Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah salah satu jenis penyakit kelainan darah yang mengakibatkan
gangguan hemoglobin. Hemoglobin adalah zat dalam sel darah merah yang memiliki fungsi
mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh manusia dan memberi zat warna merah
pada sel darah merah. Penderita thalassemia memproduksi sel darah merah lebih banyak
dibandingkan orang normal, namun sel darah merah yang diproduksi tidak mencapai 120
hari. Sedangkan darah yang baru belum terbentuk maka mengakibatkan tubuh kekurangan
darah (Karimah et al., 2015).
Thalasemia adalah suatu gangguan darah yang diturunkan ditandai oleh defisiensi produk
rantai globulin pada hemoglobin. Penyakit thalasemia merupakan salah satu penyakit
genetik tersering di dunia. Penyakit genetik ini diakibatkan oleh ketidakmampuan sumsum
tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin (Potts &
Mandleco). Hemoglobin merupakan protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah
merah yang berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian tubuh
(Safitri et al., 2015).
Anak dengan Thalasemia mayor memerlukan transfusi darah periodik dan seumur hidup
untuk mempertahankan tingkat hemoglobin lebih tinggi dari 9,5 g/l dan mempertahankan
pertumbuhan normal, Riwayat transfusi darah berulang dapat menyebabkan kelebihan besi
dalam tubuh yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar serum ferritin. Feritin adalah
protein pengikat besi, penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh dapat mengakibatkan
kerusakan organ-organ tubuh seperti hati, limpa, ginjal, jantung, tulang dan pancreas
(Pambudi, 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksut dengan definisi thalassemia ?
2. Apa saja klsifikasi thalassemia ?
3. Apa saja etiologi thalassemia ?
4. Apa saja tanda dan gejala thalassemia?
5. Bagaimana patofisiologi pada thalassemia ?

1
6. Apa saja pemeriksaan penunjang thalassemia ?
7. Bagaimana pengobatan pada thalassemia ?
8. Apa saja komplikasi pada thalassemia ?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan thalassemia ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi thalassemia.
2. Untuk mengetahui klasifikasi thalassemia.
3. Untuk mengetahui etiologi thalassemia.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala thalassemia.
5. Untuk mengetahui patofisiologi thalassemia.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang thalassemia.
7. Untuk mengetahui pengobatan pada thalassemia.
8. Untuk mengetahui komlikasi thalassemia.
9. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan thalassemia.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Thalasemia merupakan suatu sindrom kelainan darah yang diwariskan (inherited) dan
merupakan kelompok penyakit hemoglobinopati, yaitu kelainan yang disebabkan oleh
gangguan sintesis hemoglobin (Marnis et al., 2018).
Thalassemia merupakan penyakit keturunan (kelainan genetik) akibat kelainan sel darah
merah dimana rantai globin-α atau β pembentuk hemoglobin utama tidak terbentuk sebagian
atau tidak ada sama sekali. Hemoglobinopati : adanya hemoglobin abnormal yang muncul
selain ketiga buah Hb normal (HbF, HbA dan HbA2), yang mengakibatkan sel darah merah
mudah pecah sehingga membutuhkan transfusi darah rutin (aulia, 2017).
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah
mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan
sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang (Hidayat, 2017).
2.2 Klasifikasi
Menurut (Mariza, 2015) Secara garis besar, thalasemia dibagi dalam dua kelompok besar,
yaitu thalasemia alpha dan thalasemia beta sesuai dengan kelainan berkurangnya produksi
rantai polipeptida.:
2.2.1 Thalasemia alpha
Thalasemia alpha biasanya disebabkan oleh delesi (penghapusan) gen. secara normal
terdapat empat buah gen globin alpha, oleh sebab itu beratnya penyakit secara klinis
dapat digolongkan menurut jumlah gen yang tidak ada atau tidak aktif. Thalasemia alfa
dibagi menjadi :
a) Silent Carrier State ( gangguan pada satu rantai globin alpha)
Kelainan yang disebabkam oleh kurangnya protein alpha. Tetapi kekurangan
hanya dalam tahap rendah. Akibatnya fungsi hemoglobin dalam eritrosit tampak
normal dan tidak terjadi gejala klinis signifikan. Sillent Carrier baru terdeteksi
ketika memiliki keturunan yang mengalami kelainan hemoglobin.

3
b) Thalasemia alpha Trait (gangguan pada 2 rantai globin alpha)
Thalasemia alpha trait sering tidak bersamaan dengan anemia, tapi volume
eritrosit rata-rata (MCV), hemoglobin eritrosit rata-rata (MCH), dan konsentrasi
hemoglobin eritrosit rata-rata (MCHC) semuanya rendah. Penderita thalasemia
alpha trait dapat mengalami anemia kronis yang ringan dengan seldarah merah yang
tampak pucat (hipokrom) dan lebih kecil dari normal (mikrositer).
c) Hemoglobin H disease (gangguan pada 3 rantai globin alpha)
Delesi tiga gen alpha menyebabkan anemia mikrositik hipokrom yang cukup
berat, disertai dengan splenomegaly. Keadaan ini dikenal sebagai penyakit
hemoglobin H karena hemoglobin H dapat dideteksi dalam eritrosis pasien melalui
pemeriksaan elektroforesis.
d) Thalasemia alpha mayor (gangguan pada 4 rantai globin alpha)
Thalasemia tipe ini merupakan kondisi yang paling berbahaya pada thalasemia
tipe alpha. Pada kondisi ini tdak ada rantai globin yang dibntuk sehingga tidak ada
hemoglobin A atau hemoglobin F yang diproduksi. Pada awal kehamilan biasanya
janin yang menderita thalasemia mayor mengalami anemia, pembesaran hati dan
limpa. Janin yang menderita kelainan ini biasanya mengalami keguguran atau
meninggal tidak lama setelah dilahirkan.
2.2.2 Thalasemia Beta
Thaasemia beta merupakan kelainan yang disebakan oleh kurangnya produksi protein
beta, thalasemia beta terjadi jika terjadi mutasi pada satu atau dua rantai globin yang ada.
a) Thalasemia minor (trait)
Kelainan yang diakibatkan kekurangan protein beta. Namun,
kekurangannya tidak terlalu signifikan sehingga fungsi tubuh dapat normal.
Gejala terparahnya hanya berupa anemia ringan. Penderita thalasemia trait
(minor) merupakan carrier pada thalasemia beta.
b) Thalasemia Intermedia
Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi tetapi masih bisa
memproduksi sedikit rantai beta globin. Penderita biasanya mengalami anemia
yang derajatnya tergantung dari mutasi gen yang terjadi. Rentang gejala
thalasemia intermedia dengan thalasemia mayor hamper sama. Menurut Rujito

4
(2019) perbedaan thalasemia intermedia dengan thalasemia mayor ada pada
jenis gen mutan yang menurun, thalasemia mayor menurun 2 gen mutan
bertipe mutan berat, sedangkan pada thalsemia intermedia 2 gen tersebut
merupakan kombinasi mutan berat dengan mutan ringan, atau mutan ringan
dengan mutan ringan.
c) Thalasemia Mayor (cooley’s anemia)
Kelainan serius yang diakibatkan karena tubuh sangat sedikit
memproduksi protein beta sehingga hemoglobin yang terbentuk akan cacat
atau abnormal. Penderita akan mengalami gejala anemia akut sehingga selalu
membutuhkan transfuse darah dan perawatan kesehatan secara rutin dan terus
menerus. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin
menerus. Pada kondisi ini kedua gen mengalami mutasi sehingga tidak dapat
memproduksi rantai beta globin.
2.3 Etiologi
Thalasemia alfa disebabkan oleh delegasi gen (terhapus karena kecelakaan genetic)
yang mengatur produksi tetramer globin, sedangkan pada thalasemia beta karena adanya
mutasi gen tersebut. Individu normal yang mempunyai 2 gen alfa terletak pada tiap bagian
pendek kromosom 16 (aa/aa). Hilangnya 1 gen tidak memberikan gejala klinis yang jelas.
Hilangnya 2 gen hanya memberikan manifestasi ringan. Hilangnya 3 gen memberikan
anemia moderat.
Gen yang mengatur produksi rantai beta terletak di sis pendek kromosom 11. Pada
thalasemia beta, mutasi gen disertai berkurangnya produksi mRna dan berkurangnya sintesis
globin dengan struktur normal. Dibedakan 2 golongan besar thalasemia beta : a. Ada
produksi sedikit rantai beta (tipe beta plus) b. Tidak ada produksi rantai beta ( tipe beta nol)
(Mariza, 2015).
2.4 Patofisiologi
Pada thalassemia terjadi pengurangan atau tidak ada sama sekali produksi rantai
globin satu atau lebih rantai globin. Penurunan secara bermakna kecepatan sintesis salah satu
jenis rantai globin (rantai-α atau rantai-β) menyebabkan sintesis rantai globin yang tidak
seimbang. Bila pada keadaan normal rantai globin yang disintesisseimbang antara rantai α

5
dan rantai β, yakni berupa α2β2 maka pada thalassemia β0, dimana tidak disentesis sama
sekali rantai β, maka rantai globin yang diproduksi berupa rantai α yang berlebihan (α4).
Sedangkan pada thalassemia α0 ,dimana tidakdisintesis sama sekali rantaiα maka rantai
globin yang diproduksi berupa rantai β yang berlebihan (β4).
Pada thalassemia β dimana tedapat penurunan rantai-β, terjadi produksi berlebihan
rantai α. Rantai α yang berlebihan, yang tidak dapat berikatan dengan rantai globin lainnya,
akan berpresipitasi pada prekusor sel darah merah dalam sum-sum tulang dan dalam sel
progenitor dalam darah tepi. Hal ini akan menimbulkan eritropoiesis yang tidak efektif,
sehingga umur eritrosit menjadi lebih pendek. Akibatnya akan menimbulkan suatu keadaan
kekurangan darah merah (Anemia). Anemia ini lebih lanjut lagi akan menjadi pendorong
proliferasi eritroid yang terus menerus dalam sumsum tulang yang inefektif, sehingga akan
terjadi ekspansi sumsum tulang. Hal ini kemudian akan menyebabkan deformitas skeletal dan
berbagai gangguan pertumbuhan dan metabolisme.
Kelainan dasar thalassemia α sama dengan thalassemia β, yakni ketidak seimbangan
sintesis rantai globin. Namun ada perbedaan besar dalam hal patofisiologi kedua jenis
thalassemia ini. - Pertama, karena rantai- α dimiliki bersama oleh hemoglobin fetus maupun
dewasa, maka pada thalassemia α bermanifestasi pada masa fetus. - Kedua, sifat-sifat yang
ditimbulkan akibat produksi yang berlebihan berbeda dengan kasus pada thalassemia β, pada
thalassemia α menimbulkan tetramer yang larut, yakni Hb Bart’s dan β4. Dari penjelasan
diatas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar Thalasemia terbagi menjadi thalasemia
alpha dan thalasemia beta. Pada thalasemia alpha terjadi penurunan produksi rantai globin
alpha dan terjadi produksi berlebihan rantai globin beta, sedangkan pada thalasemia beta
terjadi penurunan/mutasi dari rantai globin beta dan produksi berlebihan dari rantai globin
alpha (Notoatmodjo, 2014).
2.5 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari Thalassemia, yaitu (Huda & Kusuma 2016):
2.5.1 Thalassemia Minor/Thalasemia Trait
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
3) Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati

6
2.5.2 Thalasemia Mayor
Gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu :
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, eiring dengan turunnya kadar hemoglobin
fetal
2) Lemah, Pucat
3) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat kurus.
4) berat badan kurang
5) tidak dapat hidup tanpa tranfusi.
2.5.3 Thalasemia Intermedia
1) Anemia mikrositik, bentuk heterzigot
2) Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia Masih
memproduksi sejumlah kecil HbA.
3) Anemia agak berat 7-9b/dl dan splenomegaly
4) tidak bergantung pada transfuse
2.5.4 Gejala khas adalah :
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek,tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
2.6.1 Darah tepi:
1) Hb, gambaran morfologi eritrosit
2) Retikulosit meningkat
2.6.2 Sumsum tulang (Tidak menentukan diagnosis):
2.6.3 Pemeriksaan khusus:
1) Hb F meningkat: 20% - 90% Hb total
2) Elektroforesis Hb: Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb 17
3) Pemeriksaan pedigree: Kedua orang tua pasien thalassemia mayor merupakan trait
(Carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

7
2.7 Penatalaksanaan
a) vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan efek
kelasi besi.
b) asam folat 2-5mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
c) Vitamin E 200-400 TU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel
darah merah.
d) Transfusi Darah : Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl. Dengan keadaan ini akan
memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat,menurunkan tingkat akumulasi
besi,dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita.
Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red and cell) 3 ml/kg BB setiap kenaikan
Hb 1 g/dl
2.8 Komplikasi
Komplikasi thalasemia (Kiswari, 2014)
a. Anemia kronis,
anemia kronis menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, penundaan kematangan
seksual,dilatasi jantung dan gagal jantung kongestif,penurunan kapasitas kerja dan semua
komplikasi lain yang terkait dengan anemia kronis.
b. Ekspansi sumsum tulang,
sumsung tulang menjadi sangat diperluas yang ditandai dengan hyperplasia
eritroid, Pelebaran ruang diploik tengkorak, hipertrofi tulang tengkorak bagian frontal.
Hipertrofi maksila di pipi yang menetap dan maloklusi gigi, menyebabkan “facies
chipmunk” yang khas. Penipisan korteks tulang panjang menyebabka tulang mudah
patah. Hematopoiesis ekstramedular menyebabkan pembesaran limpa dan hati,
hematopoiesis ekstramedular dapat terjadi pada jaringan lunak (tumor mieloid), dan
vertebral yang dapat menyebabkan kompresi sumsum tulang belakang.
c. Overload besi,
terjadi absorpsi kronis berlebihan terhadap besi pada saluran gastrointestinal,
terdorong oleh eritropoiesis kronis, dan ini diperburuk oleh transfuse eritrosit. Deposit
besi dalam hati menyebabkan fibrosis portal dan dapat menyebabkan sirosis hati. Pasien
dengan sirosis hati memiliki risiko berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler.

8
Teori Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan. Kegiatan yang
dilakukan pada saat pengkajian adalah mengumpulkan data, memfalidasi data,
megorganisasikan data dan mencatat yang diperoleh. Langkah ini merupakan dasar untuk
perumusan diagnose keperawatan dan mengembangkan rencana keperawatan sesuai
kebutuhan pasien serta melakukan implementasi keperawatan.
a.Identitas klien dan orang tua klien
b. Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4-6
tahun.
c. Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya.
Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d. Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan
yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan
fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan
seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e. Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat
badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f. Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur /
istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah.

9
g. Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang
menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya
perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin
disebabkan karena keturunan.
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Core-ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor
risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga
faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami
oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.

2. pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum = Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak
selincah aanak seusianya yang normal.
2) Kepala dan bentuk muka. Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan
mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah
mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan
tulang dahi terlihat lebar.
3) Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4) Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5) Dada, Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya
pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6) Perut, Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati
( hepatosplemagali).
7) Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain
seusianya.
8) Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan
kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis,

10
atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena
adanya anemia kronik.
9) Kulit Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi
darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat
besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis). (Wiayaningsih, 2013).

3. diagnosa
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung
actual maupun potensial. Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan. Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit Thalasemia, yaitu: Huda et
al (2016), (PPNI, 2017)
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru (D.0005).
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056).
c. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan pernurunan kosentrasi hemoglobin
(D.0009).
d. Resiko gangguan integritas kulit/jaringan dibuktikan dengan perubahan sirkulasi
(D.0139).
e. Resiko infeksi dibuktikan dengan ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
(D.0142).
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh (D.0083).
g. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan Efek Ketidakmampua Fisik
(D.0106)
4. intervensi
Intervensi keperawatan merupakan gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi pasien. Adapun rencana keperawatan
yang sesuai dengan penyakit Thalasemia menurut (PPNI, 2018) dan (PPNI, 2019) adalah
sebagai berikut:

11
a. Pola nafas tidak efektif dengan penurunan energy dan posisi tubuh yang
menghambat ekspansi paru (D.0005).
1. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas klien
membaik (L.01004). Kriteria Hasil :
a) Frekuensi nafas membaik
b) Fungsi paru dalam batas normal
c) Tanda- tanda vital dalam batas normal
2. Intervensi (I.01014) :
Observasi:
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor pola napas (Seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
c) Palpasi kesimterisan ekspansi paru
d) Auskultasi bunyi napas
e) Monitor saturasi oksigen
Terapeutik:
a) Posisikan semi fowler atau fowler
b) Berikan oksigen jika perlu

b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi


hemoglobin (D.0009)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi
perifer meningkat (L.02011).
Kriteria hasil :
a) Warna Kulit pucat menurun
b) Pengisian kapiler membaik
c) Akral membaik d) Turgor kulit membaik
2) Intervensi (I.02079):
Observasi:
a) Periksa sirkulasi perifer (Mis. Nadi perifer, edema, pengisian
kapiler, warna, suhu, anklebrachial index)

12
b) Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
c) Observasi adanya keterlambatan respon verbal, kebingungan atau
gelisah)
Terapeutik:
a) Lakukan pencegahan infeksi
b) Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya (Terlalu
panas atau dingin)
Edukasi:
a) Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit terbakar
b) Anjurkan perawatan kulit yang tepat (Mis. Melembabkan kulit
kering pada kaki)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056).
1) Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
aktivitas meningkat (L.05047).
Kriteria Hasil :
a) Keluhan lelah menurun
b) Perasaan lemah menurun
c) Tenaga meningkat
2) Intervensi (I.05178):
Observasi:
a) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan lelah
b) Kaji kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, catat kelelahan dan
kesulitan dalam beraktivitas
c) Monitor kelelahan fisik dan emosional
d) Catat respon terhadap tingkat aktivitas
Terapeutik:
a) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
b) Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
c) Fasilitasi duduk disamping tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan d) Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu

13
Edukasi:
a) Anjurkan tirah baring
b) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c) Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing
d) Pilih periode istirahat dengan periode aktivitas
5. implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementiasi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan
untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk
mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan
komunikasi.
6. evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau
perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan
pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu
berkaitan dengan tujuan yaitu pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan
fungsi dan tanda gejala yang spesifik.

14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Talasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan dan masuk kedalam
kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkanoleh gangguan system
hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin. Thalasemia merupakan
anemia yang relatif umum terjadi, dimana jumlah globin yang diproduksi tidak
cukup untuk mengatasi sel-sel darah merah dan suatu gangguan darah yang
diturunkan di tandai oleh defisiensi produk rantai globin pada hemoglobin.
3.2 Saran
Diharapkan baik pembaca maupun penulis dapat mengetahui dan
memahami secara benar mengenai Thalasemia serta dapat
mengimplementasikannya dalam sebaik-baiknya.

15
DAFTARPUSTAKA
Aulia (2017). penyakit thalasemia. Kementrian Kesehatan
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-kankerdan-kelainan-darah/
penyakit-thalassemia
Huda, Nurafif, Amin & Harhdi, K. (2016). Asuhan keperawatan Nanda,Nic,Noc. percetakan
publishing medication jogjakarta (jiid 2).
Huda, Nurafif, Amin & Harhdi, K. (2016). Asuhan keperawatan Nanda,Nic,Noc. percetakan
publishing medication jogjakarta (jiid 2).
Hidayat. (2017). Definisi Thalasemia. PT NUCLEUS PRECISE
Hana, Huwaida. "ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA KLIEN ANAK
DENGAN THALASEMIA DI KOTA BALIKPAPAN." (2021).
Karimah, Dienna., Nurwati, Nunung., & Basar, Gigih. Ginanjar. Kamil. (2015). Pengaruh
Pemenuhan Kesehatan Anak Terhadap Perkembangan Anak
Marnis, D., Indriati, G., & Nauli, F. A. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan
Kualitas Hidup Anak Thalasemia. Jurnal Keperawatan Sriwijaya.
Mariza, W. andra & Y. (2015). keperawatan medikal bedah 2 cetakan II
Pambudi, M. A. (2020). Hubungan Antara Kadar Feritin Dengan Kreatinin Serum Pada
Anak Thalasemia Mayor. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.327
PPNI. (2017). Standar Diagnosis keperawatan Indonesia definisi dan Indikator Diagnostik.
DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan. DPP PPNI.
PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. DPP PPNI.
PUTRI, CAHAYATY. "ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN ANAK
THALASEMIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEPINGGAN BARU DAN
PUSKESMAS GUNUNG SAMARINDA BALIKPAPAN." (2021).
Safitri, Rosnia. (2015). Hubungan Kepatuhan Transfusi dan Konsumsi Kelasi Besi Terhadap
Pertumbuhan Anak dengan Thalasemia.

16

Anda mungkin juga menyukai