Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan Penunjang

 Darah perifer lengkap. Anemia yang dijumpai pada talasemia β cukup berat dengan
kadar Hb mencapai <7 g/dL. Retikulosit sedikit meningkat, dengan jumlah leukosit
dan trombosit masih normal, kecuali bila didapatkan hipersplenisme. Indeks eritrosit
yang mungkin didapatkan adalah mean corpuscular volume (MCV) < 80 fl
(mikrositik) dan mean corpuscular hemogobin (MCH) 27 pg (hipokromik). Talasemia
β biasanya memiliki MCV 50 – 60 fl dan MCH 12 – 18 pg. Pemeriksaan red cell
distribution width akan memiliki hasil yang meningkat atau normal. Karena pasien
talasemia memiliki aktivitas sumsum tulang yang meningkat, maka retikulosit akan
meningkat.
 Gambaran darah tepi. Didapatkan anisopoikilositosis (fragmentosit dan tear-drop),
mikrositik hipokrom, basophilic stippling, badan Pappenheimer, sel target, dan
eritrosit berinti.
 High performance liquid chromatography (HPLC). Berfungsi sebagai alat ukur
kuantitatif HbA2 serta HbF. Pemeriksaan alternatif dapat dilakukan jika varian
hemoglobin yang terdeteksi pada HPLC relevan dengan klinis pasien. Hasil yang
mungkin didapatkan berupa dominansi HbF >90% pada hampir semua kasus
talasemia β berat kecuali bila pasien telah menerima transfusi darah dalam jumalh
besar sesaat sebelum pemeriksaan. HbA tidak terdeteksi sama sekali pada talasemia β0
homozigot, sedangkan HbA masih terdeteksi sedikit pada talasemia β+.
 Elektroforesis hemoglobin (Hb). Yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Hb
varians kuantitatif (electrophoresis cellose acetat membrane), HbA2 kuantitatif
(metode mikrolom), HbF (alkali denaturasi modifikasi Betke 2 menit), atau
pemeriksaan elektroforesis menggunakan capillary hemoglobin electrophoresis.
 Analisis DNA. Merupakan upaya diagnosis molekular talasemia, yang dilakukan bila
terjadi ketidakmampuan untuk mengonfirmasi hemoglobinopati dengan pemeriksaan
hematologi, atau untuk konseling genetik dan diagnosis prenatal.
Klasifikasi
Berdasarkan gambaran morfologik, anemia diklasifikasikan menjadi tiga jenis anemia:
1) Anemia normositik normokrom.
Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena perdarahan akut, hemolisis, dan
penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang. Terjadi penurunan jumlah
eritrosit tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 – 101 fl, MCH 23 – 31 pg , MCHC 26 – 35 %), bentuk dan ukuran
eritrosit.

2) Anemia makrositik hiperkrom


Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan hiperkrom karena
konsentrasi hemoglobinnya lebih dari normal. (Indeks eritrosit pada anak MCV > 73 fl, MCH
= > 31 pg, MCHC = > 35 %). Ditemukan pada anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12,
asam folat), serta anemia makrositik non-megaloblastik (penyakit hati, dan myelodisplasia)
3) Anemia mikrositik hipokrom
Anemia dengan ukuran eritrosit yang lebih kecil dari normal dan mengandung konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari normal. (Indeks eritrosit : MCV < 73 fl, MCH < 23 pg, MCHC
26 - 35 %).
Penyebab anemia mikrositik hipokrom:
1) Berkurangnyazatbesi:AnemiaDefisiensiBesi.
2) Berkurangnyasintesisglobin:Thalasemiadan
Hemoglobinopati.
3) Berkurangnyasintesisheme:AnemiaSideroblastik.
Berdasarkan penyebabnya anemia dikelompokkan sebagai berikut :
1) Anemia defisiensi zat besi Merupakan salah satu jenis anemia yang diakibatkan oleh
kurangnya zat besi sehingga terjadi penurunan sel darah merah.
2) Anemia pada penyakit kronik jenis anemia ini adalah anemia terbanyak kedua setelah
anemia defisiensi zat besi dan biasanya terkait dengan penyakit infeksi.
3) Anemia pernisius biasanya diderita orang usia 50-60 tahun yang merupakan akibat dari
kekurangan vitamin B12. Penyakit ini bisa diturunkan.
4) Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh hancurnya sel darah merah yang
lebih cepat dari proses pembentukannya dimana usia sel darah merah normalnya adalah 120
hari.
5) Anemia defisiensi asam folat Disebabkan oleh kurangnya asupan asam folat. Selama masa
kehamilan, kebutuhan asam folat lebih besar dari biasanya.
6) Anemia aplastic adalah anemia yang terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang dalam
membentuk sel darah merah.
Anemia Gravis
Anemia gravis adalah anemia apabila konsentrasi Hb ≤ 7 g/dL selama 3 bulan berturut-turut
atau lebih. Anemia gravis timbul akibat penghancuran sel darah merah yang cepat dan hebat.
Anemia gravis lebih sering dijumpai pada penderita anak-anak. Anemia gravis dapat bersifat
akut dan kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB), sickle
cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan leukemia. Anemia gravis
kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit
yang lama, seperti malaria, cacing dan lainnya. Anemia gravis sering memberikan gejala
serebral seperti tampak bingung, kesadaran menurun sampai koma, serta gejala-gejala
gangguan jantung-paru
Penyebab Anemia Gravis
Tiga hal utama yang bisa menyebabkan anemia gravis adalah penurunan produksi sel darah
merah, hancurnya sel darah merah, dan hilangnya volume darah dalam jumlah banyak.
Berikut adalah penjelasannya:

Penurunan produksi sel darah merah


Terjadinya penurunan produksi sel darah merah pada penderita anemia gravis umumnya
dipicu oleh penyakit yang berat dan berjalan dalam waktu lama, misalnya kanker,
HIV/AIDS, gagal ginjal stadium 5, atau hipotiroidisme.
Namun, penurunan produksi sel darah merah juga bisa terjadi akibat kekurangan nutrisi yang
parah, terutama nutrisi yang dibutuhkan untuk memproduksi sel darah merah. Kondisi yang
paling sering terjadi adalah anemia defisiensi besi.
Selain itu, kerusakan yang terjadi pada sumsum tulang belakang juga bisa membuat tubuh
tidak mampu lagi menghasilkan sel darah merah dengan optimal. Kondisi ini bisa terjadi
akibat infeksi, penyakit autoimun, efek samping obat-obatan, atau paparan zat kimia beracun.

Hancurnya sel darah merah


Anemia gravis juga bisa terjadi ketika sel darah merah dihancurkan lebih cepat daripada sel
yang dibentuk oleh tubuh. Hal seperti ini bisa dialami oleh penderita penyakit autoimun atau
penyakit yang disebabkan oleh kelainan genetik, seperti thalasemia.

Kehilangan darah secara berlebihan


Selain gangguan pada sel darah merah, anemia gravis juga bisa terjadi akibat pendarahan
berat. Contoh faktor luar yang bisa menyebabkan perdarahan adalah kecelakaan yang
membuat pembuluh darah putus. Sedangkan contoh faktor dalam yang bisa menyebabkan
perdarahan adalah pecahnya pembuluh darah akibat varises esofagus atau diseksi aorta.
Thalassemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik (penurunan jumlah sel darah merah karena
adanya penghancuran sel darah merah secara berlebihan) herediter yang diturunkan secara
resesif. Secara klinis dibedakan atas thalassemia mayor dan minor. Penyakit ini ditandai
dengan adanya kelainan sintesis rantai globin. Jika sintesis rantai globin terjadi penurunan
maka akan menyebabkan anemia dan mikrositosis karena sintesis hemoglobinnya menurun.
Thalassemia β terjadi akibat berkurangnya sintesis rantai globin β hemoglobin atau tidak
diproduksi sama sekali. Dari seluruh populasi di dunia sekitar 5% ialah carrier thalassemia.
Setiap tahun terdapat lebih dari 332.000 kasus kehamilan yang mempunyai kelainan
hemoglobin, diantaranya yang mengalami talasemia mayor ada sekitar 56.000 orang, juga
untuk anak yang masih dapat bertahan hidup dengan membutuhkan transfusi darah rutin yaitu
lebih dari 30.000 dan yang meninggal saat proses kelahiran sebanyak 5.500 anak itu
disebabkan oleh penyakit Thalassemia Menurut World Health Organization 2016 (WHO).
Klasifikasi Thalassemia
Talasemia beta: penurunan sintesis rantai beta.
Gen globin β terletak di lengan pendek kromosom 11. Talasemia β terjadi oleh karena mutasi
resesif dari satu atau dua rantai globin β tunggal pada kromosom 11.
Jenis talasemia β dibagi menjadi :
: a) Talasemia β mayor (Cooley’s Anemia). Kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak
dapat memproduksi rantai beta globin. Biasanya gejala muncul pada bayi ketika berumur 3
bulan berupa anemia yang berat.
b) Talasemia intermedia. Kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa memproduksi
sedikit rantai beta globin. Derajat anemia tergantung derajat mutasi gen yang terjadi.
c) Talasemia β minor (trait). Penderita memiliki satu gen normal dan satu gen yang
bermutasi. Penderita mungkin mengalami anemia mikrositik ringan.
Etiologi thalassemia

merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara autosomal resesif.

Etiologi terjadinya thalassemia alfa dan beta adalah genetik. Penyakit ini diturunkan dari
orang tua secara autosomal resesif. Suatu kondisi autosomal resesif menyatakan bahwa
diperlukan kedua kopi gen dari orang tua untuk munculnya penyakit yang diderita.

Walau demikian, thalassemia juga dapat dilihat sebagai tidak seluruhnya diturunkan secara
autosomal resesif oleh karena kondisi pasien yang dapat memiliki kelainan walaupun
memiliki gen heterozygous.  Pada thalassemia alfa, terdapat 4 kopi gen rantai globin alfa dan
keluhan yang begitu bermakna juga terjadi pada kasus penyakit HbH. Pada kasus thalassemia
beta intermedia, spektrum penyakit yang dapat terjadi juga sangat bervariatif dengan beragam
genotip dan kelainan mutasi yang berbeda-beda.
Oleh karena penurunan penyakit bersifat autosomal resesif, pemeriksaan genetik dapat
dilakukan sebelum berencana berkeluarga. Orang tua yang memiliki gen thalassemia trait
atau adalah karier memiliki faktor risiko yang lebih tinggi untuk memiliki keturunan dengan
penyakit.

Thalasemia beta disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya sintesis rantai globin beta,
sehingga terjadi kelebihan rantai alfa. Sintesis globin beta dikendalikan oleh satu gen pada
kromosom 11. Thalasemia beta terjadi akibat lebih dari 200 mutasi titik dan delesi dari dua
gen (jarang). Produksi rantai globin beta dapat berkisar antara mendekati normal sampai
sama sekali tidak ada sehingga terdapat lebih banyak variasi keparahan dari kelebihan rantai
globin alfa dibandingkan rantai globin beta. Apabila terjadi satu defek gen akan menjadi trait
(minor) yang asimtomatik, mikrositik dan anemia ringan. Bila kedua gen tidak ada, akan
menimbulkan thalasemia beta mayor, gejala akan muncul saat usia 6 bulan. Thalasemia bisa
juga disebabkan karena adanya pasangan suami istri yang membawa gen/carier thalasemia
dan tingkat produksi dari struktur globin berkurang karena penurunan transkripsi DNA,
pemrosesan abnormal pra-mRNA, atau penurunan terjemahan mRNA menyebabkan
penurunan produksi Hb-A

Patofisiologi -thalassemia betha.


Thalassemia β adalah terjadi penurunan produksi rantai β  sedangkan rantai α terjadi
peningkatan produksi sehingga terjadilah ketidak seimbangan dalam sintesis rantai, kelebihan
rantai alpha-globin yang dibebaskan terakumulasi dalam sel eritroid. Agregasi, denaturasi,
dan degradasi rantai ini mengarah pada pembentukan endapan yang tidak larut serta
hemikrom, yang merusak membran sel. Kerusakan membran menyebabkan eritropoiesis yang
tidak efektif dalam sumsum tulang, hemolisis sel darah merah dalam sirkulasi, dan
pengikatan komponen imunoglobulin dan komplemen ke membran sel darah merah, memicu
hilangnya sel darah merah di limpa. Anemia yang dihasilkan menyebabkan oksigenasi
jaringan berkurang, peningkatan kadar eritropoietin, dan stimulasi lebih lanjut dari sumsum
tulang. Ekspansi sumsum tulang menyebabkan kelainan bentuk tulang dan osteopenia. Zat
yang dilepaskan dari sel darah merah yang mengalami degenerasi meningkatkan penyerapan
zat besi, yang berkontribusi terhadap kelebihan zat besi.

Pada thalasemia- β, dimana terdapat penurunan produksi rantai β, terjadi produksi berlebihan
rantai- α. Produksi rantai globin γ, dimana pasca kelahiran masih tetap diproduksi rantai
globin α2 γ2, (HbF), tidak mencukupi untuk mengkompensasi defisiensi α2β (HbA). Hal ini
menunjukkan bahwa produksi rantai globin β dan rantai globin γ tidak pernah dapat
mencukupi untuk mengikat rantai α yang berlebihan. Rantai α yang berlebihan ini merupakan
cirri khas pada pathogenesis thalasemia- β.

Kemudian rantai α yang berlebihan, yang tidak berikatan dengan rantai globin
lainnya, akan berpresipitasi pada precursor sel darah merah dalam sumsum tulang dan dalam
sel progenitor dalam darah tepi. Presipotasi ini akan menimbulkan gangguan pematangan
precursor eritroid dan eritropoiesis yang tidak efektif sehingga umur eritrosit lebih pendek.
Yang akan mengakibatkan timbulnya anemia. Anemia ini lebih lanjut akan menjadi
proliferasi sumsum eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif,
sehingga terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal inilah yang menyebabkan deformitas skeletal
dan berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme. Pada splenomegali, makin banyak sel
darah merah abnormal yang terjebak, untuk kemudian akan dihancurkan oleh system fagosit.
Hiperplasia sumsum tulang kemudian akan meningkatan absorpsi dan muatan besi.

Tata Laksana
a. Transfusi Darah
Transfusi yang dilakukan adalah transfusi sel darah merah. Terapi ini merupakan terapi
utama bagi orang-orang yang menderita thalassemia sedang atau berat. Transfusi darah
harus dilakukan secara teratur karena dalam waktu 120 hari sel darah merah akan mati
dan untu mempertahankan kadar Hb selalu sama atau 12 g/dl. Khusus untuk penderita
beta thalassemia intermedia, transfusi darah hanya dilakukan sesekali saja, tidak secara
rutin. Sedangkan, untuk beta thalassemia mayor (Cooley’s Anemia) harus dilakukan
secara teratur (2 atau 4 minggu sekali).
Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang
ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan
selalu membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia akan
zat besi hanya 1 – 2 mg per hari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan transfusi
kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan tubuh seperti hati, jantung, paru,
otak, kulit dan lain-lain. Penumpukan zat besi ini akan mengganggu fungsi organ tubuh
tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan fungsi jantung atau
hati.6
b. Pemberian Obat Kelasi Besi
Pemberian obat kelasi besi atau pengikat zat besi secara teratur dan terus-menerus akan
mengatasi masalah kelebihan zat besi. Obat kelasi besi yang saat ini tersedia di pasaran
diberikan melalui jarum kecil ke bawah kulit (subkutan) dan obatnya dipompakan
secara perlahan-lahan oleh alat yang disebut “syringe driver.” Pemakaian alat ini
diperlukan karena kerja obat ini hanya efektif bila diberikan secara perlahan-lahan
selama kurang lebih 10 jam per hari. Idealnya obat ini diberikan lima hari dalam
seminggu seumur hidup.
Beberapa Obat Kelasi Besi pada penderita Thalasemia:
- Deferasirox : Dosis awal 20 mg/kg/hari, pada pasien yang sering transfusi darah
30 mg/kg/hari, pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang tinggi
- DFO : 20-40 mg/kg (anak-anak), 50-60 mg/kg (dewasa)
(Desferal)
c. Pemberian Asam Folat
Asam folat adalah vitamin B yang dapat membantu pembangunan sel-sel darah merah
yang sehat. Suplemen ini harus tetap diminum di samping melakukan transfusi darah
ataupun terapi kelasi besi. Dosis yang bisa diberikan yaitu 2-5 mg/hari untuk memenuhi
kebutuhan yang meningkat.2

d. Splenektomi
Splenektomi, dengan indikasi :
1. Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita,
menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
2. Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau kebutuhan
suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satutahun

3. Suportif 
Transfusi darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan
kedaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan
tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan
perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC ( packed red cell ), 3
ml/kg BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.

Pencegahan
Program pencegahan thalassemia terdiri dari beberapa strategi, yakni : (1) penapisan
(skrining) pembawa sifat thalassemia, (2) konsultasi genetik (genetic counseling), dan
(3) diagnosis prenatal.
1) Skrining pembawa sifat dapat dilakukan secara :
- Prospektif, yaitu mencari secara aktif pembawa sifat thalassemia langsung dari
populasi diberbagai wilayah.
-Retrospektif, dengan menemukan pembawa sifat melalui penelusuran keluarga
penderita thalassemia (family study). Kepada pembawa sifat ini diberikan
informasi dan nasehat-nasehat tentang keadaannya dan masa depannya.
Program pencegahan retrospektif akan lebih mudah dilaksanakan di negara
berkembang daripada program prospektif.

2) Konsultasi genetik meliputi skrining pasangan yang akan kawin atau sudah
kawin tetapi belum hamil. Pada pasangan yang berisiko tinggi diberikan
informasi dan nasehat tentang keadaannya dan kemungkinan bila mempunyai
anak.

3) Diagnosis prenatal, meliputi :


Pendekatan retrospektif, berarti melakukan diagnosis prenatal pada pasangan
yang telah mempunyai anak thalssemia, dan sekarang sementara hamil.
Pendekatan prospektif: ditujukan kepada pasangan yang berisiko tinggi yaitu
mereka keduanya pembawa sifat dan sementara baru hamil.
Diagnosis prenatal ini dilakukan pada masa kehamilan 8-10 minggu, dengan mengambil
sampel darah dari villi khorialis (jaringan ari-ari) untuk keperluan analisis DNA.
Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Transfusi darah
yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat
tinggi, sehingga ditimbun di dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit,
jantungdan lain-lain. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat
tersebut(hematokromatosis).
Orang dengan beta talasemia intermedia dapat mengalami anemia ringan ,sedang sampai
berat. Mereka juga mungkin memiliki masalah kesehatan (komplikasi)lainnya, seperti:5
1. Fraktur patologi. Masalah tulang, thalassemia dapat membuat sumsum tulang (materi
spons dalam tulang yang membuat sel-sel darah) tidak berkembang. Hal ini menyebabkan
tulang lebih luas daripada biasanya. Tulang juga dapat menjadi rapuh dan mudah patah.
2. Hepatosplenomegaly. Transfusi darah adalah perawatan standar untuk penderita
thalassemia. Sebagaihasilnya, kandungan zat besi meningkat di dalam darah . Gangguan
pembesaran hati disebabkan karena menumpukan Fe yang berada di hati. Sehingga
menyebabkan hatimembesar.
3. Gangguan tumbuh kembang. Anemia bisa menyebabkan pertumbuhan anak berjalan
lambat. Anak denganthalassemia berat umumnya jarang mencapai tinggi orang dewasa
normal. Karena masalah endokrin, mungkin juga terjadi penundaan pubertas pada anak-
anak ini.
4. Disfungsi organ
● Gagal jantung, aritmis denyut jantung, dan serangan jantung. 
● Splenomegali
● Infeksi
● Osteoporosis
1. Agustina R, Mandala Z, Liyola R. Kadar Ferritin dengan Status Gizi Pasien
Thalassemia β Mayor Anak di RSAM Bandar Lampung. J Ilm Kesehat Sandi Husada.
2020;11(1):219–24.
2. Suryani E, Wiharto W, Wahyudiani KN. Identifikasi Anemia Thalasemia Betha Mayor
Berdasarkan Morfologi Sel Darah Merah. Sci J Informatics. 2016;2(1):15–27.
3. Afriyanti S D. Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu
Hamil Di Kota Bukittinggi. J Menara Ilmu. 2020;14(01):6–23.
4. Adnyani DAP, Herawati S, Wirawati IAP. Pasien Anemia Aplastik Yang Dirawat Di
Rsup Sanglah Tahun 2016. E-Jurnal Med Udayana. 2019;8(5):1–9.
5. Rejeki DSS, Nurhayati N, Supriyanto S, Kartikasari E. Studi Epidemiologi Deskriptif
Talasemia. Kesmas Natl Public Heal J. 2012;7(3):139.
6. Setiawan D, Setiawan H, Nurmalasari A. Indeks Formula Eritrosit Untuk Uji Skrining
Talasemia Beta Minor. J Anal Med Biosains. 2021;8(2):114.
7. Alyumnah P, Ghozali M, Dalimoenthe NZ. Skrining Thalassemia Beta Minor Pada
Siswa Sma Di Jatinangor. J Sist Kesehat. 2016;1(3):133–8.
8. Rustandi AA, Harniati, Kusnadi D. Jurnal Inovasi Penelitian. J Inov Penelit.
2020;1(3):599–597.
9. Faiqah S. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Berat Badan Lahir Dengan Kejadian
Anemia Pada Balita di Indonesia. 2018;21:281–9.
10. Regar J. Aspek Genetik Talasemia. J Biomedik. 2013;1(3).

Anda mungkin juga menyukai