Anda di halaman 1dari 19

1.

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL


Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal adalah sistem organ dalam
tubuh manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, kemudian mengalirkan zat gizi ke dalam darah serta
membuang sisa makanan yang tidak dapat dicerna dari luar tubuh. Saluran
pencernaan terdiri atas :
a. Mulut
b. Tenggorokan (faring) kerongkongan
c. Lambung
d. Usus halus
e. Usus besar
f. Rektum dan anus
a. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air.


Mulut merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir
di anus. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ
perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan sederhana terdiri dari
manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung, terdiri dari berbagai macam bau.

Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh


gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih
mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian
dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim),
yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses
menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

b. Tenggorokan ( Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam


lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi,
disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya
dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan
lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut
dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari
bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media
yaitu bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian
yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada
nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang
telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai
di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan
orofaring dengan laring.

c. Kerongkongan

Adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu


makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan
melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga
disebut esofagus. Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang
belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian
superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campuran otot
rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

d. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian
yaitu kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan
enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :

a) Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan
kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
b) Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung
yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan
cara membunuh berbagai bakteri.
c) Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh
darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta.
Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang
membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus
juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan
otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus terdiri
dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum),
dan usus penyerapan (ileum).

a) Usus Dua Belas Jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus
halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus
kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian
terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir
di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ
retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput
peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat
sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu
dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke
dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian
pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika
penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk
berhenti mengalirkan makanan.
b) Usus Kosong (Jejenum)
Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus,
di antara usus di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus
penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus
antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong
dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat
jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.
c) Usus Penyerapan (Illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus
halus. Pada sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar
2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan
oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari
kolon asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon
sigmoid (berhubungan dengan rektum) Banyaknya bakteri yang terdapat di
dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu
penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat
zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari
usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

g. Usus Buntu (Sekum)

Sekum adalah bagian usus besar berbentuk seperti kantong yang


menghubungkan bagian akhir usus kecil (ileum) dengan usus besar. Sisa
makanan dari usus kecil yang masuk ke dalam sekum umumnya masih
berbentuk bubur cair (chyme). Pada bagian organ usus besar ini, terjadi
penyerapan kembali nutrisi dan sisa air dari chyme.
h. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk
nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20
cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa
berbeda - bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak
di peritoneum.
i. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi,
sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air
akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang
lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda
BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh
(kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur
oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang
air besar) yang merupakan fungsi utama anus.
j. Pankreas

Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting
seperti insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan
erat dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan
dasar yaitu asini yang berfungsi menghasilkan enzim-enzim pencernaan dan
pulau pankreas yang berfungsi menghasilkan hormon. Pankreas melepaskan
enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam
darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk
yang dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim
ini hanya akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga
melepaskan sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi
duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
k. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini berperan penting dalam metabolisme dan memiliki
beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein
plasma, dan penetralan obat. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam
dinding usus yang kaya akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler).
Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung dengan vena
yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana
darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan
tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam
sirkulasi umum.
l. Kandung empedu

Kandung empedu adalah organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan
sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Pada
manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna hijau
gelap (bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan
empedu yang dikandungnya). Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus
dua belas jari melalui saluran empedu. Empedu memiliki 2 fungsi penting
yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak serta bererperan dalam
pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang
berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol
2. DEFINISI
Hematochezia adalah adanya perdarahan dari anus dengan warna merah segar.
Bagian dari kotoran merah cerah, darah dari rektum, juga disebut thusly (darah merah
per rektum). Hal ini dibedakan dari melena, yang kotoran dengan darah yang telah
diubah oleh flora usus dan muncul hitam. Hematochezia umumnya dikaitkan dengan
perdarahan gastrointestinal yang lebih rendah. Saluran cerna bagian bawah (SCBB)
meliputi jejunum distal dibagian ligamenturn Treitz, ileum, kolon rektum dan anus.
BAB darah atau bisa disebut hematochezia ditandai dengan keluarnya darah
berwarna merah terang dari anus, dapat berbentuk gumpalan atau telah bercampur
tinja. Sebagian besar BAB darah berasal dari luka di usus besar, rektum, atau anus.
Warna darah pada tinja tegantung dari lokasi perarahan. Umumnya, semakin dekat
sumber perdaran dengan anus, semakin terang darah yang keluar. Oleh karena itu,
perdarahan di anus, rektum dan kolon sigmoid cenderung berwarna merah terang
dibandingkan dengan perdarahan di kolon tranversa dan kolon kanan (lebih jauh dari
anus) yang berwarna merah gelap atau merah tua.
3. ETIOLOGI
Penyebab dari hematochezia ini adalah berasal dari saluran cerna bagian
bawah. Nama penyakit yang mendasarinya adalah hemoroid (wasir), infeksi kuman
seperti amuba, tifus, disentri berat, kanker usus besar, radang usus besar menahun
sebab penyakit autoimun (inflamatory bowel disease).
Lokasi lesi sumber perdarahan pada kasusu degn hematochezia (sebagai tanda
yang paling umum untuk SCBB) 74 % berada di kolon, 11% berasal dari SCBA, 9%
usus kecil, dan 6% tidak diketahui sumbernya. Perdarahan akut dan hebat pada
umumnya disebabkan oleh angiodisplasia dan divertikulosis. Sedangkan yang kronik
intermiten disebabkan oleh hemoroid dan keganasan kolon. Etiologi perdarahan
SCBB yang harus dipertimbangkan dan cukup sering dihadapi di indonesia adalah
perdarahan di usus kecil pada demam tifoid.
a. Upper GI saluran ( biasanya kotoran hitam) :
1. Perdarahan lambung atau ulkus duodenum
2. Gastritis
3. Varises esophageal
4. Mallory –weiss air mata (air mata di kerongkongan dari muntah kekerasan)
5. Trauma atau asing tubuh
6. Usus iskemia ( kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)
7. Vascular malformasi
b. GI rendah saluran ( biasanya merah atau bangku merah, berdarah) :
1. Wasir
2. Anal fissures
3. Diventrikular perdarahan
4. Infeksi usus (seperti enterokolitis bakteri)
5. Vascular malformasi
6. Radang usus
7. Tumor
8. Colon polip atau kanker usus besar
9. Trauma atau asing tubuh
10. Usus iskemia (kurangnya aliran darah yang tepat ke usus)

Melena (feses berwarna hitam berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan
SCBA, walaupun perdarahan usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga
bermanifes dalam bentuk melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara
lain:
1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang
timbul akiba. sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma
vena esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena
porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi
porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering
terjadi, sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.
3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak
sekali etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain
endotoksin bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut.
4. Gastropathi hipertensi portal
5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks
kronis. Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling
sering ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter
esophagus bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam
lambung atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam
waktu yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan,
perdarahan, dan pembentukan jaringan parut dan striktur.
6. Sindroma Mallory-Weis
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah
berat yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau
beberapa laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau
sedikit dibawah esofagogastrikum junction.
7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat
pada traktus intestinalis.

4. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis yang muncul pada kasus hematochezia yaitu:
a. Syok (denyut jantung, suhu tubuh)
b. Penyakit hati kronis (serosis hepatis)
c. Demam ringan 38-39C
d. Nyeri di perut
e. Penurunan hemoglobin dan hematokrit yang terlihat setelah beberapa jam
f. Peningkatan kadar urea darah setelah 24-48 jam karena pemecahan protein darah
oleh bakteri usus
5. PATOFISIOLOGI
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
penngkatan tekanan vena porta sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalirkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar
(dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahn
gastrointestinal masif.
Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba penurunan arus
balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahn menjadi
berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk
mencoba mempertahakan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-
gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
tergantikan, penurunan pefusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel akan
berubah menjadi metabolisme anaerob, dan terbentuk asam laknat. Penuunn aliran
darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan tanpa suplai oksigen
yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Laboratorium (pemeriksaan darah )
1. Hitung darah lengkap : penurunan Hb, Ht, peningkatan leukosit.
2. Elektrolit : penurunan kalium serum, peningkatan natrium, glukosa serum
dan laktat.
b. Pemeriksaan penunjang
1. Anoskopi atau rektoskopi
Pada umumnya dapat segera, mengetahui sumber perdarahan tersebut
bila berasal dari perdarahan hemoroid interns atau adanya tumor rektrum.
Dapat dikerjakan tanpa persiapan yang optimal.
2. Sigmoiddoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin
dapat diindentifikasi dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan
enema (YAL) atau klisma, mengingat darah dalam lumen uss itu sendiri
sudah bersifat laksan.
3. Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif pada persiapan yang optimal,
pemeriksaan ini dapat dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber
perdarahan di seluruh bagian kolon sampai ileum terminal . tetapi pada,
keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama bekuan darah),
maka lapang pandang kolonoskopi akan terhambat. Diperlukan usaha yang
berat untuk mmbersihkan lumen kolon secara, kolonoskopi. Sering sekali
lumen skop tersumbat total sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak
jarang hanya dapat menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas
antara lumen kolon yang bersih dari darah dan diambil kesimpulan bahwa
letak sumber perdarh di distal demarkasi tersebut.
4. Push enteroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum
treiz serta dapat mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini
sangat masih jarang di indonesia.
5. Barium enema (colon in loop)
Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak
mempunyai peran. Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana
pemeriksaan kolonoskopi (kontras barium potensial dapat menyumbat
saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan mengacaukan
interpretasi) bila diperlukan serta tidak ada tambahan terapeutik. Tetapi pada
keadaan yang efektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi
yang dapat diperkirakan sebagai sumber perdarahan ( tidak dapat
menentukan sumber perdarahan).
6. Angiografi/arteriografi
Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri
femoralis dan arteri mesenterika superior atau inferior, memungkinkan
visualisasi lokasi sumber perdarahan. Dengan teknik ini biasanya
perdarahan arteri dapat erdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per menit.
Arteriografi dapat dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada, pembuluh
darah yang menjadi sumber perdarahan.
7. Blood flow scintigraphy (nuclear scintigraphy)
Darah pasien diambil dan dilabel dengan zat radioaktif
(99m.technitium), kemudia dimasukkan kembali ke dalam tubuh. Darah
yang berlabel tersebut akan bersikulasi dan keluar pada daerah atau lokasi
lesi. Teknik ini dilaporkan dapat mendeteksi perdarahn yang relatif sedikit
(0,1 ml per menit). Scanning diambil pada jam 1 dan jam 4 setelah injeksi
darah berlabel Berta 24 jam setalah itu atau sesuai dengan prakiraan
terjadinya perdarahan. Sehingga dapat mendeteksi perdarahan yang bersift
intermiten dengan cara mengambil scanning pada jam tertentu.
8. Operasi laparotomi eksplorasi
Tentunya proses operasi secara langsung dapat mengidentifikasi
sumber perdarahan. Tetapi masalahnya adalah kapan tindakan ini akan
dilakukan sebagai modalitas diagnostik sekaligus terapeutik, bagaimana
pertimbangan toleransi operasi bagi pasien dan sejauh mana kemudahan
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan durante operasi. Secara nyata
dalam praktek pentalaksanaannya di rumah sakit, hal ini sering
menimbulkan kontroversi. Keadaan ini membutuhkan koordinasi
multidisiplin yang terkait. Pada dasarnya laparotomi eksplorasi
diindikasikan apabila perdarahan hebat ang tidak dapat diatasi secara
konservatif. Perdarahan berulng pada keadaan yang sudah terindifikasi
sumber perdarahan pada pemeriksaan kolonoskopi,ateriografi, atau
scanning, juga tidak memerlukan intervensi operasi. Risiko operasi akan
menuru bila ada operasi tersebut dapat dilakukan identifikasi sumber
perdarahan per kolonoskopi, baik sebelum maupun durante operasi.
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan ini memperbaiki keadaan mum dan ital. Yang pling pentig
pada pasien perdarahan SCBB atau hematochezia adalah memberikan resusitasi pada
waktu pertama kali datang ke rumah sakit. Kita harus secepatnya memsang infus
untuk pemberian cairan kristaloid (seperti harus secepatnya memasang infus
untukpemberian cairan kristaloid (seperti NaCL 0.9 % da lainnya) ataupun koloid
(plasma expander) sambil menunggu darah dengan atau tanpa komponen darah
lainnya bila diperlukan. Selang nasogastrik perlu dipasang untuk memonitor apakah
perdarahan memang berasal dri SCBB dan apakah masih aktif berdarah atau tidak
dengan melakukan bilasan lambung tiap 6 jam sampai jernih.
Pasien harus diperiksakan darah perifer (hemoglobin, hematokrit, leukosit
ddan trombosit) tiap 6 jam untuk memonitor aktifitas perdarahan. Sebaiknya bila
dicuragai adanya kelainan pembekuan darah seperti disseminated intravascular
coagullation (DIC) dan lainnya, harus dilakukan pemeriksaan pembekuan darah
seperti masa perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin, APTT, masa trombin,
Burr Cell, D-Dimmer dan lainnya. Bila terdapat kelainan pembekuan darah harus
diobati sesuai kelainannya. Pada penderita dengn hipertensi portal dimana perdarahan
disebabkan pecahnya varises esofagus dapat dibeikan obat somatostatin diberikan
somatostatin atau oktroetide tetapi jangka pendek 1-2 hari saja.
Selain pengobatan paa pasien perdarah perlu diperhatikan pemberian nutrisi
yang optimal sesegera mungkin bila pasien sudah tidak perlu dipuasakan lagi, dan
mengobati kelainan kejiawaan atau psikis bila ada dan memberikan edukasi mengenai
penyakit pada pasien dan keluarga misal memberi tahu mengenai penebab
pernadarahan dan bagaimana cara pencegahan agar tidak mengalami perdarahan lagi.

8. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan seperti:

1. Syok hipovolemik
Syok hipovolemik disebut juga dengan syok preload yang ditandai dengan
menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. dapat terjadi karena
kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler
menyebabkan penurunan volume intraventrikel. Pada klien dengan syok berat,
volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama
24-28 jam.
2. Gagal Ginjal Akut
Terjadi sebagai akibat dari syock yang tidak teratasi dengan baik. Untuk
mencegah gagal ginjal maka setelah syock, diobati dengan menggantikan
volume intravaskuler.
3. Penurunan kesadaran
Terjadi penurunan transportasi O2 ke otak, sehingga terjadi penurunan
kesadaran
4. Ensefalopati
Terjadi akibat kerusakan fungsi hati di dalam menyaring toksin di dalam
darah. Racun-racun tidak dibuang karena fungsi hati terganggu. Dan suatu
kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat racun di
dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

A. Pengkajian Keperawatan
1. Anamnesa
a) Identitas klien
b) Riwayat keperawatan
c) Keluhan utama : fecces semakin cair,muntah, bila kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun, tonus otot dan turgor
kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir kering. Frekuensi BAB lebih
dari 4 kali dengan konsistensi encer.
d) Riwayat kesehatan masalalu
e) Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi
f) Riwayat psikososial keluarga
g) Kebutuhan dasar
1) Pola eliminasi : perubahan BAB lebih dari 4 kali sehari, BAK sedikit atau
jarang
2) Diawali dengan mual, muntah, anoprksia, menyebabkan penurunan berat
badan pasien.
3) Pola istirahat dan istirahat : terganggu karena adanya distensi abdomen
yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman
4) Pola hygiene : kebiasaan mandi setiap harinya
5) Pola akivitas : terganggu karen kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri
akibat distensi abdomen.
2. Pemeriksaan fisik
a) Pemeriksaan psikologis: keadaan umum tampak lemah, kesadaran
composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat dan lemah,
pernafasan agak cepat
b) Pemeriksaan sistematik
 Inspeksi : mata cekung, ubun ubun besar, selapu lendir, mulut dan
bibir kerig, berat badan menurun, anus kemerahan.
 Perkusi : adanya distensi abdomen.
 Palpasi : turgor kulit kurang elastis
 Auskultasi : terdengarnya bising usus
B. Diagnosa Keperawatan
a. Inkontinensia fekal berhubungan dengan kerusakan susunan saraf motorik bawah
ditandai dengan tidak mampu mengontrol pengeluaran feses
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan nafsu makan
menurun
c. Perfusi perifer tidak efekif berhubungan dengan peningkatan tekanan curah
jantung ditandai dengan peningkatan tekanan darah
C. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
mengulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan
1. Inkontinensia fekal berhubungan dengan kerusakan susunan saraf motorik
bawah ditandai dengan tidak mampu mengontrol pengeluaran feses
Tujuan dan kriteria hasi :
 Kontinensia fekal

Intervensi
A. Latihan eliminasi fekal
Observasi:
1. Monitor peristaltic usus
Terapeutik
1. Anjurkan waktu yang konsisten untuk buang airbesar
2. Berikan privasi, kenyamanan dan posisi
yangmeningkatkan proses defekasi
3. Gunakan enema rendah, jika perlu
4. Anjurkan dilatasi rektal digital, jika perlu
5. Ubah program laitihan eliminasi fekal, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan mengkonsumsi makanan tertentu,
sesuaiprogram atau hasil konsultasi
2. Anjurkan asupan cairan yang adekuat sesuaikebutuhan
3. Anjurkan olah raga sesuai toleransiKolaborasi
4. Kolaborasi penggunaan supositoria, jika perlu

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia ditandai dengan nafsu makan


menurun
Tujuan dan kriteria hasil :
 Status Nutrisi

Intervensi
a. MANAJEMEN NUTRISI (I. 03119)
Observasi

1. Identifikasi status nutrisi


2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan yang disukai
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
6. Monitor asupan makanan
7. Monitor berat badan
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik
jika asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi

1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2. Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.


Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

3. Perfusi perifer tidak efekif berhubungan dengan peningkatan tekanan curah jantung
ditandai dengan peningkatan tekanan darah
Tujuan dan kriteria hasil :
 Perawatan sirkulasi

Intervensi
Perawatan Sirkulasi
Observasi:

1. Periksa sirkulasi perifer


2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada
ekstremitas

Terapeutik

1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area


keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan torniquet pada area yang
cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan hidrasi

Edukasi

1. Anjurkan berhenti merokok


2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolestrol, jika perlu
4. Anjurkan untuk melakukan perawatan kulit yang tepat
5. Anjurkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi
6. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan

4. Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematik dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pertaha perencanaan.

Anda mungkin juga menyukai