Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

ABO INKOMPABILITAS

Oleh:
Azha Azzuna amsaka
1102017045

Pembimbing :
dr. Dhanny Primantara Johari Santoso, Sp.OG(K)-KFM,M.

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS YARSI
STASE OBSTETRI DAN GINEKOLOGI RSUD DR.SLAMET
GARUT
PERIODE 30 OKTOBER 2022-7 JANUARI 2023.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inkompatibilitas ABO merupakan hasil reaksi karena adanya ikatan
antibodi plasma dengan antigen sel darah merah. Reaksi ini dapat terjadi pada
kasus transfusi darah, kehamilan dan transplantasi organ. Etiologi
inkompatibilitas ABO secara garis besar adalah munculnya reaksi ikatan
antibodi dan antigen karena golongan darah yang tidak kompatibel.1

Pada kehamilan, Haemolytic disease of newborn (HDN) merupakan


kondisi yang paling sering terjadi akibat inkompatibilitas ABO. Selain itu,
inkompatibilitas ABO juga dapat muncul sebagai reaksi transfusi yaitu reaksi
hemolitik akut yang merupakan kondisi yang fatal dan dapat menyebabkan
kematian. Adapun bentuk inkompatibilitas ABO yang lainnya yaitu dalam
proses transplantasi organ, dimana penyebab terjadinya sedikit berbeda yaitu
merupakan reaksi hiperakut karena adanya antibodi yang telah terbentuk
sebelum proses transplantasi pada penerima donor, mengikat antigen sel-sel
donor.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Inkompatibilitas ABO adalah kondisi ketika seseorang menerima tipe
golongan darah yang berbeda dalam prosedur transfusi darah, kehamilan dan
transplantasi organ. Hal ini dapat memicu reaksi sistem kekebalan tubuh
sehingga menimbulkan gejala seperti demam, mual, hingga sesak napas.1,2

Inkompatibilitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu inkompatibilitas ABO


dan inkompatibilitas Rhesus. Inkompatibilitas ABO adalah kondisi medis
dimana golongan darah antara ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan.
Terdapat 4 jenis golongan darah, yaitu A, B, AB dan O. Golongan darah
ditentukan melalui tipe molekul (antigen) pada permukaan sel darah merah.
Sebagai contoh, individu dengan golongan darah A memiliki antigen A, dan
golongan darah B memilki antigen B, golongan darah AB memiliki baik
antigen A dan B sedangkan golongan darah O tidak memiliki antigen. 3

2.2 Epidemiologi

Epidemiologi inkompatibilitas ABO di seluruh dunia memiliki frekuensi


yang berbeda di setiap negara, dikarenakan golongan darah ABO memiliki
jumlah populasi yang berbeda disetiap negara. Golongan darah tipe O
merupakan yang paling umum dijumpai mengalami inkompatibilitas di dunia,
namun di Afrika dan Eropa golongan darah tipe A memiliki angka kejadian
inkompatibilitas yang cukup luas, sedangkan golongan darah tipe B tercatat
tinggi di populasi negara Asia.1

Angka kejadian inkompatibilitas ABO pada kehamilan yaitu 12–15 % dari


setiap kehamilan, dengan angka 3- 4% yang mensensitisasi janin dan < 1%
yang mengakibatkan hemolisis berat pada neonatus tetapi menyumbang ⅔
dari kasus hemolitik yang diamati pada neonatus.1
Inkompatibilitas ABO pada ibu dan bayi terjadi pada 1 dari setiap 5
kehamilan pada orang kaukasia. Insiden hemolytic disease of
newborn (HDN) karena inkompatibilitas ABO di Inggris yaitu 2% pada
setiap kelahiran dengan 0,03% yang mengalami hemolisis berat.2,4
Insiden HDN karena inkompatibilitas ABO pada orang kulit hitam tercatat
lebih tinggi dibanding ras kaukasia yang disebabkan oleh prevalensi dan titer
yang lebih tinggi dari antibodi anti-A dan anti-B pada orang kulit hitam.2,4

Sementara itu, di Amerika Serikat, kasus akut hemolitik


karena transfusi yang dimediasi oleh imun yang dapat berakibat fatal
frekuensi 1 kasus per 250.000 – 600.000 populasi, sedangkan untuk akut
hemolitik yang tidak fatal memiliki frekuensi kejadian 1 kasus pe 6.000–
33.000 populasi. 2,4

2.3 Etiologi
Etiologi inkompatibilitas ABO secara garis besar adalah munculnya reaksi
ikatan antibodi dan antigen karena golongan darah yang tidak kompatibel.
Seperti pada kehamilan, inkompatibilitas terjadi umumnya pada ibu yang
memiliki golongan darah O mengandung janin yang memiliki golongan darah
A, B atau AB dimana ibu tidak memiliki antibodi tersebut dan memicu
imunitas tubuh dan reaksi komplemen.

Begitu pula pada proses transfusi darah yang tidak kompatibel, dapat
menimbulkan reaksi transfusi baik berupa reaksi lambat ataupun reaksi cepat
yaitu hemolisis. Sedikit berbeda pada transplantasi organ, inkompatibilitas
ABO merupakan reaksi hiperakut karena adanya antibodi yang telah
terbentuk sebelum proses transplantasi pada penerima donor, mengikat
antigen sel-sel donor.1,2,3

Faktor Risiko
Faktor risiko inkompatibilitas ABO pada kehamilan yaitu: 2
 Antigen A1 pada janin. Dibandingkan dengan semua antigen, antigen A1
memiliki antigenisitas yang paling besar yang dikaitkan dengan beberapa
penyakit

 Peningkatan isohemaglutinin. Kondisi antepartum intestinal


parasitism atau imunisasi tetanus toxoid atau vaksin pneumokokus pada
trimester tiga dapat menstimulasi isoantibodi terhadap antigen A atau B.

2.4 Patofisiologi
Patofisiologi inkompatibilitas ABO secara umum terjadi akibat adanya
reaksi dari ikatan antibodi plasma dengan antigen sel darah merah. Secara
umum, paparan awal terhadap antigen, secara alami membutuhkan respon
antibodi dan paparan ulang dibutuhkan untuk membuat suatu antibodi
mengingat paparan tersebut. Kondisi tersebut normal pada banyak antigen.
Akan tetapi pada kasus inkompatibilitas ABO, pada sebagian besar individu,
akan secara alami memiliki respon antibodi terhadap antigen ABH walaupun
tidak pernah ada riwayat transfusi atau hamil sebelumnya dan respon antibodi
tersebut menyebabkan proses hemolisis.1,5

Fenotipe Golongan Darah


Terdapat 4 fenotipe golongan darah yaitu A, B, AB dan O dimana
golongan darah A memiliki antigen A, golongan darah B memiliki antigen B,
golongan darah AB memiliki antigen A dan B namun golongan darah O tidak
memiliki antigen keduanya. Sistem imunitas tubuh membentuk antibodi
untuk melawan apapun antigen yang tidak dimiliki individu, maka golongan
darah A membentuk anti-B, golongan darah B membentuk anti-A, golongan
darah AB tidak memiliki anti keduanya sedangkan O memiliki anti-A dan
anti-B.1,5

Inkompatibilitas ABO pada Kehamilan


Hal inilah yang menyebabkan seringkali inkompatibilitas ABO pada
kehamilan terjadi pada ibu dengan golongan darah O. Selain itu, anti-A dan
anti-B pada ibu dengan golongan darah O dibentuk oleh imunoglobulin G
(IgG), yang dapat dengan mudah menembus sawar plasenta dan
menyebabkan hemolisis. 5

Patofisiologi yang dapat menjelaskan timbulnya penyakit inkompabilitas


ABO pada kehamilan terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi
yang melawan sel darah merah janin yang dikandungnya. Pada saat ibu hamil,
eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi darah
ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. Bila ibu tidak memiliki
antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi
untuk membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat
melewati plasenta dan kemudian masuk kedalam peredaran darah janin
sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi
tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan
menyebabkan anemia (reaksi hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan
dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan melepaskan sel-
sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas
(yang berasal dari sumsum tulang) secara berlebihan.6

Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran hati


dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur
limpa. Produksi eritroblas ini melibatkan berbagai komponen sel-sel darah,
seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan darah. Pada saat
berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan
yang banyak dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen
terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara klinis hanya sedikit yang
penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. Kurangnya antigen eritrosit
dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen
tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi
atau berbahaya bagi janin.6

Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal


sebelumnya, misalnya karena abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan,
amniosentesis. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen
darah merah (hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan
bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-sel darah merah yang
telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam
sirkulasi darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan
terjadinya penumpukan bilirubin yang dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia, yang nantinya menyebabkan jaundice pada bayi. Bayi
dapat berkembang menjadi kernikterus. Gejala lain yang mungkin hadir
adalah peningkatan kadar insulin dan penurunan kadar gula darah, dimana
keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan oleh
adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran
membengkak (swollen). Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan
normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal dan mungkin
mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu
akan mengganggu pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat
menimbulkan masalah jantung.6

Gambar 1. Mekanisme inkompatibilitas ABO pada kehamilan.6


2.5 Diagnosis
A. Anamnesis
Selama proses kehamilan, risiko terjadinya HDN diantaranya adalah
ditemukan riwayat anak dengan penyakit hemolitik. Kondisi ini terdapat
peningkatan titer antibodi ibu, peningkatan konsentrasi bilirubin pada cairan
ketuban dan adanya bukti ditemukan hidrop fetalis pada pemeriksaan
ultrasonografi. 1
Manifestasi yang ditimbulkan inkompatibilitas ABO pada kehamilan
terhadap janin bervariasi mulai dari ikterus ringan dan anemia sampai hidrops
fetalis. Manifestasi yang muncul pada bayi setelah persalinan meliputi: 4
1) Asfiksia
2) Pucat (oleh karena anemia)
3) Distres pernafasan
4) Jaundice
5) Hipoglikemia
6) Hipertensi pulmonal
7) Edema (hydrops, berhubungan dengan serum albumin yang rendah)
8) Koagulopati (penurunan platelets dan faktor pembekuan darah)
9) Kern ikterus (oleh karena hiperbilirubinemia)

B. Pemeriksaan Fisik
Pada bayi baru lahir dengan inkompatibilitas ABO menunjukan
manifestasi klinis yang bervariasi tergantung pada tingkat keparahan kondisi
yang dialami. Tanda khas umum yaitu: pucat, hepatosplenomegali, dan hidrop
fetalis pada kasus berat. Ikterik bermanifestasi saat lahir atau 24 jam setelah
kelahiran dengan peningkatan kadar bilirubin tak terkonjugasi.1,7,8

Terkadang terdapat peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi karena


disfungsi plasenta atau hati pada bayi dengan kondisi hemolisis yang
berat. Anemia sering kali muncul sebagai akibat dari kerusakan sel darah
merah yang dilapisi sel antibodi oleh sistem retikuloendotelial, namun ada juga
beberapa kasus yang disebabkan karena kerusakan intravaskuler. 1,7,8
Karakteristik HDN ditandai oleh satu atau lebih gejala klinis
dari hyperbilirubinemia yang berat dan progresif atau hyperbilirubinemia yang
berkepanjangan, didapatkan antibodi antenatal ibu positif atau hidrop fetalis
atau anemia pada janin, direct coombs tes positif pada neonatus serta
ditemukannya hemolisis dalam darah. 1,7,8

C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Visual Plasma dan Urin

Pemeriksaan visual plasma dilakukan dengan mengambil sampel darah


vena pada menggunakan tabung antikoagulasi lalu dilakukan sentrifuge pada
tabung tersebut. Normalnya plasma akan berwarna bening, temuan warna
merah jambu atau merah menandakan adanya hemolisis. Disarankan
pemeriksaan menggunakan tabung antikoagulasi untuk menghindari hasil
positif palsu, karena jika menggunakan tabung non-antikoagulasi karena
terdapat risiko hemolisis traumatis saat dilakukan sentrifuge.2

Perubahan warna plasma akibat hemoglobinemia dapat terjadi segera


setelah transfusi darah yang tidak kompatibel dilakukan walaupun darah yang
ditransfusikan dalam jumlah kecil dan bertahan beberapa jam sampai
hemoglobin dimetabolisme menjadi bilirubin.2

Begitu pula dengan pemeriksaan visual urin, beberapa menit setelah darah
yang tidak kompatibel ditransfusikan, urin penerima transfusi dapat berubah
warna menjadi merah. Untuk membedakan antara hematuria dan
hemoglobinuria dilakukan dengan cara sentrifugasi. Pada hematuria, hasil
sentrifuge menunjukan adanya endapan sel darah merah pada dasar tabung
pemeriksaan dan urine menjadi jernih, namun pada hemoglobinuria hasil
sentrifuge akan tetap berwarna merah.2
Direct Coombs  Test

Pada pemeriksaan direct Coombs test terkait dengan inkompatibilitas ABO


menimbulkan reaksi langsung antiglobulin. Yang menunjukan adanya
komplemen (C3d) pada sel darah merah serta anti-A, anti-B atau anti-AB dari
penerima transfusi darah. Dalam kondisi tertentu dapat pula terdeteksi IgG
anti-A, anti-B atau anti-AB pendonor dalam sirkulasi sel darah merah
resipien.1,2

Pemeriksaan diagnostik pada inkompatibilitas ABO pada kehamilan


a. Hitung sel darah merah
Pengukuran status anemia akan lebih akurat menggunakan darah vena
sentral atau arteri dibandingkan dengan menggunakan darah kapiler.
Pemeriksaan darah akan memberikan gambaran sel darah merah yang
ternukleasi, retikulositosis, polikromasia, anisositosis, sferosit, dan fragmentasi
sel. Hitung retikulosit dapat mencapai 40% pada pasien tanpa intervensi
intrauterine. Hitung sel darah merah yang ternukleasi meningkat disertai
peningkatan palsu leukosit, menunjukkan keadaan eritropoiesis. Sferosit lebih
umum ditemukan pada kasus inkompatibilitas ABO melalui pemeriksaan
gambaran darah tepi. Retikulosit merupakan sel darah merah imatur. Jika
terjadi anemia, sumsum tulang berusaha mengkompensasi dengan
meningkatkan aktivitas eritropoiesis, yang tercermin pada peningkatan hitung
retikulosit. Jika produksi sumsum tulang terganggu maka hitung retikulosit
akan tetap rendah.5

b. Direct Coomb Test (DCT)


Untuk mengetahui apakah sel darah merah diselubungi oleh IgG atau
komplemen, artinya apakah ada proses sensitisasi pada sel darah merah di
invivo (pada tubuh pasien). Bahan yang dipergunakan : sel darah merah pasien.
Sampel yang diperlukan : darah dengan antikoagulan EDTA.10
Gambar 2. DCT. 10

2.6 Diagnosis Banding

Transfusion-Related Acute Lung Injury (TRALI)

TRALI memiliki manifestasi klinis berupa sesak nafas, hipoksemia,


demam, peningkatan tekanan vena jugular, takikardi dan adanya tanda-tanda
dekompensasi jantung. TRALI memiliki 2 hipotesis yaitu hipotesis antibodi
dan hipotesis priming neutrofil. Hipotesis antibodi menjelaskan bahwa
antigen leukosit (HLA kelas I dan II) atau antigen neutrofil (HNA) dalam unit
komponen darah yang ditransfusikan kepada resipien bereaksi dengan antigen
neutrofil resipien yang berada di paru-paru yang kemudian melepaskan
mediator yang mengakibatkan kebocoran kapiler paru.2
Sedangkan hipotesis priming neutrofil menjelaskan bahwa tidak
membutuhkan proses interaksi antigen – antibodi dan terjadi pada individu
dengan kondisi klinis priming neutrofil dan aktivasi endotel misalnya pada
individu yang mengalami infeksi atau post operasi atau individu yang
mengalami proses inflamasi. Zat-zat bioaktif yang ditransfusikan akan
mengaktifkan neutrofil resipien dan menyebabkan kerusakan endotel pada
kapiler paru. Pemeriksaan kadar brain natriuretic peptide (BNP) plasma
dapat membantu menegakkan diagnosis ini.2

Reaksi Alergi

Reaksi alergi selama proses transfusi juga merupakan salah satu diagnosis
banding dari reaksi akut hemolitik. Pada reaksi alergi, gejala berupa ruam
makulopapular, urtikaria tanpa disertai demam atau hipotensi. Pada kondisi
yang lebih berat, dapat bermanifestasi sebagai reaksi anafilaktik.2
Reaksi alergi dimediasi oleh IgE. Reaksi ini biasanya dikaitkan dengan
hipersensitivitas terhadap protein alogenik dalam plasma atau alergen-alergen
yang terlarut yang ditemukan pada komponen darah yang
ditransfusikan.pemeriksaan penunjang visual plasma dan urin menunjukkan
hasil normal, begitu pula pada pemeriksaan direct coombs test untuk reaksi
alergi akan menunjukan hasil negatif.2

Nonhemolytic Febrile Reaction

Nonhemolytic febrile reaction disebabkan karena sitokin dari leukosit


dalam komponen darah yang ditransfusikan menimbulkan demam, menggigil
atau kekakuan. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu diatas 1 atau
2 derajat Fahrenheit.2
Gejala lain yang dapat muncul ialah hipotensi dan muntah. Pada
pemeriksaan penunjang visual plasma akan didapatkan hasil normal, begitu
pula dengan pemeriksaan visual urin. Hasil yang positif pada pemeriksaan
visual plasma dan urin menyingkirkan diagnosis ini. Begitu pula dengan
pemeriksaan direct coombs test menunjukan hasil yang negatif.2

2.7 Tatalaksana
Pada kasus HDN, begitu diagnosis sudah ditegakkan, tatalaksana yang
dilakukan adalah memantau kadar bilirubin serum, melakukan hidrasi secara
oral dan fototerapi. Pada bayi dengan klinis jaundice, pemeriksaan bilirubin
serum harus dilakukan dalam waktu 24 jam kelahiran. Kebutuhan
pemeriksaan ulang kadar bilirubin tergantung pada kategori klinis jaundice
sesuai kriteria pedoman American Academy of Pediatrics (AAP).1,9

Jika setelah dilakukan tatalaksana, tetapi tidak ada perbaikan pada


kadar bilirubin serum, maka tatalaksana lanjutan yang perlu dilakukan adalah
memberikan hidrasi intravena, intravenous immunoglobulin (IVIG)
dan transfusi tukar yang merupakan pilihan terakhir jika hidrasi intravena dan
IVIG tidak memberikan hasil sesuai yang diharapkan.1,9

2.7.1 Pada inkompatibilitas ABO masa kehamilan


a. Pemberian antihistamin : untuk menangani reaksi alergi
b. Pemberian steroids : guna memperbaiki pembengkakan akibat reaksi
alergi
c. Cairan intravena
d. Pemberian immunoglobulin intravena8

2.8 Komplikasi

Sementara itu, komplikasi pada HDN yang disebabkan karena


inkompatibilitas ABO memiliki 2 komplikasi mayor, yaitu bilirubin
encephalopathy (kern ikterus) dan Anemia berkelanjutan. Sebelum
ditemukannya transfusi tukar, 15% bayi yang mengalami eritroblastosis
menjadi kern ikterus dengan 75% nya meninggal dalam usia 1 minggu
kehidupan dan sisanya meninggal pada tahun pertama kehidupan. Bayi yang
selamat akan memiliki gejala sisa neurologis permanen. Bayi yang
mengalami hemolisis berat, seringkali mengalami anemia pada bulan pertama
kehidupan, dan sekitar 50% membutuhkan transfusi sel darah merah.
Destruksi sel darah merah yang berlanjut diakibatkan oleh tingginya titer
antibodi ibu yang masih terdapat dalam sirkulasi bayi.dan beberapa kasus
dikarenakan efek dari transfusi karena adanya penekanan eritropoesis bayi
dari transfusi darah orang dewasa. 9

2.9 Prognosis

Inkompatibilitas ABO yang terjadi pada seseorang atau janin dapat


mengakibat menyebabkan komplikasi yang serius atau bahkan kematian.
Pengukuran titer antibody dengan tes Coombs sangat di perlukan. Dimana tes
tersebut ada dua yaitu indirect dan direct, yang mana indirect Coombs di
lakukan pada serum darah dan dilakukan sebelum tranfusi darah atau pada
janin, sedangkan direct dilakukan pada eritrosit dan dilakukan pada bayi baru
lahir. Apabila pada pengukuran titer antibodi dengan tes coombs indirect
menunjukkan hasil positive maka itu menunjukkan ketidak cocokan atau
inkompaibilitas golongan darah dan menunjukkan adanya antibodi terhadap
darah Rh+ pada wanita Rh- yang tengah hamil. tetapi untuk wanita Rh- yang
tengah hamil, apabila titer coombs kurang dari 1:16 maka pasien dapat
melanjutkan kehamilannya, namun jika titer lebih dari 1:16 pada kehamilan
yang kedua atau ketiga , maka dianjurkan perawatan intensif perinatal selama
kehamilan , persalinan , dan masa neonatal.5,8
BAB III

KESIMPULAN

Inkompatibilitas ABO adalah kondisi medis dimana golongan darah antara


ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan. Terdapat 4 jenis golongan darah,
yaitu A, B, AB dan O. Golongan darah ditentukan melalui tipe molekul (antigen)
pada permukaan sel darah merah.5

Inkompatibilitas dapat dibedakan menjadi dua yaitu inkompatibilitas ABO


dan inkompatibilitas Rhesus. Inkompatibilitas ABO adalah kondisi medis dimana
golongan darah antara ibu dan bayi berbeda sewaktu masa kehamilan. Terdapat 4
jenis golongan darah, yaitu A, B, AB dan O. Golongan darah ditentukan melalui
tipe molekul (antigen) pada permukaan sel darah merah. Sebagai contoh, individu
dengan golongan darah A memiliki antigen A, dan golongan darah B memilki
antigen B, golongan darah AB memiliki baik antigen A dan B sedangkan
golongan darah O tidak memiliki antigen. Golongan darah yang berbeda
menghasilkan antibodi yang berbeda-beda. Ketika golongan darah yang berbeda
tercampur, suatu respon kekebalan tubuh terjadi dan antibodi terbentuk untuk
menyerang antigen asing di dalam darah. 4

Inkompatibilitas ABO seringkali terjadi pada ibu dengan golongan darah


O dan bayi dengan golongan darah baik A atau B. Ibu dengan golongan darah O
menghasilkan antibodi anti-A dan anti-B yang cukup kecil untuk memasuki
sirkulasi tubuh bayi, menghancurkan sel darah merah janin.8 Sel-sel darah merah
yang dipecah menghasilkan bilirubin. Hal ini menyebabkan bayi menjadi kuning
(ikterus). Tingkat bilirubin dalam aliran darah bayi bisa berkisar dari ringan
sampai sangat tinggi.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Kimball, C. ABO Incompatibility in the Newborn. Retrieved from Journal


of NeonatologY. 2020. https://doi.org/10.1177/0973217919908368
2. S Gerald Sandler, M. F. Tranfusion Reactions. Retrieved from Medscape.
2019. https://emedicine.medscape.com/article/206885-overview
3. Mohanakumar, V. S. ABO‐incompatible organ transplantation. Retrieved
from International Journal of Immunogenetics. 2012.
https://doi.org/10.1111/j.1744-313X.2012.01101.x
4. Alani Sulaimon Akanmu, O. A. Estimating the Risk of ABO Hemolytic
Disease of the Newborn in Lagos. Retrieved from Journal of Blood
Tranfusion. 2015. https://doi.org/10.1155/2015/560738
5. Daimon P. Simmons, M. P. Hemolysis from ABO Incompatibility. 2015.
Retrieved from PubMed: http://dx.doi.org/10.1016/j.hoc.2015.01.003
6. Hall V, Avulakunta ID. Hemolytic Diseases Of The Newborn. [Updated
2022 Aug 29]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557423/
7. Sameer Wagle, M. M. Hemolytic Disease of the Newborn. 2017.
Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/974349-overview
8. U. Nagashree, S. P. ABO incompatibility: its impact on pregnancy and
neonate. 2019. Retrieved from IJRCOG: http://dx.doi.org/10.18203/2320-
1770.ijrcog20190321
9. Sameer Wagle, M. M. Hemolytic Disease of the Newborn. 2017.
Retrieved from Medscape:
https://emedicine.medscape.com/article/974349-overview
10. Theis SR, Hashmi MF. Coombs Test. [Updated 2022 Sep 12]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK547707/

Anda mungkin juga menyukai