Anda di halaman 1dari 60

TEKNIK DAN PERSIAPAN GENERAL ANESTESI PADA

KASUS TONSILEKTOMI
Disusun Oleh:
Fanny Ratnasari (1102017083)

Dokter Pembimbing:
dr. Olivia Des Vinca, M.Ked(An) Sp.An. KIC
Identitas Pasien
 Nama : Tn. U
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Usia : 19 tahun
 Pekerjaan : Pelajar
 Status pernikahan : Belum menikah
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Manila No.9, Tanah Abang, Jakarta Pusat
 Waktu masuk RS : 22 Februari 2023
 Jadwal operasi : 23 Februari 2023
 No. RM : 455XXX
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23
Februari 2023 pukul 12.00 WIB di ruang Pre-Operasi RS Tk. II
Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta Timur.

Keluhan Utama
Nyeri menelan berulang sejak 1 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa dengan keluhan nyeri menelan
berulang sejak 1 tahun SMRS. Pasien diketahui memiliki riwayat demam, batuk, dan
pilek berulang. Keluhan suara serak disangkal. Nyeri telinga, telinga berdenging, dan
rasa penuh di telinga disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Dokter spesialis
THT-KL mendiagnosis pasien dengan hipertrofi tonsil dan akan dilakukan tindakan
pembedahan tonsilektomi.
Riwayat Penyakit

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat Penyakit Keluarga

 Keluhan serupa : Disangkal  Keluhan serupa : Disangkal


 Hipertensi : Disangkal  Hipertensi : Disangkal
 Diabetes Melitus : Disangkal  Diabetes Melitus : Disangkal
 Penyakit Jantung : Disangkal  Penyakit Jantung : Disangkal
 Penyakit Ginjal : Disangkal  Penyakit Ginjal : Disangkal
 Asma : Disangkal  Asma : Disangkal
 TB Paru : Disangkal  TB Paru : Disangkal
Riwayat Pengobatan Riwayat Alergi Riwayat Operasi
Tidak ada riwayat Riwayat alergi obat- Pasien pernah menjalani
pengobatan apapun atas obatan dan makanan operasi atas indikasi
keluhan pada pasien. disangkal varikokel

Riwayat Kebiasaan Riwayat Makan Riwayat Kajian Sistem


Riwayat merokok dan Terakhir Pasien tidak
konsumsi alkohol Pasien terakhir makan 6 menggunakan gigi palsu
disangkal jam sebelum dilakukan dan tidak ada gigi
operasi goyang. Pasien dapat
menggerakkan lehernya
secara fleksibel.
PEMERIKSAAN
FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan  Antropometri
 Kesadaran : Komposmentis - Berat badan : 87 kg
 GCS : E4M6V5 - Tinggi Badan : 185 cm
 Tanda Vital - IMT : 25,5 kg/m2 (overweight)
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- Suhu : Afebris
- Nadi : 88 kali/menit
- Respirasi : 16 kali/menit
- SpO2 : 98%
- Skala Nyeri : VAS 1
Status Generalis
Kepala : Normocephal, wajah simetris, massa (-), sikatriks (-)

Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut

Mata : Pupil bulat isokor (3mm/3mm), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)

Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Hidung : Sekret (-/-), deviasi (-/-), sumbatan (-/-), edema (-/-)

Mulut : Mulut dapat membuka >3 jari, pertumbuhan gigi baik, gigi palsu dan gigi goyang (-)

Faring : Hiperemis (-/-)

Tonsil : T2/T2

Uvula : Tidak deviasi, hiperemis (-/-)

Skor Mallampati : Kategori II

Leher : Trakea di tengah, deviasi (-), leher dapat digerakkan secara fleksibel, bullneck (-), pembesaran KGB (-), massa(-)
Status Generalis
Paru

 Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, massa (-), sikatriks (-)


 Palpasi : Fremitus vokal dan fremitus taktil simetris pada kedua lapang paru
 Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
 Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


 Palpasi : Teraba iktus kordis di bawah papilla mammae sinistra
 Perkusi : Batas jantung normal
 Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Status Generalis
Abdomen

 Inspeksi : Datar, massa (-), sikatriks (-)


 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen
 Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), defans muscular (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, edema (-)


STATUS ASA
PEMERIKSAAN JALAN NAFAS

Pasien tidak memiliki riwayat sistemik ataupun  Rongga mulut dapat membuka >3 jari pasien, gigi

organik lainnya dan tidak didapati adanya komplikasi tumbuh baik, tidak ada gigi palsu maupun gigi

pada keluhan yang dirasakannya. Pasien dalam goyang.

keadaan sehat sehingga pasien dikategorikan dalam  Skor Mallampati karegori II, dengan visualisasi arkus

ASA 1. faring, pallatum mole, dan sebagian uvula.


 Jarak tyromental (dagu hingga tiroid) >3 jari pasien.
 Tidak ada obstruksi seperti massa, suara stridor, dan
tidak teraba adanya pembesaran KGB maupun massa
pada leher.
 Leher dapat digerakkan secara fleksibel.
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Rutin      
Hemoglobin 16,1 g/dL 13,2-17,3
Jumlah leukosit 4,7 Ribu/ml 3,8-10,6
Jumlah 48 % 40-52
hematokrit
Jumlah
trombosit
239 Ribu/ml 150-440
Pemeriksaan
Hemostasis       Penunjang
Waktu 2 Menit 1’00’’-3’00’’
perdarahan
Waktu 5 Menit 2’00’’-6’00’’
pembekuan
Diagnosis Kerja
Hipertrofi Tonsil
Kesimpulan

Pasien laki-laki Tn. U usia 19 tahun dengan hipertrofi tonsil, status ASA I,
direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi. Riwayat penyakit hipertensi, asma,
diabetes melitus, jantung, ginjal dan paru disangkal. Pasien sudah berpuasa sejak 6 jam
sebelum dilakukan operasi. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital normal, dengan
status generalis ditemukan dalam pemeriksaan mulut tampak hipertrofi tonsil T2/T2.
Pada pasien tidak ditemukan adanya penyulit dalam pemeriksaan jalan nafas.
Rencana Anestesi

Persiapan Operasi
 Memastikan adanya persetujuan operasi tertulis
 Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien
 Pasien berpuasa sejak 6 jam sebelum operasi
 Oksigenasi menggunakan 02 2 L/menit
 Memeriksa obat-obatan dan peralatan anestesi
 Infus Ringer Laktat
Rencana Anestesi

1. Jenis anestesi : Anestesi umum


2. Teknik anestesi : General anestesi dan intubasi
3. Premedikasi : Ondansetron 4 mg IV, Dexametason 10 mg IV, Sulfas Atropin 0,25 mg IV.
4. Obat induksi : Midazolam 5 mg IV, Propofol 200 mg IV
5. Obat analgetik : Fentanil 100 mcg IV
6. Obat pelumpuh otot : Atracurium 30 mg IV
7. Obat maintenance : Tidak ada
8. Obat tambahan : Ketorolak 30 mg IV, Asam traneksamat 500 mg IV
9. Monitoring : Tanda-tanda vital selama operasi setiap 5 menit, kedalaman anestesi, cairan dan
perdarahan.
10. Melakukan pemantauan pasca anestesi di ruangan pemulihan.
Tatalaksana Anestesi
Di ruangan pra-operasi
a. Memastikan pemeriksaan identitas pasien, persetujuan operasi, lama puasa, lembar
konsultasi anestesi, obat-obatan dan peralatan yang dibutuhkan.
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital, yaitu :
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Frekuensi nadi : 88 kali/menit
 Frekuensi pernafasan : 16 kali/menit
 Suhu : Afebris
 SpO2 : 98%
Tatalaksana Anestesi
Pukul 12.30 WIB

Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi terlentang. Kemudian, memasangkan manset
tensimeter di lengan kanan pasien dan oksimeter di jari tangan kiri pasien. Terpasang infus Ringer
Laktat 500 ml 20 tpm pada tangan kiri .

Pukul 12.40 WIB

Memasukkan obat premedikasi Ondansetron 4 mg IV, Dexametason 10 mg IV, Sulfas Atropin 0,25 mg IV.
Tatalaksana Anestesi
Pukul 12.45 WIB

Menyuntikan midazolam 5 mg IV, fentanyl 100 mcg dan Propofol 200 mg IV. Memeriksa respon
pasien yaitu bulu mata dan memanggil pasien. Mengekstensikan kepala, memasang guedel, memasang
sungkup dengan mengalirkan O2 2 L/menit. Setelah itu dilakukan penyuntikan Atracurium dan oksigenasi
selama 3 menit.

Pukul 12.52 WIB

Melakukan pemasangan ETT no. 7 ke dalam hidung kanan. Mengembangkan balon ETT. Melakukan
fiksasi ETT menggunakan plester. Menghubungkan ETT dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 2
L/menit.
Tatalaksana Anestesi
Pukul 13.00 WIB
Anestesi sudah cukup dalam yang ditandai dengan nafas teratur. Dokter spesialis THT dipersilahkan
memulai operasi. Selama operasi berlangsung dilakukan monitoring tanda-tanda vital setiap 5 menit.
Pukul 14.15 WIB
Operasi selesai. Membuat nafas spontan pada pasien. Melakukan suction pada jalan nafas pasien.
Mengempiskan balon ETT dan mengeluarkannya. Memasang guedel dan sungkup yang mengalirkan O2 2
L/menit. Memberikan drip Ondansetron 4 mg dan Ketorolak 60 mg IV.
Monioring Intraoperatif
▪ Anestesi dimulai pada pukul 12.45 WIB  
▪ Operasi dimulai pada pukul 13.00 WIB
Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi
Waktu (WIB) (mmHg) (x/menit) SpO2 (%) pernapasan
(x/menit)
12.30 130/80 60 99 16
12.45 120/70 62 99 16
13.00 110/60 68 99 16
13.15 90/60 78 98 16
13.30 105/70 65 100 16
13.45 110/80 82 100 16
14.00 110/80 60 100 16
Monitoring Pasca Anestesi
Operasi selesai pukul 14.15 WIB
  Anestesi selesai pukul 14.25 WIB

Pasien dipindahkan ke ruangan pemulihan pukul 14.40 WIB

▪ Memasangkan manset tensimeter, oksimeter, dan infus.


▪ Melakukan monitoring tanda-tanda vital setiap 15 menit.
▪ Pasien sudah dalam keadaan sadar
▪ Skor aldrette 5-6
Monitoring Pasca Anestesi
 
Monitoring pasca anestesi Aldrete’s Score Modifikasi :
Tekanan Frekuensi   Frekuensi 1. Warna : Merah
darah nadi SpO2 pernapasan
2. Pernafasan : Spontan
(mmHg) (x/menit) (%) (x/menit)
3. Sirkulasi : Normal

4. Kesadarann : Komposmentis
120/80 70 99 16
5. Aktivitas : Normal
117/82 70 99 16

120/85 70 99 16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran napas atas terdiri dari :

Faring, hidung, mulut, laring, trakea, dan


bronkus cabang utama. Mulut dan faring juga
merupakan bagian dari saluran pencernaan
bagian atas. Struktur laring Sebagian berfungsi
untuk mencegah aspirasi ke dalam trakea.

(Morgan, dkk, 2013)


Persarafan

1. N.Trigeminus (V), mensarafi mukosa


hidung, palatum (V-1), daerah maksila (V-2),
lidah dan daerah mandibula (V-3).
2. N. Fasialis (VII), mensarafi palatum.
3. N. Glossofaringeus (IX), mensarafi lidah,
faring, palatum mole dan tonsil.
4. N. Vagus (X), mensarafi daerah sekitar
epiglotis dan pita suara. (Morgan, dkk, 2013)
Manajemen rutin jalan napas

Manajemen rutin jalan napas yang terkait dengan anestesi umum terdiri dari:

 Penilaian jalan napas praanestetik


 Persiapan dan pemeriksaan peralatan
 Posisi pasien
 Preoksigenasi
 Kantong dan masker ventilasi
 Intubasi atau penempatan jalan napas masker laring (apabila tersedia)
 Konfirmasi penempatan tabung atau jalan napas yang tepat
 Ekstubasi
Penilaian Jalan Napas
• Pembukaan mulut: jarak antar gigi seri lebih dari 3 cm lebih disukai pada orang dewasa.

• Klasifikasi Mallampati: tes yang sering dilakukan yang memeriksa ukuran lidah dalam hubungannya dengan
rongga mulut. Semakin lidah menghalangi pandangan struktur faring, semakin sulit intubasi dilakukan.

o Kelas I: Seluruh lengkungan palatal, termasuk pilar faucial bilateral, dapat dilihat hingga ke dasar pilar.
o Kelas II: Bagian atas pilar faucial dan sebagian besar uvula terlihat.
o Kelas III: Hanya palatum mole dan durum yang terlihat.
o Kelas IV: Hanya palatum durum yang terlihat.

• Jarak tiromental: jarak ini adalah jarak antara mentum (dagu) dan lekukan tiroid superior. jarak yang lebih
besar dari lebar 3 jari lebih disukai.

• Lingkar leher: Lingkar leher lebih dari 17 inci dikaitkan dengan kesulitan dalam visualisasi pembukaan
glottis.
Alat
• Sumber oksigen

• Kemampuan ventilasi dengan kantong dan masker

• Laringoskop (Direk dan video)

• Berbagai ukuran ETT dengan dengan stilet dan bougies

• Perangkat jalan napas lainnya (bukan ETT) (mis. Jalan napas oral, hidung, supraglotis)

• Penghisap (Suction)

• Oksimetri nadi dan deteksi CO2

• Stetoskop

• Plester

• Monitor tekanan darah dan elektrokardiografi (EKG)

• Akses intravena Bronkoskop serat optik fleksibel harus segera tersedia ketika intubasi diperkirakan sulit, tetapi tidak perlu
ada dalam setiap intubasi rutin.
Jalur napas oral dan nasal

(Morgan, dkk, 2013)

Jalan napas oral dewasa biasanya memiliki ukuran kecil (80 mm [Guedel No. 3]), sedang (90 mm
[Guedel No. 4]), dan ukuran besar (100mm [Guedel No. 5]).

Panjang jalan napas hidung dapat diperkirakan sebagai jarak dari nares ke meatus akustikus dan harus
sekitar 2 sampai 4 cm lebih panjang dari jalan napas oral. Karena risiko epistaksis, jalan napas hidung
kurang digunakan pada pasien yang menerima obat antikoagulan atau trombositopenia.
Masker wajah

(Morgan, dkk, 2013)


LMA
Variasi dalam desain LMA meliputi:

 ProSeal LMA, yang memberikan jalur untuk


lewatnya selang lambung untuk dekompresi lambung

 I-Gel, yang menggunakan okluder gel, bukan


manset yang dapat dikembangkan

 Fastrach intubation LMA, yang didesain untuk


memfasilitasi intubasi endotrakeal melalui LMA

 CTrach LMA, yang disertai dengan kamera


untuk memfasilitasi lewatnya selang endotrakeal
(Morgan, dkk, 2013)
Keuntungan dan kerugian LMA

(Morgan, dkk, 2013)


Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal digunakan pada anestesi umum dan untuk memfasilitasi pengelolaan dengan ventilator
pada pasien dengan penyakit kritis. Selang Endotrakeal (Endotracehal Tube/ ETT) ETT buatan standar (di Amerika
Serikat, American National Standard for Anesthetic Equipment; ANSI Z-79). ETT biasanya dibuat dari polivinil
klorida. Bentuk dan kekakuan ETT dapat diubah dengan memasukkan stilet. Ujung selang yang menghadap pasien
dipercaya berfungsi untuk membantu visualisasi dan insersi melaui pita suara. Selang Murphy memiliki lubang
(mata Murphy) untuk mengurangi risiko oklusi, bilamana ujung distal selang berbatasan dengan karina atau trakea.
Laringoskop

(Morgan, dkk, 2013)


Komplikasi
Penilaian untuk intubasi harus mempertimbangkan potensi komplikasi.
Hipoksemia adalah komplikasi intubasi yang ditakuti yang mungkin dipicu oleh
beberapa upaya dengan oksigenasi yang buruk, tabung endotrakeal yang salah tempat,
dan intubasi yang gagal.

Komplikasi lain termasuk laserasi ke orofaring dari manipulasi langsung, trauma


pada gigi, dan aspirasi muntah atau benda-benda dari orofaring, seperti gigi palsu.
Komplikasi setelah intubasi termasuk nekrosis uvular dan mukosa dari tekanan tabung
endotrakeal terhadap struktur anatomi ini. Ruptur trakea sangat jarang terjadi.
Penilaian dan persiapan praanestesia
Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor penyumbang sebab-sebab terjadinya
kecelakaan anestesia. Dokter spesialis anestesiologi seyogyanya mengunjungi pasien sebelum pasien dibedah,
agar dapat menyiapkan pasien, sehingga pada waktu pasien

dibedah dalam keadaan bugar.

Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya
operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian prabedah
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut-nakuti atau dibuat-buat, karena
memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang identitas
yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.

Penilaian : Anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.


Status ASA
The American Society Of Anesthesiologist (ASA) yang merupakan klasifikasi lazim yang digunakan untuk
menilai kebugaran seseorang. Klasifikasi ini bukan alat perkiraan risiko anestesi, karena efek samping anestesi
tidak dapat dipisahkan dari efek samping pembedahan.

Kelas I : Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.

Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.

Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari
24 jam.

Pada bedah cito atau emergensi biasanya dicantumkan huruf E.


Masukan oral
 

Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat
dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan
risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.

Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:

1. Meredakan kecemasan dan ketakutan.

2. Memperlancar induksi anestesia.

3. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.

4. Meminimalkan jumlah obat anestetik.

5. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.

6. Menciptakan amnesia.

7. Megurangi isi cairan lambung.

8. Mengurangi refleks yang membahayakan.


Metode general anestesi
a. Anestesi Intravena
 Tiopental
Tiopental adalah obat dengan bentuk tepung atau bubuk berwarna kuning,
berbau belerang, biasanya dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Cara
menggunakannya yaitu dilarutkan dalam akuades hingga kepekatan 2,5% (1 ml = 25
mg). Dosis yang digunakan yaitu 3-7 mg/kg dan disuntikkan perlahan dihabiskan
dalam 30-60 detik.
 Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonic
dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Suntikan secara intravena dapat menimbulkan
rasa nyeri, sehingga beberapa detik sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg
intravena.
Dosis bolus untuk induksi yaitu 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi
intravena total yaitu 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk perawatan intensif yaitu 0,2
mg/kg.
 Ketamin
Dosis bolus untuk induksi intravena yaitu 1-2 mg/kg. Ketamin
dikemas dalam bentuk cairan bening kepekatan 1%, 5%, dan 10%.
 Opioid
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis tinggi.
Opioid tidak mengganggu system kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi opioid digunakan fentanil dosis induksi
20-50 mg/kg dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/menit.
Anestesi Inhalasi

Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek
klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Stadium Anestesi
• Stadium I : Analgesia
• Stadium II : Eksitasi, delirium
• Stadium III : Anestesia bedah
• Stadium IV : Intoksikasi
ANESTESI UMUM DENGAN SUNGKUP WAJAH
ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL
(Morgan, dkk, 2013)
Klasifikasi mallampati
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle

1 + + + Klasifikasi tampakan faring pada saat


mulut terbuka maksimal dan lidah
2 - + + dijulurkan maksimal.

Gradasi 3 dan 4 akan menyulitkan


3 - - +
intubasi.
4 - - -
(Morgan, dkk, 2013)
(Morgan, dkk, 2013)
Anestesi umum dengan total intravena
Daftar Pustaka
• Roelandt, P., Haesaerts, R., Demedts, I., & Bisschops, R. (2022). Implementation of the Aldrete score reduces recovery time after
non-anesthesiologist-administered procedural sedation in gastrointestinal endoscopy. Endoscopy International Open, 10(12),
E1544-E1547.

• Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009.

• Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 5th ed. Mc Graw-Hill Education; 2013.

• Samedi, B. P. (Ed.). (2021). Buku ajar teknik anestesi umum. Airlangga University Press.

• Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Anestesiologi. Semarang: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif
(PERDATIN) Jawa Tengah; 2015. 95–110 p.

• Alvarado, A. C., & Panakos, P. (2022). Endotracheal Tube Intubation Techniques. In StatPearls. StatPearls Publishing.

• Ahmed, R. A., & Boyer, T. J. (2022). Endotracheal Tube. In StatPearls. StatPearls Publishing.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai