Disusun Oleh :
NIM : 130803037
2015/2016
LEMBAR PENGESAHAN
DISAHKAN PADA :
HARI :
TANGGAL :
TEMPAT :
Mahasiswa
NIM. 130803037
Mengetahui,
KUSDARWATI, SST.
BAB I
PENDAHULUAN
Setelah melakukan Asuhan Kebidanan pada By. S Umur 3 bln Dengan PJB
Asianotik (VSD) + (PS) + Pneumonia diharapkan mahasiswa mampu :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum terdapat 2 kelompok besar penyakit jantung bawaan yaitu penyakit
jantung bawaan sianotik dan penyakit jantung bawaan asianotik. Penyakit jantung
bawaan sianotik biasanya memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan
hanya dapat ditangani dengan tindakan bedah. Sementara penyakit jantung bawaan
asianotik umumnya memiliki lesi (kelainan) yang sederhana dan tunggal, namun tetap
saja lebih dari 90% di antaranya memerlukan tindakan bedah jantung terbuka untuk
pengobatannya. Pada penyakit jantung bawaan sianotik, bayi baru lahir terlihat biru
oleh karena terjadi percampuran darah bersih dan darah kotor melalui kelainan pada
struktur jantung. Pada kondisi ini jaringan tubuh bayi tidak mendapatkan cukup
oksigen yang sangat berbahaya, sehingga harus ditangani secara cepat. Sebaliknya
pada penyakit jantung bawaan asianotik tidak ada gejala yang nyata sehingga
seringkali tidak disadari dan tidak terdiagnosa baik oleh dokter maupun oleh orang
tua. Gejala yang timbul awalnya berupa lelah menyusui atau menyusui sebentar-
sebentar dan gejala selanjutnya berupa keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan.
2.1.2 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti,
tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka
kejadian penyakit jantung bawaan :
1) Faktor Prenatal :
a. Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
b. Ibu alkoholisme.
c. Umur ibu lebih dari 40 tahun.
d. Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang memerlukan insulin.
e. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
2) Faktor Genetik :
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan.
b. Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
c. Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
2.1.3 Patofisiologi
Aliran darah pulmonal dan tekanan darah meningkat bila ada keterlambatan
penipiosan normal serabut otot lunak pada arteriola pulmonal sewaktu lahir.Penebalan
vascular meningkatkan resistensi sirkulasi pulmonal, aliran darah pulmonal dapat
melampaui sirkulasi sistemik dan aliran darah bergerak dari kanan ke kiri.
Perubahan pada aliran darah, percampuran darah vena dan arteri, serta kenaikan
tekanan pulmonal akan meningkatkan kerja jantung. Manifestasi dari penyakit jantung
congenital yaitu adanya gagal jantung, perfusi tidak adekuat dan kongesti pulmonal.
2.1.4 Klasifikasi
2. PJB sianotik
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan fungsi
jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena sistemik yang
mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik dan
menimbulkan gejala sianosis. Sianosis yang dimaksud yakni sianosis sentral
yang merupakan warna kebiruan pada mukosa akibat konsentrasi hemoglobin
tereduksi > 5g/dl dalam sirkulasi. Berdasarkan dari gambaran foto dada PJB
sianotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1) Saat lahir dapat dijumpai gangguan pernapasan. Pada yang berat bahkan
dapat berakibat kematian. Pada penyakit jantung bawaan biru, anak tampak
biru meskipun tidak sesak napas dan aktif. Namun demikian, pada yang
kompleks gejala sesak napas dan biru dapat nampak bersamaan.
2) Bayi menetek tidak kuat, sering melepaskan puting ibu istirahat sebentar
kemudian melanjutkan minum lagi. Saat menetek/minum, bayi nampak
berkeringat banyak di dahi, napas terengah-engah. Minum tidak bisa banyak
dan tidak lama.
3) Berat badan tidak naik-naik atau naik kurang dari grafik/pita
pertumbuhan yang sesuai pada KMS.
4) Anak sering sakit batuk dan sesak napas yang sering disebut sebagai
pneumonia atau bronkopneumonia.
5) Daya tahan tubuh terhadap penyakit kurang, sebagai akibatnya bayi sering
sakit-sakitan.
6) Serangan biru dapat terjadi pada anak dengan penyakit jantung bawaan biru
yang ditandai dengan bayi menangis terus menerus tidak berhenti-berhenti.
Bayi tampak semakin biru, napas tersengal-sengal. Bila berat, dapat
mengakibatkan kejang bahkan kematian.
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit jantung bawaan antara lain :
2.1.7 Diagnosis
2.1.8 Penatalaksanaan
Pada pasien PJB dengan gagal jantung , tata laksana yang ideal adalah
memperbaiki kelainan struktural jantung yang mendasarinya. Pemberian obat-
obatan bertujuan untuk memperbaiki perubahan hemodinamik, dan harus
dipandang sebagai terapi sementara sebelum tindakan definitif dilaksanakan.
Pengobatan gagal jantung meliputi
a. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram
posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus
pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella
pneumonia dan P. Aeruginosa.
b. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia
virus.
c. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung, tanah serta kompos.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
2.2.3 Patofisiologi
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme
patogen yaitu virus dan bakteri (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae
dan Streptococcus Pneumoniae).
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF),
aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Adanya etiologi seperti jamur dan inhalasi mikroba ke dalam tubuh manusia
melalui udara, aspirasi organisme, hematogen dapat menyebabkan reaksi inflamasi
hebat sehingga membran paru-paru meradang dan berlobang. Dari reaksi inflamasi
akan timbul panas, anoreksia, mual, muntah serta nyeri pleuritis. Selanjutnya RBC,
WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga terjadi sekresi, edema dan
bronkospasme yang menimbulkan manifestasi klinis dyspnoe, sianosis dan batuk,
selain itu juga menyebabkan adanya partial oklusi yang akan membuat daerah paru
menjadi padat (konsolidasi). Konsolidasi paru menyebabkan meluasnya permukaan
membran respirasi dan penurunan rasio ventilasi perfusi, kedua hal ini dapat
menyebabkan kapasitas difusi menurun dan selanjutnya terjadi hipoksemia.
2.2.4 Kalsifikasi
2.2.4.6 Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
a. Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau menetek,
selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak letargis/tidak sadar.
b. Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
c. Terdapat stridor (suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi).
2.2.4.7 Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat adalah
a. Anak usia 2 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau lebih.
b. Anak Usia 1 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau lebih.
2.2.4.8 Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda atau penyakit
sangatberat.
2.2.5 Gejala Klinik
Gejala klinis tergantung pada lokasi, tipe kuman dan tingkat berat penyakit.
Adapun gejala klinis dari pneumonia yaitu :
d. Sekresi saluran napas dapat bervariasi secara substansial dalam kualitas dan
kuantitas, tetapi yang paling sering sedalam-dalamnya dan kemajuan dari
serosanguineous untuk penampilan yang lebih bernanah, White, yellow, green,
or hemorrhagic colors and creamy or chunky textures are not infrequent. putih,
kuning, hijau, atau perdarahan warna dan tekstur krim atau chunky tidak
jarang terjadi. Jika aspirasi mekonium, darah, atau cairan properadangan
lainnya dicurigai, warna dan tekstur lain bisa dilihat.
e. Rales, rhonchi, dan batuk adalah semua diamati lebih jarang pada bayi dengan
radang paru-paru daripada individu yang lebih tua. If present, they may be
caused by noninflammatory processes, such as congestive heart failure,
condensation from humidified gas administered during mechanical ventilation,
or endotracheal tube displacement. Jika ada, mereka mungkin disebabkan oleh
proses menyebabkan peradangan, seperti gagal jantung kongestif, kondensasi
dari gas humidified diberikan selama ventilasi mekanik, atau tabung
endotracheal perpindahan. Although alternative explanations are possible,
these findings should prompt careful consideration of pneumonia in the
differential diagnosis. Meskipun alternatif penjelasan yang mungkin, temuan
ini akan dimintakan pertimbangan cermat pneumonia dalam diagnosis
diferensial.
g. Rales, rhonchi, and cough are all observed much less frequently in infants with
pneumonia than in older individuals.Cyanosis of central tissues, such as the
trunk, implies a deoxyhemoglobin concentration of approximately 5 g/dL or
more and is consistent with severe derangement of gas exchange from severe
pulmonary dysfunction as in pneumonia, although congenital structural heart
disease, hemoglobinopathy, polycythemia, and pulmonary hypertension (with
or without other associated parenchymal lung disease) must be
considered.Infants may have external staining or discoloration of skin, hair,
and nails with meconium, blood, or other materials when they are present in
the amniotic fluid.Increased respiratory support requirements such as
increased inhaled oxygen concentration, positive pressure ventilation, or
continuous positive airway pressure are commonly required before recovery
begins.Peningkatan pernapasan seperti peningkatan menghirup oksigen
konsentrasi, ventilasi tekanan positif, atau tekanan saluran udara positif terus
menerus umumnya diperlukan sebelum pemulihan dimulai.
h. Bayi dengan pneumonia dapat bermanifestasi asimetri suara napas dan dada
yang menyatakan kebocoran udara atau perubahan emphysematous sekunder
obstruksi jalan napas parsial.
i. Selain gejala klinis di atas, dapat juga muncul gambaran klinis APGAR Score
rendah, segera setelah lahir terjadi distress nafas, perfusi perifir rendah, letargi,
tidak mau minum, distensi abdomen, suhu tidak stabil, asisdosis metabolik,
DIC.
2.2.6 Komplikasi
1. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat.
2. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi.
3. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura).
4. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah).
5. Delirium terjadi karena hipoksia.
6. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotik yang besar. Ex:
penisilin.
7. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang..
8. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
2.2.7 Therapy/Tindakan Penanganan
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
a. Berikan oksigen.
b. Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret ).
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi
Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru).
Alat terapi inhalasi bermacam-macam.Salah satunya yang efektif bagi anak
adalah alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer).Cara penggunaannya
cukup praktis yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer
dengan menggunakan masker.Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam
nebulizer bertujuan melegakan pernapasan atau menghancurkan lendir.Semua
penggunaan obat harus selalu dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada
terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat
minum seperti tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung
mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk mengencerkan lendir/sekret di paru-
paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.
Caranya:
a. Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil rontgen
atau dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari sekret di paru-
paru), atur posisi anak.
b. Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih
rendah dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi
anak dalam keadaan tengkurap.
c. Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih
tinggi agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak dalam keadaan
telentang.
d. Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan anak
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
3. Pemukulan/Perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk pada
dinding dada atau punggung.Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-sekret
yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya mengalir ke
tenggorok. Hal ini akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
1. Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuk-tepuk
(dengan posisi tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5 menit. Menepuk
anak cukup dilakukan dengan menggunakan 3 jari.
2. Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya sekitar 3-5
menit.
3. Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian sampingnya.
Setelah itu lakukan vibrasi (memberikan getaran) pada rongga dada
dengan menggunakan tangan (gerakannya seperti mengguncang lembut
saat membangunkan anak dari tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
4. Observasi tanda vital.
5. Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas
pola napas.
6. Ciptakan lingkungan yang nyaman.
2.3 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada PJB Asianotik Dan Pneumonia
Pada langkah awal dilakukan pengkajian atau pengumpulan data secara subjektif dan
objektif.
1.
Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang diperoleh dari hari pertama anamnese kepada
klien, meliputi:
a. Biodata Pasien
Berisi tentang identitas klien dan orang tua yang meliputi nama, umur, agama,
pendidikan, alamat.
b. Keluhan Utama
Batuk, engkrok-engkrok, sesak, Sering berhenti saat minum ASI karena
mudah lelah, Bayi menetek tidak kuat, pertumbuhan terganggu (BB tetap
bahkan turun).
c. Riwayat Perinatal
Ditanyakan untuk mengetahui persalinan, ditolong siapa, ada penyakit atau
tidak, jenis persalinan, ketuban keruh atau jernih, berat lahir berapa. Semua
ini digunakan untuk memperkirakan bayinya ada kelainan atau tidak.
d. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Bayi dengan PJB mengalami sesak napas terus-menerus, batuk grok-grok,
tidak menetek dengan kuat.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang
diderita pada masa lalu yang ada hubungannya dengan jantung.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Bayi dengan PJB dalam keluarganya ada yang menderita PJB juga, ibu
byang terinfeksi virus Rubella, ibu dengan pecandu alkohol, ibu yang
meminum obat penenang atau jamu sewaktu hamil.
e. Pola kebiasaan
a. Pola nutrisi
Penurunan nafsu makan (ASI), menetek tidak kuat.
b. Pola eliminasi
BAB 1-2x/ hari dan BAK 5-6x/ hari.
c. Pola istirahat/tidur
Pola istirahat bayi menjadi terganggu.
f. Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang pernah didapat oleh anak seperti Hb-0 , polio 1, BCG.
2.
Data Objektif
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui pemerikaan fisik yang terdiri
dari inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi serta pemeriksaan yang terdiri dari:
1. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : composmentis
TTV : HR : takikardi >160x/menit
RR : >60 x/menit,
Suhu : 36,50 - 37,5C
BB : untuk menentukaan dosis obat dan kebutuhan nutrisi
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Penyebaran rambut merata, warna hitam, tidak ada benjolan
abnormal, tidak ada nyeri tekan.
Muka : tampak lemah, tidak pucat, tidak sianosis, simetris.
Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih, simetris.
Hidung : tampak pernapasan cuping hidung, terdapat septum nasal, simetris.
Mulut : tidak sianosis, mukosa bibir kering, tidak ada labioskisis,
labiopalattoskisis, palattoskisis.
Leher : tidak pembengkakan kelenjar tyroid, tidak ada bendungan vena
jugularis, pergerakan leher bebas.
Dada : tampak retraksi diding dada, Ronchi (+), Wheezing (-), bunyi
jantung tunggal, mur-mur (+), simetris.
Payudara : sudah terbentuk puting susu.
Abdomen : tampak pernapasan perut.
Genetalia : Perempuan : labia mayora menutupi labia minora, terdapat
lubang kencing.
Laki-laki : testis sudah turun ke kantong skrotum, terdapat
lubang kecing
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto Dada
Didapatkan COR : ukuran membesar dengan CRT >50%, Pulmo :
Corakan vaskuler meningkat, dengan inviltrat perivaskuler.
DL
Leukosit meningkat, Hb meningkat, Hematokrit meningkat
EKG
LAD (left Axis Deviation) yang menunjukkan pergeseran axis jantung
karena terjadi pembesaran atrium dan ventrikel kiri, LVH (Left Ventricel
Hypertrophy), dan LAH (Left Atrium Hypertrophy).
Data Subjektif : mengalami penurunan berat badan, sering ngos-ngosan saat minum
ASI, sesak, batuk, engrok-engrok, penurunan nafsu makan (ASI), menetek tidak kuat.
Data Objektif :
K/u : lemah
TTV : suhu: 36,50 - 37,5 C
Nadi : takikardi >160 x/menit
RR : > 60x/menit
Pemeriksaan Fisik :
Hidung : terdapat pernapasan cuping hidung.
Dada : napas cepat dan dangkal, terdapat ronchi, terdapat retraksi intercostal, mur-
mur (+)
2.3.3 Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
Gagal napas berulang.
2.3.4 Identifikasi Kebutuhan dan Tindakan Segera
- Meberikan Oksigen Nasal 2 lpm.
- Nebulizer PZ + Ephineprin/2 jam.
2.3.5 Intervensi
Rencana menyeluruh meliputi apa yang diidentifikasikan oleh kondisi klien.
Diagnosa : by .... umur.... dengan PJB Asianotik (VSD) + (PS) + Pneumonia.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan kebidanan selama..... diharapkan ...
Kriteria hasil :
Keadaan umum: baik
Suhu : 36,5-37,5 C
RR : 30-60 x/menit
Nadi : 120-140x/menit
- Nafas teratur
- Muka tidak pucat
- Tidak anemis
- Tidak terdapat pernapasan cuping hidung
- Tidak terdapat retraksi dinding dada
- Tidak ada ronchi, wheezing
- Tidak Batuk
Intervensi :
1. Lakukan pendekatan pada keluarga dan jelaskan kondisi pasien keluarga
R/ pasien dan keluarga lebih kooperatif dalam melakukan tindakan kebidanan.
2. Melakukan observasi keadaan umum
R/ Dapat mengetahui setiap perkembangan dan dapat menentukan dengan tepat
penanganan selanjutnya.
3. Kaji frekuensi, kecepatan dan kedalaman pernafasan. Catat kesimetrisan
pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, dan retraksi otot intercostal.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
R/ Untuk mengetahui terjadinya gangguan ventilasi pasien.
4. Inhalazi dengan nebulezer
R/ inhalasai efektif untuk mengencerkan sekret.
5. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan (1-2 lpm (Nasal Canule), 5-6 lpm
(Masker))
R/ Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi
pernafasan.
6. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
R/ TTV merupakan parameter adanya kelainan yang terjadi pada system organ
pasien.
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
R/ antibiotik dapat mengatasi infeksi pernafasan / sepsis dan adrenergik dapat
meningkatkan curah jantung. Dengan kolaborasi dapat ditentukan dosis yang
sesuai dengan penyakit penderita.
2.3.6 Implementasi
Melakukan tindakan sesuai dengan intervensi, implemetasi yang komprehensif
merupakan pengeluaran, perwujudan dan terealisasi dengan baik apabila diterapkan
hakekat masalah, jenis tindakan atau pelaksanaan bisa dikerjakan oleh bidan
sendiri, klien, kolaborasi dengan sesama petugas kesehatan lain dan rujukan dari
profesi lain.
2.3.7 Evaluasi
Evaluasi yaitu seperangkat tindakan yang paling berhubungan untuk mengukur
pelaksanaan serta didasarkan atas tujuan dan trik, guna mengevaluasi kemampuan
dalam memberikan asuhan kebidanan sehingga umpan balik untuk meemperbaiki,
menyusun langkah baru,dalam asuhan kebidanan dan menunjang tanggung jawab
serta gangguan gugat
Dalam evaluasi menggunakan format SOAP yaitu :
S : adalah data yang diperoleh dari anamnesa dengan pasien dan keluarga
O : adalah data yang diperoleh melalui observasi dan pemerikaan
A : adalah pernyataan yang diambil atas data subyektif dan obyektif
P : adalah perencanaan yang ditentukan sesuai dengan masalah yang terjadi
BAB III
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS KLIEN
Nama : An. S No.RM : 11261xxx
2. Kecelakaan:
4. Penyakit kronis/akut:
8. Riwayat Imunisasi
Umur Vaksin
0 bulan HB0
D. POLA NUTRISI-METABOLIK
Deskripsi
Item
di Rumah di Rumah Sakit
Porsi/jumlah 30 cc 25 cc
Peningkatan/Penurunan
Tidak terkaji Tidak terkaji
BB 6 bulan terakhir
F. POLA ELIMINASI
Deskripsi
Item
Sebelum sakit Saat Sakit
BAB
1x-2x/hari BAB
Frekuensi/pola
Upaya
Tidak ada Tidak ada
mengatasi
BAK
3-5 x/hari Mengganti popok tiap 1 jam
Frekuensi/pola
Upaya
Tidak ada Tidak ada
mengatasi
Intake 6 jam
*IVFD = 21 cc
Total = 51 cc
Output 6 jam
*Produksi urine = 60 cc
*IWL = 18,75 cc
Total = 78,75 cc
Balance = input-output
= 51-78,75 cc
= -27,75cc
= 10,00 cc/jam
E. POLA ISTIRAHAT/TIDUR
Deskripsi
Item
Sebelum sakit Saat Sakit
Kebiasaan sebelum
Tidak terkaji Tidak terkaji
tidur
F. PERSONAL HYGIENE
Deskripsi
Item
Sebelum sakit Saat Sakit
H. PEMERIKSAAN UMUM
a. Keadaan Umum : Lemah
b. Kesadaran : Composmentis.
c. GCS : 456
d. Tanda-tanda vital
Nadi : 158 x/menit
Suhu : 37,4 C
RR : 60 x/menit
e. PB : 54 cm
f. BB : 3,75 kg
g. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala:
Inspeksi kepala bentuk simetris, warna rambut hitam, keadaan bersih, Palpasi
tidak ada benjolan dan nyeri tekan, ubun-ubun tidak cekung.
b. Muka
Simetris, bentuk bulat, ekspresi wajah datar, tidak ada nyeri tekan, muka edema
(-).
c. Mata
Bentuk simetris D/S, anemis (-) D/S, sclera ikterik (-).
d. Hidung
Bentuk simetris, posisi ditengah, terpasang NGT pada hidung kanan, terpasang
NC 2 liter/menit, pernapasan cuping hidung (-), lesi (-), benjolan (-), polip (-).
e. Mulut dan Tenggorokan
Mukosa bibir lembab, lesi (-), sianosis (-), lidah bersih.
f. Telinga
Bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada iritasi, tidak ada serumen,
tidak ada peradangan, kelengkapan (+).
g. Leher
Tidak terdapat bendungan vena jugularis.
h. Dada
Inspeksi
Bentuk thorak barrel chest, retraksi intercostalis(+), nafas dalam dan cepat (+),
tarikan dinding dada simetris.
Palpasi -
Perkusi -
Auskultasi
o Wheezing
- -
- -
- -
o Ronchi + +
+ +
- -
Suara ucapan - -
Rales/Ronchi/Wheezing/ Pleural
Wheezing(-) Wheezing(-)
Friction
Rhonci (+) Rhonci (+)
Auskultasi
Keluhan -
i. Punggung
Tidak ada kelainan tulang belakang.
j. Mamae dan axila
Benjolan (-), tidak ada bendungan vena jugularis
k. Abdomen
Perkusi -
l. Genetalia
Palpasi - -
m. Ekstremitas
n. Metabolisme/Integumen
Kulit : Lembab
Warna : Kemerahan
Suhu : Akral hangat
CRT : 3 detik
Edema : (-)
Memar : (-)
Kemerahan: (-)
HEMATOLOGI
MCV 84,70 Fl 80 93
MCH 27,80 Pg 27 31
PDW 10,6 FL 9 13
Hitung Jenis
Eosinofil 2,7 % 04
Basafil 0,4 % 01
KIMIA KLINIK
Kriteria hasil :
a. Keadaan umum : baik
b. Kesadaran : composmentis
c. TTV dalam batas normal
Nadi : 120-160x/menit
Suhu : 36,5-37,5C
RR : 40-60x/menit
d. Muka tidak pucat
e. Mata tidak anemis
f. Dada : tidak ada retraksi dinding dada. Tidak terdengar wheezing dan rhonchi
Intervensi :
1. Melakukan observasi keadaan umum
R/ Dapat mengetahui setiap perkembangan dan dapat menentukan dengan tepat
penanganan selanjutnya.
2. Kaji frekuensi, kecepatan dan kedalaman pernafasan. Catat kesimetrisan
pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, dan retraksi otot intercostal.
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
R/ Untuk mengetahui terjadinya gangguan ventilasi pasien.
3. Inhalazi dengan nebulezer
R/ inhalasai efektif untuk mengencerkan sekret.
4. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan (1-2 lpm (Nasal Canule), 5-6 lpm
(Masker))
R/ Perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi
pernafasan.
5. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
R/ TTV merupakan parameter adanya kelainan yang terjadi pada system organ
pasien.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
R/ antibiotik dapat mengatasi infeksi pernafasan / sepsis dan adrenergik dapat
meningkatkan curah jantung. Dengan kolaborasi dapat ditentukan dosis yang
sesuai dengan penyakit penderita.
II. Implementasi
Tanggal : 05 November 2015 Pukul : 10.00 WIB
1. Melakukan observasi keadaan umum
H/ keadaan umum lemah.
2. Kaji frekuensi, kecepatan dan kedalaman pernafasan. Catat kesimetrisan
pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, dan retraksi otot intercostal. Posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
H/ terdapat retraksi dinding dada,napas cepat dan dangkal.
3. Inhalazi dengan nebulezer
H/ dilakukan Nebulizer dengan PZ + Ephineprin/2 jam.
4. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital
H/ TTV : HR : 158x/m, Sh : 370C, RR : 70x/m, Sat.O2 : 93%.
5. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan (1-2 lpm (Nasal Canule), 5-6 lpm
(Masker))
H/dipasang NC 2 lpm.
6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat-obatan
H/ Injeksi IV :
a. Cefotaxime 3 x 200mg.
b. Gentamisin 1x 20mg
c. Dobutamine 5 mcg/kgBB/m (1:1000)
d. Furosemid Continous 0,2 mg/kgBB/jam
III. Evaluasi
Tanggal : 05 November 2015 jam : 13:30 WIB
O: KU : cukup
Pengukuran Anthropometri :
TB : 54 cm
Pemeriksan Fisik :
Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada lesi, terpasang NGT,
terpasang NC 2 lpm
Dada : terdapat retraksi dinding dada, terdengar rhonchi (+), Wheezing (-),
bunyi jantung tunggal, mur-mur (+).
Genetalia : bersih
Ekstremitas atas : CRT 3 detik, akral hangat, tidak oedem, terpasang infus di
tangan kanan, terpasang plug ditangan kiri.
P:
4. Melakukan KIE kepada ibu untuk menjaga personal hygiene anak dan
mengganti popok anak tiap basah untuk menghindari ruam popok
Hasil : ibu mengerti dan mengganti setiap popok anaknya basah dan
menimbangnya.
Cefotaxime 200 mg
Gentamisin 20 mg
S : Ibu mengatakan bahwa anaknya masih sesak dan ada tarikan dinding dada
O :
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 37C
RR : 32x/menit
P :
a. IV :
1. Cefotaxime 3x200 mg
2. Furosemid continous 0,1 mg/kgBB/jam (kec. 0.03 cc/jam)
3. Gentamicin 1x20 mg
4. Dobutamine 5 mcg/kgBB/m (1:1000)
5. Infus C 1:4 (7 tpm)
b. P/O NGT :
1. Zinc 1x10mg
2. Vit A 1x2500
3. Vit BC 1x1/2 tab
4. Vit C 1x50 mg
5. Vit E 1x50 IU
6. Asam folat 1x1 mg
c. Diet NGT : SF BBLR 12 x 25 cc (120 cc, 20 cc/kgBB/jam, 90 kkal)
CATATAN PERKEMBANGAN
S : Ibu mengatakan bahwa sesak anaknya berkurang dan ada tarikan dinding
dada
O :
Suhu : 36,7C
RR : 52x/menit
P :
HEMATOLOGI
Hemoglobin
9,90 g/dl 11,4 15,1
(HGB) <
PDW 9,8 FL 9 13
Hitung Jenis
Eosinofil 3,3 % 04
Basofil 0,2 % 01
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
6. Berkolaborasi dengan dokter dan tim medis lainnya dalam pemberian terapi.
Hasil :
a. IV :
1. Dexametasone 3x200 mg
2. Furosemid 3x5 mg
3. Gentamicin 1x20 mg
4. Dobutamine 5 mcg/kgBB/m (1:1000)
b. P/O NGT :
1. Vit A 1x2500
2. Vit BC 1x1/2 tab
3. Vit C 1x50 mg
4. Vit E 1x50 IU
5. Asam folat 1x1 mg
6. Zinc 1x10 mg
c. Diet NGT : SF BBLR 12x25 cc (120 cc, 20 cc kg/jam, 90 kkal)
6. Pasien ACC pindah ruangan 7B.
CATATAN PERKEBANGAN
S : Ibu mengatakan bahwa anaknya tidak sesak dan ada tarikan dinding dada
O :
Kesadaran : Composmentis
Suhu : 37,2C
RR : 48 x/menit
Ekstremitas : Atas : tidak oedema, tidak sianosis, terpasang plug ditangan kiri
dan kanan, CRT < 2 detik, akral hangat.
Bawah : tidak oedema, tidak sianosis, akral hangat, CRT < 2
detik.
P :
Hasil :
a. IV :
1. Dexametasone 3x200 mg
2. Gentamicin 1x20 mg
3. Dobutamine 5 mcg/kgBB/m (1:1000)
b. P/O NGT :
1. Vit A 1x2500
2. Vit BC 1x1/2 tab
3. Vit C 1x50 mg
4. Vit E 1x50 IU
5. Asam folat 1x1 mg
6. Zinc 1x10 mg
c. Diet NGT : SF BBLR 12x25 cc (120 cc, 20 cc kg/jam, 90 kkal)
BAB IV
PEMBAHASAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung
atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau
kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2
golongan besar PJB, yaitu non sianotik (tidak biru) dan sianotik (biru) yang masing-masing
memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. Penyakit jantung bawaan
(PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak
ditandai dengan sianosis; misalnya lubang di sekat jantung sehingga terjadi pirau dari kiri ke
kanan, kelainan salah satu katup jantung dan penyempitan alur keluar ventrikel atau pembuluh
darah besar tanpa adanya lubang di sekat jantung.
Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Anak S usia 3 bulan dengan Penyakit
Jantung Bawaan (PJB) Asianotik, pemberian terapi serta KIE yang diberikan dapat
dilaksanakan sehingga masalah dapat teratasi dengan baik. Pada Anak S telah dilakukan
analisa data maka tidak ada kesenjangan dengan teori dan praktik. Dengan demikian penulis
memberikan asuhan kebidanan memperhatikan gejala dan keluhan yang terjadi sehingga
diharapkan tidak terjadi masalah lain yang merugikan pasien. Setelah dilakukan asuhan
kebidanan selama 3 x 24 jam kondisi pasien bisa berangsur membaik.
BAB V
PENUTUP
4.1 Simpulan
Dari hasil pembahasan asuhan kebidanan pada By S usia 3 bulan dengan Penyakit
Jantung Bawaan (PJB) Asianotik, tidak ada kesenjangan antara landasan teori dengan
kasus.
Asuhan kebidanan diberikan sesuai dengan kebutuhan klien pada anak dengan
penyakit bawaan. Asuhan ini bertujuan untuk menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas maternal dan prenatal melalui sistem kesehatan untuk menjamin akses
terhadap intervensi yang aktif.
4.2 Saran
Penyakit Jantung Bawaan merupakan penyakit struktural pada jantung dan pembuluh
darah yang sering terjadi pada bayi dan anak-anak yang dipengaruhi oleh faktor genetik
dan prenatal. Tidak semua penyakit jantung bawaan dapat dideteksi segera setelah
lahir.Oleh karena itu sangat penting pada masa pertumbuhan tanda gejala penyakit
jantung bawaan diketauhui untuk menangani secara dini dan tepat untuk mendapat
prognosis yang baik. Untuk mencegah terjadinya itu maka diperlukan kerja sama antara
klien dan petugas kesehatan sehingga akan membuahkan hasil yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Roebiono, Poppy S. Diagnosis Dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Jakarta : Bagian
Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FKUI, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita.
Madiyono B. Kardiologi anak masa lampau, kini dan masa mendatang: perannya dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit kardiovaskular. Pidato pengukuhan guru besar
tetap dalam bidang ilmu kesehatan anak, FKUI, Jakarta, 11 Juni 1997. Jakarta: Lembaga
Penerbit UI; 1997. 3. Rahayoe AU. Pelayanan penderita penyakit jantung bawaan di
Indonesia. Perkembangan, permasalahan dan antisipasi di masa depan. Dalam: Putra ST,
Roebiono PS, Advani N, penyunting. Penyakit jantung bawaan pada bayi dan anak. Jakarta:
Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1998. h. 1-17.
Rilantono LI. Kardiologi anak: tuntutan dan perkembangannya. Dalam: Putra ST, Advani N,
Rahayoe AU, penyunting. Dasar-dasar diagnosis dan tata laksana penyakit jantung bawaan
pada anak. Jakarta: Forum Ilmiah Kardiologi Anak Indonesia; 1996. h. 10-21.