PRE - EKLAMSIA
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Stase (KKS) SMF
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara
Oleh :
Farahiyah Karamina Kartono
20360029
Pembimbing :
dr. Putri Aini Daulay, M.ked(OG), Sp. OG
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro
Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255
juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15 -20 %
dari seluruh kehamilan. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah
perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara
maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% -
18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau
sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat
adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda
dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan
temuan antibiotik. Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius
dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan
hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan,
namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel
di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi
lainnya.
Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko
hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada
ibu dengan riwayat preeklampsia. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan
lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin
terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan
mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan
penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan
berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga
memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa.
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam
di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena
belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara
2
jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.
Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah
ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari
analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan
mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal,
sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per
tahun. Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung beban akibat
dampak jangka panjang preeklampsia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua golongan yaitu
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Preeklamsi ringan di tandai
dengan pertambahan berat badan, edema umum di kaki dan muka,
hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90mmHg
setelah gestasi20 minggu, proteinuria lebih atau sama dengan 300 mg per
liter dan 1+ atau 2+ pada dipstick, dan belum ditemukan gejala-gejala
subyektif. Sedangkan preeklamsia berat ditandai dengan tekanan darah
sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg, proteinuria
2 gram per liter atau≥ 2+ pada dipstick, oliguria < 400 ml/24 jam, kreatinin
serum > 1,2 mg/dl, nyeri epigastrium, edema pulmonum, sakit kepala di
daerah frontal, diplopia dan pandangan kabur, serta perdarahan retina.
a. Preeklampsia
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin, namun jika
protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Kriteria
minimal preeklampsia yaitu:
5
2) Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick
>+1. Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti
dengan salah satu tanda gejala di bawah ini:
2) Edema paru
b. Preeklampsia Berat
6
4) Edema paru
5) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal
dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen
6) Trombositopenia: trombosit < 100.000/microliter
7) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan
penglihatan
8) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR).
7
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
a. Usia
Peningkatan risiko preeclampsia hampir 2 kali lipat pada wanita
hamil berusia 40 tahun atau lebih.
b. Nulipara
Nulipara memiliki risiko hamper 3 kali lipat
c. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan
bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10
tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan
nulipara
d. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat 7 kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dan dampak perinatal yang buruk
e. Kehamilan multipel
Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat.
f. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang
populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin
besar dengan semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas
sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan
faktor risiko preeklampsia.
h. Hipertensi kronik
Penelitian terhadap 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
8
insiden preeklampsia suprimosed sebesar 22% dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk. Dan terdapat 7
faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor
terjadinya preeklampsia suprimosed pada wanita hamil dengan
hipertensi kronik yaitu :
• Riwayat preeklampsia sebelumnya
• Penyakit ginjal kronis
• Merokok
• Obesitas
• Diastolik > 80 mmHg
• Sistolik > 130 mmHg
Dari beberapa studi yang dikumpulkan dalam PNPK ada 17
faktor yang terbukti meningkatkan risiko preeklampsia :
9
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Ditandai dengan perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat
menyebabkan gangguan fungsi plasenta, diduga yang berperan
menyebabkan hal ini adalah tiga faktor yaitu maladaptasi imunologi,
genetik predisposisi, dan faktor media-vaskular. Faktor yang pertama yaitu
maladaptasi imunologi. Pengaruh imunologi ini didukung oleh penelitian
epidemiologi mengenai kegagalan respon imun maternal yang secara
langsung menyebabkan invansi tromboplastik dan gangguan fungsi
plasenta.
10
vaskuler kronik, penyakit renal kronik, diabetus mellitus, usia maternal
diatas 35 tahun, nuliparitas, riwayat preeklamsia terdahulu dan riwayat
keluarga.
11
Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spinalis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spinalis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resisten vaskuler, dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spinalis”.
Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel tropoblas
pada lapisan otot arteri spinalis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spinalis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spinalis tidak memungkingkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spinalis relatif mengalami vasokontriksi
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spinalis pada kehamilan normal adalah
500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spinalis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke uteroplasenta.
12
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah.
(HDK)
13
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.
14
d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler
15
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada
ibu.
2.6 Diagnosis
a. Penegakkan Diagnosis Hipertensi
16
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan
yang tertinggi.
b. Penentuan Proteinuria
17
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala
dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic
velocity (ARDV)
18
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari
kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria
terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya
dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat.
2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan preeklampsia
1. Monitor tekanan darah 2x sehari dan cek protein urin rutin
2. Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum, kreatinin,
SGOT, SGPT) dan urin rutin
3. Monitor kondisi janin
4. Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau usia <37
minggu bila kondisi janin memburuk, atau sudah masuk dalam
persalinan/ ketuban pecah dini (KPD).
19
Gambar 2. Manajemen Preeklamsia tanpa gejala berat
20
jam.
Rencana terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu. Atau usia
kehamilan <34 minggu bila terjadi kejang, kondisi bayi
memburuk, edema paru, gagal ginjal akut.
21
lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥
150/95 mmHg. Rekomendasi pemberian anti hipertensi :
Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg
Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine dan labetalol
Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol
2.8 Komplikasi
Komplikasi preeklamsia di bagi menjadi komplikasi maternal dan neonatal
berikut yaitu :
22
a. Komplikasi Maternal
1) Eklampsia
3) Ablasi Retina
23
indikasi pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat
kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.
4) Gagal Ginjal
5) Edema Paru
6) Kerusakan Hati
24
7) Penyakit Kardiovaskuler
8) Gangguan Saraf
b. Komplikasi Neonatal
1) Pertumbuhan Janin terhambat
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat karena perubahan patologis pada
plasenta, sehingga janin berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan.
2) Prematuritas
Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu
lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk
usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah
sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin
25
intervilosa.
3) Fetal distress
Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti
sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang
merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.
2.9 Pencegahan
Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari
terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia
berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung
sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang disebabkan
oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga merupakan tata
laksana.
a. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi
gejala dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan
cepat. Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-
penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui. Sampai saat ini terdapat
berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk meramalkan
kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
• Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk
setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya
26
• Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat
medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin,
sampai metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan.
b. Pencegahan Sekunder
1. Antenatal Care (ANC)
Hal ini diupayakan dengan mengidentifikasi kehamilan risiko
tinggi dan mencegah pengobatan dalam rangka menurunkan
komplikasi penyakit dan kematian melalui modifikasi ANC. WHO
merekomendasikan semua ibu hamil harus melakukan kunjungan
ANC minimal 8x. Yaitu kunjungan pertama dilakukan sebelum usia
kehamilan 12 minggu dan kunjungan selanjutnya di usia kehamilan
20, 26, 30, 34, 36, 38 dan 40 minggu.
Preeklampsia tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Pemantauan
yang lebih ketat memungkinkan lebih cepatnya identifikasi
perubahan tekanan darah yang berbahaya, temuan laboratorium yang
penting, dan perkembangan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi
kunjungan ANC bertambah sering pada trimester ketiga, dan hal ini
membantu deteksi dini preeklampsia.
2. Istirahat
Istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko
preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas. Istirahat
dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi juga
menurunkan risiko preeklampsia.
Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan
primer preeklampsia
Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran
pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).
27
3. Restriksi Garam
Dari telaah sistematik 2 penelitian yang melibatkan 603 wanita
pada 2 RCT menunjukkan restriksi garam (20 – 50 mmol/hari)
dibandingkan diet normal tidak ada perbedaan dalam mencegah
preeklampsia. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan
komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan.
4. Aspirin Dosis Rendah
Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan
untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko
Apirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya
mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu namun risiko
yang diakibatkannya lebih tinggi.
Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan
preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil masa
kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan
dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 g.
5. Suplementasi Kalsium
Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan
terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah
Jika WHO merekomendasikan pemberian kalsium rutin sebanyak
1500-2000 mg elemen kalsium perhari, terbagi menjadi 3 dosis
(dianjurkan dikonsumsi mengikuti waktu makan).
Lama konsumsi adalah semenjak kehamilan 20 minggu hingga
akhir kehamilan.
Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia
6. Suplementasi Vitamin D
Institute of Medicine (IOM) dan ACOG merekomendasikan
suplemen vitamin D 600 IU perhari untuk ibu hamil guna
28
mendukung metabolisme tulang ibu dan janin. Dan dosis 1000-2000
IU per hari untuk kasus defisiensi vitamin D. Pada preeklampsi
plasenta menunjukan respon inflamasi yang kuat dan terjadinya
peningkatan dalam aktivitas sistem immunologi. Hal ini menyatakan
bahwa sistem immunomodulasi vitamin D secara potensial
memberikan manfaat terhadap implantasi plasenta selama
kehamilan. Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan vitamin D
memberikan efek imunomodulasi dan regulasi tekanan darah.
7. Suplementasi Antioksidan
Pemberian vitamin C dan E dosis tinggi tidak menurunkan
risiko hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia,
serta berat lahir bayi rendah, bayi kecil masa kehamilan atau
kematian perinatal. Hanya sebagai metode untuk memperbaiki
kemampuan oksidatif perempuan yang berisiko mengalami
preeklampsia.
29
2.10 Prognosis
Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit
kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit
jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular.
Penderita preeklampsia yang terlambat penanganann dapat berdampak
pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi
perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, payah ginjal
dan masuknya isilambung ke dalam pernafasan saat kejang. Pada janin
dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kelahiran
prematur.
Jika pada penderita yang tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah persalinan/terminasi.
30
BAB III
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
32
11. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W,
Zeeman GG, Brown MA. The classification, diagnosis and management
of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from the
ISSHP. Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women;s
Cardiovascular Health 2014: 4(2):99-104.
12. T Stampalija, G Gyte, Z Alfirevic. Utero-placental Doppler ultrasound
for improving pregnancy outcome. Cochrane database of systematic
review. 2010(9). 17
13. Urinalysis by dipstick for proteinuria. Guideline 2010. Diunduh dari:
http:// www.3centres.com.au
14. WULANDINI, AFIFAH, Peby Maulina Lestari, and Abarham
Martadiansyah. KARAKTERISTIK LUARAN PERINATAL PADA IBU
DENGAN PREEKLAMSIA BERDASARKAN AWITAN DI RSUP DR.
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG. Diss. Sriwijaya University,
2021.
33