosis adalah penyulit yang sangat berbahaya
dan harus ditanggulangi segera untuk menghindari kematian. Krisis
tirotoksikosis merupakan hipertiroid hebat yang berkembang sewaktu
dan segera setelah pembedahan. Krisis tiroid ditandai dengan takikardi
dan gejala hipertiroid yang bersifat akut dan hebat. Penderita berada
dalam keadaan gawat dan terancam menderita dekompensasi jantung
yang fatal. Krisis tirotoksikosis disebabkan oleh sekresi berlebih
hormone tiroid ke dalam darah sebagai akibat dari pembedahan atau
manipulasi kelenjar tiroid selama pembedahan.











23

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC, Jakarta, 2006
2. Widjosono, Garitno, Sistem Endokrin : Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Syamsuhidayat R.Jong WB, Edisi Revisi, EGC, Jakarta, 1997
3. Kariadi KS Sri Hartini, Sumual A., Struma Nodosa Non Toksik &
Hipertiroidisme : Buku Ajar Ilmu Pneyakit Dalam, Edisi Keiga, Penerbit
FKUI, Jakarta, 1996
4. Schteingert David E., Penyakit Kelenjar Tiroid, Patofisiologi, Edisi
Keempat, Buku Dua, EGC, Jakarta, 1995
5. Liberty Kim H, Kelenjar Tiroid : Buku Teks Ilmu Bedah, Jilid Satu, Penerbit
Binarupa Aksara, Jakarta, 1997

Anda mungkin juga menyukai