Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PJB

(Penyakit Jantung Bawaan)


Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Anak 2
Dosen Pengampu:
Trimawati, S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun Oleh :
Kelompok : 1
Nama : Atsani Qoni’ Fitria
Nim : 011191071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat karunia-Nya penulis mampu
menyelesaikan makalah “Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan PJB”. Melalui analisis
jurnal ini diharapkan dapat menunjang nilai penulis di dalam matakuliah Keperawatan Anak
2. Selain itu, dengan hadirnya makalah ini dapat memberikan informasi yang dapat menjadi
pengetahuan baru bagi pembacanya. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang terlibat di dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari
bahwa, masih banyak kesalahan dan kekurangan didalam penulisan ini. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini di
masa yang akan datang.

Penulis

3 September 2021
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………...I
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………...…II
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………III
BAB I PENDAHULUAN……………………………………..…………………..
…………..1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………
1
B. Rumusan Masalah…..
………………………………………………………………….1
C. Tujuan..………………………………………………………………………………...1
BAB II ISI…………..……………………………….
………………………………………...2
A. KONSEP DASAR PENYAKIT..……………………………………………………...2
1. Definisi…………………………………………………………………………….2
2. Etiologi……...……………………………………………………………………..2
3. Klasifikasi PJB……….……………………………………………………………2
4. Patofisiologi ...………………………………………………………………….
….3
5. Manifestasi Klinis...…………………………………………………………….….5
6. Komplikasi
………………………………………………………………………...5
7. Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………6
8. Penatalaksanaan Medis…………………………………………………………….6
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………………
7
1. Pengkajian…………………………………………………………………………7
2. Analisa Data……………………………………………………………………….9
3. Diagnosa Keperawatan…………………………………………………………….9
4. Rencana Keperawatan……………………………………………………………10
BAB IV PENUTUP…………………..…………………………………………………...…
13
A. Kesimpulan..………………………………………………………………………….13
B. Saran..………………………………………………………………………………...13
DAFTAR
PUSTAKA………………………………………………………………………...14
BAB I
PRNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung bawaan atau congenital heart disease adalah suatu kelainan formasi
dari jantung atau pembuluh besar dekat jantung, "Congenital" hanya berbicara tentang
waktu tapi bukan penyebabnya, yang artinya adalah "lahir dengan" atau "hadir pada
kelahiran".
Penyakit jantung bawaan adalah bentuk yang paling sering dijumpai pada kerusakan
utama pada kelahiran bayi, hampir 1% dari bayi baru lahir (8 dari 1000). Penyakit jantung
bawaan dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebabnya temasuk faktor lingkungan
(seperti bahan-bahan kımia, obat-obatan dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu
ibu, abnormalitas chromosome, penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor
yang tidak diketahui (Idiopathic). Faktor-faktor lingkungan, Contohnya, jika scorang ibu
mendapat German measles (rubella) selama kehamilan, maka infeksinya dapat
mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi yang dikandungannya (dan juga organ-
organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkobol selama kehamilan, maka fetus dapat
menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB.
Paparan terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan
PJB. Satu contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan untuk
jerawat (acne). Contoh-contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama hydantoins
(seperti Dilantin) dan valproate.
Penyakit-penyakit tertentu pada ibu dapat meningkatkan risiko mengembangkan PJB
pada fetus. Bayi-bayi dari wanita dengan diabetes mellitus: terutama pada wanita yang
gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan, berisiko tinggi mendapat
PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturunan phenytketomuria (PKU) dan tidak
berada pada spesial dietnya selama kehamilan, beresiko juga mempunyai bayi dengan
PJB.
Kelainan chromoscme dapat menyebabkan penyakit jantung bawaan (chromosome
mengandung materi genetic, DNA). Pada kira-kira 3% dari seluruh anak-anak dengan
PJB dapat ditemukan kelainan chromosome.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar PJB (Penyakit Jantung Bawaan)?
2. Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan PJB (Penyakit Jantung
Bawaan)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar PJB (Penyakit Jantung Bawaan).
2. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan anak dengan PJB
(Penyakit Jantung Bawaan).
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit jantung bawaan adalah sekumpulan malformasi struktur jantung atau
pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang
kompleks terutama ditemukan pada bayi dan anak.
Bayi dengan PJB apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal dunia,
Apabila penyakit jantung bawaan ditemukan pada orang dewasa, hal ini menunjukkan
bahwa pasien tersebut mampu melalui seleksi alam, atau telah mengalami tindakan
operasi dini pada usia muda,
Penyakit jantung bawaan adalah penyakit struktural jantung dan pembuluh
darah besar yang sudah terdapat sejak lahir. Perlu diingatkan bahwa tidak semua
penyakit jantung bawaan tersebut dapat dideteksi segera setelah lahir, tidak jarang
penyakit jantung bawaaan baru bermanifestasi secara klinis setelah pasien berusia
beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun ( Markum, 1996 ).

2. Etiologi
Penyakit jantung bawaan dapat mempunyai beragam penyebab. Penyebab-
penyebabnya termasuk faktor lingkungan (seperti bahan-bahan kimia, obat-obatan
dan infeksi-infeksi), penyakit-penyakit tertentu ibu, abnormalitas chromosome,
penyakit-penyakit keturunan (genetic) dan faktor-faktor yang tidak diketahui
(idiopathic).Namun pada dasarnya penyebab penyakit jantung bawaan ini berkaitan
dengan kelainan perkembangan embrionik pada usia lima sampai delapan minggu,
jantung dan pembuluh darah besar dibentuk.
Faktor-fakkor lingkungan kadang-kadang yang dipersalahkan, contohnya jika
scorang ibu terdapat German measles (nubella) selama kehamilan, maka infeksinya
dapat mempengaruhi perkembangan jantung dari bayi dikandungannya (dan juga
organ-organ lainnya). Jika ibunya mengkonsumsi alkohol selama kehamilan, maka.
fetusnya dapat menderita fetal alcohol syndrome (FAS) termasuk PJB. Paparan
terhadap obat-obatan tertentu selama kehamilan dapat juga menyebabkan PJB. Satu
contoh adalah retinoic acid (nama merek Accutane) yang digunakan untuk jerawat,
Contoh lain adalah obat-obat anticonvulsant, terutama hydantoins (seperti Dilantin)
dan valproate.
Penyakit-penyakit terientu pata ibu dapat meningkatkan risiko
mengembangkan PJB pada fetus. Wanita dengan diabetes mellitus, terutama pada
wanita-wanita yang gula darahnya kurang optimal terkontrol selama kehamilan,
berisiko tinggi mendapat PJB. Dan wanita yang mempunyai penyakit keturuan
phenylketomuria (PKU) dan tidak berada pada spesial dietnya selama kehamilan,
beresiko juga mempunyai bayi dengan PJB. Kelainan chromosome dapat
menyebabkan penyakit jantung bawaan (chromosome mengandung materi genetic,
DNA

3. Kasifikasi PJB
Secara garis besar penyakit jantung bawaan dibagi 2 kelompok, yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan nonsianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik ditandai oleh adanya sianosis sentral akibat adanya pirau kanan ke
kiri, sebagai contoh tetralogi Fallot, transposisi arteri besar, atresia trikuspid.
Kelompok penyakit jantung bawaan nonsianotik adalah penyakit jantung
bawaan dengan kebocoran sekat jantung yang disertai pirau kiri ke kanan di antaranya
adalah defek septum ventrikel, defek septum atrium, atau tetap terbukanya pembuluh
darah seperti pada duktus arteriosus persisten. Selain itu penyakit jantung bawaan
nonsianotik juga ditemukan pada obtruksi jalan keluar ventrikel seperti stenosis aorta,
stenosis pulmonal dan koarktasio aorta.
Pengelompkan yang sangat sederhana adalah pengelompokan yang didasarkan
pada adanya sianosis serta vaskularisasi paru, yaitu :
a. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
Terdapat defek pada septum ventrikel, atrium atau duktus yang tetap terbuka
dan adanya pirau darah dari kiri kekanan karena tekanan jantung dibagian kiri
lebih tinggi dari pada bagian kanan, yang meliputi :
1) Defek septum ventrikel ( DSV )
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna
Akibatnya darah dari bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada systole.
Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan selain didapat pertumbuhan terhambat, anak terlihat
pucat, banyak keringat bercucuran, ujung - ujung jari hiperemik, diameter
dada bertambah, sering terlihat pembenjolan dada kiri. Tanda yang menonjol
adalah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intrakostal dan region
epigastrium. Pada anak yang kurus terlihat implus jantung yang hiperdinamik.
Penatalaksanaan
Pasien dengan VSD besar perlu ditolong dengan obat - obatan untuk
mengatasi gagal jantung. Biasanya diberikan digoksin dan diuretik, misalnya
Lasix. Bila obat dapat memperbaiki keadaan, dilihat dengan membaiknya
pernafasan dan bertambahnya berat badan, maka operasi dapat ditunda sampai
usia 2-3 tahun. Tindakan bedah sangat menolong karena tanpa tindakan
tesebut harapan hidup berkurang.
2) Defek septum atrium
Kelainan septum atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen
ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen oval atau septum
atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
Manifestasi klinis
Anak mungkin sering mengalami kelelahan dan infeksi saluran
pernafasan atas. Dan mungkin ditemukan adanya murmur jantung. Pada foto
rongen ditemukan adanya pembesaran jantung dan diagnosa dipastikan dengan
katerisasi jantung.
Penatalaksanaan
Kelainan tesebut dapat ditutup dengan dijahit atau dipasang suatu graft
pembedahan jantung terbuka, dengan prognosis baik.
3) Duktus Atereosus Persisten
DAP terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir . Penyebab DAP
bermacam - macam, bisa karena infeksi rubela pada ibu dan prematuritas.
Manifestasi klinis
Neonatus menunjukkan tanda-tanda respiratori distres seperti
mendengkur tacipnea dan retraksi. Sejalan dengan pertumbuhan anak maka
anak akan mengalami dyspnea , kardio megali , hipertrofi ventrikuler kiri
akibat penyesuaian jantung terhadap peningkatan volume darah, adanya tanda
“machinery type”. Murmur jantung akibat aliran darah turbulen dari aorta
melewati duktus menetap. Tekanan darah sistolik mungkin tinggi karena
pembesaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
Karena neonatus tidak toleransi terhadap pembedahan, kelainan
biasnya diobati dengan aspirin atau idomethacin yang menyebabkan kontraksi
otot lunak pada duktus arteriosus. Ketika anak berusia 1-5 tahun, cukup kuat
untuk dilakukan operasi.
b. PJB Non Sianotik Dengan Vaskularisasi Paru Normal.
1) Stenosis Aorta.
Pada kelainan ini striktura terjadi diatas atau dibawah katup aorta.
Katup mungkin terkena atau retriksi atau tersumbat secara total aliran darah.
Manifestasi klinis
Anak menjadi kelelahan dan pusing sewaktu cardiac output menurun.
Tanda - tanda ini lebih nampak apabila pemenuhan kebutuhan terhadap O 2
tidak terpenuhi, hal ini menjadi serius dapat menyebabkan kematian, hal ini
juga ditandai dengan adanya murmur sistolik yang terdengar pada batas kiri
sternum, diagnosa ditegakkan berdasarkan gambaran EKG yang menunjukkan
adanya hipertropi ventrikel kiri, dan dari kateterisasi jantuing yang
menunjukkan striktura.
Penatalaksanaan
Stenosis dihilangkan dengan insisi pada katup yang dilakukan pada
saat anak mampu dilakukan pembedahan.
2) Stenosis pulmonal
Kelainan pada stenosis pulmonik, dijumpai adanya striktura pada
katup, normal tetapi puncaknya menyatu.
Manifestasi klinis
Tergantung pada kondisi stenosis. Anak dapat mengalami dyspnea dan
kelelahan, karena aliran darah ke paru-paru tidak adekuat untuk mencukupi
kebutuhan O2 dari cardiac output yang meningkat. Dalam keadaan stenosis
yang berat, darah kembali ke atrium kanan yang dapat menyebabkan
kegagalan jantung kongesti. Stenosis ini di diagnosis berdasarkan murmur
jantuing sistolik, EKG dan kateterisasi jantung.
Penatalaksanaan
Stenosis ditangani dengan pembedahan pada katup yang dilakukan
pada saat anak berusia 2-3 tahun.
3) Koarktasio Aorta
Kelainan pada koarktasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa
cara. Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus.
Kelainan ini biasanya tidak segera diketahui, kecuali pada kontriksi berat.
Untuk itu, penting melakukan skrening anak saat memeriksa kesehatannya,
khususnya bila anak mengikuti kegiatan- kegiatan olah raga.
Manifestasi klinis
Ditandai dengan adanya kenaikan tekanan darah, searah proksimal
pada kelainan dan penurunan secara distal. Tekanan darah lebih tinggi pada
lengan daripada kaki. Denyut nadi pada lengan terassa kuat, tetapi lemah pada
popliteal dan femoral. Kadang - kadang dijumpai adanya murmur jantung
lemah dengan frekuensi tinggi. Diagnosa ditegakkan dengan aortagrapy.
Penatalaksanaan
Kelainan dapat ditangani dengan pengangkatan bagian aorta yang
berkontriksi atau anastomi bagian akhir, atau dengan cara memasukkan suatu
graf.
c. PJB sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang
Tetralogi Of Fallot (TOF) ialah kelainan jantung dengan gangguan sianosis
yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi defek septum
ventrikel (VSD). obstruksi aliran keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal),
overriding aorta dan hipertrofi ventrikel kanan (Wahab, A. Samik. 2003).
Menurut Kirklin, tetralogi of fallot yang murni tidak hanya sederatan
kompleks diatas tetapi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: VSD (defek
sekat ventrikel ) harus besar, paling sedikit harus sebesar lubang aorta, stenosis
pulmonal derajat tinggi, sedemikian sehingga tekanan pada ventrikel kanan sama
atau lebih besar daripada tekanan pada ventrikel kiri. Dengan demikian jelas akan
ada pirau dari kanan ke kiri.
Sebenarnya, secara hemodinamik yang memegang peranan adalah adanya
VSD dan stenosis pulmonal. Dan dari kedua kelainan ini yang terpenting adalah
obstruksi atau stenosis pulmonal. Misalnya, VSD sedang berkombinasi dengan
stenosis pulmonal ringan, tekanan pada ventrikel kanan masih lebih rendah
daripada tekanan ventrikel kiri. Tentu saja pirau akan berjalan dari kin ke kanan.
Bila anak dan jantung semakin besar (karena pertumbuhan), defek pada sekat
ventrikel relatif lebih kecil. tetapi derajat stenosis menjadi lebih berat, arah pirau
dapat berubah. Pada suatu saat dapat terjadi tekanan ventrikel kanan sama dengan
ventrikel kiri, meskipun defek pada sekat ventrikel besar, pirau tidak ada. Tetapi
bila keseimbangan ini terganggu, misalnya karena melakukan pekerjaan. Isi
sekuncup bertambah, tetapi obstruksi pada ventrikel kanan tetap, tekanan pada
ventrikel kanan lebih tinggi daripada tekanan ventrikel kiri, pirau menjadi dari
kanan ke kiri dan terjadilah sianosis. Jadi, sebenarnya gejala klinis sangat
tergantung pada derajat stenosis juga pada besamya defek sekat.
Kadang - kadang darah dari atrium kanan dapat masuk ke atrium kiri melalui
foramen ovale yang terbuka karena tekanan pada atrium kanan menjadi lebih
besar daripada tekanan pada atrium kiri.
d. PJB Sianostik Dengan Vaskularisasi Paru Bertambah
1) Transposisi Arteri Besar
Apabila pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta, arteri aorta
dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak akan hidup
kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau kelainan septum ventrikular
atau atrium yang menyebabkan bercampurnya darah arteri-vena.
Manifestasi klinik
Transportasi pembuluh-pembuluh darah ini tergantung pada adanya
kelainan suatu stenosis. Stenosis kurang tampak apabila kelainan merupakan
PDA atau ASD atau VSD, tetapi kegagalan jantung akan terjadi.
Penatalaksanaan
Pembedahan paliatif dilakukan agar terjadi percampuran darah. Pada
saat prosedur suatu kateter balon dimasukkan ketika katerisasi jantung untuk
memperbesar kelainan septum intra arterial. Pada cara blalock Halen dibuat
suatu kelainan septum atrium. Pada Edward vena pulmonale kanan. Cara
Mustard digunakan untuk koreksi yang permanent septum dihilangkan
dibuatkan sambungan sehingga darah yang teroksigenasi dari vena pulmonalis
kembali ke ventrikel kanan untuk sirkulasi tubuh dan darah tidak terosigenasi
kembali dari vena cava ke arteri pulmonale untuk keperluan sirkulasi paru -
paru. Kemudian akibat kelainan ini telah berkurang secara nyata dengn adanya
koreksi dan paliatif.

4. Patofisiologi PJB
Dalam keadaan normal darah akan mengalir dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Daerah yang bertekanan tinggi ialah jantung
kiri sedangkan yang bertekanan rendah adalah jantung kanan. Sistem sirkulasi paru
mempunyai tahanan yang rendah sedangkan sistem sirkulasi sistemik mempunyai
taharnan yang tinggi. Apabila terjadi hubungan antara rongga-rongga jantung yang
bertekaran tinggi dengan rongga-rongga jantung yang bertekanan rendah akan terjadi
aliran darah dari rongga jantung yang bertekanan tinggi ke rongga jantung yang
bertekanan rendah.
Sebagai contoh adanya defek pada sekat ventrikel, maka akan terjadi aliran
darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. Kejadian ini disebut pirau kiri ke kanan.
Sebaliknya pada obstruksi arteri pulmonalis dan defek septum ventrikel tekanan
rongga jantung kanan akan lebih tinggi dari tekanan rongga jantung kiri sehingga
darah dari ventrikel kanan yang miskin akan oksigen mengalir melalui defek tersebut
ke ventrikel kiri yang kaya akan oksigen, keadaan ini disebut dengan pirau kanan ke
kiri yang dapat berakibat kurangnya kadar oksigen pada sirkulasi sistemik.
Kadar oksigen yang terlalu rendah akan menyebabkan sianosis. Kelainan
jantung bawaan pada umumnya dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
a. Peningkatun kerja jantung, dengan gejala : kardiomegali, hipertrofi, takhikardia.
b. Curah jantung yang rendah, dengan gejala : gangguan pertumbuhan, intoleransi
terhadap aktivitas.
c. Hipertensi pulmonal, dengan gejala : dispnea, takhipneu Penurunan saturasi
oksigen arteri dengan gejala: polisitemia, asidosis. sianosis.
WOC
5. Manifestasi Klinis
Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala
yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis,
berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan
terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan
jantung pada seorang bayi atau anak.
a. Gangguan pertumbuhan.
Pada PJB nonsianotik dengan pirau kiri ke kanan, gangguan pertumbuhan
timbul akibat berkurangnya curah jantung. Pada PJB sianotik, gangguan
pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga
dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB.
b. Sianosis.
Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis
mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat
kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang
sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat
pada ujung-ujung jari.
c. Toleransi latihan.
Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan
status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung
selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat
ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya,
apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang
biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat
bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering
beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih
besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien
tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan.
d. Infeksi saluran napas berulang.
Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga
mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak
karena anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit
pasien PJB yang sebelumnya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk
ke ahli jantung anak.
e. Bising jantung.
Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan
penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan
alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising,
derajat serta penjalarannya dapat menentukan jenis kelainan jantung. Namun tidak
terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya
kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis.

6. Komplikasi
a. Sindrom Eisenmenger.
Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik yang menyebabkan aliran darah
ke paru yang meningkat. Akibatnya lama kelamaan pembuluh kapiler di paru akan
bereaksi dengan meningkatkan resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal
dan di ventrikel kanan meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi
tekanan di ventrikel kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga
anak mulai sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul
komplikasi ini.
b. Serangan sianotik.
Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat serangan anak menjadi
lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak bahkan dapat timbul kejang.
Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat menimbulkan kematian.
c. Abses otak.
Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya abses otak terjadi
pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini diakibatkan adanya hipoksia
dan melambatnya aliran darah di otak. Anak biasanya datang dengan kejang dan
terdapat defisit neurologis.
d. Endokarditis
e. Obstruksi pembuluh darah pulmonal
f. CHF
g. Hepatomegali
h. Enterokolitis nekrosis
i. Gangguan paru yang terjadi bersamaan
j. Perdarahan gastrointestinal (GI)
k. Penurunan jumlah trombosit
l. Hiperkalemia
m. Aritmia

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi, foto rontgen dada hampir selalu terdapat kardiomegali
b. Ektrokardiografi (EKG), menunjukkan adınya gangguan konduksi pada ventrikel
kanan dengan aksis QRS bidang frontal lebih dari 900.
c. Pemeriksaan dengan Doppler berwama, digunakan untuk mengevaluasi aliran
darah dan arahnya.
d. Ekokardiografi, bervariasi sesuai tingkat keparahan, pada PDA kecil tidak ada
abnormalitas, hipertrofi ventrikel kiri pada PDA yang lebih besar. sangat
menentukan dalam diagnosis anatomik.
e. Kateterisasi jantung, untuk menentukan resistensi vaskuler paru.

8. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan Konservatif
1) Restriksi cairan dan pemberian obat-obatan Furosemid (lasix) diberikan
bersama restriksi cairan untuk meningkatkan diuresis dan mengurangi efek
kelebihan beban kardiovaskular.
2) Pemberian indomethacin (inhibitor prostaglandin) untuk mempemudah
penutupan duktus, pemberian antibiotik profilaktik untuk mencegah
endokarditis bakterial.
b. Pembedahan
1) Operasi penutupan defek
2) Pemotongan atau pengikatan duktus (dianjurkan saat berusia 5-10 tahun)
3) Obat vasodilator, obat antagonis kalsium untuk membantu pada pasien dengan
resistensi kapiler paru yang sangat tinggi dan tidak dapat dioperasi.
4) Pemotongan atau pengikatan duktus tanpa pembedahan dilakukan dengan cara
penutupan dengan alat penutup dilakukan pada waktu kateterisasi jantung.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Biodata
Meliputi identitas klien dan penanggung jawab yang terdiri dari nama, umur,
jenis kelamin., agama, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan penderita, suku,
alamat.
b. Keluhan Utama
Klien atau keluarga klien biasanya mengeluh klien mengalami serangan
sianotik mendadak ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan dalam, lemas,
kejang, sinkop bahkan sampai koma.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien tampak biru (sianosis) setelah tumbuh, sianosis ini menyeluruh atau
pada membran mukosa bibir, lidah, konjungtiva. Sianosis juga timbul pada saat
menangis, makan dan pada saat klien tegang. Dyspnea biasanya menyertai
aktifitas makan, menangis atau tegang/stress. Klien akan sering squatting
(jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa lama anak akan
berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali. Pertumbuhan dan
perkembangan tidak sesuai dengan usia.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Dari lahir telah ditemukan adanya kelainan jantung. Kaji riwayat terjadinya
infeksi pada ibu selama trimester pertama, riwayat prenatal seperti ibu yang
menderita DM dengan ketergantungan pada insulin, kepatuhan ibu menjaga
kehamilan dengan baik termasuk menjaga gizi ibu, tidak mengonsumsi obat-
obatan dan merokok. dan proses kelahiran secara alami atau adanya faktor-faktor
yang memperlama proses persalinan serta penggunaan alat.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya penyakit tertentu dalam keluarga seperti penyakit SLE, diabetes
melitus, hipertensi., penyakit jantung bawaan pada keluarga baik dengan
abnormalitas kromosom misalnya sindrom down maupun tidak, atau kelainan
bawaan. Riwayat selama periode antenatal (kehamilan) ibu, seperti sebelumnya
ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter, jamu
tradisional yang diminum serta kebiasaan merokok dan minum alkohol selama
hamil. Adanya kemungkinan menderita penyakit infeksi seperti penyakit rubella
(campak jerman) pada ibu.
f. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual (Virginia Handerson)
1) Pola respirasi
Kaji adanya dyspnea, napas cepat dan dalam, klien sering berjongkok
dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan kembali.
2) Pola nutrisi
Kaji adanya anoreksia, gangguan pada pertambahan tinggi badan pada
anak dikarenakan keadaan gizi kurang dari kebutuhan normal, berat badan
menurun, pertumbuhan dan perkembangan tidak sesuai dengan usia klien.
3) Pola eliminasi
Kaji adanya perubahan dalam eliminasi urin dan defekasi,
4) Pola aktivitas
Kaji adanya kelelahan dan dyspnea karena hal ini sering terjadi bila
klien melakukan aktivitas fisik.
5) Kebutuhan istirahat dan tidur
Kaji adanya gangguan istirahat tidur seperti keluhan insomnia, hal ini
dikarenakan adanya dyspnea paroxysmal.
6) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Kaji adanya keluhan nyeri dada.
7) Kebutuhan personal hygiene
Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan personal hygiene
berkaitan dengan kelemahan yang dialami.
8) Mempertahankan temperatur tubuh
Kaji pengetahuan klien dan keluarga mengenai teknik
mempertahankan temperatur tubuh dan mengatasi masalah demam yang
mungkin terjadi.
9) Kebutuhan bermain/rekreasi
Kaji adanya perubahan dalam bermain/berekreasi dan bagaimana cara
klien dan keluarga memodifikasi lingkungan menjadi nyaman.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi:
a) Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan sianosis, bayi tampak
biru setelah tumbuh. Sianosis ini menyeluruh atau pada membran mukosa
bibir, lidah dan konjungtiva.
b) Clubbing finger tampak setelah usia 6 bulan.
c) Serangan sianotik mendadak (blue spells/cyanotic spells/paroxysmal
hiperpnea, hypoxie spells) ditandai dengan dyspnea, napas cepat dan
dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
d) Anak akan sering squatting (jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah
berjalan beberapa lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu
sebelum ia berjalan kembali.
e) Bentuk dada bayi masih normal, namun pada anak yang lebih besar
tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
f) Ginggiva hipertrofi, gigi sianotik.
g) Pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan lunak.
2) Palpasi:
Pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan terlihat kendur dan
lunak, hypertropi otot.
3) Perkusi:
Jantung biasanya dalam ukuran normal, apeks jantung jelas terlihat,
suatu getaran sistolis dapat dirasakan di sepanjang tepi kiri tulang dada, pada
celah parasternal 3.
4) Auskultasi:
a) Pada auskultasi terdengar bising sistolik yang keras di daerah pulmonal
yang semakin melemah dengan bertambahnya derajat obstruksi.
b) Bunyi jantung I normal. Sedang bunyi jantung II tunggal dan keras.

2. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 DO: Darah masuk ke V.kiri Penurunan curah
 Kulit pucat (perub. Warna jantung
kulit) Kelelahan V.kiri
 Aritmia
 Perubuhan EKG Fungsi pompa menurun
 Penurunan nadi perifer
 Gelisah Penurunan curah
 Perubahan denyut jantung jantung
 Peningkatan RR
DS:
-
2 DO: Distribusi darah Gangguan perfusi
 Perubahan status mental jaringan serebral
 Perubahan reaksi pupil Distribusi O, dan nutrisi
 Perubahan motorik
 Kelemahan ekstremitas Perfusi ke sel
 Ketidaknormalan dalam
berbicara Terjadi di otak
DS:
- Gangguan perfusi
jaringan serebral
3 DO: Distribusi darah Gangguan perfusi
 Perubahan warna kulit (pucat jaringan parifer
kemudian membiru) Distribusi O, dan nutrisi
 CRT memanjang
 Akral teraba dingin Perfusi ke sel
DS:
- Gangguan perfusi
jaringan perifer

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan kegagalan fungsi jantung.
b. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan fungsi
pompa.
c. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan fungsi pompa.

4. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Penurunan Setelah diberkan 1. Monitor tanda-tanda 1. Abnormalitas TTV.
curah jantung asuhan vital terutama pulsasi
berhubungan keperawatan 2. Obscrvasi kualitas dan nadi jantung
dengan sclama 3x24 jam kekuatın denyut menunjukkan
kegagalan pasien dapat jantung, nadi perifer, ketidakadekuatan
fungsi mentoleransi warna dan kehangatan curah jantung.
jantung. gejala-gejala akibat kulit. 2. Istirahat dapat
penurunan curah 3. Infonmasikan dan mengurangi beban
jantung dengan anjurkan tentang kerja jantung
kriteria hasil: pentingnya istirahat 3. Oksigan tambahan
1. TTV dalam yang adekuat. dapat membantu
ambang normal 4. Berikan oksigen pemenuhan saturasi
2. Pasien dapat tambahan dengan oksigen tanpa
beristiragat kanula nasal/masker menggunakan
dengan tenang sesuai indikasi. energi yang
3. Saturai oksigen 5. Identifikasi denarat berlebih.
normal sinosis (sircum oral, 4. Sianosis
4. Tidak membran mukosa, menunjukkan tanda
menunjukkan clubbing) ketidakadekuatan
tanda- tanda 6. Kaji perubahan pada perfusi karena
sianosis sensori, contoh letaragi, penurunan curah
5. GCS normul bingung disorientasi jantung.
cemas. 5. Penununan
7. Secara kolaborasi, kesadaran dapat
berikan tindakan dikarenakan
farmakologis herupa ketidakadekuatan
digitalis, digoxin. curah jantung
6. Digitalis dapat
memperkuat kerja
jantung schingga
kebutuhan dapat
terpenuhi.
2 Gangguan Setelah dilakukan 1. Pantu/catat status 1. Mengkaji tingkat
perfusi tindakan neurologis secara kesadaran dan
jaringan keperawatan teratur dan bandingkan potensial
serebral selama 3x 24 jam dengan nilai standar paingkatan TIK dan
berhubungan diharapkan dapat CCS. bermanfaat dalam
dengan mampetahankan 2. Evalusi keadan pupil, menentukan lokasi,
penurunan tingkat kesadaran, ukuran, kesamaan perluasan dan
fungsi pompa. kognisi, dan fungsi artara kiri dan kanan, perkembangan
motorik/sensori respon terhadap cahaya. kerusakan SSP
dengan kriteria 3. Pantau tanda-tanda vital 2. Reaksi pupil diatur
hasil: TD, nadi, frekueni oleh saraf cranial
1. Tanda-tanda nafas, suhu. okulomotor (III)
vital stabil 4. Bantu pasien untuk berguna untuk
2. Tidak ada menghindari/membatasi menentukan apakah
tanda-tanda hatuk, muntah, batang otak masih
peningkatan mengejan. baik.
TIK 5. Tinggikan kepala Ukuran/kesamaan
3. Tingkat pasien 15-45 derajat. ditentukan olch
kesadaran 6. Berikan oksigen keseimbangan
membaik tambahan sesuai antara persaafan
4. Saturasi indikasi. simpasis dan
oksigen normal parasimpatis.
Respon terhadap
cahaya
mencerminkan
fungsi yang
terkombinasi dari
saraf kranial
optikus (II) dan
okulomotor (Ill)
3. Peningkatan TD
sistemik yang
diikuti oleh
penurunan TD
diastolik (nadi yang
membesar)
merupakan tanda
terjadinya
peningkatan TIK.
jika diikuti oleh
penurunan
kesadaran.
4. Akivitas in akan
meningkatkan
tekanan intathorak
dan intraabdomen
yang dapat
meningkatkan TIK.
5. Meningkatkan
aliran balik vena
dari kapala
sehingga akan
mengurangi
kongesti dan
oedema atau resiko
terjadinya
peningkatan TIK
6. Menurunkan
hipoksemia yang
mana dapat
meningkatkan
vasodilatasi dan
volume darah
serebral yang
meningkatkan TIK.
3 Gangguan Setelah diberikan 1. Observasi TTV 1. TTV normal
perfusi asuhan 2. Observasi adanya menunjukkan
jaringan keperawatan tanda-tanda sianosis kenormalan sistem
perifer selama 3x24 jam dan gangguan perfusi tubuh.
berhubungan pasien dapat (kcbiruan pada ujung 2. Sianosis
dengan menunjukkan ekstremitas, mukosa, menunjukkan
penurunan perfusi vang akral dingin) ketidakadekuatan
fungsi pompa. adekuat dengan 3. Palpasi dan observasi perfusi
kriteria hasil: pulsasi nadi perifer 3. Pulsasi yang kuat
1. TTV dalam 4. Berikan rangsangan pada bagian distal
rentang normal pada daerah parifer, dapat
2. Tidak misal pada ujung kaki mengindikasikan
menunjakkan keadekuatan perfusi
tanda-tanda 4. Adanya parasthesia
sianosis, suhu mengindikasikan
ekistremitas ketidakadekuatan
hangat perfusi
3. Denyut distal
dan proksimal
kuat dan
simetris
4. Tingkat sensasi
normal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur
jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan
janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang
masing-masing memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda.
Adapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan sangat bervariasi, ada yang
hanya menyebabkan gangguan ringan pada fungsi jantung tetapi ada juga kelainan yang
cukup fatal hingga mengganggu fungsi kerja jantung dalam mendistribusikan darah ke
seluruh tubuh. Pada umumnya kelainan Jantung bawaan dapat dideteksi sejak lahir,
namun tak jarang gejalanya baru muncul setelah bayi berumur beberapa minggu atau
beberapa bulan.
Gejala umum dari penyakit jantung bawaan adalah sesak nafas dan bibir terlihat
kebiru-biruan. Kelainan yang termasuk dalam penyakit Jantung bawaan banyak sekali
jenis nya, mencakup gangguan pada bilik dan atau serambi jantung serta gangguan pada
pembuluh darah jantung. Apapun jenis kelainan pada penyakit jantung bawaan, semuanya
mengakibatkan ketidaklancaran sirkulasi darah, karena Jantung sebagai salah satu organ
vital dalam tubuh memiliki tugas memompa dan mengalirkan darah keseluruh bagian
tubuh.

B. Saran
Setelah menbaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang PJB
pada anak, schingga dapat lebih mengenali dengan gejala-gejala yang ditimbulkan, baik
gejala yang dapat dirasakan maupun tidak, serta dapat memberikan asuhan keperawatan
dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR PUSTAKA

A.H Markum. (1991). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1. Jakarta : Fakultas
kedokteran UI
Carpenito J.Lynda.(2001). Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marlylin E. (2000). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi 3 EGC. Jakarta
Ontoseno T. (1996). Kelainan Jantung Bawaan Dan Etiologinya Masa Kini. Buletin
Toraks Kardiovaskuler Indonesia.

Djer, M. M. & Madiyono, B. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. 2, 155–162


(2000).

Anda mungkin juga menyukai