PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSAKA
2.1
DEFINISI
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritosit atau kadar Hb
sampai dibawah rentang orang normal. Anemia neonatus adalah anemia yang
terjadi pada saat lahir atau dalam minggu pertama setelah lahir. Selama periode
neonatal, beberapa abnormalitas dapat menyebabkan ternjadinya anemia akut dan
anemia kronik. Nilai normal hematologi saat lahir sampai usia 2 bulan dapat
dilihat pada tabel.
Lahir
2 minggu
2 bulan
Hemoglobin (g/dl)
14,9-23,7
13,4-19,8
9,4-13
Hematocrit (%)
0,47-0,75
0,41-0,65
0,28-0,41
MCV (fl)
100-125
88-110
77-98
Retikulosit (%)
110-450
10-85
35-200
<5
<0,1
<0,1
Trombosit (x109/L)
150-450
150-450
150-450
Leukosit (x109/L)
10-26
6-21
5-15
Anemia pada BBL yang tidak ditatalaksana dengan tepat dan adekuat akan
memberikan komplikasi pada BBL.
2.2 KLASIFIKASI
Secara umum anemia pada neonatus dapat dibagi menjadi 4:
1. Anemia karena perdarahan
2. Anemia karena penurunan/kegagalan produksi eritrosit
3. Anemia karena proses hemolitik
4. Anemia pada BKB/ anemia of prematurity
2.2.1. Anemia karena perdarahan
Perdarahan dapat terjadi pada saat prenatal, persalinan dan beberapa hari
setelah lahir. Perdarahan tsb dapat terjadi karena trauma persalinan, perdarahan
internal, dan kehilangan darah akibat pengambilan darah berkali-kali untuk
pemeriksaan laboratorium.
Perdarahan dapat terjadi secara akut atau kronik. Anemia karena
perdarahan kronis umumnya lebih dapat di toleransi, hal ini karena bayi akan
melakukan kompensasi bertahan terhadap terjadinya perdarahan kronis tersebut.
Perdarahan kronis dapat di diagnose dengan menemukan tanda-tanda kompensasi
dan pucat, dapat juga menunjukkan gejala gagal jantung. Anemia pada umumnya
disertai retikulosis, hipokrom dam normositosis.
Bayi dengan perdarahan akut mungkin tidak tampak anemis bila contoh
darah diambil segera setelah perdarahan dan hemodilusi terjadi. Anemia yang
timbul pada umumnya nomokrom dan terjadi dalam waktu 3-4 jam, sehingga
pemeriksaan darah harus diulang 6-12 jam setelah perdarahan terjadi dan hasilnya
dapat menggambarkan jumlah darah yang hilang.
Gagal klinis yang ditemukan pada perdarahan akut merupakan tanda dari
hipovolemik, hiposekmia (seperti takikardi, takipnue, hipotensi).
Beberapa tipe perdarahan pada BBL sebagai berikut:
1. Perdarahan okulta sebelum persalinan
Perdarahan ini dapat disebabkan oleh karena perdarahan fetus masuk
kedalam sikurlasi maternal atau perdarahan pada satu fetus masuk ke
fetus lain pada kehamilin gemeli.
A. Perdarahan feto-maternal
Sel darah fetal dapat ditemukan di dalam sirkulasi maternal sekitar
50% dari seluruh kehamilan. Perdarahan feto-maternal dapat
terjadi spontan atau karena trauma sekunder. Perdarahan fetomaternal secara spontan paling banyak terjadi pada trimester ketiga
atau selama persalinan.
Manifestasi klinik tergantung pada volume perdarahan dan
kecepatan perdarahan. Episode yang paling sering hanya
melibatkan darah dalam jumlah sedikit ( 5mL) tetapi pada
perdarahan akut > 20% darah dapat mengakibatkan kematian
interuterin, syok sirkulasi atau hidrops.
darah
fetal
dalam
sirkulasi
maternal
dengan
meskipun
penelitian
menunjukkan
perbedaan
hemoglobinnya < 5g/dL. Bayi donor lebih kecil dan lebih pucat,
letargi atau mengalami gagal jantung. Bayi resipien mungkin lebih
pletorik, dengan hiperviskositas dan hiperbilirubinemia dan kadar
Hb jarang mencapai 30 g/dL. Pada keadaan hemoglobin atau
hematokrit yang sangat tinggi dapat terjadi PIM.
hemotilik
didefinisikan
sebagai
proses
patologik
yang
menyebabkan pemendekan umur eritrosit (> 120 hari). Hemolitik yang terjadi
pada masa neonatal umumnya mempunyai manifestasi salah satu di bawah ini:
-
b. Inkompatibilitas ABO
Sensitisasi maternal pada ibu dengan golongan darah O oleh antigen A
atau B janin akan memproduksi anti-A dan anti-B berupa IgG, yang
dapat menembus plasenta dan masuk ke sirkulasi janin dan
menimbulkan hemolisis. Ibu dengan golongan darah A atau B
memiliki anti-A dan anti-B yang berupa IgM yang tidak dapat
menembus plasenta.
Kondisi ini sering menyebabkan hiperbilirubinemia tetapi jarang
mengakibatkan anemia yang bermakna. Test antiglobulin direk hanya
positif lemah. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan apusan
darah tepi, didapatkan mikroferosit.
2. Anemia hemolitik non-imun
Anemia hemolitik non-imun dapat terjadi karena kelainan membran
eritrosit herediter dan defek enzim eritrosit.
a. Kelainan membran eritroit herediter
Yang termasuk kedalam kelainan ini adalah sferosis herediter,
heliptositosis herediter, dan xerosis herediter. Semua kelainan ini
dapat bermanifestasi pada periode perinatal. Pada kelainan
membran
eritrosit
ini
selain
didapatkan
adanya
anemia
10
11
12
alloimunisasi yang berat. Anemia yang timbul 2 hari pertama kehidupan sering
disebabkan perdarahan internal atau eksternal, anemia yang timbul 48 jam
pertama kehidupan biasanya karena hemolitik dan biasanya disertai ikterik.
Pada gangguan eritrosit neonatal dan fetal terdapat 3 manifestasi klinis
utama yaitu kadar hemoglobin rendah (anemia), ikterik atau hidrop. Manifestasi
klinis secara umum pada anemia akut adalah syok, perfusi perifer jelek, distress
pernafasan, takikardia, pucat, letargi dan hipotensi. Manifestasi tersebut muncul
setelah kadar Hb dibawah 12 g/dL. Pada anemia kronik didapati pucat, biasanya
disertai hepatoslenomegali, pada pemeriksaan apusan darah tepi biasanya ditemui
eritrosit hipokromik-mikrositik, dan banyak eritrosit imatur.
Evaluasi laboratorium awal meliputi pemeriksaan darah lengkap,
retikulosit dan apusan darah tepi, untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut (Coomb test, hemoglobin elektroforesis, kultur, atau titer, G6PD, dll)
disesuaikan dengan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang didapat.
2.4 Penatalaksanaan
2.4.1 Manajemen umum
Manajemen umum dengan anemia akut meliputi, menjaga kehangatan,
monitor tanda vital, penilaian dan perhitungan yang tepat intake dan luaran sangat
penting dilakukan. Pemasangan jalur infus diperlukan untuk mengganti cairan dan
untuk kepentingan pengambilan sampel darah mungkin dilakukan jalur vena atau
arteri umbilical. Setelah dilakukan stabilisasi awal dilanjutkan tatalaksana untuk
mencegah/mengurangi terjadinya perdarahan lanjut.
13
Jumlah
retikulosit
Menurun
Anemia aplasia
parvovirus B19
Positif
sindrom pearson
Meningkat
Coomb test
Negatif
Kleihauer darah
maternal
Negatif
Positif
Periksa MCV
MCV normal/tinggi
Konsul hematologist
Abnormal
Kelainan membran eritrosit
MCV rendah
Thalassemia atau HbH
Perdarahan kronis intrauterine
(pada kehamilan kembar)
14
16
inkompatibilitas ABO mengingat jarang sekali terjadi kasus yang berat dan
sebagian besar memiliki prognosis yang baik. Hiperbilirubinemia merupakan
problem hamper disemua kasus. Hiperbilirubin umumnya ringan dan cukup
ditatalaksana dengan fototerapi. Bayi lahir dengan Hb tali pusat 14 g/dL dan
bilirubin serum lebih dari 4 mg/dL, atau bilirubin 12-14 jam pasca lahir lebih dari
10 mg/dL dapat dilakukan transfusi tukar.
2.4.2.3 Anemia pada BKB
Tatalaksana anemia pada BKB meliput aspek pencegahan berupa
pengurangan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, transfuse darah
dan recombinant human erythropoietin (rHuEPO). Suplementasi yang diberikan
untuk mengurangi kebutuhan transfusi pada anemia BKB adalah zat besi (Fe) 3
mg/kgBB/hari pada usia 4-6 minggu atau formula dengan fortifikasi zat besi 0,50,9 mg/dL dan asam folat 50 g/hari atau 500 g/minggu.
17
BAB III
PENUTUP
Anemia merupakan abnormalitas hematologi yang sering terjadi pada
BBL. Konsentrasi hemoglobin pada BCB dan BKB mengalami perubahan khas
selama minggu-minggu awal kehidupan. Setelah lahir terjadi peningkatan
konsentrasi hemoglobin karena plasma mengalami ekstravasi ebagai kompensasi
terhadap transfusi plasenta dan peningkatan sirkulasi eritrosit yang terjadi saat
lahir.
Anemia pada BCB merupakan hal yang normal dan tidak memberikan
dampak klinis yang buruk. Anemia pada BKB terjadi lebih berat dan timbul lebih
cepat.
Anemia pada BBL yang tidak ditatalaksana dengan tepat dan adekuat
akan memberikan komplikasi pada BBL. Pada BBL dengan anemia akut dapat
terjadi kollaps kardiovaskular sampai dengan gagal napas.
Mekanisme anemia pada BBL secara umum dapat digolongkan menjadi;
anemia karena perdarahan, anemia karena penurunan/kegagalan produksi eritrosit,
anemia karena proses hemolitik, dan anemia pada BKB/ anemia of prematurity.
Diagnosa ditegakkan secara komprehensif, mulai dari anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang.
18
19