Penyaji
1.
2.
3.
4.
0818011095
0818011089
0918011073
0918011087
Pembimbing
dr. Wien Wiratmoko Sp.PA
STATUS PENDERITA
I.
IDENTITAS
Nama
Ny. R
Umur
71 tahun
Jenis kelamin
Perempuan
Pekerjaan
Petani
Alamat
Bumi Ratu
Masuk RSAY
19 Juli 2013
II. ANAMNESA
Autoanamnesa (19 Juli 2013)
Keluhan utama
Keluhan tambahan
:-
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
88 x/menit
Pernafasan
28 x/menit
Suhu
36.8 C
b. Status Generalis
KEPALA
-
Bentuk
normochepal
Rambut
Mata
Hidung
Mulut
Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan, lidah tidak kotor,
faring tidak hiperemis
Telinga
LEHER
THORAKS
-
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
-
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Timpani
Auskultasi
EKSTREMITAS
-
Superior
Inferior
oedem(-), Sianosis(-)
GENITALIA
c. Status Lokalis
Regio coli anterior
Inspeksi
Asimetris, Tampak benjolan 10x12x8 cm pada regio coli anterior. Batas tegas, warna
kulit benjolan sama dengan kulit sekitar, ada pendorongan pada trakea.
Palpasi
Teraba massa pada sebelah kanan trakea berukuran 10 x 12 x 8 cm, konsistensi
kistik, mobilitas terbatas, permukaan tidak rata (multinoduler), perabaan hangat,
mengikuti gerakan menelan, trakea sedikit terdorong ke arah kanan. Tidak terdapat
perbesaran KGB di regio coli.
Auskultasi
Bising tiroid (-)
V. DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa non toksik (adenomatus goiter)
Karsinoma tiroid
VI. PEMERIKSAAN ANJURAN
-
FNAB
Iodium radioaktif
VII. PENATALAKSANAAN
1. Operatif : Tiroidektomi subtotal
2. edukasi mengenai etiologi, nutrisi yang baik dan penggunaan bahan makanan
kaya iodium
IX. PROGNOSA
Quo ad vitam
ad bonam
Quo ad functionam
dubia ad bonam
Quo ad sanationam
dubia ad bonam
RESUME
ANAMNESA
Seorang wanita, umur 71 tahun dengan keluhan timbul benjolan pada leher
bagian depan sejak 1 tahun yang lalu
Benjolan tidak nyeri, tidak disertai jantung berdebar, tidak gemetar, tidak sulit
menelan, tidak berkeringat berlebihan, tidak terjadi penurunan berat badan
Demam dan keluhan lain disangkal
OS sudah berobat ke poli bedah dan dianjurkan untuk operasi
OS tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya
Tidak ada keluarga OS yang memiliki penyakit seperti OS
PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Present
-
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
Tekanan darah
120/70 mmHg
Nadi
88 x/menit
Pernafasan
28 x/menit
Suhu
36.8 C
b. Status Generalis
-
Kepala
Thorak
Abdomen
Ekstremitas
c. Status Lokalis
Regio coli anterior
Inspeksi
Asimetris, Tampak benjolan 10x12x8 cm pada regio coli anterior. Batas tegas, warna
kulit benjolan sama dengan kulit sekitar, ada pendorongan pada trakea.
Palpasi
Teraba massa pada sebelah kanan trakea berukuran 10 x 12 x 8 cm, konsistensi
kistik, mobilitas terbatas, permukaan tidak rata (multinoduler), perabaan hangat,
mengikuti gerakan menelan, trakea sedikit terdorong ke arah kanan. Tidak terdapat
perbesaran KGB di regio coli.
DIAGNOSIS BANDING
Struma nodosa non toksik (adenomatus goiter)
Karsinoma tiroid
PEMERIKSAAN ANJURAN
-
FNAB
Iodium radioaktif
DIAGNOSIS KERJA
Struma nodosa non toksik (adenomatus goiter)
PROGNOSA
Quo ad vitam
Ad bonam
Quo ad functionam :
Dubia ad bonam
Quo ad sanationam :
Dubia ad bonam
DISKUSI
yang
menyebabkan
perubahan
fungsi,
seperti
hipertiroidisme
secara klinik lesi kenyal, halus, tidak nyeri tekan dan berkapsul. Penyebaran
biasanya secara hematogen ke tulang dan paru. Pada adenokarsinoma meduler,
tumor berbatasa tegas dan teraba keras pada perabaan dan biasanya disertai
dengan gangguan endokrin lainnya.
disertai dengan kesulitan bernapas dan menelan karena tumor yang cepat
membesar ke dalam leher, dan disertai suara serak karena infiltrasi ke
n.
Prognosa pasien ini baik tetapi bila hasil PA menunjukkan keganasan maka prognosa
bergantung pada tipe histopatologi, stadium klinik patologi, lamanya penyakit hingga
terdiagnosa dan diberikan pengobatan, juga usia penderita.
TINJAUAN PUSTAKA
Kelenjar tiroid terletak di bagian bawah leher, terdiri atas dua lobus, yang
dihubungkan oleh ismus sehingga bentukya menyerupai kupu-kupu atau huruf H, dan
menutupi cincin trakea 2 dan 3. Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram.
Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakea sehingga pada
setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan gerakan terangkatnya kelenjar kearah
kranial. Sifat inilah yang digunakan di klinik untuk menentukan apakah suatu
bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tiroid atau tidak. Pengaliran darah ke
kelenjar berasal dari a. Tiroidea superior dan a. Tiroidea inferior. Ternyata setiap
folikel tiroid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan
sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular. Pembuluh getah bening kelenjar
tiroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakealis. Selanjutnya dari pleksus
ini kearah nodus prefaring yang tepat berada diatas ismus serta ke kelenjar getah
bening pretrakealis, sebagian lagi bermuara di kelenjar getah bening brakiosefalikus.
Hubungan getah bening ini penting untuk menduga penyebaran keganasan yang
berasal dari tiroid.
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan terkadang juga arteri
tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang aorta. Arterinya banyak dan
cabangnya beranastomose pada permukaan dan dalam kelenjar, baik ipsilateral
maupun kontralateral.Arteri tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian
bercabang menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai
12
permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan lateral dan
medial. Arteri tiroid inferior mensupali basis kelenjar dan bercabang ke superior
(ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior dan posterior kelenjar.
13
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya
santara 100 sampai 300 mikrometer) yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang
disebut koloid dan dibatasi oleh sel epitel koloid yang mengeluarkan hormonnya
ke bagian folikel itu. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein tiroglobulin
besar, yang mengandung hormon tiroid di dalam molekul-molekulnya.
Begitu hormon yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormon itu harus
diabsorpsi kembali melalui epitel folikel ke dalam darah, sebelum dapat berfungsi
dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira
lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri, yang merupakan suplai darah
yang sama banyaknya dengan bagian lain dalam tubuh,dengan pengecualian
korteks adrenal.
14
terdapat di dalam makanan dan air. Iodium diserap oleh usus halus bagian atas dan
lambung, dan kira-kira sepertiga hingga setengahnya ditangkap oleh kelenjar tiroid,
sedangkan sisanya dikeluarkan lewat air kemih. Hormon tiroid dibentuk melalui
penyatuan satu atau dua molekul iodium ke sebuah glikoprotein besar yang disebut
tiroglobulin yang dibuat di kelenjar tiroid dan mengandung asam amino tirosin.
Kompleks yang mengandung iodium ini disebut iodotirosin. Dua iodotirosin
kemudian menyatu untuk membentuk dua jenis hormon tiroid dalam darah yaitu :
1
Tiroksin (T4), merupakan bentuk yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid, hanya
memiliki efek yang ringan terhadap kecepatan metabolisme tubuh.
2.
Tiroksin dirubah di dalam hati dan organ lainnya ke dalam bentuk aktif, yaitu
triiodotironin (T3).
T3 dan T4 berbeda dalam jumlah total molekul iodium yang terkandung (tiga untuk
T3 dan empat untuk T4 ). Sebagian besar (90%) hormon tiroid yang dilepaskan ke
dalam darah adalah T4, tetapi T3 secara fisiologis lebih bermakna. Baik T3 maupun
T4 dibawa ke sel-sel sasaran mereka oleh suatu protein plasma.
16
2. Oksidasi
Sebelum iodida dapat digunakan dalam sintesis hormon, iodida tersebut harus
dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk aktif oleh suatu enzim peroksidase.
Bentuk aktif ini adalah iodium. Iodium ini kemudian akan bergabung dengan
residu tirosin membentuk monoiodotirosin yang telah ada dan terikat pada
molekul tiroglobulin (proses iodinasi). Iodinasi tiroglobulin ini dipengaruhi
oleh kadar iodium dalam plasma. Sehingga makin tinggi kadar iodium intrasel
maka akan makin banyak pula iodium yang terikat sebaliknya makin sedikit
iodium di intra sel, iodium yang terikat akan berkurang sehingga pembentukan
T3 akan lebih banyak daripada T4.
3. Coupling
Dalam molekul tiroglobulin, monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT)
yang terbentuk dari proses iodinasi akan saling bergandengan (coupling)
sehingga akan membentuk triiodotironin (T3) dan tiroksin (T4). Komponen
tiroglobulin beserta tirosin dan iodium ini disintesis dalam koloid melalui
iodinasi dan kondensasi molekul tirosin yang terikat pada ikatan di dalam
tiroglobulin. Tiroglobulin dibentuk oleh sel-sel tiroid dan dikeluarkan ke dalam
koloid melalui proses eksositosis granula.
4. Penimbunan (storage)
Produk yang telah terbentuk melalui proses coupling tersebut kemudian akan
disimpan di dalam koloid. Tiroglobulin (dimana di dalamnya mengandung T3
dan T4), baru akan dikeluarkan apabila ada stimulasi TSH.
5. Deiodinasi
Proses coupling yang terjadi juga menyisakan ikatan iodotirosin. Residu ini
kemudian akan mengalami deiodinasi menjadi tiroglobulin dan residu tirosin
serta iodida. Deiodinasi ini dimaksudkan untuk lebih menghemat pemakaian
iodium.
17
6. Proteolisis
TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior akan merangsang pembentukan
vesikel yang di dalamnya mengandung tiroglobulin. Atas pengaruh TSH,
lisosom akan mendekati tetes koloid dan mengaktifkan enzim protease yang
menyebabkan pelepasan T3 dan T4 serta deiodinasi MIT dan DIT.
7. Pengeluaran hormon dari kelenjar tiroid (releasing)
Proses ini dipengaruhi TSH. Hormon tiroid ini melewati membran basal dan
kemudian ditangkap oleh protein pembawa yang telah tersedia di sirkulasi
darah yaitu Thyroid Binding Protein (TBP) dan Thyroid Binding Pre Albumin
(TBPA). Hanya 0,35% dari T4 total dan 0,25% dari T3 total yang berada
dalam keadaan bebas. Ikatan T3 dengan TBP kurang kuat daripada ikatan T4
dengan TBP. Pada keadaan normal kadar T3 dan T4 total menggambarkan
kadar hormon bebas. Namun dalam keadaan tertentu jumlah protein pengikat
bisa berubah. Pada seorang lansia yang mendapatkan kortikosteroid untuk
terapi suatu penyakit kronik cenderung mengalami penurunan kadar T3 dan
T4 bebas karena jumlah protein pembawa yang meningkat. Sebaliknya pada
seorang lansia yang menderita pemyakit ginjal dan hati yang kronik maka
kadar protein binding akan berkurang sehingga kadar T3 dan T4 bebas akan
meningkat.
18
Efek Primer
Hormon Tiroid
Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah hampir semua sel di dalam tubuh. Efek
primer hormon tiroid adalah:
a) Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan metabolisme
protein, lemak, dan karbohidrat.
b) Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran.
c) Kedua fungsi bertujuan untuk meningkatkan penggunaan energi oleh sel,
terjadi
TSH yang masuk dalam sirkulasi akan mengikat reseptor di permukaan sel tiroid
(TSH-Reseptor-TSH-R) dan terjadilah efek hormonal sebagai kenaikan trapping,
peningkatan iodinasi, coupling, proteolisis sehingga hasilnya adalah produksi
hormon meningkat.
3. Umpan balik sekresi hormon
Kedua hormon ini mempunyai efek umpan balik di tingkat hipofisis. T3 selain
berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan
mengurangi kepekaan hipofisis terhadap rangsangan TRH.
Tubuh memiliki mekanisme yang rumit untuk menyesuaikan kadar hormon tiroid.
Hipotalamus menghasilkan Thyrotropin-Releasing Hormone, yang menyebabkan
kelenjar hipofisa mengeluarkan TSH. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid dalam darah mencapai kadar tertentu, maka kelenjar
hipofisa menghasilkan TSH dalam jumlah yang lebih sedikit, jika kadar hormon
tiroid dalam darah berkurang, maka kelenjar hipofisa mengeluarkan lebih banyak
TSH.
D. DEFINISI STRUMA
Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena
pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan glandula tiroid dapat berupa gangguan
fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. Dampak struma terhadap
tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat mempengaruhi kedudukan
organ organ di sekitarnya.
Di bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma
dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia. Hal tersebut akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit. Bila
20
pembesaran keluar maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat asimetris atau
tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
E. ETIOLOGI
Etiologi SNNT terutama adalah kekurangan intake iodium. Hal ini biasa terjadi pada
daerah yang kadar airnya kekurangan iodium. Etiologi lainnya dapat berupa kelainan
metabolic congenital penggunaan obat-obatan goitrogenik.
F. PATOFISIOLOGI
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam
pembentukan TSH oleh hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis
mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan
sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam
folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin bertambah besar. Akibat kekurangan
yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel
menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang menghambat
sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (goitrogenic
agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves.
Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan
sintesa hormon tiroid oleh obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan
litium, gangguan metabolik misalnya struma kolid dan struma non toksik (struma
endemik).
G. KLASIFIKASI
21
1. berdasarkan fisiologis
a. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang disebabkan
stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal sedangkan kelenjar hipofisis
menghasilkan TSH dalam jumlah yang meningkat. Goiter atau struma semacm ini
biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid sehingga
sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari kelenjar untuk
mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon. Beberapa pasien
hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami atrofi atau tidak mempunyai
kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh
antibodi autoimun yang beredar dalam sirkulasi.25 Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi
berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara.
c. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat didefenisikan sebagai
respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik hormon tiroid yang
berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau adanya sejenis antibodi dalam
darah yang merangsang kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang
berlebihan tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, leboh
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung berdebar-debar,
22
tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak
teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.
1. berdasarkan klinis
a. Struma Toksik
Struma toksik dapat dibedakan atas dua yaitu struma diffusa toksik dan struma
nodusa toksik. Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk
anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan benjolan yang
secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma multinoduler toksik).
Struma diffusa toksik (tiroktosikosis) merupakan hipermetabolisme karena jaringan
tubuh dipengaruhi oleh hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab
tersering adalah penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic goiter), bentuk
tiroktosikosis
yang
paling
banyak
ditemukan
diantara
hipertiroidisme
kadar
hormon
tiroid
cenderung
menyebabkan
peningkatan
Struma non toksik sama halnya dengan struma toksik yang dibagi menjadi struma
diffusa non toksik dan struma nodusa non toksik. Struma non toksik disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma ini disebut sebagai simple goiter, struma
endemik, atau goiter koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya
kurang sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa hormon
oleh zat kimia.
Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini
disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme dan
hipotiroidisme disebut struma nodusa non toksik. Biasanya tiroid sudah mulai
membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa.
Kebanyakan penderita tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau
hipertiroidisme, penderita datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan
akan keganasan. Namun sebagian pasien mengeluh adanya gejala mekanis yaitu
penekanan pada esofagus (disfagia) atau trakea (sesak napas), biasanya tidak disertai
rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul.
kalsitonin
(APUD-oma),
dan
karsinoma
berdeferensiasi
24
Karsinoma tiroid agak jarang didapat, yaitu sekitar 3-5% dari semua tumor
maligna.Insidensnya lebih tinggi di negara dengan struma endemik, terutama jenis
folikuler jenis berdeferensiasi buruk/anaplastik. Karsinoma tiroid didapat pada segala
usia dengan puncak pada usia muda (7-20 tahun) dan usia setengah baya (40-60
tahun). Insidens pada pria adalah sekitar 3/100.000/tahun dan wanita sekitar
8/100.000/tahun. Kurang lebih 25% terjadi pada struma nodosa. Fokus karsinoma
tampaknya muncul secara denovo di antara nodul dan bukan di dalamnya.
Radiasi daerah leher merupakan salah satu faktor risiko yang penting. Lebih kurang
25% dari mereka yang menjalani radiasi di leher pada usia muda, di kemudian hari
memperlihatkan nodul kelenjar tiroid yang berupa adenokarsinoma tiroid, terutama
tipe papiler. Risiko mendapatkan karsinoma tiroid akibat radiasi biasanya juga
tergantung pada usia penderita. Bila radiasi terjadi pada usia lebih dari 20 tahun,
kolerasi risikonya menjadi kurang bermakna.Masa laten mungkin lama sekali sampai
puluhan tahun seperti terlihat pada penduduk Hiroshima dan penderita lain yang
mengalami radiasi bentuk apa pun pada lehernya.
III. Etiologi
Karsinoma tiroid berasal dari 2 tipe sel yang berada di kelenjar tiroid. Sel tersebut
akan berdiferensiasi menjadi karsinoma papiler, karsinoma folikular, karsinoma
medular dan karsinoma anaplastik.
Pajanan dari radiasi meningkatkan resiko terjadinya keganasan pada tiroid, terutama
karsinoma papiler tiroid. Hal ini diobservasi dari anak-anak yang terpajan radiasi
setelah terjadinya bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki saat perang dunia ke 2.
Bukti lainnya didapatkan dari percobaan bom atom pada pulau Marshall, setelah
kecelakaan pada Chemobyl. Pasien dengan pengobatan terapi radiasi juga beresiko
tinggi terjadinya karsinoma tiroid.
Diet rendah iodin tidak membuktikan terjadinya karsinoma pada tiroid, namun pada
populasi dengan asupan rendah iodin memiliki angka tinggi terjadinya karsinoma
folikuler dan anaplastik
IV. Klasifikasi
25
a. Patologi
Karsinoma papilar
Merupakan jenis keganasan tiroid berdiferensiasi baik dan paling sering
ditemukan (60%). Merupakan karsinoma yang bersifat kronik, tumbuh lambat
dan mempunyai prognosis paling baik diantara keganasan tiroid lainnya.
Karsinoma folikular
Adenokarsinoma meliputi sekitar 25% keganasan tiroid dan didapat terutama
pada wanita setengah baya.
Merupakan jenis kedua kanker tiroid paling umum, merupakan 5-10 persen dari
karsinoma tiroid dan sekitar 15 persen dari karsinoma tiroid berdeferensiasi baik.
Lebih agresif (ganas) dari karsinoma papiler, dan terjadi lebih sering pada wanita
daripada pria dengan rasio tiga banding satu. Puncaknya onset adalah pada usia
50 tahun. Biasanya tidak menyebar ke kelenjar getah bening, tetapi dapat
menyerang vena dan arteri, dan kemudian dapat menyebar (metastasis) ke lain
organ. Paling sering metastasis ke paru-paru, tulang, otak, hati, kandung kemih,
dan kulit. Kanker ini jarang terjadi pada individu yang telah terpapar radiasi dan
lebih jarang terjadi pada anak-anak. Muncul dari sel-sel yang membuat hormon
tiroid. Survival rate tergantung pada ukuran tumor dan apakah telah menginvasi
pembuluh darah, kelangsungan hidup 10 tahun untuk tumor yang non invasif 86
26
dengan cepat. Tumor ini sering disertai nyeri dan nyeri alih ke daerah telinga dan
T (Tumor primer)
T0
Tx
T1
T2
T3
T4a
peritiroid)
tumor telah berestensi keluar kapsul tiroid dan menginvasi ke tempat
berikut ; jaringan lunak subkutan, laring, trakea, esofagus, n. Laringeus
T4b
Nx
N0
N1
N1a
N1b
M (Metastasis jauh
Mx
M0
M1
V. Gejala Klinis. 7
27
Diagnosis sitologis sangat tergantung dari benar atau tidaknya proses pengambilan
sampel, sehingga disarankan untuk mengaspirasi di 3 tempat yang berbeda pada
nodul untuk kepastian spesimen
b. Laboratorium
Pemeriksaan kadar tiroglobulin serum untuk keganasan tiroid cukup sensitif tapi tidak
spesifik. Serum Thyoid-Stimulating Hormone sangat sensitif untuk mendeteksi
hipertiroid ataupun hipotiroid. Namun pada penyakit keganasan, kadar TSH tidak
bisa menentukan apakah nodul tersebu ganas atau jinak.
Peningkatan serum kalsitonin biasanya menunjukkan karsinoma tiroid tipe medular.
Serum kalsitonin, yang biasanya menjadi tolak ukur diagnosis folikular-medular
karsinoma tiroid, sekarang digantikan dengan pemeriksaan PCR (polymerase chain
reaction) yang lebih sensitif pada mutasi RET proto-oncogene. Bagaimanapun,
kalsitonin dan pentagastrin digunakan sebagai penanda tumor untuk memantau pasien
yang menderita karsinoma tiroid medular.
c. Pencitraan
Sintigrafi tiroid
Sintigrafi tiroid keganasan hanya memberikan gambaran hipofungsi atau nodul
dingin, sehingga dikatakan tidak spesifik dan tidak diagnostik.
Sintigrafi dapat dilakukan dengan 2 macam isotop:
- Iodium radioaktif
- Techneticum pertechnetate isotop
USG
Dilakukan untuk menentukan ukuran dan jumlah nodul, meski USG tidak dapat
membedakan nodul jinak dari yang ganas.
CT scan dan MRI
Digunakan untuk mengevaluasi jaringan lunak yang besar dan dicurigai massa
yang terdapat pada leher, trakhea atau esofagus dan untuk melihat adanya
metastase ke kelenjar limfa di servikal.
VII.Diagnosis
a. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik
29
1. Karsinoma papiler
Karsinoma papiler adalah keganasan tiroid yang paling sering, sekitar 80%. Wanita
yang berumur 34-40 tahun tiga kali lebih sering terkena daripada pria. Kasus yang
muncul bisa genetik / faktor keturunan yang berhubungan dengan sindrom Gardnrer
(poliposis adenomatous familial). Terekspose radiasi terutama saat masa kanan,
berhubungan dengan pmunculnya karsinoma tiroid papiler. Tumor biasanya muncul
setelah masa laten sekitar 10-2- tahun. Bagaimanapun, angka kejadian kanker tipe ini
juga dihipotesikan berhubungan dengan tiroiditis Hashimoto. Karsinoma jenis ini
adalah tipe tumor yang tumbuh lambat karena T4 dan produksi sel folikular dari
tiroid. Sel tersebut sensitif terhadap TSH dan pengambilan iodin. Sel tersebut
memproduksi tiroglobulin yang memberi respon pada stimulasi TSH. Hal tersebut
memungkinkan menjadi dasar diagnostik dan terapeutik pada penyakit berulang
ataupun rekurensi setelah operasi eksisi.
Tumor bisa tumbuh ke arah kapsul tiroid yang kemudian menginvasi struktur di
sekelilingnya. Pertumbuhan ke arah trakhea bisa memicu terjadinya hemoptisis.
Pertumbuhan yang ekstrem bisa juga mengarag ke obstruksi jalan napas. Invasi ke
arah lain bisa juga menyebabkan pasien serak, bersuara saat bernapas sampai
disfagia.
2. Karsinoma folikular
30
Karsinoma folikular adalah kedua tersering pada keganasan tiroid, 10% dari kanker
tiroid. Kanker folikular muncul saat asupan iodin untuk tiroid rendah. Karsinoma
jenis ini juga muncul tiga kali lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria.
Pasien dengan jenis ini biasanya lebih tua daripada karsinoma papiler, sekitar dekade
empat sampi enam. Sama seperti karsinoma papiler, karsinoma folikular muncul dari
sel folikuler di tiroid. Sel TSH nya pun sensitif, pada pengambilan iodin dan produksi
tiroglobulin. Tidak seperti karsinoma pailer, pada karsinoma folikuler jrang
bermetastase ke arah servikal, tapi lebih banyak bermetastase ke paru dan tulang.
b. Karsinoma sel Hrtle
Karsinoma sel Hurtle adalah tipe keganasan tiroid yang jarang, yang juga terkadang
dianggap sebagai varian dari karsinoma folikular. Biasa juga dikenal sebagai
karsinoma onkositik, Askanazy, atau sel besar. 2-3% dari keganasan yang muncul di
tiroid. Lebih sering muncul pada wanita dekade kelima. Adapun gejala klinisnya
sama dengan keganasan tiroid tipe lainnya.
31
MTC mengambil peran sekitar 5% dari keganasan yang mungkin terjadi pada tiorid.
Tumor ini bisa berasal dari sel parafolikuler di tiroid. Sel C adalah derivat neuralcrest dan juga memproduksi kalsitonin. Sekitar 75% MTC muncul secara sporadik,
sedangkan 25% lainnya berhubungan dengan faktor familial. Kasus sporadik
biasanya bermanifestasi sebagai nodul tiroid soliter, seperti pada keganasan tiroid
lainnya. Dan juga munculnya gejala nyeri, dysphagia dan serak yang mengarah pada
invasi lokal.
d. Karsinoma anaplastik dan karsinoma lainnya.
Karsinoma jenis ini adalah yang paling jarang pada keganasan yang terjadi di tiroid,
1,6 %. Tapi walau bagaimanapun, karsinoma jenis ini memiliki tingkat keberhasilan
hidup sangat rendah dibanding yang lain. Seperti keganasan tiroid yang lainnya, pada
karsinoma anaplastik juga lebih banyak menyerang wanita dibanding pria. Biasanya
menyerang wanita pada dekade 6-7.
Karsinoma ini muncul dengan adanya benjolan pada leher yang tumbuh semakin
membesar. Suara serak dan dispnea bisa muncul karena efek invasi. Daerah yang
biasa menjadi sasaran metastase adalah paru, tulang dan otak.
32
Sebagian besar pasien dengan kanker tiroid mempunyai massa yang dapat teraba pada
leher, tumor intratiroid ataupun limpoadenopati regional yang metastase. Di beberapa
pasien, secara klinis tersamarkan, lesi tidak teraba saat palpasi dan hanya akan
dikenali jika menggunakan pemeriksaan gambar dengan resolusi tinggi saat
melakukan intervensi sebelum operasi untuk menemukan penyakit jinak pada tiroid.
Jadi, anamnesis dan pemeriksaan fisik bisa dijadikan dasar untuk menentukan
diagnosis definitif dari kanker tiroid. Diagnosis kanker tiroid memerlukan konfirmasi
sitologi atau histologi. Biopsi FNA adalah metode paling efektif untuk membedakan
tumor jinak sampai ganas pada nodul tiroid secara preoperatif. Diagnosis kanker
tiroid harus mencakup pemeriksaan patologi secara hati-hati pada jaringan tiroid.
VIII.
Penatalaksanaan
dapat
dipertimbangkan
untuk
dilakukan
istmolobektomi,
yaitu
hemitiroidektomi. Bila skor buruk, dianjurkan untuk tiroidektomi total. Jika telah
terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, kemungkinan besar telah terjadi
penyebaran,maka harus dilakukan tiroidektomi total disertai diseksi kelenjar leher
pada sisi yang sama.
G. DIAGNOSTIK
33
1. Inspeksi
Inspeksi dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada pada
posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka. Jika terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen yaitu lokasi,
ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler kecil), gerakan pada saat pasien
diminta untuk menelan dan pulpasi pada permukaan pembengkakan.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana pasien diminta untuk duduk, leher dalam
posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di belakang pasien dan meraba tiroid dengan
menggunakan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita.
3. Hormonal
Status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan perantara tes-tes fungsi
tiroid untuk mendiagnosa penyakit tiroid diantaranya kadar total tiroksin dan
triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay. Tiroksin bebas serum mengukur
kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara metabolik aktif. Kadar TSH plasma dapat
diukur dengan assay radioimunometrik.
Kadar TSH plasma sensitif dapat dipercaya sebagai indikator fungsi tiroid. Kadar
tinggi pada pasien hipotiroidisme sebaliknya kadar akan berada di bawah normal
pada pasien peningkatan autoimun (hipertiroidisme). Uji ini dapat digunakan pada
awal penilaian pasien yang diduga memiliki penyakit tiroid. Tes ambilan yodium
radioaktif (RAI) digunakan untuk mengukur kemampuan kelenjar tiroid dalam
menangkap dan mengubah yodida.
4. Foto rontgent leher
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah menekan atau menyumbat
trakea (jalan nafas).
34
5. FNAB
Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi
jarum tidak nyeri, hampir tidak menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas.
Kerugian pemeriksaan ini dapat memberikan hasil negatif palsu karena lokasi biopsi
kurang tepat. Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang
kurang baik atau positif palsu karena salah intrepertasi oleh ahli sitologi.
H. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Pembedahan
menghasilkan
hipotiroidisme
permanen
yang
kurang
sering
dibandingkan dengan yodium radioaktif. Terapi ini tepat untuk para pasien
hipotiroidisme yang tidak mau mempertimbangkan yodium radioaktif dan tidak dapat
diterapi dengan obat-obat anti tiroid. Reaksi-reaksi yang merugikan yang dialami dan
untuk pasien hamil dengan tirotoksikosis parah atau kekambuhan. Pada wanita hamil
atau wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal (suntik atau pil KB), kadar
hormon tiroid total tampak meningkat. Hal ini disebabkan makin banyak tiroid yang
terikat oleh protein maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 sehingga dapat
diketahui keadaan fungsi tiroid.
Pembedahan
dengan
mengangkat
sebagian
besar kelenjar
tiroid,
sebelum
pembedahan tidak perlu pengobatan dan sesudah pembedahan akan dirawat sekitar 3
hari. Kemudian diberikan obat tiroksin karena jaringan tiroid yang tersisa mungkin
tidak cukup memproduksi hormon dalam jumlah yang adekuat dan pemeriksaan
laboratorium untuk menentukan struma dilakukan 3-4 minggu setelah tindakan
pembedahan.
2. pemberian obat anti tiroid dan tiroksin
35
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini diyakini bahwa
pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon TSH. Oleh karena itu untuk
menekan TSH serendah mungkin diberikan hormon tiroksin (T4) ini juga diberikan
untuk mengatasi hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah propiltiourasil
(PTU) dan metimasol/karbimasoL
DAFTAR PUSTAKA
Cobin, Rhoda H. AACE/AAES Medical/Surgical Guidelines for Clinical Practice:
Management of Thyroid Carcinoma. June 2001. Available at:
http://www.aace.com/pub/pdf/guidelines/thyroid_carcinoma.pdf
Darmojo, B. 2004, Geriatri, Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Ganong, W.F. 1999, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta.
36
Available
at:
Silbernagl, Stefan. Teks dan atlas Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2007. Hal 280
harma,
Pramod
K.
Thyroid
Cancer.
Jan
2010.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/851968-overview
at:
37