Anda di halaman 1dari 4

2.

1 Definisi Inkompatibilitas ABO


ABO incompatibility / incompatibilitas ABO adalah kondisi medis dimana golongan darah antara ibu dan bayi
berbeda sewaktu masa kehamilan. Pada kebanyakan kasus inkompatibilitas ABO, ibu memiliki golongan
darah O dan janin memiliki golongan darah A, mungkin juga terjadi bila janin memiliki golongan darah A atau
AB. Pada Inkompatibilitas ABO, hemolisis tidak selalu terjai sampai dengan kelahiran. Respons hemolitik
pada inkompatibilitas ABO biasanya mulai pada waktu lahir dengan mengakibatkan ikterus bayi baru lahir
(Stright, 2004). Golongan darah yang berbeda menghasilkan antibody yang berbeda-beda. Ketika golongan
darah yang berbeda tecampur, suatu respon kekebalan tubuh terjadi dan antibody terbentuk untuk
menyerang antigen asing di dalam darah. Ibu dengan golongan darah O menghasilkan antibody anti-A dan
anti-B yang cukup kecil untuk memasuki sirkulasi tubuh bayi, menghancurkan sel darah merah janin.
Penghancuran sel darah merah menyebabkan peningkatan produksi bilirubin yang merupakan produk sisa.
Apabila terlalu banyak bilirubin yang dihasilkan, maka akan menyebabkan ikterus pada bayi.

Inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab


penyakit hemilitik pada bayi baru lahir yang merupakan factor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia.
(Dharmayani, 2009). Inkompatibilitas ABO berbeda dengan inkompatibilitas Rh (antigen CDE) karena
penyakit ABO sering dijumpai pada bayi yang lahir pertama, penyakitnya hampir selalu lebih ringan dari
isoimunisasi Rh dan jarang menyebabkan anemia bermakna, sebagian besar isoantibodi A dan B adalah
immunoglobulin M, yang tidak dapat menembus plasenta dan melisiskan eritrosit janin. Oleh karena itu,
meskipun dapat menyebabkan penyakit hemolitik pada neonates, namun isoimunisasi ABO tidak
menyebabkan hidrops fetalis (Leveno, 2009).

2. Sistem Golongan Darah ABO

Sistem ABO ditemukan pada tahun 1900 oleh Karl Landsteiner. Antigen-antigen utamanya disebut A dan B,
antibodi utamanya adalah anti-A dan anti-B. Adanya antibodi ini serta spesifitasnya tidak ditentukan secara
genetis. Antibodi ini terbentuk setelah tubuh terpajan ke antigen-antigen yang banyak terdapat di alam yang
memiliki kemiripan struktur dan spesifisitas dengan antigen sel darah merah. Berikut pada tabel 2.1 adalah
klasifikasi golongan darah ABO oleh Karl Landsteiner.

Golongan Darah Antigen Antibodi alamiah

O - anti-A + anti-B

A A anti-B

B B anti-A

AB A+B -

Tabel 2.1 Sistem golongan darah ABO  (Yamamoto, 2004)


2.  Penyakit Hemolitik Pada Inkompatibilitas ABO (ABO-HDN)

Inkompatibilitas ABO adalah salah satu penyebab penyakit hemolitik pada bayi baru lahir yang merupakan
faktor resiko tersering kejadian hiperbilirubinemia (Dharmayani, 2009).

2. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari inkompatibilitas sebagian besar kasusnya ringan, diantaranya yaitu:
1.     Ikterus sebagai satu-satunya manifestasi klinis dari Inkompatibilitas ABO.
2.     Bayi biasanya tidak terkena secara menyeluruh pada saar lahir
3.     Tidak ada pucat, dan hidrops fetalis sangat jarang.
4.     Hati dan limpa tidak sangat membesar, jika ditemukan.
Ikterus biasanya muncul dalam 24 jam pertama. Kadang-kadang penyakit ini menjadi berat serta tanda-tanda
kernikterus berkembang dengan cepat. (Behrman, 1999)

2. Patofisiologi

Patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya reaksi hemolitik pada inkompatibilas ABO akibat kesalahan
transfusi adalah akibat antibodi dalam plasma pasien akan melisiskan sel darah merah yang inkompatibel.
Meskipun volume darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat menyebabkan reaksi
berat. Semakin banyak volume darah yang inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Sedangkan patofisologi yang dapat menjelaskan timbulnya penyakit inkompabilitas Rh dan ABO adalah
terjadi ketika sistem imun ibu menghasilkan antibodi yang melawan sel darah merah janin yang
dikandungnya. Pada saat ibu hamil, eritrosit janin dalam beberapa insiden dapat masuk kedalam sirkulasi
darah ibu yang dinamakan fetomaternal microtransfusion. 

Bila ibu tidak memiliki antigen seperti yang terdapat pada eritrosit janin, maka ibu akan distimulasi untuk
membentuk imun antibodi. Imun anti bodi tipe IgG tersebut dapat melewati plasenta dan kemudian masuk
kedalam peredaran darah janin sehingga sel-sel eritrosit janin akan diselimuti (coated) dengan antibodi
tersebut dan akhirnya terjadi aglutinasi dan hemolisis, yang kemudian akan menyebabkan anemia (reaksi
hipersensitivitas tipe II). Hal ini akan dikompensasi oleh tubuh bayi dengan cara memproduksi dan
melepaskan sel-sel darah merah yang imatur yang berinti banyak, disebut dengan eritroblas (yang berasal
dari sumsum tulang) secara berlebihan. Produksi eritroblas yang berlebihan dapat menyebabkan pembesaran
hati dan limpa yang selanjutnya dapat menyebabkan rusaknya hepar dan ruptur limpa. Produksi eritroblas ini
melibatkan berbagai komponen sel-sel darah, seperti platelet dan faktor penting lainnya untuk pembekuan
darah. Pada saat berkurangnya faktor pembekuan dapat menyebabkan terjadinya perdarahan yang banyak
dan dapat memperberat komplikasi. Lebih dari 400 antigen terdapat pada permukaan eritrosit, tetapi secara
klinis hanya sedikit yang penting sebagai penyebab penyakit hemolitik. 

Kurangnya antigen eritrosit dalam tubuh berpotensi menghasilkan antibodi jika terpapar dengan antigen
tersebut. Antibodi tersebut berbahaya terhadap diri sendiri pada saat transfusi atau berbahaya bagi janin.
Hemolisis yang berat biasanya terjadi oleh adanya sensitisasi maternal sebelumnya, misalnya karena
abortus, ruptur kehamilan di luar kandungan, amniosentesis, transfusi darah Rhesus positif atau pada
kehamilan kedua dan berikutnya. Penghancuran sel-sel darah merah dapat melepaskan pigmen darah merah
(hemoglobin), yang mana bahan tersebut dikenal dengan bilirubin. Bilirubin secara normal dibentuk dari sel-
sel darah merah yang telah mati, tetapi tubuh dapat mengatasi kekurangan kadar bilirubin dalam sirkulasi
darah pada suatu waktu. Eritroblastosis fetalis menyebabkan terjadinya penumpukan bilirubin pada bayi. Bayi
dapat berkembang menjadi kernikterus. Gejala lain yang mungkin hadir adalah peningkatan kadar insulin dan
penurunan kadar gula darah, dimana keadaan ini disebut sebagai hydrops fetalis. Hydrops fetalis ditujukkan
oleh adanya penumpukan cairan pada tubuh, yang memberikan gambaran membengkak (swollen).
Penumpukan cairan ini menghambat pernafasan normal, karena paru tidak dapat mengembang maksimal
dan mungkin mengandung cairan. Jika keadaan ini berlanjut untuk jangka waktu tertentu akan mengganggu
pertumbuhan paru. Hydrops fetalis dan anemia dapat menimbulkan masalah jantung (Leveno, et al., 2004)
(Benson & Pernoll, 2009) (Bherman, et al., 2000).

2. Web of Caution ( terlampir)


2. Pemeriksaan Diagnostik

ABO incompatibility atau inkompatibilitas ABO didiganosis dengan:

1. Tes darah tali pusat untuk mengetahui ketidakcocokan


2. Hitung darah lengkap untuk mengetahui atau menunjukan adanya sel-sel darah yang rusak dan
hemolisis.
3. Pemeriksaan tingkat kadar bilirubin (tingkat bilirubin tinggi)

Diagnosis dugaan didasarkan pada adanya inkompatibilitas ABO, uji Coombs direk positif lemah sampai
sedang, dan adanya sferosit pada pulasan darah, yang kadang-kadang member kesan adanya sferositosis
herediter. Hiperbilirubinemia sering merupakan satu-satunya kelainan laboratorium. Kadar hemoglobin
biaasanya normal tetapi dapat serendah 10-12 g/dL (100-120 g/L). retikulosit dapat naik sampai 10-15 %,
dengan polikromasia yang luas dan kenaikan jumlah sel darah merah berinti. Pada 10-15% bayi yang
terkena, kadar serum bilirubin tak terkonjugasinya dapat mencapai 20 mg/dL atau lebih jika tidak dilakukan
fototerapi. (Behrman, 1999)

2. Penatalaksanaan

Tidak ada penatalaksanaan khusus pada bayi dengan ikterus karena inkompatibilitas ABO selain
penatalaksanaan hiperbilirubinemia secara umum. Katz dan kawan-kawan (1982) menemukan bahwa 62%
bayi yang mengalami hemolitik memerlukan pengobatan dan yang palong sering diperlukan adalah fototerapi.
Fototerapi biasanya dapat mengatasi ikterik pada bayi yang terkait dengan inkompatilitas ABO. Kalau tidak,
pengobatan diarahkan pada korelasi tingkat anemia atau hiperbilirubinemia yang membahayakan dengan
jalan transfuse tukar memakai darah. Transfuse tukar memakai darah yang golongannya sama seperti
golongan darah ibu (tipr Rh harus diuji silang dengan darah bayi). Indikasi untuk prosedur ini sama dengan
indikasi yang diuraikan sebelumnya pada penyakit hemolitik karena inkompatibilitaas Rh. (Behrman, 1999)

Menurut American Academy of Pediatric indikasi transfuse tukar yaitu apabila bayi menunjukkan tanda-tanda
ensefalopati bilirubin akut atau apabila kadar bilirubin total lebih dari sama dengan 25 mg/dL pada bayi usia
gestasi 35 minggu atau lebih. Transfuse tukar sekarang jarang digunakan karena efektifnya fototerapi dan
juga dengan pertimbangan terhadap resiko komplikasi yang banyak ditimbulkan dari transfuse tukar tersebut.

2. Komplikasi

Inkompatibilitas ABO umumnya tidak berbahaya seperti jenis lain dari penyakit hemolitik pada bayi yang baru
lahir. Beberapakomplikasi yang bias di sebabkan oleh penyakit ini adalah:

1. Penyakit kuning

Kebanyakan bayi yang baru lahir dengan inkompatibilitas ABO memiliki kadar bilirubin yang lebih tinggi dari
normal, sehingga menyebabkan penyakit kuning pada bayi yang baru lahir. Ikterus pada bayi baru lahir
memungkinkan untuk melakukan intervensi medis lebiih lanjut untuk mengatasinya.

2. Anemia

Banyak kasus dengan inkompatibilitas ABO mengalami anemia setelah beberapa minggu kelahiran. Anemia
ini disebabkan oleh peningkatan jumlah kerusakan pada sel-sel darah merah dalam menaggapi antibody
maternal. Antibody ini dapat bertahan di dalam tubuh bayi yang baru lahir selama beberapa minggu setelah
persalinan. Sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan
seberapa parah anemia pada bayi baru lahir.

2. Prognosis
Inkompatibilitas ABO dapat menjadi maslah yang sangat serius yang dapat mengakibatkan kematian. Dengan
pengobatan yang tepat, diperkirakan akan sembuh total. Pengukuran titer antibody dengantes Coombs
indirek < 1:16 berari bahwa janin mati dalam rahim akibat kelainan hemolitik tak akan terjadi dan kehidupan
janin ddapat dipertahankan dengan perawatan yang tepat setelah lahir. Titer yang lebih tinggi menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan hemolitik berat. Titer pada ibu yang sudah mengalami sensitisasi dalam
kehamilan berikutnya dapat naik meskipun janinnyanRheses negative. Jika titer antibody naik sampai secara
klinis bermakna, pemeriksaan titer antibody diperlukan. Titer kritis tercapai jika didapatkan nilai 1:16 atau
lebih, jika titer dibawah 1:32 maka prognosis janin diperkirakan baik.

Anda mungkin juga menyukai