KASUS TONSILEKTOMI
Disusun Oleh:
Fanny Ratnasari (1102017083)
Dokter Pembimbing:
dr. Olivia Des Vinca, M.Ked(An) Sp.An. KIC
Identitas Pasien
Nama : Tn. U
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 19 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Manila No.9, Tanah Abang, Jakarta Pusat
Waktu masuk RS : 22 Februari 2023
Jadwal operasi : 23 Februari 2023
No. RM : 455XXX
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23
Februari 2023 pukul 12.00 WIB di ruang Pre-Operasi RS Tk. II
Moh. Ridwan Meuraksa, Jakarta Timur.
Keluhan Utama
Nyeri menelan berulang sejak 1 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RS Tk. II Moh Ridwan Meuraksa dengan keluhan nyeri menelan
berulang sejak 1 tahun SMRS. Pasien diketahui memiliki riwayat demam, batuk, dan
pilek berulang. Keluhan suara serak disangkal. Nyeri telinga, telinga berdenging, dan
rasa penuh di telinga disangkal. BAB dan BAK tidak ada keluhan. Dokter spesialis
THT-KL mendiagnosis pasien dengan hipertrofi tonsil dan akan dilakukan tindakan
pembedahan tonsilektomi.
Riwayat Penyakit
Mata : Pupil bulat isokor (3mm/3mm), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Mulut : Mulut dapat membuka >3 jari, pertumbuhan gigi baik, gigi palsu dan gigi goyang (-)
Tonsil : T2/T2
Leher : Trakea di tengah, deviasi (-), leher dapat digerakkan secara fleksibel, bullneck (-), pembesaran KGB (-), massa(-)
Status Generalis
Paru
Jantung
Pasien tidak memiliki riwayat sistemik ataupun Rongga mulut dapat membuka >3 jari pasien, gigi
organik lainnya dan tidak didapati adanya komplikasi tumbuh baik, tidak ada gigi palsu maupun gigi
keadaan sehat sehingga pasien dikategorikan dalam Skor Mallampati karegori II, dengan visualisasi arkus
Pasien laki-laki Tn. U usia 19 tahun dengan hipertrofi tonsil, status ASA I,
direncanakan untuk dilakukan tonsilektomi. Riwayat penyakit hipertensi, asma,
diabetes melitus, jantung, ginjal dan paru disangkal. Pasien sudah berpuasa sejak 6 jam
sebelum dilakukan operasi. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital normal, dengan
status generalis ditemukan dalam pemeriksaan mulut tampak hipertrofi tonsil T2/T2.
Pada pasien tidak ditemukan adanya penyulit dalam pemeriksaan jalan nafas.
Rencana Anestesi
Persiapan Operasi
Memastikan adanya persetujuan operasi tertulis
Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien
Pasien berpuasa sejak 6 jam sebelum operasi
Oksigenasi menggunakan 02 2 L/menit
Memeriksa obat-obatan dan peralatan anestesi
Infus Ringer Laktat
Rencana Anestesi
Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi terlentang. Kemudian, memasangkan manset
tensimeter di lengan kanan pasien dan oksimeter di jari tangan kiri pasien. Terpasang infus Ringer
Laktat 500 ml 20 tpm pada tangan kiri .
Memasukkan obat premedikasi Ondansetron 4 mg IV, Dexametason 10 mg IV, Sulfas Atropin 0,25 mg IV.
Tatalaksana Anestesi
Pukul 12.45 WIB
Menyuntikan midazolam 5 mg IV, fentanyl 100 mcg dan Propofol 200 mg IV. Memeriksa respon
pasien yaitu bulu mata dan memanggil pasien. Mengekstensikan kepala, memasang guedel, memasang
sungkup dengan mengalirkan O2 2 L/menit. Setelah itu dilakukan penyuntikan Atracurium dan oksigenasi
selama 3 menit.
Melakukan pemasangan ETT no. 7 ke dalam hidung kanan. Mengembangkan balon ETT. Melakukan
fiksasi ETT menggunakan plester. Menghubungkan ETT dengan mesin anestesi untuk mengalirkan O2 2
L/menit.
Tatalaksana Anestesi
Pukul 13.00 WIB
Anestesi sudah cukup dalam yang ditandai dengan nafas teratur. Dokter spesialis THT dipersilahkan
memulai operasi. Selama operasi berlangsung dilakukan monitoring tanda-tanda vital setiap 5 menit.
Pukul 14.15 WIB
Operasi selesai. Membuat nafas spontan pada pasien. Melakukan suction pada jalan nafas pasien.
Mengempiskan balon ETT dan mengeluarkannya. Memasang guedel dan sungkup yang mengalirkan O2 2
L/menit. Memberikan drip Ondansetron 4 mg dan Ketorolak 60 mg IV.
Monioring Intraoperatif
▪ Anestesi dimulai pada pukul 12.45 WIB
▪ Operasi dimulai pada pukul 13.00 WIB
Tekanan darah Frekuensi nadi Frekuensi
Waktu (WIB) (mmHg) (x/menit) SpO2 (%) pernapasan
(x/menit)
12.30 130/80 60 99 16
12.45 120/70 62 99 16
13.00 110/60 68 99 16
13.15 90/60 78 98 16
13.30 105/70 65 100 16
13.45 110/80 82 100 16
14.00 110/80 60 100 16
Monitoring Pasca Anestesi
Operasi selesai pukul 14.15 WIB
Anestesi selesai pukul 14.25 WIB
4. Kesadarann : Komposmentis
120/80 70 99 16
5. Aktivitas : Normal
117/82 70 99 16
120/85 70 99 16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran napas atas terdiri dari :
Manajemen rutin jalan napas yang terkait dengan anestesi umum terdiri dari:
• Klasifikasi Mallampati: tes yang sering dilakukan yang memeriksa ukuran lidah dalam hubungannya dengan
rongga mulut. Semakin lidah menghalangi pandangan struktur faring, semakin sulit intubasi dilakukan.
o Kelas I: Seluruh lengkungan palatal, termasuk pilar faucial bilateral, dapat dilihat hingga ke dasar pilar.
o Kelas II: Bagian atas pilar faucial dan sebagian besar uvula terlihat.
o Kelas III: Hanya palatum mole dan durum yang terlihat.
o Kelas IV: Hanya palatum durum yang terlihat.
• Jarak tiromental: jarak ini adalah jarak antara mentum (dagu) dan lekukan tiroid superior. jarak yang lebih
besar dari lebar 3 jari lebih disukai.
• Lingkar leher: Lingkar leher lebih dari 17 inci dikaitkan dengan kesulitan dalam visualisasi pembukaan
glottis.
Alat
• Sumber oksigen
• Perangkat jalan napas lainnya (bukan ETT) (mis. Jalan napas oral, hidung, supraglotis)
• Penghisap (Suction)
• Stetoskop
• Plester
• Akses intravena Bronkoskop serat optik fleksibel harus segera tersedia ketika intubasi diperkirakan sulit, tetapi tidak perlu
ada dalam setiap intubasi rutin.
Jalur napas oral dan nasal
Jalan napas oral dewasa biasanya memiliki ukuran kecil (80 mm [Guedel No. 3]), sedang (90 mm
[Guedel No. 4]), dan ukuran besar (100mm [Guedel No. 5]).
Panjang jalan napas hidung dapat diperkirakan sebagai jarak dari nares ke meatus akustikus dan harus
sekitar 2 sampai 4 cm lebih panjang dari jalan napas oral. Karena risiko epistaksis, jalan napas hidung
kurang digunakan pada pasien yang menerima obat antikoagulan atau trombositopenia.
Masker wajah
Tujuan utama kunjungan pra anestesia ialah untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya
operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Penilaian prabedah
Terjadinya kasus salah identitas dan salah operasi bukan cerita untuk menakut-nakuti atau dibuat-buat, karena
memang pernah terjadi di Indonesia. Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus dicocokkan dengan gelang identitas
yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V : Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari
24 jam.
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat
dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan
risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam. Makanan tak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan
untuk keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia dengan tujuan untuk melancarkan
induksi, rumatan dan bangun dari anestesia diantaranya:
6. Menciptakan amnesia.
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek
klinik ialah N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.
Stadium Anestesi
• Stadium I : Analgesia
• Stadium II : Eksitasi, delirium
• Stadium III : Anestesia bedah
• Stadium IV : Intoksikasi
ANESTESI UMUM DENGAN SUNGKUP WAJAH
ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL
(Morgan, dkk, 2013)
Klasifikasi mallampati
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle
• Latief SA, Suryadi KA. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2009.
• Morgan GE, Mikhail MS. Clinical Anesthesiology. 5th ed. Mc Graw-Hill Education; 2013.
• Samedi, B. P. (Ed.). (2021). Buku ajar teknik anestesi umum. Airlangga University Press.
• Soenarjo, Jatmiko HD. Anestesiologi. Anestesiologi. Semarang: Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif
(PERDATIN) Jawa Tengah; 2015. 95–110 p.
• Alvarado, A. C., & Panakos, P. (2022). Endotracheal Tube Intubation Techniques. In StatPearls. StatPearls Publishing.
• Ahmed, R. A., & Boyer, T. J. (2022). Endotracheal Tube. In StatPearls. StatPearls Publishing.
Terima Kasih