Anda di halaman 1dari 36

HALAMAN JUDUL

Gangguan selama Kehamilan dan Aspek Epidemiologi Kelahiran


Prematur dan BBLR

Disusun Oleh:
Muh. Yusril Mahendra P 101 17 099

Nur Mifta Huldjannah P 101 17 028

Siti Rahma P 101 17

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO PALU
2019-2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang mana
telah melimpahkan rahnmat serta hidayahnya, sehingga kami dapat
menyelesaikan KTI yang berjudul “Gangguan selama Kehamilan dan Aspek
Epidemiologi Kelahiran Prematur dan BBLR” tepat pada waktunya. Dalam
kesempatan ini kami ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak
yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Di dalam
penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak sekali kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari rekan-rekan semua
sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi mahasiswa FKM
UNTAD.

Palu, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
A. Latar Belakang .................................................................................................... 5
B. Tujuan .................................................................................................................. 6
C. Manfaat ............................................................................................................ 6
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 7
A. Gangguan Selama Kehamilan ......................................................................... 7
B. Kelahiran Premature .......................................................................................... 9
C. Keterbatasan Pertumbuhan ........................................................................12
D. BBLR ..............................................................................................................12
E. Aspek Epidemiologi Kelahiran Premature, Keterbatasan Perumbuhan
dan BBLR ..................................................................................................................14
F. Trends Waktu Pada Kelahiran BBLR dan Prematur...................................24
G. Pencegahan Kelahiran Premature dan BBLR .........................................26
BAB III. PENUTUP .......................................................................................................30
A. Kesimpulan ........................................................................................................30
B. Saran ..................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................32
Contoh Kasus ...............................................................................................................34
Contoh Kasus ...............................................................................................................35
DAFTAR TABEL

Table 1. Persalinan prematur murni sesuai dengan definisi WHO......................... 9


BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu fase yang memegang peranan
penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Hal ini berpengaruh
besar atas angka morbiditas dan angka mortalitas dalam suatu
kependudukan. Pernyataan tersebut telah didukung oleh berbagai
riset mutakhir yang menunjukkan dimana negara-negara yang masih
memiliki baik pengetahuan marupun prosesi kehamilan dan
persalinan seperti Indonesia ditemukan angka kematian yang tinggi.
Oleh karenanya sangat penting untuk memerhatikan segala
aspek yang dapat mempengaruhi suatu kehamilan seperti gangguan
pada saat kehamilan.
Dengan adanya suatu gangguan dalam kehamilan tersebut
dapat berimbas fatal kepada sang calon anak yang dimana dapat
mempengaruhi tumbuh kembang janin dan tidak samapai disitu saja.
Gangguan tersebut dapat berimbas mempengaruhi kondisi janin saat
lahir hingga fase tumbuh kembangnya nanti. Salah satu contoh
akibat dari gangguan pada saat kehamilan yang dapat berimbas
kepada janin yaitu Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
BBLR bukanlah hanya semata-mata suatu kondisi dimana
berat badan yang lahir di bawah ambang normal atau dapat
dikatakan sehat. Tapi hal yang dianggap sepeleh untuk beberapa
orang ini dapat berimbas kepada tumbuh kembang bayi kedepannya.
Ironisnya banyak Ibu hamil yang masih kurang perhatian
ataupun kurang pengetahuan tentang aspek-aspek apa saja yang
dapat menyebabkan gangguan pada saat kehamilan. Oleh sebab itu
sangat penting untuk mengetahui bagaimana hubungan antara
berbagai aspek yang dapat mengakibatkan suatu gangguan pada
saat kehamilan sehingga faktor-faktor tersebut dapat di eliminasi
ataupun di perkecil kemungkinannya untuk menyebabkan gangguan
pada saat kehamilan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari karya tulis ilmiah ini, sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ganguan yang terjadi selama kehamilan
2. Untuk mengetahui tentang Kelahiran Prematur, BBLR dan
Keterbatasan Pertumbuhan
3. Untuk mengetahui aspek epidemiologi dari kelahiran premature,
BBLR dan Keterbatasan Pertumbuhan
4. Untuk mengetahui trends waktu dari kelahiran premature dan
BBLR di Indonesia
5. Untuk mengetahui cara pencegahan dari kelahiran premature
dan BBLR

C. Manfaat
1. Bagi Institusi
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah ini untuk
menambah, memperkuat teori yang telah ada terkhususnya di
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Tadulako.
2. Bagi Mahasiswa
Adapun manfaat penulisan karya tulis ilmiah bagi
mahasiswa untuk menambah pengetahuan yang kemudian
dapat digunakan didunia kerja.
BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gangguan Selama Kehamilan


1. Anemia
Anemia adalah suat keadaan dimana jumlah eritrosit yang
beredar atau konsentrasi hemoglobin menurun. Sebagai
akibatnya, ada penurunan transportasi oksigen dari paru ke
jaringan perifer. Selama kehamilan, anemia lazim terjadi dan
biasanya disebabkan oleh defisiensi zat besi, sekunder terhadap
kehilangan darah sebelumnya atau masukan zat besi yang tidak
adekuat (Gunawan, 1994).
Anemia di Indonesia umumnya disebabkan oleh
kekurangan zat besi sehingga lebih sering disebut anemia
defisiensi besi. Salah satu kelompok yang rentan terhadap
anemia defisiensi besi adalah ibu hamil. Anemia pada ibu hamil
adalah kondisi dimana kadar hemoglobin berada di bawah 11
g/dl pada trimester I dan III atau di bawah 10,5 g/dl pada
trimester II (Rizki, Lipoeto and Ali, 2017).
Ibu hamil yang anemia lebih berisiko tinggi melahirkan
BBLR daripada yang tidak anemia, ini dipengaruhi karena akibat
anemia akan menimbulkan hipoksia dan bekurangnya aliran
darah ke uterus yang akan menyebabkan aliran oksigen dan
nutrisi ke janin terganggu sehingga dapat menimbulkan asfiksia
sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin terhambat dan
janin lahir dengan berat badan lahir rendah dan premature
(Sulistianingsih et al., 2017).
Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 sekitar 48,9%
(Kemenkes, 2018), sedangkan di dunia menurut World Health
Organization (WHO) prevalensi ibu hamil yang mengalami
defisiensi besi sekitar 35-75% (Kemenkes, 2018).
Suplementasi tablet Fe adalah salah satu program
pencegahan dan penanggulangan anemia defisiensi besi yang
paling efektif meningkatkan kadar hemoglobin pada ibu hamil
dan dapat menurunkan prevalensi anemia pada ibu hamil
sebesar 20-25%. Program ini sudah terlaksana di Indonesia
sejak tahun 1974. Tablet Fe mengandung 200 mg sulfat ferrosus
dan 0,25 mg asam folat yang diikat dengan laktosa. Ibu hamil
dianjurkan mengkonsumsi tablet Fe minimal 90 tablet dengan
dosis 1 tablet per hari berturut-turut selama 90 hari masa
kehamilannya (Mariana, 2018).
Pemberian tablet Fe sesuai standar pelayanan diiringi
dengann pola makan yang sesuai memberikan pengaruh
terhadap kadar hemoglobin pada ibu hamil. Setelah pemberian
tablet Fe, sebagian besar ibu hamil (70%) memiliki kadar
hemoglobin yang normal (Rizki, Lipoeto and Ali, 2017).
2. Preeklamsia
Preeklamsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan
yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (hipertensi) dan
tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang
ditunjukkan oleh tingginya kadar protein pada urine (proteinuria).
Preeklamsia juga sering dikenal dengan nama toksemia atau
hipertensi yang diinduksi kehamilan (Judith, 2011).
Gejala preeklamsia biasanya muncul saat usia kehamilan
memasuki minggu ke-20 atau lebih (paling umum usia kehamilan
24-26 minggu), sampai tak lama setelah bayi lahir. Preeklamsia
yang tidak disadari oleh sang ibu hamil bisa berkembang
menjadi eklamsia, kondisi medis serius yang mengancam
keselamatan ibu hamil dan janinnya (Judith, 2011).
Apabila preeklamsia tidak diatasi secapat mungkin,
preeklamsia tersebut akan berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang. Hal ini bisa mengancam
keselamatan Ibu dan anak dikandungannya (Judith, 2011)
3. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang muncul pada
masa kehamilan, dan hanya berlangsung hingga proses
melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi di usia kehamilan berapa
pun, namun lazimnya berlangsung di minggu ke-24 sampai ke-
28 kehamilan (Judith, 2011).
Sama dengan diabetes yang biasa, diabetes gestasional
terjadi ketika tubuh tidak memproduksi cukup insulin untuk
mengontrol kadar glukosa (gula) dalam darah pada masa
kehamilan. Kondisi tersebut dapat membahayakan ibu dan anak,
namun dapat ditekan bila ditangani dengan cepat dan tepat
(Judith, 2011).

B. Kelahiran Premature
Kelahiran premature merupakan persalinan dengan usia
kehamilah kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari 2500
gr. Kematian perinatal paling tinggi disebabkan oleh persalinan
premature. Bayi yang terlahir secara premature sendiri berisiko
terjadi gangguan perkembangan secara motoric dan secara kognitif
diusia kanak-kanak dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan
normal (Zeitlin et al., 2013).
Table 1. Persalinan prematur murni sesuai dengan definisi WHO
Batasan
Kriteria Keterangan
Prematur
Sangat  Usia kehamilan 24-  Sangat sulit untuk hidup,
prematur 30 minggu kecuali dengan incubator
 BB bayi 1000-1500 canggih
gr  Dampak sisanya
menonjol, terutama IQ
neurologis dan
pertumbuhan fisik
Premature  Usia kehamilah 31-35  Dengan perawatan
sedang minggu canggih masih mungkin
 BB bayi 1501-2000 gr hidup tanpa dampak sisa
yang berat
Premature  Usia kehamilan 36-38  Masih sagat mungkin
borderline minggu hidup tanpa dampak sisa
 BB bayi 2001-2499 gr yang berat
 Lingkar kepala 33 cm  Perhatikan kemungkinan:
 Lingkar dada 30 cm - Gangguan nafas
 Panjang badan - Daya isap lemah
sekitar 45 cm - Tidak tahan terhadap
hipotermia
- Mudah terjadi infeksi
Prematuritas merupakan penyebab kematian kedua pada
balita setelah pneumonia dan merupakan penyebab utama kematian
neonatal. Tiga puluh lima persen kematian neonatal di dunia
disebabkan oleh komplikasi kelahiran premature (Sulistiarini, 2016).
Penyebab kelahiran prematur pada berbagai Negara berbeda-
beda. Kenaikan jumlah kelahiran prematur di negara-negara
berpenghasilan tinggi disebabkan oleh jumlah wanita yang memiliki
bayi pada umur yang lebih tua dan peningkatan penggunaan obat
kesuburan yang menyebabkan terjadinya kehamilan kembar.
Peningkatan kelahiran prematur di beberapa negara maju
disebabkan oleh induksi medis yang tidak perlu dan persalinan sesar
sebelum waktunya.Sementara itu, di negara-negara berpenghasilan
rendah penyebab utama kelahiran premature meliputi infeksi,
malaria, HIV, dan tingkat kehamilan remaja yang tinggi.Baik di
negara kaya maupun miskin, banyak kelahiran prematur yang
penyebabnya tidak dapat dijelaskan (Sulistiarini, 2016).
1. Etiologi Kelahiran Prematur
Menurut (Darma, 2017), berikut beberapa factor penyebab
kelahiran premature:
a. Faktor Kehamilan
1) Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban pecah dini ditandai dengan keluarnya
cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia
22 minggu dan dapat dinyatakan pecah dini jika terjadi
sebelum proses persalinan berlangsung.
Ketuban pecah dini bisa disebabkan oleh berbagai
hal seperti:
a) Serviks inkompeten
b) Peningkatan tekanan intrauterine
c) Trauma
2) Infeksi
Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan
persalinan, maka tinggi pula risiko mordibitas dan
mortalitas ibu dan janin. Hal ini ditambah lagi dengan
prubahan suasana vagina selama kehamilan yang
menyebabkan turunnya pertahanan alamiah terhadap
infeksi.
3) Kelainan Uterus
Uterus yang tidak normal mengganggu risiko
terjadinya abortus spontan dan persalinan premature.
Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa risiko
terjadinya persalinan premature akan makin meningkat
apabila serviks <30 mm, hal ini dikaitkan dengan makin
mudahnya terjadi infeksi amnion bila serviks makin
pendek.
4) Komplikasi Medis dan Obstetrik
Beberapa komplikasi langsung dari kehamilan
yaitu preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini,
perdarahan antepartum dll.
b. Faktor Individu
1) Keadaan Sosial Ekonomi Rendah
Dengan keadaan social ekonomi yang rendah
berhubungan dengan kurang teraturnya pemeriksaan
antenatal, status gizi yang rendah akan mempengaruhi
lamanya kehamilan, rentan infeksi dan dapat
meningkatkan risiko persalinan premature dengan cara
ketuban pecah dini.
2) Penyakit Sistemik Ibu Hamil
Penyakit sistemik yang diderita oleh ibu hamil
diantaranya : paru-paru, jantung, liver, diabetes mellitus,
hipertensi, infeksi organ vital.
3) Infeksi Kehamilan
Korioamnionitis, servisitasendometritis, infeksi
plasenta.

C. Keterbatasan Pertumbuhan
Keadaan dimana terhambatnya pertumbuhan atau
perkembangan manusia yang dipengaruhi oleh berbagai factor.
Seperti factor genetic, BBLR maupun premature
D. BBLR
World Health Organization (WHO) mendefinisikan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) sebagai bayi yang terlahir dengan berat
kurang dari 2500 gram. BBLR masih terus menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang signifikan secara global karena efek
jangka pendek maupun panjangnya terhadap kesehatan (Landra,
2019).
BBLR bukan hanya predikator utama kematian prenatal dan
morbiditas, tetapi penelitian terbaru menemukan bahwa kelahiran
BBLR juga meningkatkan risiko penyakit seperti diabetes dan
penyakit kardiovaskular di kemudian hari (Landra, 2019).
Di Indonesia sendiri persentase balita (umur 0-59 bulan)
dengan BBLR sebesar 6,2%. Angka ini jika di bandingkan dengan
angka BBLR tahun 2013 sebesar 10,2% terlihat cukup menurun.
Persentase BBLR tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Tengah
(8,9%) dan yang terendah di Jambi (2,6%) (Kemenkes, 2018).
Penyebab BBLR sendiri dipengaruhi oleh beberapa factor
(multi-factor) seperti factor social-ekonomi dan factor biologi. Di
Negara berkembang penyebab utama terjadi BBLR yaitu kebutuhan
gizi ibu yang buruk (Bansal, 2019)
BBLR tidak hanya dapat terjadi pada bayi prematur, tetapi
dapat terjadi juga pada bayi cukup bulan yang mengalami hambatan
pertumbuhan selama kehamilan (Landra, 2019).
Adapun penyebab BBLR menurut (Apriningsih, 2008), sebagai
berikut :
1. Status gizi ibu bayi sebelum hamil
Status gizi seorang calon ibu bayi memenentukan asupan
yang diperoleh bayi dalam kandungan. Kecukupan status gizi
sebelum kehamilan dinilai menggunakan indeks masa tubuh
(IMT). Salah satu penelitian menunjukkan perempuan yang
berbadan kurus atau dengan IMT < 18,5 memiliki peluang dua
kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat rendah
dibandingkan individu dengan IMT normal. Saat sebelum
memasuki masa kehamilan, IMT menggambarkan
perkembangan tubuh dan kecukupan asupan untuk ibu dan bayi.
2. Berat badan ibu bayi saat sedang hamil
Peningkatan asupan untuk memenuhi kebutuhan bayi
pasti akan berdampak pada kenaikan berat badan saat
kehamilan. Kenaikan berat badan berkisar antara 5 kg hingga 18
kg yang disesuaikan dengan status gizi sebelum hamil, pada
individu berbadan normal kenaikan berat badan yang disarankan
sekitar 11 kg hingga 16 kg. Kenaikan berat badan yang terlalu
sedikit meningkatkan risiko bayi lahir dengan berat rendah..
3. Usia Ibu saat sedang hamil
Bayi berat lahir rendah pada umumnya ditemukan pada
ibu yang hamil saat usia remaja. Tubuh seorang perempuan usia
remaja belum siap untuk mengalami kehamilan, hal ini juga
dapat disebabkan kecukupan nutrisi pada usia tersebut.
Kehamilan usia remaja yang paling sering terjadi pada usia 15-
19 tahun. Akibatnya, risiko melahirkan berat bayi lahir rendah
menjadi lebih tinggi 50% dibandingkan usia normal untuk
menjalani kehamilan atau sekitar 20-29 tahun.
4. Jarak waktu melahirkan anak
Jika waktu kehamilan terlalu berdekatan dengan waktu
melahirkan anak sebelumnya maka kemungkinan tubuh ibu bayi
belum menyimpan nutrisi yang cukup untuk kehamilan
selanjutnya. Kebutuhan nutrisi akan meningkat saat hamil, dan
akan lebih tinggi lagi jika ibu mengalami kehamilan dan harus
memberikan ASI secara bersamaan sehingga meningkatkan
risiko bayi berat lahir rendah.
5. Kondisi kesehatan ibu
Kesehatan ibu saat menjalani kehamilan maupun riwayat
kesehatan sebelum dapat berkontribusi menyebabkan BBLR.
Tidak hanya masalah kesehatan fisik, namun juga kesehatan
psikologis ibu.

E. Aspek Epidemiologi Kelahiran Premature, Keterbatasan


Perumbuhan dan BBLR
1. Hubungan antara usia dengan Kejadian BBLR
Menikah dan hamil pada usia muda merupakan hal yang
biasa terjadi pada masyarakat setempat berkaitan dengan adat
istiadat. Banyaknya pernikahan di usia muda merupakan
penyebab banyaknya kehamilan pada usia muda juga. Hal ini
berdampak pada bayi yang dilahirkan. Pada penelitian ini
kejadian BBLR lebih banyak terjadi pada ibu usia risiko (kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun).
Ibu yang berumur kurang dari 20 tahun belum siap secara
fisik dan mental dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Dari segi fisik rahim dan panggul ibu belum tumbuh mencapai
ukuran dewasa, sehingga kemungkinan akan mendapat
kesulitan dalam persalinan, sedangkan dari segi mental ibu
belum siap untuk menerima tugas dan tanggung jawab sebagai
orang tua sehingga diragukan keterampilan perawatan diri dan
bayinya. Sedangkan untuk ibu yang hamil pada umur lebih dari
35 tahun akan mengalami banyak kesulitan karena pada usia
tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu, organ kandungan
menua dan jalan lahir juga tambah kaku sehingga terjadi
persalinan macet dan perdarahan. Di samping hal tersebut
kemungkinan mendapatkan anak cacat juga menjadi lebih besar
dan bahaya yang dapat terjadi pada ibu primi muda antara lain
bayi lahir belum cukup bulan dan terjadinya pendarahan sebelum
atau sesudah bayi lahir (Rochjati, 2011).
2. Hubungan antara Paritas dengan KejadianBBLR
Pada penelitian ini kejadian BBLR lebih banyak terjadi
pada ibu dengan paritas risiko sedangkan bayi berat lahir normal
lebih banyak dilahirkan pada ibu paritas tidak risiko. Sehingga
semakin banyak paritas ibu akan semakin berisiko dengan
kejadian BBLR.
Sejalan dengan penelitian Aliyu et al di Amerika Serikat
yang membagi kategori paritas menjadi empat yaitu kategori I
(1–4), kategori II (5–9), kategori III (10–14) dan kategori IV (≥
15). Semakin tinggi status paritas dapat mengakibatkan hasil
persalinan yang buruk (bayi lahir mati).
3. Hubungan antara status gizi dengan Kejadian BBLR
Pada penelitian ini proporsi BBLR lebih banyak terjadi
pada ibu yang status gizi risiko (LILA< 23,5 cm). Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh Puji A.H (2012) bahwa ambang batas
LILA wanita usia subur dengan risiko kurang energi kronis di
Indonesia adalah 23,5 cm. Apabila ukuran LILA < 23,5 cm atau
di bagian merah pita LILA, artinya wanita tersebut mempunyai
risiko KEK dan diperkirakan akan melahirkan bayi berat lahir
rendah (BBLR).
Lingkar lengan atas (LILA) merupakan salah satu
parameter status gizi yang sering digunakan pada wanita usia
subur baik ibu hamil, maupun calon ibu sebagai salah satu cara
deteksi dini yang mudah untuk mengetahui kekurangan energi
kronik untuk menapis wanita yang berisiko melahirkan BBLR
(Supariasa, 2002). Status gizi ibu hamil adalah masa di mana
seseorang wanita memerlukan berbagai unsur gizi yang jauh
lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan tidak
hamil. Diketahui bahwa janin membutuhkan zat-zat gizi dan
hanya ibu yang dapat memberikannya. Makan ibu hamil harus
cukup bergizi agar janin yang dikandungnya memperoleh
makanan bergizi cukup dank arena status gizi ibu hamil
merupakan hal yang sangat berpengaruh selama masa
kehamilannya. Kekurangan gizi akan menyebabkan akibat yang
buruk bagi si ibu dan janinnya. Jika ukuran LILA < 23,5 cm maka
interpretasinya kurang energi kronis (Astuti P.H., 2012).
Sejalan hasil penelitian Tafwid (2010) di daerah endemis
malaria Kabupaten Bangka menyimpulkan ibu hamil dengan
status gizi kurang berisiko 3,43 kali lebih banyak akan
melahirkan BBLR dibanding melahirkan bayi berat lahir normal.
4. Hubungan antara Pendapatan keluarga denganKejadian
BBLR
Banyak hal yang dapat dipengaruhi oleh sosial ekonomi
diantaranya adalah asupan gizi, tingkat pendidikan, perilaku
merokok, alkohol, penggunaan obat terlarang, stress dan bahkan
dapat berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan, di
mana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kejadian BBLR,
apalagi jika ibu hamil mengalami berbagai masalah tersebut
(Bernabe, 2004).
Sebagian besar pendapatan keluarga dalam kategori
kurang. Banyaknya responden yang berpendidikan lulus SD
sebagai salah satu sebab sulitnya mendapatkan pekerjaan selain
itu juga anggapan bahwa suami merupakan tulang punggung
keluarga yang berkewajiban mencari nafkah dengan bekerja di
luar. Sehingga responden tidak dapat membantu dalam hal
mencukupi keperluan akan gizi. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Deshpande J.D et al (2010) di
india bahwa risiko BBLR pada sosial ekonomi rendah 1,68 kali
lebih besar dibandingkan pada sosial ekonomi tinggi. Begitu pula
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yasmeen S and
Azim S di Bangladesh pada tahun 2009 bahwa pendapatan
keluarga berhubungan dengan BBLR.
5. Hubungan antara Pengetahuan tentang ANCdengan
Kejadian BBLR
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata
dan telinga (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan dalam penelitian
ini adalah pengetahuan tentang pemeriksaan kehamilan.
Diasumsikan pengetahuan ibu pada saat dilakukan penelitian ini
sama dengan pada saat ibu sedang hamil. Tingkat pengetahuan
ibu tentang ANC terbentuk berdasarkan beberapa faktor yang
memengaruhi.
Pengetahuan dipengaruhi beberapa faktor antara lain
pendidikan, informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan,
pengalaman dan usia Pendidikan memengaruhi proses belajar
seseorang. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah
seseorang menerima informasi. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan di mana di harapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi, orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seseorang
yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan
rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak di
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal. Usia memengaruhi daya tangkap dan
pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik (Budiman,
2013). Proporsi pengetahuan tentang ANC kategori kurang lebih
banyak pada kelompok bayi BBLR dibandingkan kelompok bayi
berat lahir normal. Walaupun secara umum sebagian besar
pengetahuan ibu tentang pemeriksaan ANC adalah kategori
baik. Kurangnya pengetahuan responden tentang ANC dapat
diatasi pada saat ibu hamil melakukan kunjungan ANC. Saat
pemeriksaan kehamilan tersebut sebaiknya tenaga kesehatan
memberikan informasi tentang pentingnya pemeriksaan
kehamilan bagi ibu hamil. Dengan demikian diharapkan
peningkatan pengetahuan ibu hamil tentang ANC seiring dengan
peningkatan pelayanan ANC yang didapatkan.
Sebagian besar ibu sudah mengetahui tentang pengertian
antenatal care, manfaat antenatal care, buku KIA, berbagai
pemeriksaan kesehatan yang dilakukan seperti manfaat
pemeriksaan tekanan darah, cara minum tablet tambah darah.
Untuk imunisasi TT pada saat hamil sebagian besar tidak tahu
manfaat imunisasi tersebut tetapi sebagian besar mereka tahu
imunisasi tersebut disuntikkan pada lengan kanan atas. Begitu
pula dengan tablet tambah darah sebagian besar tahu manfaat
tablet tambah darah, waktu minum pada malam hari tetapi
sebagian diantaranya tidak tahu jumlah tablet yang harus
dikonsumsi ibu selama hamil dan cara minum hanya dengan air
putih. Jadwal pemeriksaan ANC sebagian besar dari ibu
menjawab ≥ 4 kali tetapi untuk keteraturan pemeriksaan
berdasarkan trimester yang dianjurkan sebagian besar tidak
tahu. Begitu pula dengan gejala anemia sebagian besar tidak
tahu gejala anemia pada ibu hamil berupa cepat lelah, pusing
dan mata berkunang-kunang. Buku KIA dapat menjadi sarana
yang efektif untuk menambah pengetahuan ibu hamil tentang
pemeriksaan kehamilan.
Buku KIA berisikan catatan medis ibu saat hamil sehingga
berbagai masalah kehamilan dapat diketahui lebih awal. Selain
itu buku KIA juga berisikan hasil pemeriksaan yang dilakukan ibu
seperti kadar Hb, status gizi, imunisasi, dan tekanan darah. Akan
tetapi masih ada dijumpai responden yang tidak memanfaatkan
buku KIA sebaik mungkin atau bahkan tidak pernah
membacanya.
Beberapa daerah penelitian sarana listriknya hanya ada
pada saat malam hari, hal tersebut dapat menyebabkan
kurangnya informasi tentang pemeriksaan kehamilan melalui
media elektronik seperti radio dan televisi. Faktor jarak juga
salah satu kendala akses ibu hamil ke puskesmas yang pada
akhirnya akan menyebabkan kurang maksimalnya kegiatan
promosi kesehatan. Pencegahan terjadinya komplikasi maupun
deteksi dini terhadap perkembangan janin sangat mungkin
dilakukan pada saat pelayanan ANC sehingga melahirkan BBLR
dapat dicegah dan penanganan BBLR yang baik.
6. Hubungan antara Kunjungan ANC dengan Kejadian BBLR
Kunjungan ANC sebagian besar adalah teratur yaitu
responden melakukan kunjungan ANC pada trimester pertama
dengan kuantitas kunjungan ≥ 4 kali selama kehamilan.
Walaupun masih dijumpai ibu hamil yang melakukan kunjungan
ANC pertama kali pada saat usia kehamilan trimester II. Ibu yang
kunjungan ANC tidak teratur lebih banyak melahirkan BBLR.
Pencegahan terjadinya komplikasi maupun deteksi dini
terhadap perkembangan janin sangat mungkin dilakukan pada
saat pelayanan ANC sehingga melahirkan BBLR dapat dicegah
dan penanganan BBLR yang baik. Menurut Manuaba (2008)
keuntungan pelayanan antenatal yang dapat diperoleh jika
melakukan pemeriksaan kehamilan selain dapat mengetahui
risiko kehamilan dan menyiapkan persalinan menuju kelahiran
yang baik (well born baby) dan kesehatan ibu yang baik (well
health mother) sampai dengan masa laktasi dan nifas.
7. Hubungan antara Anemia dengan Kejadian BBLR
Di daerah endemisitas tinggi, tingkat kekebalan terhadap
malaria yang diperoleh perempuan semakin berkurang selama
kehamilan. Infeksi malaria lebih mungkin mengakibatkan anemia
berat dan melahirkan bayi BBLR sedangkan di daerah transmisi
rendah biasanya kekebalan wanita terhadap malaria tidak
terbentuk. Infeksi malaria kemungkinan banyak mengakibatkan
penyakit malaria berat, anemia ibu, kelahiran prematur atau
kematian janin.
Selain itu pula faktor ketidaktahuan responden terhadap
kebiasaan konsumsi makanan/minuman tertentu yang dapat
menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh, yaitu antara lain
masih dijumpai responden yang minum tablet Fe dengan teh dan
pisang. Padahal tablet Fe sebaiknya diminum hanya dengan air
putih saja. Menurut Astuti P.H (2012) tablet besi sebaiknya tidak
diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
penyerapan Asupan zat besi selama hamil sangat diperlukan
untuk menjaga kadar Hb dalam darah. Oleh sebab itu ibu hamil
dianjurkan mengonsumsi suplemen zat besi khususnya pada
kehamilan trimester III.
Beberapa penelitian yang sejalan dengan penelitian ini
diantaranya hasil penelitian Deshpande JD et al (2010) di India
bahwa faktor maternal yang berhubungan dengan BBLR adalah
anemia, di mana risiko ibu yang anemia 2,54 kali lebih besar
akan melahirkan BBLR.
8. Hubungan antara Hipertensi dengan Kejadian BBLR
Tidak ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian
BBR pada daerah endemis malaria di kabupaten Banjar karena
BBLR merupakan masalah kesehatan yang disebabkan banyak
faktor. Hipertensi merupakan salah satu faktor penyakit yang
diderita ibu pada saat hamil yang merupakan faktor risiko dari
BBLR.
Tekanan darah pada kehamilan trimester pertama
cenderung sama dengan tekanan darah sebelum hamil. Pada
trimester kedua, tekanan darah cenderung menurun beberapa
millimeter air raksa (mmHg). Tekanan darah meningkat lagi di
trimester ketiga, sehingga pada masa inilah tekanan darah tinggi
sering ditemukan bahkan sampai terjadi preeklamsia. Perubahan
tekanan darah juga terjadi pada perempuan yang telah
mengidap hipertensi sebelum hamil sehingga tekanan darah
pada trimester kedua adalah yang paling rendah (Bawazier,
2008)
Penelitian ini tidak sejalan dengan beberapa penelitian
sebelumnya seperti Hasil penelitian yang dilakukan oleh Abdoe J
et al di Gambia pada tahun 2008 bahwa ibu yang hipertensi pada
saat hamil berisiko 2,86 kali lebih besar melahirkan bayi berat
lahir rendah. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan
Sistiarani bahwa risiko ibu yang mempunyai riwayat penyakit
seperti hipertensi adalah 2,91 lebih besar untuk terjadinya BBLR.
Terjadinya peningkatan tekanan darah pada ibu hamil
dapat terjadi karena beberapa faktor misalnya merasa cemas,
gelisah dan stres. Ibu yang mengalami hipertensi pada penelitian
ini sebagian besar pada usia risiko ( < 20 tahun dan > 35 tahun)
dan paritas risiko (jumlah anak 1 dan > 4). Peningkatan tekanan
darah ini kemungkinan faktor cemas bagi ibu yang usia < 20
tahun dan paritas 1 karena merupakan kehamilan pertama
sedangkan ibu yang usia > 35 tahun dan jumlah anak > 4 orang
kemungkinan cemas karena merupakan kelompok ibu hamil
risiko tinggi.
9. Hubungan antara Malaria dengan Kejadian BBLR
Beberapa kasus malaria pada ibu hamil tanpa gejala
karena pada daerah endemis malaria dengan transmisi tinggi,
sebagian besar ibu hamil telah memiliki imunitas terhadap
malaria (WHO, 2003). Gejala demam tergantung jenis malaria.
Sifat demam akut (paroksismal) yang didahului oleh stadium
dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat
banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita non
imun (berasal dari daerah non endemis). Selain gejala klasik
diatas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual,
muntah, diare, pegal-pegal dan nyeri otot. Gejala tersebut
biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah
endemis (Ditjen P2M PL, 2012). Pada daerah endemis diagnosis
malaria tidak sulit, biasanya ditegakkan berdasarkan gejala dan
tanda klinis. Diagnostik malaria ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
laboratorium. Diagnostik pasti malaria harus ditegakkan dengan
pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopis atau uji
diagnostic cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT) (Ditjen PP dan PL,
2012).
Pada hasil penelitian ini sebagian besar ibu yang
melahirkan BBLR mempunyai hasil pemeriksaan negatif. Ini
berarti tidak semua BBLR di daerah endemis malaria dilahirkan
oleh ibu yang terinfeksi malaria, karena malaria bukan satu-
satunya penyebab BBLR. Hal ini dikarenakan banyak faktor yang
menyebabkan BBLR. Sejalan dengan hasil penelitian Rulisa S et
al. (2009) di Rwanda bahwa pada daerah endemis rendah
sampai endemis sedang malaria bukan faktor penentu berat lahir
karena tidak semua komplikasi malaria saat hamil adalah bayi
berat lahir rendah.
10. Hubungan antara Jenis Plasmodium dengan Kejadian BBLR
Desai M et al. (2007) menjelaskan risiko infeksi
Plasmodium vivax pada wanita hamil akan meningkat
dibandingkan wanita tidak hamil. Walaupun peningkatan risiko
infeksi Plasmodium vivax dibandingkan dengan Plasmodium
falcifarum kurang jelas tetapi plasmodium falcifarum atau
plasmodium vivax meningkatkan risiko bayi dengan berat lahir
rendah.
Sebagian besar responden saat hamil tidak ada infeksi
plasmodium. Hai ini berkaitan dengan jumlah ibu saat hamil yang
terinfeksi malaria sedikit dan jumlah ibu hamil yang positif
malaria yang sedikit ini merupakan suatu kelemahan dari
penelitian ini. Sedikitnya jumlah ibu hamil yang positif malaria
disebabkan karena faktor teknis di lapangan karena masih ada
ditemukan ibu hamil saat melakukan pemeriksaan kehamilan
tidak dilakukan skrining pemeriksaan malaria. Padahal
pemeriksaan malaria pada ibu hamil harus dilakukan pada saat
kunjungan pertama pemeriksaan kehamilan di pelayanan
kesehatan.
Tidak ada hubungan antara jenis plasmodium dengan
BBLR dikarenakan BBLR disebabkan oleh banyak faktor.
Sejalan dengan Guyatt and Snow (2004) bahwa BBLR
dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kehamilan kembar,
kelainan plasenta, gizi ibu, usia ibu, paritas, riwayat merokok,
berbagai infeksi bakteri, virus dan parasit serta genetik.
Setelah dianalisis secara bersama-sama yang terbukti
faktor ibu saat hamil yang sangat berpengaruh terhadap kejadian
BBLR pada daerah endemis malaria di kabupaten Banjar yaitu
usia (OR: 2,803: 95% CI 1,248–6,293), kunjungan ANC (OR:
5,716: 95% CI 2,270–14,395) dan anemia (OR: 2,577: 95% CI
1,156–5,742). Dengan menggunakan persamaan regresi maka
jika saat hamil ibu usia risiko (< 20 tahun dan > 35 tahun),
kunjungan ANC tidak teratur dan menderita anemia maka
kejadian BBLR dapat diprediksi sebesar 86%

F. Trends Waktu Pada Kelahiran BBLR dan Prematur


1. Trends Kelahiran BBLR
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang
dengan angka kematian ibu dan bayi tertinggi. Angka kematian
ibu sebesar 19.500 sampai dengan 20.000 orang setiap tahun
nya atau terjadi setiap 26–27 menit. Penyebab kematian ibu
adalah pendarahan 30,5%, infeksi 22,5%, gestosis 17,5 dan
anestesis 2%. Sedangkan kematian bayi sebesar 110.000
menjadi 280.000 atau jadi 18-20 menit, dengan penyebab
kematian bayi karena BBLR 15/1000% (Kusparlina, 2016).
Berdasarkan hasil Riskesdas trend terjadinya kasus BBLR
di Indonesia mengalami penurunan dimana pada tahun 2010
kasus BBLR sebesar 10,3%, pada tahun 2013 kasus BBLR
sebesar 10,0% sedangkan pada tahun 2018 kasus BBLR
sebesar 6,2% (Kemenkes, 2018).
Jumlah BBLR di Korea Selatan memang meningkat
dibanding 20 tahun yang lalu. Tapi Negeri Ginseng tidak sendiri.
BBLR juga dilaporkan meningkat di sejumlah negara maju
lainnya. Di tahun 2010, misalnya, sebanyak 9,6 persen bayi di
Jepang lahir dengan BBLR, 7 persen di Argentina dan 6 persen
di Australia (Kim, 2019).
2. Trends Kelahiran Prematur
Angka kejadian kelahiran preterm masih menjadi
salah satu masalah yang memiliki angka prevalensi tinggi.
Selain itu, angka morbiditas dan mortalitas neonatus yang
mengalami kelahiran preterm juga masih tinggi. Hal ini
dibuktikan dengan lahirnya kurang lebih 15 juta neonatus
per tahunnya, dan lebih dari 1 dari 10 neonatus yang lahir di
dunia adalah preterm. Dan yang lebih memprihatinkan
adalah setiap tahunnya kurang lebih 1 juta bayi meninggal
akibat dari komplikasi kelahiran preterm tersebut (Kate,
2016).
Pada tahun 2010 jumlah kematian neonatal akibat
prematuritas sebesar 32342 dari 73404 kematian neonatal.
Indonesia memiliki angka kejadian prematur dengan kematian
perinatal sekitar 19 persen dan merupakan penyebab utama
kematian perinatal (Kate, 2016).
G. Pencegahan Kelahiran Premature dan BBLR
1. Pencegahan Kelahiran Prematur
a. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal yang baik sangat penting dan
dapat membantu untuk mendeteksi beberapa factor ibu dan
janin yang dapat menyebabkan kelahiran premature.
Seorang pasien dengan factor risiko mungkin dapat
diberikan peringatan awal mengenai tanda dan gejala
persalinan premature, pentingnya bedrest dan tidak
melakukan hubungan seksual (Apriningsih, 2008)
b. Serviks Cerclage
Pemberian provilaksis serviks cerclage pada wanita
dengan risiko tinggi melahirkan premature masih kontraversi
(Apriningsih, 2008)
c. Antibiotic
Pasien dengan bacterial vaginosis dapat
meningkatkan risiko kelahiran premature. Pemberian
antibiotic (ampisilin, eritromisin, metronidazole) pada wanita
dengan bacterial vaginosis berhubungan menurunkan
kelahiran premature (Apriningsih, 2008).
2. Pencegahan Kelahiran BBLR
a. Pencegahan Primer
1) Perawatan prenatal merupakan faktor kunci dalam
mencegah kelahiran kunjungan prenatal, kesehatan ibu
dan janin dapat diperiksa.
2) Gizi dan berat badan ibu berhubungan dengan
pertambahan berat janin dan berat bayi saat lahir, maka
makan makanan yang sehat dan mendapatkan berat
badan yang tepat saat kehamilan sangat penting.
3) Ibu harus menghindari alkohol, rokok, dan obat-obatan
terlarang, yang dapat berkontribusi untuk pertumbuhan
janin yang buruk, diluar dari komplikasi lainnya.
4) Anjurkan lebih banyak istirahat bila kehamilan mendekati
aterm atau istirahat baring bila terjadi keadaan yang
menyimpang dari normal.
5) Tingkatkan penerimaan gerakan keluarga berencana
b. Pencegahan Sekunder
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)
terutama yang kurang bulan membutuhkan suatu
thermoregulasi yaitu suatu pengontrolan suhu badan secara
fisiologis dengan mengatur pembentukan atau
pendistribusian panas, dan pengaturan terhadap suhu
keliling dengan mengontrol kehilangan dan pertambahan
panas (Wahyuningsih, 2009).
Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan panas
pada bayi berat lahir rendah yang sehat antara lain:
1) Segera setelah lahir, bayi dikeringkan dan dibedong
dengan popok hangat.
2) Pemeriksaan di kamar bersalin dilakukan di bawah
radiant warmer (box bayi hangat).
3) Topi dipakaikan untuk mecegah kehilangan panas
melalui kulit kepala.
4) Bila suhu bayi stabil, bayi dapat dirawat di boks terbuka
dan diselimuti.
c. Pencegahan Tersier
1) Pemberian ASI
Mengutamakan pemberian ASI adalah hal yang
paling penting karena:
a) ASI mempunyai keuntungan yaitu kadar protein
tinggi, laktalalbumin, zat kekebalan tubuh, lipase
dan asam lemak esensial, laktosa dan
oligosakarida.
b) ASI mempunyai faktor pertumbuhan usus,
oligosakarida untuk memacu motilitas usu dan
perlindungan terhadap penyakit.
c) Dari segi psikologis, pemberian ASI dapat
meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.
d) Bayi kecil/ berat rendah rendah rentan terhadap
kekurangan nutrisi, fungsi organnya belum matang,
kebutuhan nutrisinya besar dan mudah sakit
sehingga pemberian ASI atau nutrisi yang tepat
penting untuk tumbuh kembang yang optimal bagi
bayi.
2) Pemijatan Bayi
Ternyata dari kebanyakan penelitian melaporkan
bayi prematur yang biasanya lahir dengan berat badan
lahir rendah mengalami kenaikan berat badan yang lebih
besar dan berkembang lebih baik setelah dilakukan
pemijatan secara teratur. Margaret Ribbie, seorang
psikiater pada tahun 1940 mengamati bahwa bayi yang
lebih banyak dipegang akan terangsang pernafasannya
dan peredaran darah menjadi lebih baik (Wahyuningsih,
2009).
Pemijatan pada bayi berat badan lahir rendah
bertujuan untuk, antara lain:
a) Memacu pertumbuhan berat badan bayi.
b) Membantu bayi melepaskan rasa tegang dan
gelisah.
c) Menguatkan dan meningkatkan sistem imunologi.
d) Merangsang pencernaan makanan dan
pengeluaran kotoran.
e) Membuat bayi tidur lebih tenang.
f) Menjalin komunikasi dan ikatan antara bayi atau
orangtuanya.
BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari karya tulis ilmiah ini yaitu:
1. Gangguan selama kehamilan yang sering terjadi yaitu anemia,
preeklamsia, dan diabetes gestasional.
2. Kelahiran premature merupakan persalinan dengan usia
kehamilah kurang dari 37 minggu atau berat bayi kurang dari
2500 gr. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebagai bayi yang
terlahir dengan berat kurang dari 2500 gram. Keterbatasan
Pertumbuhan merupakan proses terhambatnya pertumbuhan
yang disebabkan oleh berbagai factor.
3. Hubungan antara usia dengan Kejadian BBLR, Hubungan antara
Paritas dengan KejadianBBLR, Hubungan antara status gizi
dengan Kejadian BBLR, Hubungan antara Pendapatan keluarga
denganKejadian BBLR, Hubungan antara Pengetahuan tentang
ANCdengan Kejadian BBLR, Hubungan antara Kunjungan ANC
dengan Kejadian BBLR, Hubungan antara Anemia dengan
Kejadian BBLR, Hubungan antara Hipertensi dengan Kejadian
BBLR, Hubungan antara Malaria dengan Kejadian BBLR,
Hubungan antara Jenis Plasmodium dengan Kejadian BBLR
4. Trend BBLR disetiap tahunnya mengalami penurunan dimana
pada tahun 2018 angak BBLR mencapai 6,2% dari 10,0% pada
tahun 2013. Sedangkan pada kelahiran premature disetiap
tahunnya mengalami peningkatan.\
5. Pencegahan yang dilakukan untuk menanggulangi BBLR dengan
cara pemeriksaan ANC, sedangkan untuk mencegah terjadinya
kelahiran premature dimulai dari pencegah primer, sekunder dan
tersier.
B. Saran
Sebagai seorang mahasiwa kesehatan masyarakat harus
memiliki pengetahuan yang baik tentang masalah-masalah
kesehatan reproduksi yang ada di Indonesia dan mampu
menemukan solusi untuk masalah tersebut serta dapat
mengaplikasikan dalam dunia kesehatan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Apriningsih (2008) Indikator Perbaikan Kesehatan Lingkungan Anak. I.


Jakarta: EGC.
Bansal, P. (2019) ‘O R I G I N A L A RTICL E Prevalence of low birth
weight babies and its association with socio-cultural and maternal risk
factors among the institutional deliveries in Bharatpur , Nepal’, 10(1), pp.
77–85. doi: 10.3126/ajms.v10i1.21665.
Darma, S. (2017) Kehamilan, Persalinan, Bayi Preterm & Postterm.
Palembang: Noer Fikri.
Gunawan, J. (1994) Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi (Manual of
Gynocologic and Obstetric Eegencies). 2nd edn. Edited by S. Melfiawati.
Jakaarta: EGC.
Judith, B. E. (2011) Dietary Reference Intakes ( DRIs ): Recommended
Intakes for Individuals , Vitamins Food and Nutrition Board , Institute of
Medicine , National Academies. Fourth Edi. USA.
Kate, T. (2016) ‘The Association of Prematurity and Neonatal Death’,
1(1), pp. 9–14.
Kemenkes (2018) ‘HASIL UTAMA RISKESDAS 2018’.
Kim, H. (2019) ‘Trends in Birth Weight and the Incidence of Low Birth
Weight and Advanced Maternal Age in Korea between 1993 and 2016’,
34(4), pp. 1–9.
Kusparlina, E. P. (2016) ‘Hubungan Antara Umur dan Status Gizi Ibu
Berdasarkan Ukuran LILA dengan Jenis BBLR’, VII(1), pp. 21–26.
Landra, S. (2019) ‘RISIKO KEJADIAN BAYI BERAT LAHIR RENDAH (
BBLR ) DI Pendahuluan Metode’, Mahasiswa Kesehatan Masyarakat,
2(3), pp. 229–233.
Mariana, D. (2018) ‘Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Anemia
pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas’, Keperawatan Silampari,
1(2), pp. 108–122.
Rizki, F., Lipoeto, N. I. and Ali, H. (2017) ‘Artikel Penelitian Hubungan
Suplementasi Tablet Fe dengan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil
Trimester III di Puskesmas Air Dingin Kota Padang’, 6(3), pp. 502–506.
Sulistianingsih, A. et al. (2017) ‘Hubungan Ketepatan Waktu Konsumsi
Tablet Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil TM III Di Wilayah
Kerja Puskesmas Pringsewu Lampung Tahun 2015’, 11(1), pp. 1098–
1108.
Sulistiarini, D. (2016) ‘Faktor-faktor yang Mempengarahui Kelahiran
Prematur di Indonesia: Analisis Data Riskesdas 2013’, Kesehatan
Lingkungan, 1(2), pp. 109–115.
Wahyuningsih, E. (2009) Kebidanan Komunitas. Edited by M. Ester.
Jakarta: EGC.
Zeitlin, J. et al. (2013) ‘Preterm birth time trends in Europe : a study of 19
countries’, pp. 9–15. doi: 10.1111/1471-0528.12281.
Contoh Kasus

Sebagian besar tidak ditemukan infeksi plasmodium malaria pada


daerah endemis malaria di Kabupaten Banjar. Kemudian ada hubungan
antara faktor ibu saat hamil seperti usia, paritas, status gizi, pendapatan
keluarga, pengetahuan tentang ANC, kunjungan ANC dan anemia
dengan kejadian BBLR pada daerah endemis malaria di Kabupaten
Banjar.
Contoh Kasus

1) Persalinan dengan usia kehamilah kurang dari 37 minggu atau


berat bayi kurang dari 2500 gr. Kematian perinatal paling tinggi
disebabkan oleh persalinan premature. Bayi yang terlahir secara
premature sendiri berisiko terjadi gangguan perkembangan secara
motoric dan secara kognitif diusia kanak-kanak dibandingkan
dengan bayi yang lahir dengan normal disebut dengan ...
a. Kelahiran Prematur
b. BBLR
c. Kelahiran yang tidak diinginkan
d. Baby blue syndrome
e. Bridge infant birth
2) Di bawah ini yang tidak termasuk dalam kategori gangguan saat
kehamilan adalah ...
a. Hipertensi
b. Vaginal speculum
c. Diabetes Gestasional
d. Preeklamsia
e. Anemia
3) Di bawah ini yang tidak termasuk dalam faktor saat kehamilan
penyebab kelahiran prematur yaitu ...
a. Ketuban pecah dini
b. Komplikasi Medis dan Obstetrik
c. Kelainan Urethra
d. Infeksi
e. Kelainan Uterus
4) Di bawah ini yang tidak termasuk dalam faktor penyebab BBLR
yaitu ...
a. Status gizi BUMIL
b. Usia BUMIL saat kehamilan
c. Jarak waktu kelahiran
d. Berat badan bayi
e. Berat badan BUMIL
5) Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam pencegahan
BBLR yang terbagi atas pencegahan Primer, sekunder dan
tersier. Salah satu contoh upaya pencegahan primer BBLR
dibawah ini yaitu ....
a. Pemijata bayi
b. Pemberian ASI
c. Pembedongan segera
d. Pemeriksaan dengan radiant warmer
e. Perawatan prenatal

Anda mungkin juga menyukai