Etiologi
Inkompabilitas ABO pada Kesalahan Tranfusi Darah
Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan karena ketidaksesuaian
golongan darah antara penerima dan pendonor. Ketidaksesuaian ini mengakibatkan
adanya reaksi penghancuran pada sel darah merah donor oleh antibodi penerima.
Keadaan ini disebut lethal tranfusion reaction (Joyce Poole, 2001)
Keadaan ini terjadi karena kurang hati-hati dan teliti dalam memberikan transfusi
darah pada:
1. Golongan A, B, atau AB kepada penerima yang bergolongan darah O.
2. Golongan darah A atau AB kepada penerima yang bergolongan darah B
3. Golongan darah B atau AB kepada penerima yang bergolongan darah A
(Joyce Poole, 2001)
Inkompabilitas pada Kondisi Kehamilan (Neonatus)
Kasus hemolitik akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh
ketidakcocokan dari golongan darah ibu dengan golongan darah janin, dimana
umumnya ibu bergolongan darah O dan janinnya bergolongan darah A, atau B, atau
AB. Dikarenakan dalam kelompok golongan darah O, terdapat antibodi anti-A dan
anti-B (IgG) yang muncul secara natural, dan dapat melewati sawar plasenta.
Situasi ini dapat juga disebabkan oleh karena robekan pada membran plasenta yang
memisahkan darah maternal dengan darah fetal, sama halnya seperti pada previa
plasenta, abruptio placenta, trauma, dan amniosentesis. (Joyce Poole, 2001)
Manifestasi Klinis
Inkompabilitas pada Kesalahan Tranfusi Darah
Awal manifestasi klinis umumnya tidak spesifik, dapat berupa demam
menggigil, nyeri kepala, nyeri pada panggul, sesak napas, hipotensi, hiperkalemia,
dan urin berwarna kemerahan atau keabuan (hemoglobinuria). Pada reaksi
hemolitik akut yang terjadi di intravaskular dapat timbul komplikasi yang berat
berupa disseminated intravascular coagulation (DIC), gagal ginjal akut (GGA), dan
syok (Joyce Poole, 2001).
Pada reaksi hemolitik tipe lambat memunculkan gejala dan tanda klinis
reaksi timbul 3 sampai 21 hari setelah transfusi berupa demam yang tidak begitu
tinggi, penurunan hematokrit, peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi,
ikterus prehepatik, dan dijumpainya sferositosis pada apusan darah tepi. Beberapa
kasus reaksi hemolitik tipe lambat tidak memperlihatkan gejala klinis, tetapi
setelah beberapa hari dapat dijumpai DAT yang positif. Haptoglobin yang menurun
dan dijumpainya hemoglobinuria dapat terjadi, tetapi jarang terjadi GGA. Kematian
sangat jarang terjadi, tetapi pada pasien yang mengalami penyakit kritis, reaksi
ini akan memperburuk kondisi penyakit (Rizky Adriansyah, et.al., 2009).
Inkompabilitas pada Kondisi Kehamilan (Neonatus)
Manifestasi yang ditimbulkan Inkompatibilitas ABO neonatus terhadap
janin bervariasi mulai dari ikterus ringan dan anemia sampai hidrops
fetalis. Manifestasi yang muncul pada bayi setelah persalinan meliputi :
1) Asfiksia.
2) Pucat (oleh karena anemia).
3) Distres pernafasan.
4) Jaundice.
5) Hipoglikemia.
6) Hipertensi pulmonal.
7) Edema (hydrops, berhubungan dengan serum albumin yang rendah).
8) Koagulopati (penurunan platelets dan faktor pembekuan darah).
9) Ikterus mengarah pada Kern ikterus oleh karena hiperbilirubinemia.
(University of Califorrnia, 2004).
Patofisiologi
Inkompatibilitas ABO pada transfusi darah
Terjadinya inkompatibilitas ABO pada transfusi darah disebabkan karena kesalahan
transfusi yaitu kesalahan dalam pemberian darah dimana golongan darah resipien
berbeda dengan golongan darah pendonor. Hal ini mengakibatkan antibodi didalam
golongan darah resipien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Reaksi hemolitik pada kejadian inkompatibilitas ABO dapat terjadi secara akut dan
secara lambat(Rizky Adriansyah, 2009).
Reaksi hemolitik akut pada transfusi merupakan masalah yang serius karena terjadi
destruksi eritrosit donor yang sangat cepat ( kurang dari 24 jam ). Pada umumnya
dikarenakan kesalahan dalam mencocokan sample darah resipien dan donor. Proses
hemolitik terjadi di dalam pembuluh darah (intravaskular), yaitu sebagai reaksi
hipersensitivitas tipe II. Plasma donor yang mengandung eritrosit dapat merupakan
antigen yang berinteraksi dengan antibodi pada resipien berupa IgM anti-A, anti –
B atau anti-Rh. Proses hemolitik dibantu oleh reaksi komplemen sampai
terbentukmembran attack complex. Pada beberapa kasus terjadi interaksi plasma
donor sebagai antibodi dan eritrosit resipien sebagai antigen. Pada reaksi hemolitik
akut juga dapat melibatkan IgG dengan atau tanpa melibatkan komplemen, dan
proses ini dapat terjadi secara ekstravaskular. Ikatan antigen dan antibodi akan
meningaktivasi reseptor Fc dari sel sitotoksik atau sel K yang menghasilkan
perforin dan mengakibatkan lisis dari eritrosit(Rizky Adriansyah, 2009).
Reaksi hemolitik lambat pada transfusi diawali dengan reaksi antigen-antibodi yang
terjadi di intravaskular, namun proses hemolitik terjadi secara ekstravaskular.
Plasma donor yang mengandung eritrosit merupakan antigen yang berinteraksi
dengan IgG atau C3b pada resipien. Selanjutnya eritrosit yang telah diikat IgG dan
C3b akan dihancurkan oleh makrofag di hati. Jika eritrosit donor diikat oleh
antibodi (IgG1 atau IgG3) tanpa melibatkan komplemen, maka ikatan antigen-
antibodi tersebut akan dibawa oleh sirkulasi darah dandihancurkan di limpa (Rizky
Adriansyah, 2009).
Komplikasi