Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK 2

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT CHD PADA ANAK

Dosen Pembimbing Mata Kuliah:


Alwin Widhiyanto, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh:

1. Ana Faridatus S. (14201.12.20004)


2. Hosnol Khotimah (14201.12.20013)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2021-2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya karena
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Pada makalah ini penulis membahas mengenai penulis membahas mengenai pengaruh
kesejajaran tubuh. Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber
sebagai referensi, penulis mengambil referensi dari buku dan internet.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak lepas dari
dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh Yayasan
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., N.s M.Kes. selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Alwin Widhiyanto, S.Kep.,Ns.,M.Kes Selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak 2.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
Genggong, 19 September 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………...…..4
1.2 IDENTIFIKASI MASALAH………………….…………………………………….4
1.3 TUJUAN PENULISAN……………………….…………………………………….4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi CHD………………………….……….…………..………………………..6
2.2 Etiologi …………………………………………………………..………………….6
2.3 Klsifikasi……………………………………………………………………………..10
2.4 Patofisiologi.....................................................................................................11
2.4Tanda dan gejala ……..................................................................................................12
2.5 Pathway………………………………………………………………………………13
2.6 Penatalaksanaan…………………………………………………………………..….13
2.7 Pemeriksaan Diagnostik……………………………………………………………..15
2.8 Komplikasi……...……………………………………...…………..………………..15
2.9 Asuhan Keperawatan CHD………………………………………………………….16
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN ..........................................................................................................23
SARAN ......................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................24

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Jantung Kongenital ( congenital heart disease, CHD) adalah kelainan pada
struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan pada
perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8 minggu ( Roebiono, 2016 ). Penyakit
jantung bawaan (PJB) adalah penyakit bawaan yang tersering pada anak yang disebabkan
adanya kelainan pada jantung berupa lubang atau kerusakan pada sekat ruangan jantung dan
sumbatan katub maupun pembuluh darah (Dewi, dkk. 2019).
Penyebab CHD tidak diketahui secara pasti. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat hubungannya
dengan abnormalitas kromosom yang diduga menjadi faktor endogen. Berbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, diabetes mellitus, lupus eritematosus, defisiensi
vitamin khususnya vitamin D, rokok, alkohol diduga menjadi faktor eksogen CHD. Penyakit
rubella yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan CHD, terutama duktus
arteriosus persisten, DSV, atau stenosis pulmonal perifer. Para ahli menduga lebih dari 90 %
kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Dan apapun penyebabnya, harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan.

1.2 Rumusan Masalah.


1. Apa definisi dari CHD ?
2. Apa saja etiologi dari CHD ?
3. Apa saja patofisiologi dari CHD?
4. Apa saja tanda dan gejala dari CHD?
5. Bagaimana pathway dari CHD?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang dariCHD?
7. Apa saja penatalaksanaan dari CHD?
8. Apa saja komplikasi dariCHD?
9. Bagaimana askep teori CHD?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari CHD.
2. Untuk mengetahui etiologi dari CHD.
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari CHD.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dariCHD.
5. Untuk mengetahui pathway dari CHD.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari CHD.

4
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari CHD.
8. Untuk mengetahui komplikasi dari CHD.
9. Untuk mengetahui askep teori CHD.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Jantung Kongenital ( congenital heart disease, CHD) adalah kelainan pada
struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan pada
perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8 minggu ( Roebiono, 2016 ). Penyakit
jantung bawaan (PJB) adalah penyakit bawaan yang tersering pada anak yang disebabkan
adanya kelainan pada jantung berupa lubang atau kerusakan pada sekat ruangan jantung dan
sumbatan katub maupun pembuluh darah (Dewi, dkk. 2019). Penyakit jantung bawaan (PJB)
adalah suatu kelainan pada struktur atau fungsi kardiovaskular yang telah ada sejak lahir dan
dapat berlanjut serta baru ditemukan pada saat dewasa. Penyakit jantung bawaan biasanya
diakibatkan oleh perubahan perkembangan embrio dari struktur jantung normal atau
kegagalan struktur jantung untuk berkembang melebihi tahap awal perkembangan embrio
atau janin. ( Nanda 2018). Penyakit jantung bawaan (PJB) atau defek jantung bawaan
merupakan kelainan struktur jantung dan pembuluh darah yang muncul sejak lahir dan
menjadi penyebab utama kematian anak dari semua kelainan bawaan.
2.2 Etiologi
Penyebab CHD tidak diketahui secara pasti. Sekitar 2-5 % kelainan ini erat hubungannya
dengan abnormalitas kromosom yang diduga menjadi faktor endogen. Berbagai jenis obat,
penyakit ibu, pajanan terhadap sinar X, diabetes mellitus, lupus eritematosus, defisiensi
vitamin khususnya vitamin D, rokok, alkohol diduga menjadi faktor eksogen CHD. Penyakit
rubella yang diderita ibu pada awal kehamilan dapat menyebabkan CHD, terutama duktus
arteriosus persisten, DSV, atau stenosis pulmonal perifer. Para ahli menduga lebih dari 90 %
kasus penyebabnya adalah multifaktorial. Dan apapun penyebabnya, harus ada sebelum akhir
bulan kedua kehamilan.
Beberapa faktor yang diyakini dapat menyebabkan PJB ini secara garis besar dapat kita
klasifikasikan menjadi dua golongan besar, yaitu genetik dan lingkungan. Selain itu, penyakit
jantung bawaan juga dapat disebabkan oleh faktor prenatal. Berikut ini beberapa penyebab
terjadinya penyakit jantung bawaan karena faktor prenatal, genetic dan lingkungan.

6
2.2.1 Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi.
b. Ibu alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin
2.2.2 Faktor Genetic
Hal yang penting kita perhatikan adalah adanya riwayat keluarga yang menderita
penyakit jantung, seperti :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain. Hal lain yang juga berhubungan adalah
adanya kenyataan bahwa sekitar 10% penderita PJB mempunyai penyimpangan
pada kromosom, misalnya pada Sindroma Down
2.2.3 Faktor Lingkungan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Paparan lingkungan yang tidak baik, misalnya menghirup asap rokok.
b. Rubella, infeksi virus ini pada kehamilan trimester pertama, akan menyebabkan
penyakit jantung bawaan.
c. Diabetes, bayi yang dilahirkan dari seorang ibu yang menderita diabetes tidak
terkontrol mempunyai risiko sekitar 3-5% untuk mengalami penyakit jantung
bawaan
d. Alkohol, seorang ibu yang alkoholik mempunyai insiden sekitar 25-30% untuk
mendapatkan bayi dengan penyakit jantung bawaan
e. Ekstasi dan obat-obat lain, seperti diazepam, corticosteroid, phenothiazin, dan
kokain akan meningkatkan insiden penyakit jantung bawaan
2.3 Klasifikasi
Penyakit jantung bawaan atau CHD dibagi menjadi dua kelompok yaitu siaontik dan non
sianotik (asianotik).
2.3.1 Non Sianotik
Penyakit Jantung Bawaan Asianolik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung
yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat

7
jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke kanan, kelainan salah satu katup jantung
dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh darah besar tanpa adanya
lubang di sekat jantung dimana tipe ini tidak menimbulkan warna kebiruan pada
anak. Masing-masing mempunyai spektrum presentasi klinis yang bervariasi dari
ringan sampai berat tergantung pada jenis dan beratnya kelainan serta tahanan
vaskuler paru
a. Defek Septum Atrium (Atrial Septal Defect-ASD) Adalah Defek pada sekat
yang memisahkan atrium kiri dan kanan. Pada DSA, presentasi klinisnya agak
berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan
yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volume pada jantung kanan.
b. Delek Septum Ventrikuler (Ventricular Septal Defect-VSD) Adalah Kelainan
jantung berupa lubang pada sekat antar bilik jantung, menyebabkan kebocoran
aliran darah pada bilik kiri dan kanan jantung Hal ini mengakibatkan sebagian
darah kaya oksigen kembali ke paru-paru, sehingga menghalangi darah rendah
oksigen memasuki paru-paru. DSV merupakan malformasi jantung yang
paling sering, meliputi 25% PJB Gejala utama dari kelainan ini adalah
gangguan pertumbuhan, sulit ketika menyusu, nafas pendek dan mudah lelah.
c. Duktus Arteriosus Paten (Patent Ductus Arteriosus-PDA) Patent Ductus
Arteriousas (PDA) atau duktus arteriosus persisten adalah duktus arteriosus
yang tetap membuka setelah bayi lahir. Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-
bayi yang lahir premature. Duktus Arteriosus Persisten (DAP) disebabkan
oleh duktus arteriosus yang tetap terbuka setelah bayi lahir. Jika duktus tetap
terbuka setelah penurunan resistensi vaskular paru, maka darah aorta dapat
bercampur ke darah arteri pulmonalis.
d. Stenosis Pulmoner (Pulmonary Stenosis-SP) Adalah Pada stenosis pulmonalis
(SP) terjadi obstruksi aliran keluar ventrikel kanan atau arteri pulmonalis dan
cabang-cabangnya. Status gizi penderita dengan stenosis pulmonal umumnya
baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak
dengan stenosis ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan
neonatus dengan stenosis berat atau kritis akan terlihat takipneu dan sianosis.

8
e. Koarktasio Aorta (Coarctatio Aorta- CA) Koarktasio Aorta (KA) adalah
penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah
duktus arteriosus. Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak terabanya
nadi femoralis serta dorsalis pedis sedangkan nadi brakialis teraba normal.
Koarktasio aorta pada anak besar seringkali asimtomatik. Sebagian besar dari
pasien mengeluh sakit kepala, nyeri di tungkai dan kaki, atau terjadi
epistaksis.
2.3.2 Sianotik
merupakan penyakit jantung pada anak yang ditandai dengan adanya sianosis
sentral dikarenakan adanya pirau dari kiri ke kanan dimana tipe ini akan
menimbulkan warna kebiruan pada kulit dan selaput lendir terutama di daerah lidah,
bibir, dan ujung-ujung anggota gerak karena kurangnya kadar oksigen yang beredar
di dalam sirkulasi darah.
Macam - Macam Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Yaitu:
a. Tetralogi Fallot
Merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan, kurang lebih 10%
dari seluruh PJB. Salah satu manifestasi yang penting pada Tetralogi Fallot
adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells) yang ditandai olch
timbulnya sesak napas mendadak, nafas cepat dan dalam, sianosis bertambah,
lemas, bahkan dapat disertai dengan kejang.
b. Transposisi Pembuluh Darah Besar (Transposition Of The Great Arteries-
TGAs)
Merupakan Suatu penyakit atau kelainan jantung bawaan yang dimana Atresia
dapat mengenai katup pulmonal, pulmonalis, atau infundibulum. sehingga
seluruh curah ventrikel kanan dialirkan ke dalam aorta.
c. Double Outlet Right Ventricle (DORV)
Kelainan yang jarang ditemukan, DORV mengenai 1-1.5% pasien dengan
penyakit jantung bawaan dengan frekuensi 1 dari 10.000 kelahiran hidup.
DORV merupakan varian dari transposisi. Kelainan ini didapatkan kedua
arteri besar (aorta dan trunkus pulmonalis) keluar dari ventrikel kanan, kedua
arteri besar tidak menunjukkan kontinuitas dengan katup mitral. Double outlet

9
right ventricle dibedakan dengan Tetralogiy of Fallot berdasarkan ada
tidaknya over-riding aorta yang ekstrim. Ventrikel kanan pada kelainan ini
membesar sedangkan ventrikel kiri normal
d. Trunkus arteriosus (TA)
Trunkus arteriosus (TA) adalah kelainan jantung sianotik kongenital langka
yang ditandai dengan defek septum ventrikel (VSD) dan keluarnya pembuluh
darah tunggal dari jantung yang menampung aliran darah dari kedua ventrikel.
Kelainan ini jarang ditemukan, insidens trunkus arteriosus kurang 1% dari
semua penyakit jantung bawaan. Trunkus primitif keluar dari ventrikel
primitif terbagi menjadi aorta dan arteri pulmonalis. Namun pada pasien
dengan TA, darah vena sistemik kembali ke atrium kanan dan mengalir ke
ventrikel kanan. Darah vena pulmonalis dari paru-paru mengalir melalui vena
pulmonalis ke atrium kiri dan ke ventrikel kiri. VSD memungkinkan darah
beroksigen dan terdeoksigenasi bercampur sebelum dikeluarkan melalui katup
trunkus ke satu arteri atau pembuluh darah besar yang tunggal, kemudian
memasok sirkulasi koroner, paru, dan sistemik. Sianosis (kebiruan) akan
nampak sesaat setelah lahir dan tanda gagal jantung akan nampak pada usia
beberapa hari hingga minggu setelah lahir.
e. Anomali total drainase vena pulmonalis (Total Anomalous Pulmonary Venous
Connection, TAPVC)
Anomali total drainase vena pulmonalis (TAPVC) merupakan penyakit
jantung bawaan yang sangat jarang ditemukan. Kelainan ini didapatkan
kembalinya semua aliran vena pulmonalis ke atrium kanan secara langsung
atau tidak langsung , yang seharusnya ke atrium kiri. Pada TAPVC, seluruh
darah yang kaya oksigen dari paru-paru kembali ke atrium kanan. Komunikasi
antara atrium kiri dan kanan sangat penting untuk kelangsungan hidup pada
pasien dengan TAPVC. Pencampuran darah kaya oksigen dan darah
terdeoksigenasi terjadi di atrium kanan, yang kemudian dialirkan dari kanan
ke kiri pada tingkat atrium. Oleh karena itu, atrium kiri dan aorta
mendapatkan darah campuran, yang menyebabkan sianosis pada pasien
dengan TAPVC.

10
f. Ventrikel tunggal (Single ventricle, Univentricle heart)
Ventrikel tunggal jarang terjadi pada embriogenesis yang mengakibatkan
hilangnya rongga ventrikel secara anatomis atau fungsional. Ventrikel tunggal
mencakup berbagai kelainan struktural jantung di mana satu ventrikel sangat
terbelakang, atau dinding septum ventrikel tidak terbentuk. Melalui berbagai
mekanisme, struktur anomali biasanya menghasilkan pencampuran darah yang
mengandung oksigen dan terdeoksigenasi. Dengan satu ventrikel, campuran
darah ini beredar ke seluruh tubuh. Bergantung pada anomali struktural, patent
ductus arteriosus (PDA), atrial septal defect (ASD), ventricular septal defect
(VSD), atau komunikasi di arteri besar mungkin diperlukan untuk
mempertahankan sirkulasi paru dan sistemik. Kejadian umumnya disebabkan
oleh faktor genetik, meskipun faktor lingkungan diketahui dapat
menyebabkan malformasi.
2.4 Patofiologi
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung kiri sedangkan daerah
yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru mempunyai tahanan
yang rendah sedangkan sirkulasi sistemik memiliki tahanan yang tinggi.
Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang bertekanan tinggi dengan
rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi aliran darah dari rongga jantung
yang bertekanan tinggi ke jantung yang bertekanan rendah. Sebagai contoh adanya Defek
pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran darah. dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan.
Kejadian ini disebut Pirau (Shunt) kiri ke kanan. Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis
dan defek septum ventrikel tekanan rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan
rongga jantung kiri sehingga darah dari ventrikel kanan yang miskin akan okigen mengalir
dari detek tersebut ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan
Pirau (Shunt) kanan ke kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi
sistemik Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan Sianosis.
Kelainan Jantung Bawaan pada umumya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
1. Peningkatan kerja jantung, dengan gejala kardio megali, hipertropi, takhikardia.

11
2. Curah jantung yang rendah, dengan gejala gangguan pertumbuhan, intoleransi terhadap
aktivitas.
3. Hipertensi pulmonal, dengan gejala: Dispnea, takhipnea.
4. Penurunan saturasi oksigen arteri, dengan gejala polisitemia, asidosis, sianosis.
2.5 Tanda dan gejala
Gejala dan tanda yang mungkin terlihat pada bayi atau anak-anak antara lain:
1. Bernafas cepat
2. Sianosis (suatu warna kebiru-biruan pada kulit, bibir, dan kuku jari tangan)
3. Cepat lelah
4. Peredaran darah yang buruk
5. Nafsu makan berkurang.
Pertumbuhan dan perkembangan yang normal tergantung dari beban kerja jantung dan aliran
darah yang kaya oksigen ke seluruh tubuh. Bayi dengan PJB sejak lahir mungkin punya
sianosis atau mudah lelah saat pemberian makan. Sebagai hasilnya, pertumbuhan mereka
tidak sesuai dengan seharusnya.

12
2.6 Pathway

2.7 Penatalaksanaan
1. Farmakologis Secara Garis besar penatalaksanaan Pada Pasien yang menderita Penyakit
Jantung Bawaan dapat dilakukan dengan 2 Cara Yakni Dengan Cara pembedahan dan
Kateterisasi Jantung.
a. Metode Operatif : Setelah pembiusan umum dilakukan, dokter akan membuat sayatan
pada dada, menembus tulang dada atau rusuk sampai jantung dapat terlihat.
13
Kemudian fungsi jantung digantikan oleh sebuah alat yang berfungsi untuk
memompa darah keseluruh tubuh yang dinamakan Heart lungbypass yang juga
menggantikan fungsi paru-paru untuk pertukaran oksigen setelah itu jantung dapat
dihentikan detaknya dan dibuka untuk memperbaiki kelainan yang ada, seperti
apabila ada lubang pada septum jantung yang normalnya tertutup, maka lubang akan
ditutup dengan alat khusus yang dilekatkan pada septum jantung.
b. Kateterisasi jantung : prosedur kateterisasi umumnya dilakukan dengan memasukkan
keteter atau selang kecil yang fleksibel didalamnya dilengkapi seperti payung yang
dapat dikembangkan untuk menutup defek jantung, ketetr dimasukkan melalui
pembuluh darah balik atau vena dipanggal paha atau lengan. Untuk membimbing
jalannya kateter, dokter menggunakan monitor melalui fluoroskopi angiografi atau
dengan tuntunan transesofageal ekokardiografi (TEE)/Ekokardiografi biasa sehinggan
kateter dapat masuk dengan tepat menyusuri pembuluh darah, masuk kedalam defek
atau lubang, mengembangkan alat diujung kateter dan menutup lubang dengan
sempurna. Prosedur ini dilakukan dalam pembiusan umum sehingga anak/pasien
tidak melakukan sakit. Keberhasilan prosedur kateterisasi ini untuk penangana PJB
dilaporkan lebih dari 90% namun tetap diingan bahwa tidak semuan jenis PJB dapat
diintervensi dengan metode ini. Pada kasus defek septum jantung yang terlalu besar
dan kelainan struktur jantung tertentu seperti jantung yang berada diluar rongga dada
(jantung ektopik) dan tetralogi fallot yang parah tetap membutuhkan operatif terbuka.
2. Non- Farmakologis
a. Sedangkan Secara Non-Farmakologis dapat Diberikan Tambahan Susu Formula
dengan kalori yang tinggi dan suplemen untuk air Susu Ibu dibutuhkan pada bayi
yang menderita PJB. Terutama pada bayi yang lahir premature dan bayi-bayi yang
cepat lelah saat menyusui.
b. Pada Pasien/Anak Yang Menghadapi atau dicurigai menderita PJB dapat
dilakukan tindakan , Seperti : Menempatkan pasien khususnya neonatus pada
lingkungan yang hangat dapat dilakukan dengan membedong atau
menempatkannya pada inkhubator.
c. Memberikan Oksigen
2.8 Pemeriksaan penunjang

14
1. Echo jantung, untuk melihat kemampuan aliran darah yang melalui jantung dan katup
jantung
2. Elektrokardiogram, untuk mendeteksi kelainan pada aktivitas listrik jantung
3. Kateterisasi jantung, untuk mengetahui kondisi aliran dan tekanan darah di jantung
4. Foto Rontgen, CT scan, atau MRI, untuk melihat gambaran jantung dan pembuluh darah
jantung
5. Pulse oximetry, untuk mengukur kadar oksigen dalam darah
6. Sress test, untuk menilai kerja jantung ketika pasien sedang beraktivitas atau berolahraga
7. Tes DNA, untuk mendeteksi gen atau sindrom genetik tertentu yang bisa menyebabkan
kelainan jantung bawaan
2.9 Komplikasi
Ada beberapa Komplikasi yang di timbulkan oleh penyakit Jantung Bawaan , antara Lain :
1. Sindrom Eisenmenger merupakan komplikasi yang terjadi pada PJB non sianotik yang
meyebabkan alairan darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lamakelaman pembuluh
kapiler diparu akan bereksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri
pulmonal dan diventrikel kanan meningkat.
2. Serangan sianotik, pada serangan ini anak atau pasien menjadi lebih biru dari kondisi
sebelumnya tampak sesak bahkan dapat menimbulkan kejang.
3. Abses otak, biasanya terjadi pada PJB sianotik biasanya abses otak terjadi pada anak
yang berusia diatas 2 tahun yang diakibatkan adanya hipoksia da melambtkanya aliran
darah diotak.
4. Endokarditis
5. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
6. CHF
7. Hepatomegali (jarang terjadi pada bayi prematur)
8. Enterokolitis nekrosis
9. Gangguan paru yang terjadi bersamaan (misalnya sindrom gawat nafas atau displasia
bronkkopulmoner)
10. Perdarahan gastrointestinal (GI), penurunan jumlah trombosit
11. Hiperkalemia (penurunan keluaran urin.
12. Aritmia

15
13. Gagal tumbuh
2.10 Askep Teori CHD.
2.10.1 Pengkajian
1. Identitas klien.
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Penyakit Jantung Bawan (PJB)
yaitu sering merasa lemah dan letih, pucat dan sianosis
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur.
2) Faktor perangsang nyeri yang spontan.
3) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang
berat atau mencekik.
4) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang,
bahu atau lengan.
5) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian
nitrat.
6) Waktu nyeri: berlangsung beberapa jam atau hari, selama serangan
pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri.
7) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea.
8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Pada umumnya kasus penyakit jantung bawaan (PJB) keadaaan umunya
melemah sejak kecil hibgga dewasa
c. Riwayat kesehatan keluarga
Adannya riwayat keluarga yang mengalami penyakit jantung atau
Penyakit Jantung Bawan (PJB)
2.10.2 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum

16
b. Tanda-tanda vital (TTV)
1. Menghitung nadi
2. Mengukur tekanan darah
3. Mengukur suhu
4. Menghitung pernafasan
c. Pemeriksaan kesadaran
Kaji kesadaran untuk mengetahui apakah kesadarannya termasuk
composmentis ( sadar penuh), apatis (kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya), somnonel (kondisi yang bisa dipulihkan
ketika diberi rangsangan), atau stupor (klien bisa dibangunkan dengan
rangsangan yang kuat. Namun, klien tidak terbangun sepenuhnya dan tidak
dapat memberikan jawaban yang verbal) dll.
d. Pemeriksaan fisik head to toe
Pemeriksaan yang dilakukan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan 4
teknik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
1. kepala
a. Inspeksi : Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan.
b. Palpasi : nyeri tekan, adanya deformitas, karakter lesi.
2. Rambut
a. Inspeksi : warna, kebersihan, tekstur rambut.
b. Palpasi : kekuatan, konsistensi
3. Wajah
a. Inspeksi :Apakah terlihat tegang atau tidak, pucat atau tidak,
apakah ada lesi dan pembengkakan.
b. Palpasi : apakah ada nyeri tekan dan benjolan
4. Mata
a. Inspeksi : Lesi kuning pada kelopak mata (hiperlipidemia),
Konjungtiva pucat (anemia)Konjungtiva sianosis (hipoksemia)
5. Mulut dan bibir
a. Inspeksi :Bibir sianosis, Bernafas dengan mengerutkan mulut
(dikaitkan dengan penyakit paru kronik), karies gigi, karang gigi,
dan kebersihan lidah dan gusi.
6. Hidung
a. Inspeksi : Pernafasan cuping hidung, Membrane mukosa sianosis
(penurunan oksigen)
b. Palpasi : apakah ada nyeri tekan dan benjolan.
7. Kulit

17
a. Inspeksi : Sianosis perifer (vasokontriksi), Sianosis secara umum
(hipoksemia), Penurunan turgor(dehidrasi)
b. Palpasi : kelembapan, suhu kulit, tekstur, tugor, lesi, nyeri tekan,
benjolan massa, bengkak, elastisitas.
8. Jari dan kuku
a. Inspeksi : Sianosis perifer (kurangnya suplai O2 ke perifer),
Clubbing finger (hipoksemia kronik)
b. Palpasi : kekerasan dasar kuku, keretakan kuku, CRT.
9. Dada dan thoraks
a. Inspeksi :kesimetrisan dada, kedalaman retraksi dada, frekuensi
pernafasan, bentuk dada, pernafasan cepat dan dalam.
b. Palpasi :Tentukan adanya nyeri atau benjolan, menilai taktil
fremitus.
c. Perkusi : terdapat bunyi sonor/resonan (dug).
d. Auskultasi : suara paru normal dan suara tambahan paru.
10. Jantung
a. Inspeksi : amati dan catat bentuk precordial jantung normalnya
datar dan simetris pada kedua sisi.
b. Palpasi : adanya benjolan atau tidak
c. Perkusi : normalnya terdengar bunyi pekak saat diperkusi.
d. auskultasi :adanya bunyi tambahan atau tidak.
11. Payudara dan ketiak
a. Inspeksi : warna simestris atau tidak
b. Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, serta apakah ada benjolan
12. Abdomen
a. Inspeksi : warna, bentuk
b. Auskultasi : terdengar bising usus normalnya 5-30 kali per menit
c. Palpasi : adanya nyeri tekan, benjolan, massa
d. Perkusi : normalnya terdengar suara timpani
13. Genetalia
a. Inspeksi : kebersihan, penyebaran mons pubis, lesi atau perlukaan,
perubahan pola berkemih, feses encer
b. Palpasi : nyeri tekan, ada tidaknya pembesaran limfe inguinal.
14. Ekstermitas
a. Inspeksi : bentuk
b. Palpasi : adannya nyeri tekan, adanya benjolan
15. Neurologi
Apakah terjadi kaku duduk, kejang, muntah, panas, dll.
2.10.3 Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan preload.
18
c. Defisit nutrisi tubuh b.d ketidakmampuan menyusu dan makan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelelahan
e. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik
f. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive
g. Resiko cidera dibuktikan dengan hipoksia jaringan ; kejang
2.10.4 Intervensi
Kriteria hasil (SLKI,2017) Tujuan : Setelah dilakukan intervensi dalam 1x24 jam,
masalah nyeri akut dapat diatasi dengan kriteria hasil sebagai berikut
1. Kriteria hasil pertukaran gas L.01003
No INDIKATOR TARGET
1. Dipsnea Menurun
2. Bunyi nafas tambahan Menurun
3. PCO2 Membaik
4. PO2 Membaik
5. Takikardia Membaik
6. pH arteri Membaik
2. Kriteria hasil curah jantung L02008
No INDIKATOR TARGET
1. Kekuatan nadi perifer Meningkat
2. EF Meningkat
3. Palpitasi Menurun
4. Bradikardi Menurun
5. Lelah Menurun
6. Edema Menurun
7. Dispnea Menurun
2.10.5 Implementasi
1. Pemantauan Respirasi (1.01014 )
Definisi: Mengumpulkan dan menganalisis data untuk memastikan kepatenan
jalan napas dan keefektifan pertukaran gas
Tindakan :
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas.

19
 Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
CheyneStokes, Biot, ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai A G D
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
 Dokumtasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantaun
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. PERAWATAN JANTUNG (I.02075 )
Observasi
 Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung (meliputi dispenea,
kelelahan, adema ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan
CPV)
 Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
 Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
yang mengurangi nyeri)
 Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)

20
 Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP,
Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
Terapeutik
 Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi
nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium,
kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
 Berikan dukungan emosional dan spiritual
 Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen >94%
Edukasi
 Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
 Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
 Anjurkan berhenti merokok
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
 Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
 Rujuk ke program rehabilitasi jantung

2.10.6 Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana Kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,

21
dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga medis dengan
menggunakan SOAP.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan.
Penyakit Jantung Kongenital ( congenital heart disease, CHD) adalah kelainan pada
struktur jantung yang terdapat sejak lahir. Penyakit ini disebabkan oleh gangguan pada
perkembangan jantung yang terjadi saat usia gestasi 3-8 minggu ( Roebiono, 2016 ).
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit bawaan yang tersering pada anak yang
disebabkan adanya kelainan pada jantung berupa lubang atau kerusakan pada sekat ruangan
jantung dan sumbatan katub maupun pembuluh darah (Dewi, dkk. 2019). Penyakit jantung
bawaan atau CHD dibagi menjadi 2 yaitu non sianotik dan sianotik.
3.2 Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang asuhan keperawatan CHD yang telah diuraikan
dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahaminya, karena sangat penting
dalam bidang. Semoga dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca, baik bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan secara professional.

DAFTAR PUSTAKA

23
Aspianai, Reny Yuli. (2015). Buku ajar keperawatan klien gangguankardiovaskuler. Jakarta :
EGC.
Dyah Primasari . 2017 . Perbedaan Perkembangan pada anak dengan penyakit jantung bawaan
sianotik dan non-sianotik. Medika : Yogyakart
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia . Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Education for Patient | Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI)
Dinarti LK, Hartopo AB, Kusuma AD, Satwiko MG, Hadwiono MR, Pradana AD, et al. The
COngenital HeARt Disease in adult and Pulmonary Hypertension (COHARD-PH) registry:
A descriptive study from single-center hospital registry of adult congenital heart disease and
pulmonary hypertension in Indonesia. BMC Cardiovasc Disord [Internet]. 2020 Apr 7 [cited
2021 februari 2021 ;20(1):163. Available from:
https://bmccardiovascdisord.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12872-020-01434-z
Primasari D. Perbedaan perkembangan pada anak dengan penyakit jantung bawaan sianotik dan
non sianotik ( karya tulis ilmiah ). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponogoro;
2018

24

Anda mungkin juga menyukai