KLASIFIKASI
Hemoglobin terdiri dari rantaian globin dan hem tetapi pada Thalassemia terjadi gangguan produksi
rantai a atau B. Dua kromosom II mempunyai satu gen B pada setiap kromosom (total dua gen B)
sedangkan dua kromosom 16 mempunyai dua gen a pada setiap kromosom (total empat gen a). Oleh
karena itu satu protein Hb mempunyai dua subunit a dan dua subunit ß. Secara normal setiap gen globin
a memproduksi hanya separuh dari kuantitas protein yang dihasilkan gen globin B. menghasilkan
produksi subunit protein yang seimbang. Thalassemia terjadi apabila gen globin gagal, dan produksi
protein globin subunit tidak seimbang. Abnormalitas pada gen globina akan menyebabkan defek pada
seluruh gen, sedangkan abnormalitas pada gen rantai globin ß dapat menyebabkan defek yang
menyeluruh atau parsial (Wiwanitkit, 2007).
Thalassemia diklasifikasikan berdasarkan rantai globin mana yang mengalami defek, yaitu Thalassemia a
dan Thalassemia B. Pelbagai defek secara delesi dan nondelesi dapat menyebabkan Thalassemia (Rodak,
2007).
Oleh karena terjadi duplikasi gen a (HBAI dan HBA2) pada kromosom 16, maka akan terdapat total
empat gen a (aa/ax). Delesi gen sering terjadi pada Thalassemia a maka terminologi untuk Thalassemia a
tergantung pada delesi yang terjadi, apakah pada satu gen atau dua gen. terjadi pada dua gen,
kemudian dilihat lokai kedua gen yang delesi berada pada kromosom yang sama (cis) atau berbeda
(trans). Delesi pada satu gen a dilabel a+ sedangkan pada dua gen dilabel ao (Sachdeva, 2006).
Kehilangan satu gen memberi sedikit efek pada produksi protein a sehingga secara umum kondisinya
kelihatan normal dan perlu pemeriksaan laboratorium khusus untuk mendeteksinya. Individu tersebut
dikatakan sebagai karier dan bisa menurunkan kepada anaknya (Wiwanitkit, 2007).
2) Delesi dua gen a/Talasemia a minor (-/aa) atau (-a/-a) Tipe ini menghasilkan kondisi dengan eritrosit
hipokromik mikrositik dan anemia ringan. Individu dengan tipe ini biasanya kelihatan dan merasa normal
dan mereka merupakan karier yang bisa menurunkan gen kepada anak
(Wiwanitkit, 2007).
3) Delesi 3 gen a/Hemoglobin H(--/-) Pada tipe ini penderita dapat mengalami anemia berat dan sering
memerlukan transfusi darah untuk hidup. Ketidakseimbangan besar antara produksi rantai a dan B
menyebabkan rantai B di dalam eritrosit menghasilkan generasi Hb yang abnormal yaitu Hemoglobin H
(Hb H/ B4) (Wiwanitkit, 2007).
Tipe ini adalah paling berat, penderita tidak dapat hidup dan biasanya meninggal di dalam kandungan
atau bebempa saat setelah dilahirkan, yang biasanya diakibatkan oleh hydrop fetalis. Kekurangan empat
rantai a menyebabkan kelebihan rantai y (diproduksi semasa kehidupan fetal) dan rantai B menghasilkan
masing-masing hemoglobin yang abnormal yaitu Hemoglobin Barts (74/ Hb Bart. afiniti terhadap oksigen
sangat tinggi) (Wiwanitkit, 2007) atau Hb H (34, tidak stabil) (Sachdeva, 2006).
B.
ITU
TAMU
DAFTAR
Thalasemia B
Thalassemia ß disebabkan gangguan pada gen B yang terdapat pada kromosom 11 (Rodak, 2007)
Kebanyakkan dari mutasi Thalassemia ß disebabkan point mutation dibandingkan akibat delesi gen
(Chen, 2006). Penyakit ini diturunkan secara resesif dan biasanya hanya terdapat di daerah tropis dan
subtropis serta di
daerah dengan prevalensi malaria yang endemik (Wiwanitkit, 2007). 1) Thalassemia Bo Tipe ini
disebabkan tidak ada rantai globin ß yang dihasilkan. Satu pertiga
2) Thalassemia B+ Pada kondisi ini, defisiensi partial pada produksi rantai globin ß terjadi. Sebanyak 10-
50% dari sintesis rantai globin ß yang normal dihasilkan pada
keadaan ini.
a. Thalasemia Mayor, karena sifat-sifat gen dominan. Thalasemia mayor merupakan penyakit yang
ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah. Akibatnya, penderita kekurangan darah
merah yang bisa menyebabkan anemia. Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak
dan umurnya pun sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk
memperpanjang hidupnya. Penderita thalasemia mayor akan tampak normal saat lahir, namun di usia 3-
18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia. Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti
jantung berdetak lebih kencang dan facies cooley. Faies cooley adalah ciri khas thalasemia mayor, yakni
batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu
keras untuk mengatasi kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus menjalani transfusi darah
dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya
dapat bertahan sekitar 1-8 bulan. Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung
dari berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering pula si penderita harus
menjalani transfusi darah.
b. Thalasemia Minor, individu hanya membawa gen penyakit thalasemia, namun individu hidup normal,
tanda-tanda penyakit thalasemia tidak muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia
menikah dengan thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka menerita
thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit thalasemia mayor dengan
berbagai ragam keluhan. Seperti anak menjadi anemia, lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan.
Thalasemia minor sudah ada sejak lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak
memerlukan transfusi darah di sepanjang hidupnya
Secara molekuler talasemia dibedakan atas: (Behrman et al, 2004) a Talasemia a (gangguan
pembentukan rantai a).
b. Talasemia b (gangguan pembentukan rantai b). c. Talasemia b-d (gangguan pembentukan rantai b dan
d yang letak gen-nya
dekat dekat).
5. MANIFESTASI KLINIS
a. Thalasemia Mayor
1) Pucat
2) Lemah 3) Anoreksia
4) Sesak napas
9) Disritmia
10) Epistaksis
14) Ikterik
15) Peningkatan pertumbuhan fasial mandibular; mata sipit, dasar hidung lebar
1) Pucat
6. KOMPLIKASI
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang berulang ulang dan
proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah (hemokromatosis). Limpa yang besar mudah
ruptur akibat trauma ringan. Kadang
sangat tinggi, sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan
lain lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut
kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian
terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih dahulu
terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan jantung.
Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi melanin (Herdata,
2008)
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis untuk Thalassaemia terdapat dua yaitu secara screening test dan
tes definitif.
Tes skrining Di daerah endemik, anemia hipokrom mikrositik perlu diragui sebagai
Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan fragiliti eritrosit. Secara dasarnya resistan eritrosit untuk
lisis bila konsentrasi natrium klorida dikurangkan dikira. Studi yang dilakukan menemui probabilitas
formasi pori pori pada membran yang regang bervariasi mengikut order ini: Thalassemia < kontrol <
spherositosis (Wiwanitkit, 2007). Studi OF berkaitan kegunaan sebagai alat diagnostik telah dilakukan
dan berdasarkan satu penelitian di Thailand, sensitivitinya adalah 91.47%, spesifikasi 81.60, false
positive rate 18.40% dan false negative rate 8.53% (Wiwanitkit, 2007).
c. Indeks eritrosit
Dengan bantuan alat indeks sel darah merah dapat dicari tetapi hanya dapat mendeteksi mikrositik dan
hipokrom serta kurang memberi nilai diagnostik. Maka metode matematika dibangunkan (Wiwanitkit,
2007). d. Model matematika
Membedakan anemia defisiensi besi dari Thalassemia B berdasarkan parameter jumlah eritrosit
digunakan. Beberapa rumus telah dipropose seperti 0.01 x MCHx (MCV), RDW x MCH x (MCV) /Hb x 100,
MCV/RBC dan MCH/RBC tetapi kebanyakkannya digunakan untuk membedakan anemia defisiensi besi
dengan Thalassemia B (Wiwanitkit, 2007). Sekiranya Indeks Mentzer MCV/RBC digunakan, nilai yang
diperoleh sekiranya >13 cenderung ke arah defisiensi besi sedangkan <13 mengarah ke Thalassemia
trait. Pada penderita Thalassemia trait kadar MCV rendah, eritrosit meningkat dan anemia tidak ada
ataupun ringan. Pada anemia defisiensi besi pula MCV rendah, eritrosit normal ke rendah dan anemia
adalah gejala lanjut (Yazdani, 2011).
Tes definitif
a. Elektroforesis hemoglobin
Pemeriksaan ini dapat menentukan pelbagai jenis tipe hemoglobin di dalam darah. Pada dewasa
konstitusi normal hemoglobin adalah Hb A1 95-98%, Hb A2 2-3%, Hb F 0.8-2% (anak di bawah 6 bulan
kadar ini tinggi sedangkan neonatus bisa mencapai 80%). Nilai abnormal bisa digunakan untuk diagnosis
Thalassemia seperti pada Thalassemia minor Hb A2 4-5.8% atau Hb F 2-5%, Thalassemia Hb H: Hb A2
<2% dan Thalassemia mayor Hb F 10-90 %. Pada negara tropikal membangun, elektroporesis bisa juga
mendeteksi Hb C, Hb S dan Hb J (Wiwanitkit, 2007).
b. Kromatografi hemoglobin
C. Diagnosis molekuler
Pemeriksaan ini adalah gold standard dalam mendiagnosis Thalassemia. Molecular diagnosis bukan saja
dapat menentukan tipe Thalassemia malah dapat juga menentukan mutasi yang berlaku (Wiwanitkit,
2007)
8. PENATALAKSANAAN
13
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 9-10g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis.
Hemosiderosis ini dapat dicegah dengan pemberian deferoxamine (Desferal), yang berfungsi untuk
mengeluarkan besi dari dalam tubuh (iron chelating agent). Deferoxamine diberikan secar intravena,
namun untuk mencegah hospitalisasi yang lama dapat juga diberikan secara subkutan dalam waktu lebih
dari 12 jam.
Splenectomy dilakukan untuk mengurangi penekanan pada abdomen dan meningkatkan rentang hidup
sel darah merah yang berasal dari suplemen (transfusi). Pada thalasemia yang berat diperlukan transfusi
darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang menjalani transfusi, harus menghindari
tambahan zat besi dan obat-obat yang bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang
berlebihan bisa menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang. Terapi genetik masih dalam
tahap penelitian. Penatalaksaan Medis Thalasemia antara lain: (Rudolph, 2002; Hassan dan Alatas, 2002;
Herdata, 2008)
Medikamentosa
Pemberian iron chelating agent (desferoxamine): diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai
1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah. Desferoxamine,
dosis 25-50 mg/kg berat badan/hari subkutan melalui
pompa infus dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut setiap
selesai transfusi darah. Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
kelasi besi.
efek
Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat. Vitamin E 200-400 IU setiap hari
sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah
Bedah
limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan
intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu tahun.
14
Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa
ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia
dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak yang memiliki HLA spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya
di anjurkan untuk melakukan transplantasi ini. Tranfusi Darah
Suportif
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan ini akan memberikan supresi
sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan
pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell). 3
ml/kg BB untuk setiap
9. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani,
Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan
penyakit darah yang paling banyak
diderita. b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur
kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru
datang berobat pada umur sekitar 4-6 tahun.
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah
dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak
anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama
untuk thalassemia mayor.
15
Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam
kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia "Kecerdasan anak juga dapat mengalami
penurunan. Namun pada jenis thalasema
minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal. e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat
rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
F. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur/ istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia.
Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor.
Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui
adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core - ANC) Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji
secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat.
Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin
dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu
segera dirujuk ke dokter. i. Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya
adalah:
1) Keadaan umum Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah anak
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan
bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar,
dan tulang dahi terlihat lebar. Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan. Mulut dan bibir terlihat
pucat kehitaman
3) Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
4) Perut Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat limpasan dan hati (hepatoplemagali).
pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal. Ukuran fisik anak
terlihat lebih kecil bila
6) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat
transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya
2. MASALAH KEPERAWATAN
3. INTERVENSI