Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta
kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum
Acara Peradilan Agama dengan judul “pelayanan kesehatan neonatal”.

kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-
besarnya

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar......................................................................................1

Daftar isi...............................................................................................2

Bab 1 pendahuluan

a. Latar belakang..........................................................................2
b. Rumusan masalah.....................................................................5
c. Tujuan......................................................................................5

Bab II Pembahasan

1. Prinsip dasar penilaian bayi pada kelahiran.................................6


2. Penilaian asfiksia pada BBL........................................................7
3. Prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL.................................15

Bab III

Studi Kasus...............................................................................................19

LAMPIRAN...............................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................109

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah salah satu dari 12 jenis
pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten / Kota. Konsep SPM
berubah dari kinerja program kementerian menjadi kinerja Pemda yang memiliki
konsekuensi reward dan punishment. SPM termasuk salah satu program strategis
nasional dan merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk
rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya

Puskesmas adalah unit terdepan dalam upaya pencapaian target SPM.


Implementasi SPM diharapkan dapat memperkuat sisi promotif–preventif
sehingga jumlah kasus kuratif yang ditanggung JKN menjadi berkurang. Salah
satu indikator penting untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat adalah
Angka Kematian Bayi (AKB). AKB dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi
masyarakat setempat sebab bayi adalah kelompok usia paling rentan terhadap
pengaruh perubahan lingkungan dan sosial ekonomi. Penurunan angka kematian
ibu dan bayi termasuk dalam target sdgs yang harus dicapai pada 2030 dan
menjadi prioritas penting pemerintah dalam RPJM Nasional tahun 2015-2019
Indonesia menempati urutan kedua sebagai Negara dengan angka kematian
ibu dan bayi tertinggi di Asia Tenggara. Setiap 1 jam, 2 ibu dan 8 bayi baru lahir
meninggal di Indonesia. Angka tersebut membuat Indonesia masuk dalam 10
negara dengan jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir tertinggi.BKKBN
mencatat angka kematian neonatal atau sebelum bayi berumur satu tahun menurun
dari 32 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 15 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2017. Data tersebut berdasarkan hasil SDKI yang dilakukan
BKKBN bersama BPS dan Kementerian RI. Untuk menjamin kehidupan yang
sehat dan mendorong kesejahteraan yang baik (good health and well-being) pada
2030, salah satu target sedang adalah menurunkan Angka Kematian Neonatal

3
hingga 12 per 1000 KH.Dalam proses penurunan angka kematian ibu dan bayi,
potensinya adalah jumlah tenaga kesehatan terutama bidan telah relatif tersebar ke
berbagai daerah Indonesia, tapi tantangannya adalah kompetensi masih ada yang
belum memadai.

Dari berbagai data yang Dihimpun USAID Jalin Project, faktafakta terkait
kematian neonatal di Jawa Tengah, yaitu sebagian besar kematian neonatal bisa
dicegah, layanan kesehatan yang berkualitas dapat berkontribusi menurunkan
risiko kematian neonatal, dan upaya penurunan kematian neonatal memerlukan
kontribusi dari semua pihak. Sebanyak 78% kematian neonatal terjadi di fasilitas
kesehatan. Kematian pada bayi sebenarnya dapat dicegah melalui deteksi dini dan
penanganan yang tepat.
Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, ditemukan
bahwa dari tahun ke tahun kasus kematian bayi masih banyak. Pada tahun 2016,
jumlah kematian bayi sebesar 188 kasus. Pada tahun 2017 mengalami penurunan
menjadi 150 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi
170 kasus dan menjadi peringkat 6 terbanyak di Provinsi Jawa Tengah setelah
Brebes (325 bayi), Grobogan (285 bayi), Banjarnegara (216 bayi), Banyumas (209
bayi), dan Tegal (179 bayi).

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip dasar pelayanan bayi pada kelahiram
2. Bagaimana penilaian asfiksia pada BBL
3. Bagaimana prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL
C. Tujuan
1. Memahami prinsip dasar pelayanan bayi pada kelahiran
2. Memahami penilaian asfiksia pada BBL
3. Memahami prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Prinsip dasar penilaian bayi baru lahir normal


 Pelayanan kesehatan  neonatal harus dimulai sebelum bayi
dilahirkan, melalui pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil.
Berbagai bentuk upaya pencegahan dan penanggulangan dini terhadap
faktor-faktor yang memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu
diprioritaskan, seperti gizi yang rendah, anemia, dekatnya jarak antar
kehamulan, dan buruknya higene.
Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan prenatal
yang memeadai dan penanggulangan faktor-faktor yang menyebabkan 
kematian perinatal yang meliputi:
1) perdarahan
2) hipertensi
3) infeksi
4) kelahiran preterm/bblr
5) asfiksia
6) hipotermia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa lebih daru 50% kematian bayi
terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama kehidupan.
Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahur sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur
hidup, bahkan kematian. Misalnya sebagai akibat hipotermu pada bayi
baru lahir dapat terjadi cold stress yang selanjutnya dapat menyebabkan
hipoksemia atau hipoglikemia dan mengakibatkan kesrusakan otak. Akibat
selanjutnya adalah perdarahan otak, syok, beberapa bagian tubuh
mengeras, dan keterlambatan tumbuh-kembang. Contoh lain misalnya,
kurang baiknya pembersihan jalan nafas waktu lahir dapat menyebabkan

6
masuknya cairan lambung ke dalam paru-paru yang mengakibatkan
kesulitan pernapasan, kekurangan zat asam, dan apabila hal ini
berlangsung terlalu lama dapat menimbulkan peedarahan otak., kerusakan
otak, dan kemudian keterlambatan tumbuh kembang. Tak kurang penting
adalah pencegahan terhadap infeksi yang dapat terjadi melalui tali pusat
pada waktu pemotongan tali pusat, melalui mata, melalui telinga pada
waktu persalinan atau pada waktu memandikan /membersihkan bayi
dengan bahan, atau cairan atau alat yang kurang bersih.
Ditinjau dari pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode
neonatal merupakan periode yang paling kritis. Pencegahan asfiksia,
mempertahankan suhu tubuh, terutama pada bayi berat lahir rendah,
pemberian air susu ibu dala usaha menurunkan angka kematian oleh
karena diare, pencegahan terhadap infeksi, pemantauan kenaikan berat
badan dan stimulasi psikologis merupakan tugas pokok bagi pemantau
kesehatan bayi dan anak. Neonatus pada minggu-minggu pertama sangat
dipengaruhi oleh kondisi ibu pada waktu hamil dan melahirkan.
Manajemen yang baik pada waktu masih dalam kandungan, selama
persalinan, segera sesudah dilahirkan, dan pemantauan pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya akan menghasilkan bayi yang sehat.
2. Penilaian Asfiksia pada BBL
1. Pengertiian asfiksia
Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia dan asidosi. Asfiksia yang terjadi pada bayi
biasanya merupakan kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin.
Diagnosis anoksida/hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapat perhatian ( Maryunani 2013:291). Denyut jantung janin,
frekuensi normal ialah antara 120 dan 160 denyutan semenit. Apabila
frekuensi denyutan menurun sampai di bawah 100 permenit di luar his
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda

7
bahaya.Mekonium dalam air ketuban, adanya mekonium pada
prseentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
gawat janin, karena terjadi rangsangan nervus X, sehingga peristaltic
usus meningkat dan sfingter ani terbuka. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan
mudah.Pemeriksaan PH darah janin, adanya asidosis menyebabkan
turunnya PH. Apabila PH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya
2. Klasifikasi dan tanda gejala asfiksia
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis,
sehingga memerlukan resusitasi segera secara aktif, dan
pembentukan oksigen terkendali. Karena selalu disertai asidosis,
maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5% dengan dosis 2,4
ml per kg berat badan, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per kg berat
badan, diberikan melalui vena umbilicus. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia adalah sebagai berikut :
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
2) Tidak ada usaha nafas
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
rangsangan.
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum
atau sesudah persalinan.
b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai
berikut :
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.

8
2) Usaha nafas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama
proses persalinan.
c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah
sebagai berikut :
1) Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.
2) Bayi tampak sianosis.
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih (grunting).
5) Adanya pernafasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas.
7) Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif

9
Berikut tabel apgar skor

Nilai Apgar adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan
berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum,
serta responnya terhadap resusitasi. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan
menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai Apgar pada menit ke-5 kurang dari 7 maka
ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai Apgar tidak
digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada
bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus
segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung. Pada buku panduan manajemen
asfiksia bayi baru lahir untuk bidan dapat kita mengetahui apakah bayi tersebut
mempunyai resiko asfiksia, seperti contoh di lembar kerja 2

10
Pengertian Asfiksia Berat
Asfiksia Berat merupakan kegagalan untuk memulai dan melanjutkan
pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Gejalah dan tanda
a. Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat
(kurang dari 30 kali permenit).
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit pucat atau biru.
e. Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai.
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100
kali per menit) 
3. Etiologi
a. Faktor ibu
1) Ketuban pecah dini (KPD)
Ketuban pecah dini dapat mengakibatkan asfiksia, baik akibat
kelahiran kurang bulan, sindrom gawat napas, gangguan
plasenta maupun infeksi.Terjadinya asfiksia seringkali diawali
infeksi yang terjadi pada bayi, baik pada bayi cukup bulan
terlebih lagi pada bayi kurang bulan,7 dengan infeksi keduanya
saling mempengaruhi. Ketuban pecah dini dapat memudahkan
infeksi asenden. Infeksi tersebut dapat berupa amnionitis dan
korionitis atau gabungan keduanya disebut korioamnionitis.
Selain itu korioamnionitis dapat dihubungkan dengan lama
pecah selaput ketuban, jumlah kali periksa dalam dan pola
kuman terutama grup Staphylococus. Sepsis awitan dini sering
dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan sepsis
awitan lambat sering dihubungkan dengan infeksi pascanatal
terutama nosokomial Mengingat besarnya pengaruh ketuban
pecah dini terhadap risiko terjadinya kejadian asfiksia

11
neonatorum, maka perlu upaya peningkatan pemanfaatan
pelayanan antenatal oleh ibu hamil sehingga dalam
pemeriksaan kehamilan dapat mendeteksi tandatanda bahaya
kehamilan seperti ketuban pecah dini yang dapat menimbulkan
risiko terjadinya asfiksia neonatorum. Pencegahan yang dapat
diupayakan untuk mencegah terjadinya Ketuban Pecah Dini
(KPD) yaitu dengan mengurangi aktivitas dan dianjurkan
istirahat pada triwulan kedua atau awal triwulan ketiga serta
tidak melakukan kegiatan yang membahayakan kandungan
selama kehamilan serta berhenti merokok dan menghindari
lingkungan perokok agar tak menjadi perokok pasif
2) Hipoksia
Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi
akibat pemberian obat analgetika atau anestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada
uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan demikian pula ke janin. Hal ini sering ditemukan
pada keadaan:
1) Gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipertoni
atau tetani uterus akibat penyakit atau obat.
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
3) Hipertensi pada penyakit eklampsia dan lain-lain
4) Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5) Gravid ekonomi rendah
6) Penyakit pembuluh dara ibu yang mengganggu pertukaran
gas janin, misalnya hipertensi, hipotensi, gangguan
konstraksi uterus dan lainlain.
b. Faktor plasenta
1) Plasenta tipis
2) Plasenta kecil

12
3) plasenta tak menempel
4) Solution plasenta
5) Perdarah plasenta
c. Faktor non plasenta
1) Premature
2) IUGR
3) Gemeli
4) Tali pusat menumbung
5) Kelainan congenital
d. Faktor persalinan
1) Partus lama
2) Partus tindakan

13
RESUSITASI

14
15
Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa menit
setelah resusitasi, sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang
tiap 1–3 jam. Hal yang harus dievaluasi dan dicatat adalah laju nafas, nilai
normal laju nafas neonatus adalah 40–60 kali/menit dan tanda distres
pernafasan lain diantaranya:
a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal,
interkostal, subkostal.

b. Grunting, pernafasan cuping hidung

16
c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.

Penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya adalah pemantauan gula


darah (sugar), suhu (temperature), jalan nafas (airway), tekanan darah (blood
pressure) pemeriksaan laboratorium (laboratories) dan dukungan emosional
kepada keluarga (emotional support).

4. Prinsip dasar mempertahankan tubuh BBL


Pada lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa
mekanisme menggigil merupakan usaha utama seorang bayi yang
kedinginan untuk mendapatkan kembali suhu tubuhnya.Oleh karena itu,
upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan
berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru
lahir. Suhu tubuh normal pada neonatus adalah 36,5-37,5 oC melalui
pengukuran di aksila dan rektum, jika nilainya turun dibawah 36,5 oC
maka bayi mengalami hipotermia(Rahardjo dam Marmi, 2015: 25).
a) Mekanisme kehilangan panas
Mekanisme pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir belum
berfungsi sempurna, untuk itu perlu dilakukan upaya
pencegahan kehilangan panas dari tubuh bayi karena bayi
beresiko mengalami hipotermia.Bayi dengan hipotermia sangat
rentan terhadap kesakitan dan 22 kematian.Hipotermia mudah
terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak
segera dikeringkan dan di selimuti walaupun di dalam ruangan
yang relatif hangat.
b) Proses adaptasi
Dalam proses adaptasi kehilangan panas, bayi mengalami
1. Stress pada BBL menyebabkan hipotermia
2. BBL mudah kehilangan panas
3. Bayi menggunakan timbunan lemak coklat untuk
meningkatkan suhu tubuhnya

17
4. Lemak coklat terbatas sehingga apabila habis akan
menyebabkan adanya stress dingin.
c) Mencegah kehilangan panas
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kehilangan panas
dari tubuh bayi adalah:
1. Keringkan bayi secara seksama Pastikan tubuh bayi
dikeringkan segera setelah bayi lahir untuk mencegah
kehilangan panas secara evaporasi.Selain untuk menjaga
kehangatan tubuh bayi, mengeringkan dengan menyeka
tubuh bayi juga merupakan rangsangan taktil yang dapat
merangsang pernafasan bayi.
2. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering
dan hangat Bayi yang di selimuti kain yang sudah basah
dapat terjadi kehilangan panas secara konduksi.Untuk itu
setelah mengeringkan tubuh 23 bayi, ganti kain tersebut
dengan selimut atau kain yang bersih, kering dan hangat.
3. Tutup bagian kepala bayi Bagian kepala bayi merupakan
permukaan yang relatif luas dan cepat kehilangan
panas.Untuk itu tutupi bagian kepala bayi agar bayi tidak
kehilangan panas.
4. Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Selain untuk memperkuat jalinan kasih sayang ibu dan
bayi, kontak kulit antara ibu dan bayi akan menjaga
kehangatan tubuh bayi. Untuk itu anjurkan ibu untuk
memeluk bayinya.
5. Perhatikan cara menimbang bayi atau jangan segera
memandikan bayi baru lahir
1. Menimbang bayi tanpa alas timbangan dapat
menyebabkan bayi mengalami kehilangan panas
secara konduksi. Jangan biarkan bayi ditimbang
telanjang. Gunakan selimut atau kain bersih.

18
2. Bayi baru lahir rentan mengalami hipotermi untuk itu
tunda memandikan bayi hingga 6 jam setelah lahir.
a) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat
Jangan tempatkan bayi di ruang ber-AC.
Tempatkan bayi bersama ibu (rooming in).Jika
menggunakan AC, jaga suhu ruangan agar
tetap hangat.
b) Jangan segera memandikan bayi baru lahir 24
Bayi baru lahir akan cepat dan mudah
kehilangan panas karena sistem pengaturan
panas di dalam tubunya belum sempurna. Bayi
sebaiknya di mandikan minimal enam jam
setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa
jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan
hipotermia yang sangat membahayakan
kesehatan bayi baru lahir

19
BAB III  

CONTOH KASUS

PENDOKUMENTASIAN HASIL ASUHAN KEBIDANAN


PADA BAYI “S” DENGAN ASFIKSIA
DI RSUD HAJI MAKASSAR
TANGGAL 21 MEI 2017

No. Register 23 51 91

Tanggal bersalin : 21 mei 2017, pukul 10.07 wita

Tanggal Pengkajian : 21 mei 2017, pukul 10.07 wita

IDENTITAS

a. Bayi

Nama : By “S”

Umur : O Hari

Tempat tanggal lahir : RSUD Haji Makassar, 21 mei 2017 pukul 10.07 wita

Jenis kelamin : laki-laki

Anak ke : ketiga (III)

b. Orang Tua

Nama : Ny “S” / Tn”A”

Umur : 32 tahun / 39 tahun

Suku : Makassar / Makassar

Agama : Islam / Islam

Pendidikan : SMA / SMA

19
Pekerjaan : IRT / Wiraswasta

Alamat : Jl Romang Lompoa

DATA SUBJEKTIF

1. Ibu mengatakan bahwa ini adalah anaknya yang ketiga dan tidak pernah

keguguran sebelumnya.

2. HPHT : 18 Agustus 2017

3. ANC Sebanyak 4 kali di RSUD Haji Makassar

4. Imunisasi TT sebanyak 2 kali.

5. Ibu tidak pernah merasa nyeri perut atau kepala yang hebat selama hamil.

6. Ibu tidak memiliki riwayat DM, Hipertensi, Asma, Jantung dan penyakit lainnya.

7. Ibu tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.

8. Tidak ada riwayat ke dukun, merokok, atau minum jamu.

DATA OBJEKTIF

1. Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bisa bernafas dengan spontan.

2. Berat badan lahir : 2600 gram

3. Panjang badan lahir : 47 cm

4. Tanda-tanda vital

a. Frekuensi jantung : 40 kali/menit (nilai normal 120-160 kali/menit)

b. Pernafasan :Belum bernafas spontan (nilai normal 40-60 kali/menit)

c. Suhu : 36,5°c (36,5°c - 37,5°c)

20
5. Melakukan pemeriksaan fisik.

a. Kepala

Rambut hitam, tipis, ubun-ubun belum tertutup, tidak ada benjolan.

b. Mata

Simetris kanan dan kiri, sclera putih, kongjungtiva merah muda, dan kelopak

mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi.

c. Hidung

Simetris kanan dan kiri, gerakan cuping hidung tidak ada.

d. Mulut dan bibir

Bibir tampak kering dan pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan

bawaan dan pallatum, refleks isap tidak ada.

e. Telinga

Simetris kanan dan kiri, tampak bersih, tidak ada secret dan daun telingan

elastis.

f. Leher

Tidak ada pembesaran atau benjolan.

g. Dada dan Perut

Simetris kanan dan kiri, gerakan dada tidak ada, keadaan tali pusat tampak

basah, dan terjepit dengan penjepit tali pusat.

h. Punggung dan Bokong

Tonjolan punggung tidak ada.

i. Genitalia
Testis sudah turun.

j. Anus

23
Tampak ada lubang anus.

k. Ekstremitas

Simetris kanan dan kiri, jumlah jari-jari tangan dan kaki lengkap, tidak ada

pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin.

l. Kulit

Verniks kurang, warna tubuh kebiruan, tidak ada tanda lahir

6. Pemeriksaan neurologis :

a. Refleks moro : Tidak ada

b. Refleks hisap : Tidak ada

c. Refleks rooting : Tidak ada

ASSESMENT

Melakukan tindakan segera dan berkolaborasi dengan dokter

PLANNING

Tanggal 21 Mei 2017, pukul 10.07 wita.

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan sarung

tangan saat memegang bayi.

Hasil : tangan telah bersih dan sarung tangan telah dipakai

2. Potong tali pusat bayi segera setelah lahir.

Hasil : tali pusat telah dipotong.

3. Menilai usaha nafas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.

23
Hasil : bayi belum bernafas spontan, warna kulit merah ekstremitas biru, dan

frekuensi jantung 40 kali/menit.

4. Membungkus bayi dengan selimut bersih dan kering.

Hasil : bayi telah diselimuti.

5. Mengatur posisi bayi dengan benar (kepala tengadah/sedikit ekstensi atau dapat

meletakkan handuk/kain di bawah bahu bayi..

Hasil : posisi bayi telah diatur.

6. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan deele.

Hasil : jalan nafas telah dibersihkan.

7. Mengeringkan bayi dan melakukan rangsangan taktil.

Hasil : terlaksana

8. Mengobservasi pemberian O2 sebanyak 1 liter/menit menggunakan nasal kanul.

Hasil : telah dilakukan.

9. Melakukan tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) sebanyak 20 kali dalam

detik sampai bayi bernafas spontan dan tanpa kesulitan

Hasil : tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif) telah dilakukan.

10. Memasang infus dextrose 10% 8 tpm mikro

Hasil : infus telah terpasang.

11. Melakukan perawatan tali pusat.

Hasil : tali pusat masih tampak basah

12. Menginjeksi vitamin K ( Neo-K phytonadione ) 0,05 cc.

Hasil : terlaksana.

24
13. Memberikan salep mata

Hasil : salep mata telah diberikan..

14. Mengobservasi TTV tiap 15 menit.

Jam Frekuensi jantung Pernafasan Suhu


10.07 wita 88 kali/menit 10 kali/menit 36,5 °c
10.22 wita 88 kali/menit 10 kali/menit 36,8 °c
10.37 wita 86 kali/menit 14 kali/menit 36,8 °c
10.52 wita 90 kali/menit 20 kali/menit 36,8 °c
11.07 wita 92 kali/menit 28 kali/menit 36,8°c
15. Mengobservasi tanda-tanda infeksi pada tali pusat bayi

yaitu tali pusat merah, bengkak, ada pengeluaran

nanah/darah.

Hasil : tidak ada tanda – tanda infeksi

 
 
 
 
 
 

97
LAMPIRAN

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)

ume 8, Nomor 1, Januari 2020


ISSN: 2715-5617 / e-ISSN: 2356-3346
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

PELAKSANAAN PELAYANAN NEONATAL BERDASARKAN


STANDAR PELAYANAN MINIMAL KESEHATAN BAYI BARU LAHIR
DI PUSKEMAS DUKUHSETI KABUPATEN PATI

Arum Rohana, Ayun Sriatmi, Rani Tiyas Budiyanti


Bagian Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro

Email: arum_rohana@yahoo.com

Abstract : The Minimum Service Standards (MSS) are a national strategic program and
the Puskesmas are the leading unit in efforts to achieve the MSS targets. Pati Regency
occupies the top 6 highest infant mortality cases in the province of Central Java in 2018
and the highest number of cases is in the Dukuhseti Primary Health Center (PHC).
Dukuhseti PHC is a BLUD PHC that must apply MSS including newborn health services,
but the implementation is not optimal as indicated by the coverage of neonatal visits
that have not reached the target. The study aims to analyze the implementation of
health MSS in newborn health services in Dukuhseti PHC. This research is a qualitative
research with indepth interviews and observations using content description analysis.
The results showed that the implementation of SPM in newborn health services was
constrained in the implementation of KN2 and KN3, neonatal care counseling, health
examination with MTBM, and handling neonatal referral cases. That was because most
of the midwives had not received MTBM training, there was no budgeting for health
training, double jobs because midwife HR at the PHC was lacking, the targets used a lot
of real data, recording and reporting were not in order, supervision from the leadership
was not optimal, difficulties in finding health facilities referral, and there is no strict
sanction from the District Health Office (DHO). PHC are expected to be able to budget
funds for training for health workers, provide guidance for better coordination, fix
information systems and referral applications by implementing an online-based
Integrated Referral System. The DHO is expected to be able to improve supervision by
implementing more systematic evaluations and reinforcing sanctions so that the
implementation of MSS in newborn health services runs optimally.

Key words : Baby Health Service, Minimum Service Standard, Health Center
Bibliographes : 15, 2000-2019

98
99
PENDAHULUAN
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan mengalami perubahan yang
cukup mendasar dari SPM sebelumnya yang semula dilandaskan Permenkes RI Nomor 43 Tahun 2016
tentang SPM Bidang Kesehatan, menjadi didasarkan Permenkes RI Nomor 4 Tahun 2019
tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada SPM
Bidang Kesehatan.1

SPM Bidang Kesehatan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan pemerintahan wajib yang berhak diperoleh setiap WNI secara minimal. SPM dapat menjadi
landasan Pemerintah Pusat dalam pemberian insentif, disinsentif dan sanksi administrasi Kepala Daerah,
maupun dalam perumusan kebijakan nasional, yang tentunya dengan memonitoring potensi daerah.
Hasil evaluasi pencapaian SPM menjadi bahan laporan Pemda. 2
Pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah salah satu dari 12 jenis pelayanan dasar pada SPM
Kesehatan Daerah Kabupaten / Kota. Konsep SPM berubah dari kinerja program kementerian menjadi
kinerja Pemda yang memiliki konsekuensi reward dan punishment. SPM termasuk salah satu program
strategis nasional dan merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya,
maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. 3

Puskesmas
97
adalah unit
terdepan dalam
upaya
pencapaian target SPM. Implementasi SPM diharapkan dapat memperkuat sisi promotif–preventif
sehingga jumlah kasus kuratif yang ditanggung JKN menjadi berkurang. 4,5
Salah satu indikator penting untuk menggambarkan derajat kesehatan masyarakat adalah Angka
Kematian Bayi (AKB). AKB dapat mencerminkan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat sebab
bayi adalah kelompok usia paling rentan terhadap pengaruh perubahan lingkungan dan sosial ekonomi. 6
Penurunan angka kematian ibu dan bayi termasuk dalam target SDGs yang harus dicapai pada 2030
dan menjadi prioritas penting pemerintah dalam RPJM Nasional tahun 2015-2019. 7
Indonesia menempati urutan kedua sebagai Negara dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi
di Asia Tenggara. Setiap 1 jam, 2 ibu dan 8 bayi baru lahir meninggal di Indonesia. Angka tersebut
membuat Indonesia masuk dalam 10 negara dengan jumlah kematian ibu dan bayi baru lahir tertinggi. 8
BKKBN mencatat angka kematian neonatal atau sebelum bayi berumur satu tahun menurun dari 32 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2017. Data
tersebut berdasarkan hasil SDKI yang dilakukan BKKBN bersama BPS dan Kementerian RI. 9
Untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong kesejahteraan yang baik (good health and
well-being) pada 2030, salah satu target SDGs adalah menurunkan Angka Kematian

Neonatal hingga 12 per 1000 KH.10 Dalam proses penurunan angka kematian ibu dan bayi, potensinya
adalah jumlah tenaga kesehatan terutama bidan telah relatif tersebar ke berbagai daerah Indonesia, tapi
tantangannya adalah kompetensi masih ada yang belum memadai. 11
Dari berbagai data yang
dihimpun USAID Jalin Project, faktafakta terkait kematian neonatal di Jawa Tengah, yaitu sebagian besar
kematian neonatal bisa dicegah, layanan kesehatan yang berkualitas dapat berkontribusi menurunkan

100
risiko kematian neonatal, dan upaya penurunan kematian neonatal memerlukan kontribusi dari semua
pihak. Sebanyak 78% kematian neonatal terjadi di fasilitas kesehatan. Kematian pada bayi sebenarnya
dapat dicegah melalui deteksi dini dan penanganan yang tepat. 8,12
Hasil studi pendahuluan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, ditemukan bahwa dari tahun ke tahun
kasus kematian bayi masih banyak. Pada tahun 2016, jumlah kematian bayi sebesar 188 kasus. Pada
tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 150 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 mengalami
peningkatan menjadi 170 kasus dan menjadi peringkat 6 terbanyak di Provinsi Jawa Tengah setelah
Brebes (325 bayi), Grobogan (285 bayi), Banjarnegara (216 bayi),

Banyumas (209 bayi), dan Tegal

(179 bayi).13
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati tahun 2018 menunjukkan bahwa dari 12 indikator SPM
Bidang Kesehatan, masih terdapat 9 indikator SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten Pati yang belum
mencapai target 100%, termasuk salah satunya yaitu indikator pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
Terdapat dua standar dalam mekanisme pelayanan kesehatan bayi baru lahir yaitu standar kuantitas dan
standar kualitas. Standar kuantitasnya adalah kunjungan neonatal minimal 3 kali, terdiri dari KN1 (6-48
jam), KN2 (3-7 hari), dan KN3 (8-28 hari). Sedangkan standar kualitasnya terdiri dari pelayanan neonatal
esensial saat lahir (0-6 jam) dan pelayanan neonatal esensial setelah lahir (6 jam-28 hari), dimana
masingmasing pelayanan meliputi lima macam perawatan. 1,14
Menurut hasil data yang didapatkan dari Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan
Kabupaten Pati tahun 2018, dari 170 kasus kematian bayi, jumlah terbanyak terdapat di wilayah
Puskesmas Dukuhseti, yaitu 17 kasus.14
Dalam tiga tahun terakhir kasus kematian bayi di Puskesmas

Dukuhseti terus meningkat. Padahal salah satu target SDGs global adalah AKN menjadi kurang dari 12
per 1000 kelahiran hidup.12

Penyebab kematian bayi antara lain BBLR (8 anak), asfiksia (2 anak), kelainan kongenital (1 anak), dan

lain-lain (6 anak).14
Data cakupan kunjungan bayi menunjukkan bahwa pada tahun 2018 dari 29 puskesmas di

Kabupaten Pati, masih terdapat 7 puskesmas yang belum mencapai target 100%. Tiga puskesmas
dengan persentase cakupan kunjungan bayi terendah yaitu Puskesmas Tambakromo (80%), Puskesmas
Sukolilo I (93%), dan Puskesmas Dukuhseti (95%).

Ditinjau dari tren cakupan kunjungan bayi di Puskesmas Dukuhseti tiga tahun terakhir, pada tahun 2018
mengalami penurunan kunjungan neonatal. 14
Berdasarkan survei pendahuluan di Puskesmas yang dilakukan peneliti kepada 7 ibu yang
memanfaatkan pelayanan KIA, diperoleh hasil bahwa mereka mengaku kurang puas dan kurang nyaman
dengan pelayanan yang diberikan. Dari standar kuantitas SPM-BK pada bayi baru lahir, berupa
kunjungan neonatal belum sesuai aturan waktu yang ditetapkan. Kunjungan rumah (KN 2 dan KN 3)
hanya dilakukan bidan setelah ibu menelepon atau ketika Posyandu yaitu sebulan sekali.

101
Berdasarkan fakta dan data di lapangan, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang pelaksanaan
pelayanan neonatal berdasarkan SPM bayi baru lahir di Puskesmas Dukuhseti Kabupaten Pati.

METODE
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2019 di Puskesmas Dukuhseti. Penelitian
ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara mendalam dan observasi. Pengolahan
data menggunakan analisis deskripsi isi (content analysis).

Informan utama berjumlah 6 orang, terdiri dari pemegang program KIA (IU1), pemegang program
P2P (IU2), pemegang program gizi kesmas (IU3), pemegang program imunisasi (IU4), seorang dokter
senior (IU5), dan seorang bidan senior (IU6).

Informan triangulasi sebagai cross check dan validasi data berjumlah 5 orang, yaitu Kasie Kesga dan
Gizi DKK (IT1), Kepala puskesmas (IT2), ibu dengan bayi baru lahir normal (IT3), ibu dengan bayi butuh
rujukan persalinan normal (IT4), serta ibu dengan bayi butuh rujukan persalinan sectio caesarea

(IT5).

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Deskripsi Pelaksanaan
Pelayanan Neonatal
Berdasarkan SPM Bayi Baru
Lahir di Puskesmas Dukuhseti
a. KN1 memang sudah dilakukan di Puskesmas Dukuhseti, yaitu pada saat persalinan.
Kotak 1

“KN1 di Puskesmas saat persalinan.” (IU1)

“Habis persalinan, bayi disuntik.” (IT3)

KN1 penting dilakukan untuk mengetahui kondisi pernapasan, warna kulit, keaktifan gerakan,
berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, serta pemberian salep mata, vitamin

K, dan hepatitis B.15


b. KN2 tidak selalu dilaksanakan karena kesibukan yang dialami oleh para bidan. Sesuai standar
kuantitas SPM Bayi Baru Lahir, 3-7 hari setelah persalinan, seharusnya dilaksanakan kunjungan
terhadap bayi untuk yang kedua kalinya.

102
Kotak 2

“KN2 menunggu pasien nelpon dulu. Kalau ndak ditelpon ya ndak.” (IU4)

“Kalau sudah 3 hari diminta nelpon bidan, udah ditelpon, tapi


tidak bisa datang. Sibuk” (IT5)

“Memang alasannya mau

reakred, jadi malah kita izinkan ke Kepala Desa supaya nggarap full di sini.” (IT2)

Pelaksanaan KN2 merupakan tahap lanjutan pemeriksaan fisik, penampilan, perilaku bayi, serta
pemantauan kecukupan nutrisi sehingga dapat meningkatkan akses neonates terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila ada kelainan atau masalah pada bayi
menggunakan pendekatan komprehensif MTBM meliputi pemeriksaan tanda bahaya (infeksi
bakteri, ikterus, diare, dan berat badan rendah), serta perawatan tali pusat. 15
c. KN3 tidak selalu dilaksanakan dalam rentang waktu 8-28 hari, melainkan setelah bayi selapan (35
hari).

Kotak 3

“KN3 habis selapan mba.


Sekalian ibu KB periksa dengan bayi.” (IU4)

“Saya kan juga sibuk, jadi ya KN setelah selapan.” (IU6)

“Bidan mungkin masih sibuk, jadi ndak datang ke sini. Kalau sudah selapan saja saya ke sana.” (IT4)

“Ndak ada kunjungan, tapi diminta datang ke Posyandu 1 bulan sekali.” (IT5)

Kotak 4

103
“Saya buatkan surat sampai 16 Juli, berarti harusnya ini sudah

aktif di desa. Karena sekarang masih banyak yang tidak KN ya

untuk masukan saya untuk tindak lanjut.” (IT2)

“Ada atau tidaknya akreditasi sudah seharusnya KN tetap

berjalan. Standarnya minimal 3 kali. Itu saja masih bisa kecolongan ada kasus.” (IT1)

Dalam KN3 terdapat beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu pemeriksaan fisik, penampilan, dan
perilaku bayi; pemantauan kecukupan nutrisi bayi; penyuluhan; identifikasi gejala penyakit;
serta edukasi/konseling terhadap orang tua dalam perawatan

neonatal.15

2. Deskripsi Variabel Karakteristik


Masalah dalam Implementasi
SPM Bidang kesehatan Pada
Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di Puskesmas
Dukuhseti
a. Kesulitan Teknis

Kotak 5

“Tujuannya kan untuk menurunkan AKB. Tapi kalau diminta 100% susah. Sasarannya
banyak.” (IU4)

“Kematian bayi sudah jadi fokus pemerintah. Permasalahannya kompleks, butuh penanganan dari semua lini.”
(IT6)

“SPM isinya banyak aspek dari saat lahir sampai perawatan setelah lahir, jadi pelaksanaannya memang rumit.
TW1 2019 ini kematian bayi di jadi 20 besar di Jawa Tengah. Pati turun dari ranking 6 besar

(IT1)

SPM yang merupakan upaya untuk mengatasi tingginya kematian bayi dinilai sulit karena bersifat
kompleks dan membutuhkan penanganan dari semua lini. Pelaksanaan SPM Bayi Baru Lahir dirasa
rumit dan rinci. Kesulitan diakibatkan oleh banyaknya sasaran yang menggunakan data riil, aspek
sosial masyarakat, adanya double job pada bidan, kurangnya pelacakan epidemiologi, keterbatasan
nakes, dan penanganan pra rujukan yang masih manual. Berbagai upaya Continuum of Care telah
dilakukan DKK, tapi diakui bahwa kualitas pelayanan yang diberikan pada beberapa Puskesmas
belum optimal.

104
b. Persentase Sasaran

Penentuan sasaran menggunaakan data riil seluruh bayi baru lahir di wilayah kerja Puskesmas
Dukuhseti. Jumlah yang banyak dan sasaran yang luas mengharuskan bidan pandai mengestimasi
waktu karena juga harus melakukan kunjungan di jejaring fasyankes lain (Posyandu, Pustu,
Puskesmas, dll).

Banyaknya desa binaan Puskesmas, serta banyaknya kelahiran bayi membuat bidan semakin sibuk,
kewalahan, tidak sempat KN, bahkan untuk Posyandu pun lebih sering hanya bersama kader.

Kotak 6

“Pas sakit, periksanya kalau sudah kronis. Padahal rumahnya jauh-jauh. Pasien terjauh di

Wedusan lewat hutan karet (10 km).” (IU2)

“Sasarannya menggunakan data riil jumlah bayi baru lahir.” (IT1)

3. Deskripsi Variabel Karakteristik


Kebijakan dalam Implementasi
SPM Bidang kesehatan Pada
Pelayanan Kesehatan Bayi
Baru Lahir di Puskesmas
Dukuhseti
a. Sebagian besar dana berasal dari BOK, lainnya dari APBD, dan dana JKN. Dana dialokasikan untuk
keperluan ibu hamil, ibu nifas dan bayi, serta ada persentase untuk jasa dan operasional. Para
informan utama merasa nyaman bisa mengelola dana sendiri karena sudah BLUD. Dana diplotkan
sesuai kebutuhan, seperti yankes ibu, balita, penyuluhan.
b. Secara umum sarana prasarana sudah cukup, tapi perlu penambahan ruang MTBM, tempat tidur
pasien, dan USG. Usulan penambahan maupun perbaikan sudah pernah dilakukan tapi belum
terealisasi karena dianggap belum urgent dan ada hal lain yang diprioritaskan. Ruang KIA memang
sangat sempit tapi belum bisa diperbaiki karena masih mempersiapkan kebutuhan re-akreditasi.
Berdasarkan observasi, ruang untuk pelayanan ibu dan bayi memang masih menjadi satu dan
beberapa formulir belum tersedia secara lengkap.
c. Jumlah nakes pelaksana pelayanan kesehatan bayi baru lahir belum mencukupi, terutama pada
bidan, dimana bidan yang aktif di Puskesmas hanya 4 orang. Pengusulan tambahan sudah pernah
dilakukan, tapi kebijakan dari Dinkes dimana Puskesmas berdomisili tidak ada bidan desa.
Penambahan nakes PNS belum bisa karena menunggu perekrutan dari BKD.

4. Deskripsi Variabel Karakteristik


Lingkungan dalam
Implementasi SPM Bidang kesehatan Pada Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir di
Puskesmas Dukuhseti

105
a. Kondisi sosial yaitu rendahnya kemauan masyarakat untuk periksa, dirujuk, dan konsumsi obat,
serta kelengkapan identitas, dan pola nutrisi masih belum tepat. Selain itu terkendala oleh
terlambatnya pembuatan kartu BPJS, serta keikutsertaan pertemuan ibu hamil dan ibu nifas yang
rendah.
b. Kondisi sosial yaitu implementasi akan terhambat pada masyarakat terutama dari ekonomi
menengah ke bawah, sebagian besar belum memahami tentang pentingnya pemeriksaan
kesehatan. Masyarakat menengah ke bawah dan berpenghasilan rendah kurang memanfaatkan
pelayanan kesehatan.
c. Aspek teknologi yaitu sejauh ini yang digunakan adalah WA, belum ada aplikasi online. Baik
pelayanan kesehatan bayi normal maupun penanganan rujukan kasus neonatal belum
menerapkan aplikasi online.
d. Para tenaga kesehatan berkomitmen dengan dilakukannya kerjasama. Bidan mengakui telah
dilakukan banyak program tapi kurang kontinyu sehingga tidak efektif. Hal serupa juga Kasie
Kesga dan Kepala
Puskesmas, yaitu memprioritaskan tugas pokok, tapi belum dapat diterapkan sanksi dengan tegas.
e. Hanya nakes tertentu yang memperoleh pelatihan dan belum terlaksana rutin. Bidan menjelaskan
selama ini penganggaran lebih berfokus pada pembangunan fisik, bukan peningkatan
keterampilan. Kepala Puskesmas dan Kasie Kesga pun menjelaskan selama ini pelatihan tidak
dilaksanakan rutin dan tidak semua tenaga kesehatan bisa memperolehnya.

KESIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:

1. Pelayanan neonatal di
Puskesmas Dukuhseti Kabupaten Pati belum dilaksanakan secara keseluruhan. KN1 sudah
dilaksanakan sesuai waktu yang ditentukan, tapi KN2 dan KN3 tidak selalu dilaksanakan tepat waktu.
Pemotongan tali pusat sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi ibu bayi belum diberikan nasehat
penjelasan mengenai perawatan tali pusat yang seharusnya dilakukan di KN1 dan KN2. Inisisasi
Menyusu Dini masih belum diterapkan oleh para bidan, tapi injeksi vitamin K1 dan hepatitis B0 sudah
diberikan dengan baik. Pemberian salep mata sudah dilaksanakan dengan baik, tetapi tidak diberikan
edukasi terhadap keluarga bayi terkait pemberian salep tersebut. Konseling perawatan neonatal dan
ASI eksklusif belum dapat berjalan dengan baik karena faktor sosial masyarakat. Pemeriksaan
kesehatan dengan MTBM belum dilaksanakan dengan baik karena sebagian besar bidan belum
mendapatkan lokakarya MTBM dan belum ada penganggaran dana untuk pelatihan nakes.
Penanganan rujukan kasus neonatal masih mengalami kesulitan dalam mencari faskes rujukan.

2. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik masalah yaitu sasaran yang terlalu banyak dan
beberapa kesulitan teknis. Penentuan sasaran selama ini menggunakan data riil. Pada
pelaksanaannya, banyak bidan yang belum bisa melakukan KN2 dan KN3 sesuai aturan waktu karena
kesibukan, pencatatan dan pelaporan belum tertib, serta supervise dari pimpinan belum optimal.
3. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik kebijakan, yaitu
SDM, dana, dan sarana prasarana. Dana berasal dari dana BOK dan diplotkan sesuai kebutuhan, baik
jasa maupun operasional, seperti yankes ibu, bayi, balita, penyuliuhan. Puskesmas merasa nyaman
dapat mengelola dana sendiri karena sudah BLUD. Ruang untuk pelayanan kesehatan bayi sempit,

106
serta kurangnya SDM bidan di Puskesmas menyebabkan adanya piket kerja yang harus dilakukan
bidan desa.

4. Pelayanan neonatal ditinjau dari karakteristik lingkungan, yaitu aspek sosial, ekonomi, teknologi,
serta komitmen dan keterampilan pejabat pelaksana. Dalam aspek sosial, masyarakat masih kurang
antusias untuk mencari informasi terkini tentang kesehatan bayi dan belum tergerak untuk ikut
pertemuan di desa. Dalam aspek ekonomi, masyarakat masih enggan memeriksakan bayi ke faskes.
Dalam aspek teknologi, di Puskesmas belum ada aplikasi online untuk pelayanan kesehatan bayi dan
belum menerapkan Sistem Rujukan Terintergrasi berbasis online sehingga kesulitan ketika mencari
faskes rujukan. Aspek komitmen dari pihak DKK sudah baik ditunjukkan dengan berbagai upaya
mencegah kematian bayi di Kabupaten Pati, tetapi dari pihak Puskesmas belum maksimal dalam
pelaksanaannya. Sedangkan aspek keterampilan pejabat pelaksana ditunjukkan dengan beberapa
pelayanan kesehatan yang belum diterapkan dengan baik, yaitu pelaksanaan IMD, edukasi dalam
pemberian salep mata antibiotik, konseling perawatan neonatal dan ASI Eksklusif. Keterampilan yang
seharusnya diupgrade secara rutin belum bisa dilaksanakan karena keterbatasan waktu, rutinitas
kerja yang padat, dan alokasi dana selama ini lebih mengarah pada pembangunan fisik infrastruktur,
bukan peningkatan keterampilan tenaga kesehatan.

1. Saran bagi Puskesmas Dukuhseti


a. Menganggarkan dana untuk pengadaan pelatihan kepada bidan yang belum terlatih MTBM,
sehingga dapat meningkatkan kualitas yang sesuai dengan pedoman perawatan neonatal esensial.
b. Menganggarkan dana untuk memperbaiki ruang pelayanan ibu dan bayi sesuai standar Puskesmas
rawat inap, sehingga dapat memudahkan identifikasi, serta penanganan kasus dan pra-rujukan
neonatal.
c. Memaksimalkan kinerja bidan yang telah terlatih MTBM, sehingga ketika terdapat kasus tidak
selalu dibebankan pada Bidan Koordinator.
d. Membuat uraian tugas (job description) untuk tenaga kesehatan yang terlibat dalam pelayanan
kesehatan bayi secara lengkap, jelas, dan terperinci.
e. Memasang poster tentang skema alur SOP dari penerimaan pasien bayi hingga proses rujukan di
dinding ruang sehingga petugas kesehatan dapat sewaktu-watu membaca dan menerapkan, serta
masyarakat pun turut memahami dan mengikuti prosedurnya dengan baik.
f. Mengevaluasi pengadaan formulir pencatatan sesuai pedoman standar teknis pemenuhan mutu
pelayanan dsar pada SPM Kesehatan
Bayi Baru Lahir.

g. Membenahi sistem informasi kesehatan dan aplikasi sistem rujukan secara online, serta
memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada petugas terkait penggunaannya agar pelaksanaan
rujukan lebih efektif dalam mencari rumah sakit sehingga rujukan dapat lebih cepat dan
meminimalisir penolakan
2. Saran bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten Pati

a. Mempertegas sanksi agar implementasi SPM pada pelayanan kesehatan bayi baru lahir berjalan
optimal dengan penguatan SOP.
b. Mengevaluasi ketersediaan sumber daya kesehatan di Puskesmas.

107
c. Membangun komunikasi dan hubungan yang baik dengan pihak Puskesmas berupa pelatihan,
seminar, sosialisasi terkait pelayanan kesehatan bayi baru lahir dan penggunaan aplikasi online
untuk seluruh Puskesmas.
3. Saran bagi Peneliti Selanjutnya
a. Menggali informasi yang lebih dalam kepada informan dan informan dari lintas sektor yang
mendukung keberjalanan pelayanan kesehatan.
b. Melakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh atau dampak dari pengoptimalisasian
pelayanan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
c. Melakukan penelitian lanjutan dengan metode atau teori lainnya agar dapat mengetahui
informasi yang lebih mendalam tentang implementasi SPM Kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan
Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan.
Jakarta; 2019.

2. Jaswin E, Basri H, dan Fahlevi


H. Implementasi Penganggaran

Berbasis Kinerja Dalam

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Penyelenggara

Pelayanan Kesehatan Pada Dinas Kesehatan Kabupaten

Bener Meriah. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 4(2); 2018: 292-296.


3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah. Pencapaian SPM
Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Semester I Tahun 2018. Semarang;
2018.
4. Astutik. Standar Pelayanan
Medis Nasional sebagai Bentuk Pembatasan Otonomi Profesi Medis. HOLREV, 1(2); 2017: 267.

5. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 75

Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta; 2014.

6. Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Profil Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2017.
7. Rossa V dan Nodia F.
Kemenkes: Penurunan Angka Kematian Ibu Jadi Prioritas; 2018. Diunduh pada 31 Mei 2019.
[Online]. di www.suara.com/health/.

8. Dinas Kesehatan Kota

108
Semarang. 5 Fakta tentang Kematian Ibu dan Bayi Baru Lahir di Indonesia; 2018. Diunduh pada 1
Juni 2019.
[Online]. di http://dinkes.semarangkota.go.id
9. Anatasia R. BKKBN: Angka Kematian Bayi di Indonesia
Menurun; 2018. Diunduh pada 3 Juni 2019. [Online]. di https://www.msn.com.

10. Ermalena. Indikator Kesehatan SDGs di Indonesia. Jakarta; 2017.


11. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Keputusan

Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019.
Jakarta; 2015.
12. Pritasari K. Peran Rumah Sakit Dalam Rangka Menurunkan AKI dan AKB. Jakarta; 2018.
13. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Buku Saku Kesehatan Jawa Tengah. Semarang; 2018.
14. Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Laporan Data Dasar
Kesehatan Anak. Pati; 2018.

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku


Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial: Pedoman Teknis Pelayanan Kesehatan Dasar.
Jakarta; 2010.

109
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.com/search?
q=jurnal+pelayanan+kesehatan+neonatus&oq=jurnal+pelayanan+kesehatan+neonatus&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8
http://akubaiq.blogspot.com/2013/12/prinsip-dasar-bayi-baru-lahir-normal.html
http://repositori.uin-alauddin.ac.id/7709/1/EKA%20MURDIANA.pdf

110
MAKALAH
PRINSIP PELAYANAN KESEHATAN NEONATAL

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 5
YUFITA KAPISO
YULIANTY HAYATUDIN
YULIANTY KAMPONG
YUSTIKA JABIR
SUHAIDA TABAIKA
SULASTRI DJABANI
MK : MANAJEMEN GAWAT DARURAT TERPADU MATERNAL
DOSEN : Ns.Cut Mutia Bunsa, S.Kep

PRODI DIII KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH MANADO
TP 2020

111

Anda mungkin juga menyukai