Anda di halaman 1dari 36

PAPER

PRE - EKLAMSIA
Disusun Sebagai Tugas Mengikuti Kepanitraan Klinik Stase (KKS) SMF
Bagian Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Oleh :
Farahiyah Karamina Kartono
20360029

Pembimbing :
dr. Putri Aini Daulay, M.ked(OG), Sp. OG

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN OBSTETRI DAN


GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh


Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas Paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
Obstetri dan Ginekologi Sakit Haji Medan dengan judul “Pre Eklamsia”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS dibagian Obstetri dan Ginekologi . Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan Paper masih terdapat banyak kekurangan baik dalam cara
penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sehingga bermanfaat dalam penulisan
Paper selanjutnya. Semoga Paper ini bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi
penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, Juli 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................................... i


Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1. Definisi Pre Eklamsia .......................................................................... 4
2.2. Klasifikasi .......................................................................................... 5
2.3. Epidemiologi & Faktor Resiko ............................................................ 7
2.4. Etiologi & Patogenesis ........................................................................ 10
2.5. Gejala ................................................................................................. 16
2.6. Diagnosis ............................................................................................ 16
2.7. Penatalaksanaan .................................................................................. 19
2.8. Komplikasi ......................................................................................... 22
2.9. Pencegahan ......................................................................................... 26
2.10 Prognosis ........................................................................................... 30
BAB III KESIMPULAN .......................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi
kehamilan dan lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana
99% terjadi di Negara berkembang. Angka kematian akibat komplikasi
kehamilan dan persalinan di Negara maju yaitu 1 dari 5000 perempuan,
dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di Negara berkembang,
yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan.
Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan
kesehatan selama kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan
salah satu yang tertinggi di negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia
sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.
Preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab kedua terbanyak
kematian ibu setelah perdarahan. Prevalensi preeklampsia/eklampsia di
negara berkembang jauh lebih tinggi dibandingkan di negara maju. Tren
AKI di Indonesia menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390
menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan kawasan
ASEAN, AKI pada tahun 2007 masih cukup tinggi, AKI di Singapura hanya
6 per 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33 per 100.000 kelahiran hidup,
Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam sama-
sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup.
Meskipun, Millenium development goal (MDG) menargetkan
penurunan AKI menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015,
namun pada tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan AKI yang signifikan yaitu
dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup.
Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut

1
mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro
Sensus Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255
juta pada tahun 2015 dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15 -20 %
dari seluruh kehamilan. Tiga penyebab utama kematian ibu adalah
perdarahan (30%), hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%).
WHO memperkirakan kasus preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklampsia di Negara
maju adalah 1,3% - 6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8% -
18%. Insiden preeklampsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau
sekitar 5,3%.
Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat
adanya penurunan yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda
dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan
temuan antibiotik. Preeklampsia merupakan masalah kedokteran yang serius
dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya masalah ini bukan
hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan melahirkan,
namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel
di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi
lainnya.
Hasil metaanalisis menunjukkan peningkatan bermakna risiko
hipertensi, penyakit jantung iskemik, stroke dan tromboemboli vena pada
ibu dengan riwayat preeklampsia. Dampak jangka panjang juga dapat terjadi
pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia, seperti berat badan
lahir rendah akibat persalinan prematur atau mengalami pertumbuhan janin
terhambat, serta turut menyumbangkan besarnya angka morbiditas dan
mortalitas perinatal. Penyakit hipertensi dalam kehamilan merupakan
penyebab tersering kedua morbiditas dan mortalitas perinatal. Bayi dengan
berat badan lahir rendah atau mengalami pertumbuhan janin terhambat juga
memiliki risiko penyakit metabolik pada saat dewasa.
Penanganan preeklampsia dan kualitasnya di Indonesia masih beragam
di antara praktisi dan rumah sakit. Hal ini disebabkan bukan hanya karena
belum ada teori yang mampu menjelaskan patogenesis penyakit ini secara

2
jelas, namun juga akibat kurangnya kesiapan sarana dan prasarana di daerah.
Selain masalah kedokteran, preeklampsia juga menimbulkan masalah
ekonomi, karena biaya yang dikeluarkan untuk kasus ini cukup tinggi. Dari
analisis yang dilakukan di Amerika memperkirakan biaya yang dikeluarkan
mencapai 3 milyar dollar Amerika pertahun untuk morbiditas maternal,
sedangkan untuk morbiditas neonatal mencapai 4 milyar dollar Amerika per
tahun. Biaya ini akan bertambah apabila turut menghitung beban akibat
dampak jangka panjang preeklampsia.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pre Eklamsia

Preeklampsia adalah sindrom spesifik kehamilan berupa


bekurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivitas endotel yang
ditandai dengan proteinuria dan hipertensi. Hipertensi yang dimaksudkan
disini adalah terjadinya peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya
30 mmHg, atau peningkatan diastolik sekurang-sekurangnya 15 mmHg,
atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan
diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg. Pemeriksaan dilakukan
sekurang-kurangnya dua kesempatan dengan perbedaan waktu 6 jam dan
harus didasarkan pada nilai tekanan darah sebelumnya yang diketahui.
Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap
adanya inflamasi sistemik dengan aktivasi endotel dan koagulasi.

Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya hipertensi


spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem
organ lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia,
sebelumya selalu didefinisikan dengan adanya hipertensi dan proteinuri
yang baru terjadi pada kehamilan (new onset hypertension with
proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi
disertai gangguan multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat
dari preeklampsia meskipun pasien tersebut tidak mengalami proteinuri.
Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai kriteria diagnostik
karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.

4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi preeklampsia dibagi menjadi dua golongan yaitu
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Preeklamsi ringan di tandai
dengan pertambahan berat badan, edema umum di kaki dan muka,
hipertensi dengan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90mmHg
setelah gestasi20 minggu, proteinuria lebih atau sama dengan 300 mg per
liter dan 1+ atau 2+ pada dipstick, dan belum ditemukan gejala-gejala
subyektif. Sedangkan preeklamsia berat ditandai dengan tekanan darah
sistolik≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg, proteinuria
2 gram per liter atau≥ 2+ pada dipstick, oliguria < 400 ml/24 jam, kreatinin
serum > 1,2 mg/dl, nyeri epigastrium, edema pulmonum, sakit kepala di
daerah frontal, diplopia dan pandangan kabur, serta perdarahan retina.

Kriteria terbaru sudah tidak mengkategorikan preeklampsia ringan,


dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan
dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat. Preeklampsia hanya ada dua kriteria yaitu
preeklampsia dan preeklampsia berat, dengan kriteria diagnosis sebagai
berikut :

a. Preeklampsia
Jika hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan preeklampsia, harus didapatkan gangguan
organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya proteinurin, namun jika
protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia. Kriteria
minimal preeklampsia yaitu:

1) Tekanan darah >140/90 mmHg yang terjadi setelah 20 minggu


kehamilan pada wanita dengan tekanan darah yang sebelumnya
normal.

5
2) Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 jam atau tes urin dipstick
>+1. Jika tidak didapatkan protein urin, hipertensi dapat diikuti
dengan salah satu tanda gejala di bawah ini:

1) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan


peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

2) Edema paru

3) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal


dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen

4) Trombositopenia: trombosit <100.000/microliter

5) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan


penglihatan

6) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan


sirkulasi uteroplacenta: oligohidramnion, Fetal Growth
Restriction (FGR).

b. Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas


pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, dikategorikan
menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan
preeklampsia berat. Kriteria Preeklampsia berat, diagnosis
preeklampsia dipenuhi dan jika didapatkan salah satu kondisi klinis
dibawah ini:

1) Tekanan Darah >160/100 mm Hg


2) Proteinuria: pada pemeriksaan carik celup (dipstrik) >+2 atau 2,0
g/24 jam
3) Gangguan ginjal: keratin serum 1,2 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

6
4) Edema paru
5) Gangguan liver: peningkatan konsentrasi traminas 2 kali normal
dan atau adanya nyeri epigastrum/region kanan atas abdomen
6) Trombositopenia: trombosit < 100.000/microliter
7) Didapatkan gejala neurologis: nyeri kepala, stroke, dan gangguan
penglihatan
8) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplacenta : oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR).

2.3 Epidemiologi dan Faktor Resiko


Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam
kehamilan masih merupakan salah satu dari lima penyebab utama
kematian ibu di dunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi hipertensi dalam
kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6-7,3% dari
seluruh kehamilan.
Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka kejadian
preeklampsia pada tahun 1998 sebesar 3,7% dari seluruh persalinan,
sedangkan kematian ibu akibat preeklampsia dan eklampsia sejak tahun
1987 sampai dengan 1990 sekitar 18%. Di Inggris pada tahun 1998
didapatkan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 5% dan
merupakan penyebab utama kematian maternal serta menyebabkan
meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal.
Di negara-negara berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-
10% dan eklampsia 0,3-0,7% kehamilan.11 Di Indonesia, preeklampsia
menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian ibu setelah
perdarahan. Angka kejadian preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi
Semarang pada tahun 2010 adalah 11,86% dari 1973 persalinan dengan
angka kematian maternal 2,1%.
Meskipun sampai sekarang belum ada teori yang pasti berkaitan
dengan penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian
menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya

7
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
a. Usia
Peningkatan risiko preeclampsia hampir 2 kali lipat pada wanita
hamil berusia 40 tahun atau lebih.
b. Nulipara
Nulipara memiliki risiko hamper 3 kali lipat
c. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan
bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10
tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan
nulipara
d. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat 7 kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat,
preeklampsia onset dan dampak perinatal yang buruk
e. Kehamilan multipel
Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat.
f. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang
populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun.
g. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin
besar dengan semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas
sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan
faktor risiko preeklampsia.
h. Hipertensi kronik
Penelitian terhadap 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan

8
insiden preeklampsia suprimosed sebesar 22% dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk. Dan terdapat 7
faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor
terjadinya preeklampsia suprimosed pada wanita hamil dengan
hipertensi kronik yaitu :
• Riwayat preeklampsia sebelumnya
• Penyakit ginjal kronis
• Merokok
• Obesitas
• Diastolik > 80 mmHg
• Sistolik > 130 mmHg
Dari beberapa studi yang dikumpulkan dalam PNPK ada 17
faktor yang terbukti meningkatkan risiko preeklampsia :

Gambar 1. Faktor Resiko Preeklamsia

9
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Ditandai dengan perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat
menyebabkan gangguan fungsi plasenta, diduga yang berperan
menyebabkan hal ini adalah tiga faktor yaitu maladaptasi imunologi,
genetik predisposisi, dan faktor media-vaskular. Faktor yang pertama yaitu
maladaptasi imunologi. Pengaruh imunologi ini didukung oleh penelitian
epidemiologi mengenai kegagalan respon imun maternal yang secara
langsung menyebabkan invansi tromboplastik dan gangguan fungsi
plasenta.

Kegagalan respon imun ini menjadi postulat yang menyebabkan


berkurangnya Human leukocyte antigent (HLA) G protein yang normalnya
diproduksi untuk membantu ibu mengenal komponen imunologi asing
plasenta atau berkurangnya formasi dari bloking antibody untuk menekan
atau imunoprotec dari imun asing plasenta. Faktor yang kedua yaitu
genetic predisposisi. Preeklamsi diduga berhubungan dengan sigle
recesives gene.dominant gen dengan incomplete penetrance atau
multifakrorial. Penelitian lain mengatakan pasien dengan riwayat
mempunyai anak intra uterine growth retardation (IUGR) dipertimbangkan
mempunyai resiko untuk terjadi hipertensi pada kehamilan. Faktor yang
terakhir yaitu faktor media-vaskular.

Adanya defek vaskuler menyebabkan penyakit seperti diabetes


mellitus, hipertensi kronik, penyakit gangguan vaskuler, resistensi insulin
dan obesitas menyebabkan perfusi plasenta yang berkurang sehingga
meningkatkan resiko preeklamsia. Hal ini menjadi postulat
berkembangnya preeklamsia menjadi tiga cara yaitu: defective
plasentation, plasental ischemia, endothelial cell dysfunction. Teori yang
sekarang dipakai sebagai penyebab preeklamsia adalah teori “iskemia
plasenta”. Teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang bertalian
dengan penyakit ini. Faktor predisposisi terjadinya preeklamsi menurut
Varney adalah penyakit trofoblas, kehamilan multiple, penyakit hipertensi

10
vaskuler kronik, penyakit renal kronik, diabetus mellitus, usia maternal
diatas 35 tahun, nuliparitas, riwayat preeklamsia terdahulu dan riwayat
keluarga.

Patofisiologi preeklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai


dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer
agar oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan
dan edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air
dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola sehingga
terjadi perubahan pada glomerulus.

Meskipun penyebab preeklampsia masih belum diketahui, bukti


manifestasi klinisnya mulai tampak sejak awal kehamilan, berupa
perubahan patofisiologi tersamar yang terakumulasi sepanjang kehamilan
dan akhir nya menjadi nyata secara klinis. Preeklampsia adalah gangguan
multisistem dengan etiologi komplek yang khusus terjadi selama
kehamilan.

a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta


Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapatkan aliran
darah dari cabang-cabang arteri urterina dan arteri varika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus myometrium berupa arteri arkuata
dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis. Arteri radialis
menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis
memberi cabang arteri spinalis Pada hamil normal, dengan sebab yang
belum jelas, terjadi invasi tropoblas ke dalam lapisan otot arteri
spinalis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteri spinalis.

11
Invasi tropoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spinalis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spinalis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spinalis ini memberi dampak penurunan
tekanan darah, penurunan resisten vaskuler, dan peningkatan aliran
darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin
cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat
menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spinalis”.
Pada hipertensi kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel tropoblas
pada lapisan otot arteri spinalis dan jaringan matriks sekitarnya.
Lapisan otot arteri spinalis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spinalis tidak memungkingkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spinalis relatif mengalami vasokontriksi
dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spinalis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan perubahan-perubahan yang dapat
menjelaskan pathogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spinalis pada kehamilan normal adalah
500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spinalis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke uteroplasenta.

b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, Dan Disfungsi Endotel

1) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi tropoblas, pada


hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spinalis”, dengan akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang
mengalami iskemia dan hipoksia menghasilkan oksidan atau radikal
bebas. Radikal bebas adalah senyawa penerima electron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah

12
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah.

Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses


normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan
tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu
mungkin dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah,
maka dulu hipertensi dalam kehamilan disebut ”toksemia”. Radikal
hidroksil merusak membran sel, yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain
merusak dan protein sel endotel. Produksi oksidan atau radikal bebas
dalam tubuh yang bersifat toksis, selalu diimbangi produksi
antioksidan.

2) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

(HDK)

Pada HDK telah terbukti bahwa kadar oksigen, khusus nya


peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misal Vitamin E
pada HDK menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksigen
peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan
yang sangat toksis ini beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan
akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel lebih mudah
mengalami kerusakan oleh peroksida lemak yang relatif lemak karena
letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat
rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang berubah menjadi
peroksida lemak.

3) Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar peroksida lemak, maka terjadi


kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan

13
terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.

c. Teori Intoleransi Imunologik Antara Ibu dan Janin

Konsep dari maternal fetal (paternal) maladaptasi imunologik


menjadi implikasi umum sebagai penyebab preeklampsia. Implantasi
fetoplasenta ke permukaan miometrium membutuhkan beberapa elemen
yaitu toleransi immunologik antara fetoplasenta dan maternal,
pertumbuhan trofoblas yang melakukan invasi kedalam lumen arteri
spiralis dan pembentukan sistem pertahanan imun. Komponen
fetoplasenta yang melakukan invasi ke miometrium melalui arteri
spiralis secara imunologik menimbulkan dampak adaptasi dan mal
adaptasi yang sangat penting dalam proses kehamilan.

Dampak adaptasi menyebabkan tidak terjadi penolakan hasil


konsepsi yang bersifat asing, hal ini disebabkan karena adanya Human
Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) berperan penting dalam
modulasi sistem imun. HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu dan
mempermudah invasi sel trofoblas ke jaringan desidua ibu. Sebaliknya
pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan HLA-G
yang kemungkinan menyebabkan terjadinya mal-adaptasi. Mal-adaptasi
diikuti dengan peningkatan rasio sel T yaitu Thelper 1 / Thelper 2
menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi. Pada sel
Thelper1 menyebabkan peningkatan TNFα dan peningkatan INFy
sedangkan pada Thelper 2 menyebabkan peningkatan IL-6 dan
penurunan TGFB1. Peningkatan inflamasi sitokin menyebabkan
hipoksia plasenta sehingga hal ini membebaskan zat-zat toksis beredar
dalam sirkulasi darah ibu yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif.
Stress oksidatif bersamaan dengan zat toksis yang beredar dapat
merangsang terjadinya kerusakan pada sel pembuluh darah yang
disebut disfungsi endotel.

14
d. Teori Adaptasi Kardiovaskuler

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap


bahan-bahan vasopressor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka
terhadap rangsangan bahan vasopressor atau dibutuhkan kadar
vasopressor lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokontriksi.
Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis
prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan
bahwa daya refrakter terhadap bahan vasopressor hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi
prostaglandin).

Prostaglandin ini dikemudian hari ternyata adalah prostasiklin.


Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasokontriksi dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah
terhadap bahan vasopressor hilang sehingga pembuluh darah menjadi
sangat peka terhadap bahan vasopresor.

e. Teori Stimulus Inflamasi

Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris


tropoblas, sebagai sisa-sisa proses apotosis dan nekrotik tropoblas,
akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang
kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris tropoblas juga meningkat. Makin banyak sel
tropoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar pada hamil ganda,
maka stress oksidatif sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris
tropoblas juga makin meningkat.

Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu


menjadi jauh lebih besar, dibanding reaksi inflamasi pada kehamilan
normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel dan sel-sel
makrofag/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi

15
sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada
ibu.

2.5 Gejala dan Tanda


Tanda dan gejala preeklampsia dibedakan menjadi dua macam yaitu
berdasarkan gambaran klinik ditandai dengan pertambahan berat badan
yang berlebihan, edema, hipertensi, proteinuria dan berdasarkan gejala
subyektif yang ditandai sakit kepala di daerah frontal, nyeri epigastrium,
gangguan visus: penglihatan kabur, skotoma, diplopia, mual, muntah dan
gangguan serebral lainnya: reflek meningkat dan tidak tenang.

2.6 Diagnosis
a. Penegakkan Diagnosis Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg


sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah
peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya menggunakan
tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan
tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi.
Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan
alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.

Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi


kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan
pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada
posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan
diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya
bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa
diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.

16
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan
yang tertinggi.

b. Penentuan Proteinuria

Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300


mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin
dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin
sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin.
Pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil dipstik positif 1
berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-4000mg/24jam.

Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang


tinggi, tingkat positif palsu 67-83%. Positif palsu dapat disebabkan
kontaminasi duh vagina, cairan pembersih, dan urin yang bersifat basa.
Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College
of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan
proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan
angka positif palsu yang sangat tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding
kreatinin. Pada telaah sistematik yang dilakukan disimpulkan bahwa
pemeriksaan rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi
proteinuria dengan lebih baik.

c. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ
spesifik akibat preeklampsia tersebut.

17
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya
protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala
dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan
atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan
sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction
(FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic
velocity (ARDV)

d. Penegakkan Diagnosis Preeklampsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas


pada preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan
dikategorikan menjadi kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut
dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi yang
menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat
adalah salah satu dibawah ini :

1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110


mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit
menggunakan lengan yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya

18
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan
antara kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga
kondisi protein urin masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari
kriteria pemberatan preeklampsia (preeklampsia berat). Kriteria
terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi preeklampsia ringan,
dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang berbahaya
dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas
secara signifikan dalam waktu singkat.

2.7 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan preeklampsia
1. Monitor tekanan darah 2x sehari dan cek protein urin rutin
2. Pemeriksaan laboratorium darah (Hb, Hct, AT, ureum, kreatinin,
SGOT, SGPT) dan urin rutin
3. Monitor kondisi janin
4. Rencana terminasi kehamilan pada usia 37 minggu. Atau usia <37
minggu bila kondisi janin memburuk, atau sudah masuk dalam
persalinan/ ketuban pecah dini (KPD).

19
Gambar 2. Manajemen Preeklamsia tanpa gejala berat

b. Penatalaksanaan preeklampsia berat


1. Stabilisasi pasien dan rujuk ke pusat pelayanan lebih tinggi
2. Prinsip manajemen preeklampsia berat:
 Monitor tekanan darah, albumin urin, kondisi janin, dan
pemeriksaan laboratorium
 Mulai pemberian antihipertensi
Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin (oral
short acting), hidralazine dan labetalol parenteral. Dosis 10-20
mg diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksium 120 mg per 24
jam. Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah
nitogliserin, metildopa, labetalol
 Mulai pemberian MgSO4 (jika gejala seperti nyeri kepala, nyeri
uluhati, pandangan kabur). Loading dose beri 4 gram MgSO4
(40% dalam 10 cc) melalui vena dalam 15-20 menit. Dosis
maintenance beri MgSO4 6 gram dalam larutan ringer/6 jam
melalui vena dengan infus berlanjut. Atau 4-5 gram i.m tiap 4-6

20
jam.
 Rencana terminasi pada usia kehamilan 34-37 minggu. Atau usia
kehamilan <34 minggu bila terjadi kejang, kondisi bayi
memburuk, edema paru, gagal ginjal akut.

Gambar 3. Manajemen Preeklamsia Berat

Keuntungan dan risiko pemberian antihipertensi pada hipertensi


ringan - sedang (tekanan darah 140 – 169 mmHg/90 – 109 mmHg), masih
kontroversial. European Society of Cardiology (ESC) guidelines 2010
merekomendasikan pemberian antihipertensi pada tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg pada wanita dengan hipertensi
gestasional (dengan atau tanpa proteinuria), hipertensi kronik
superimposed, hipertensi gestasional, hipertensi dengan gejala atau
kerusakan organ subklinis pada usia kehamilan berapa pun. Pada keadaan

21
lain, pemberian antihipertensi direkomendasikan bila tekanan darah ≥
150/95 mmHg. Rekomendasi pemberian anti hipertensi :
 Antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi
berat, atau tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolik ≥ 110
mmHg
 Target penurunan tekanan darah adalah sistolik < 160 mmHg dan
diastolik < 110 mmHg
 Pemberian antihipertensi pilihan pertama adalah nifedipin oral short
acting, hidralazine dan labetalol
 Alternatif pemberian antihipertensi yang lain adalah nitogliserin,
metildopa, labetalol

Rekomendasi Pemberian magnesium sulfat :


 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai terapi lini pertama
eklampsia
 Magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap
eklampsia pada pasien preeklampsia berat
 Magnesium sulfat pilihan utama pada pasien preeklampsia berat
dibandingkan diazepam atau fenitoin, untuk mencegah terjadinya
kejang/eklampsia atau kejang berulang
 Dosis penuh baik intravena maupun intramuskuler magnesium sulfat
direkomendasikan sebagai prevensi dan terapi eklampsia
 Evaluasi kadar magnesium serum secara rutin tidak direkomendasikan
 Pemberian magnesium sulfat tidak direkomendasikan untuk diberikan
secara rutin ke seluruh pasien preeklampsia, jika tidak didapatkan
gejala pemberatan (preeklampsia tanpa gejala berat)
 Kortikosteroid diberikan pada usia kehamilan ≤ 34 minggu untuk
menurunkan risiko RDS dan mortalitas janin serta neonatal

2.8 Komplikasi
Komplikasi preeklamsia di bagi menjadi komplikasi maternal dan neonatal
berikut yaitu :

22
a. Komplikasi Maternal

1) Eklampsia

Eklampsia merupakan kasus akut pada penderita preeklampsia,


yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma, eklampsia selalu
didahului dengan preeklampsia. Timbulnya kejang pada perempuan
dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyakit lain disebut
eklampsia.

2) Sindrom Hemolysis, Elevated Liver Enzimes, Low Platelet Count


(HELLP)

Pada preeklampsia sindrom HEELP terjadi karena adanya


peningkatan enzim hati dan penurunan trombosit, peningkatan enzim
kemungkinan disebabkan nekrosis hemoragik periporta di bagian
perifer lobules hepar. Perubahan fungsi dan integritas hepar termasuk
perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
amniotransferase serum.

3) Ablasi Retina

Ablasia retina merupakan keadaan lepasnya retina sensoris dari


epitel pigmen retina. Gangguan penglihatan pada wanita dengan
preeklampsia juga dapat disebabkan karena ablasia retina dengan
kerusakan epitel pigmen retina karena adanya peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah akibat penimbunan cairan yang
terjadi pada proses peradangan. Gangguan pada penglihatan karena
perubahan pada retina. Tampak edema retina, spasme setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri. Jarang terjadi perdarahan
atau eksudat atau apasme. Retiopati arterisklerotika pada preeklampsia
terlihat bilamana didasari penyakit hipertensi yang menahun. Spasme
arteri retina yang nyata menunjukkan adanya preeklampsia berat. Pada
preeklampsia pelepasan retina karena edema introkuler merupakan

23
indikasi pengakhiran kehamilan segera. Biasanya retina akan melekat
kembali dalam dua hari sampai dua bulan setelah persalinan.

4) Gagal Ginjal

Perubahan pada ginjal disebabkan oleh karena aliran darah ke


dalam ginjal menurun, sehingga filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan
ginjal berhubungan dengan terjadinya proteinuria dan retensi garam
serta air. Pada kehamilan normalpenyerapan meningkat sesuai dengan
kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi akibat spasme arterioles
ginjalmenyebabkan filtrasi natrium menurun yang menyebabkan retensi
garam dan juga terjadi retensi air. Filtrasi glomerulus pada
preeclampsia dapat menurun 50% dari normal sehingga menyebabkan
dieresis turun. Pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria sampai anuria.

5) Edema Paru

Penderita preeklampsia mempunyai risiko besar terjadinya edema


paru disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru dan menurunnya dieresis. Kerusakan
vaskuler dapat menyebabkan perpindahan protein dan cairan ke dalam
lobus-lobus paru. Kondisi tersebut diperburuk dengan terapi sulih
cairan yang dilakukan selama penanganan preeklampsia dan
pencegahan eklampsia. Selain itu, gangguan jantung akibat hipertensi
dan kerja ekstra jantung untuk memompa darah ke dalam sirkulasi
sistemik yang menyempit dapat menyebabkan kongesti paru.

6) Kerusakan Hati

Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati mengalami


nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti transminase
aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial pembuluh darah dalam
hati menyebabkan nyeri karena hati membesar dalam kapsul hati. Hal
ini dirasakan oleh ibu sebagai nyeri epigastrik/nyeri uluhati.

24
7) Penyakit Kardiovaskuler

Gangguan berat pada fungsi kardiofaskuler normal lazim terjadi


pada preeklampsia atau eklampsia. Gangguan ini berkaitan dengan
peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi, preload
jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanyahipervolemia pada
kehamilan akibat penyakit atau justru meningkatsecara introgenik
akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena, dan aktivasi
endotel disertai ekstravasi cairan intravakuler ke dalam ekstrasel, dan
yang penting ke dalam paru paru.

8) Gangguan Saraf

Tekanan darah meningkat pada preeklampsia menimbulkan


menimbulkan gangguan sirkulasi darah ke otak dan menyebabkan
perdarahan atau edema jaringan otak atatu terjadi kekurangan oksigen
(hipoksia otak). Menifestasi klinis dari gangguan sirkulasi, hipoksia
atau perdarahan otak menimbulkan gejala gangguan saraf diantaranya
gejala objektif yaitu kejang (hiperrefleksia) dan koma. Kemungkinan
penyakit yang dapat menimbulkan gejala yang sama adalah epilepsi dan
gangguan otak karena infeksi, tumor otak, dan perdarahan karena
trauma.

b. Komplikasi Neonatal
1) Pertumbuhan Janin terhambat
Ibu hamil dengan preeklampsia dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat karena perubahan patologis pada
plasenta, sehingga janin berisiko terhadap keterbatasan pertumbuhan.
2) Prematuritas
Preeklampsia memberikan pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada waktu
lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal untuk
usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai daerah
sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan posisi fibrin

25
intervilosa.
3) Fetal distress
Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin seperti
sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena vasospasme yang
merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot
pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami kerusakan dan
menyebabkan aliran darah dalam plasenta menjadi terhambat dan
menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadikan gawat janin.

2.9 Pencegahan
Terminologi umum ‘pencegahan’ dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
primer, sekunder, tersier. Pencegahan primer artinya menghindari
terjadinya penyakit. Pencegahan sekunder dalam konteks preeklampsia
berarti memutus proses terjadinya penyakit yang sedang berlangsung
sebelum timbul gejala atau kedaruratan klinis karena penyakit tersebut.
Pencegahan tersier berarti pencegahan dari komplikasi yang disebabkan
oleh proses penyakit, sehingga pencegahan ini juga merupakan tata
laksana.

a. Pencegahan Primer
Perjalanan penyakit preeklampsia pada awalnya tidak memberi
gejala dan tanda, namun pada suatu ketika dapat memburuk dengan
cepat. Pencegahan primer merupakan yang terbaik namun hanya dapat
dilakukan bila penyebabnya telah diketahui dengan jelas sehingga
memungkinkan untuk menghindari atau mengkontrol penyebab-
penyebab tersebut, namun hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
preeklampsia masih belum diketahui. Sampai saat ini terdapat
berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk meramalkan
kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
• Perlu dilakukan skrining risiko terjadinya preeklampsia untuk
setiap wanita hamil sejak awal kehamilannya

26
• Pemeriksaan skrining preeklampsia selain menggunakan riwayat
medis pasien seperti penggunaan biomarker dan USG Doppler
Velocimetry masih belum dapat direkomendasikan secara rutin,
sampai metode skrining tersebut terbukti meningkatkan luaran
kehamilan.
b. Pencegahan Sekunder
1. Antenatal Care (ANC)
Hal ini diupayakan dengan mengidentifikasi kehamilan risiko
tinggi dan mencegah pengobatan dalam rangka menurunkan
komplikasi penyakit dan kematian melalui modifikasi ANC. WHO
merekomendasikan semua ibu hamil harus melakukan kunjungan
ANC minimal 8x. Yaitu kunjungan pertama dilakukan sebelum usia
kehamilan 12 minggu dan kunjungan selanjutnya di usia kehamilan
20, 26, 30, 34, 36, 38 dan 40 minggu.
Preeklampsia tidak selalu dapat didiagnosis pasti. Pemantauan
yang lebih ketat memungkinkan lebih cepatnya identifikasi
perubahan tekanan darah yang berbahaya, temuan laboratorium yang
penting, dan perkembangan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi
kunjungan ANC bertambah sering pada trimester ketiga, dan hal ini
membantu deteksi dini preeklampsia.
2. Istirahat
 Istirahat di rumah 4 jam/hari bermakna menurunkan risiko
preeklampsia dibandingkan tanpa pembatasan aktivitas. Istirahat
dirumah 15 menit 2x/hari ditambah suplementasi nutrisi juga
menurunkan risiko preeklampsia.
 Istirahat di rumah tidak di rekomendasikan untuk pencegahan
primer preeklampsia
 Tirah baring tidak direkomendasikan untuk memperbaiki luaran
pada wanita hamil dengan hipertensi (dengan atau tanpa
proteinuria).

27
3. Restriksi Garam
Dari telaah sistematik 2 penelitian yang melibatkan 603 wanita
pada 2 RCT menunjukkan restriksi garam (20 – 50 mmol/hari)
dibandingkan diet normal tidak ada perbedaan dalam mencegah
preeklampsia. Pembatasan garam untuk mencegah preeklampsia dan
komplikasinya selama kehamilan tidak direkomendasikan.
4. Aspirin Dosis Rendah
 Penggunaan aspirin dosis rendah (75mg/hari) direkomendasikan
untuk prevensi preeklampsia pada wanita dengan risiko
 Apirin dosis rendah sebagai prevensi preeklampsia sebaiknya
mulai digunakan sebelum usia kehamilan 20 minggu namun risiko
yang diakibatkannya lebih tinggi.
 Penggunaan aspirin dosis rendah untuk pencegahan primer
berhubungan dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan
preterm, kematian janin atau neonatus dan bayi kecil masa
kehamilan, sedangkan untuk pencegahan sekunder berhubungan
dengan penurunan risiko preeklampsia, persalinan preterm < 37
minggu dan berat badan lahir < 2500 g.
5. Suplementasi Kalsium
 Suplementasi kalsium minimal 1 g/hari direkomendasikan
terutama pada wanita dengan asupan kalsium yang rendah
 Jika WHO merekomendasikan pemberian kalsium rutin sebanyak
1500-2000 mg elemen kalsium perhari, terbagi menjadi 3 dosis
(dianjurkan dikonsumsi mengikuti waktu makan).
 Lama konsumsi adalah semenjak kehamilan 20 minggu hingga
akhir kehamilan.
 Penggunaan aspirin dosis rendah dan suplemen kalsium (minimal
1g/hari) direkomendasikan sebagai prevensi preeklampsia pada
wanita dengan risiko tinggi terjadinya preeklampsia
6. Suplementasi Vitamin D
Institute of Medicine (IOM) dan ACOG merekomendasikan
suplemen vitamin D 600 IU perhari untuk ibu hamil guna

28
mendukung metabolisme tulang ibu dan janin. Dan dosis 1000-2000
IU per hari untuk kasus defisiensi vitamin D. Pada preeklampsi
plasenta menunjukan respon inflamasi yang kuat dan terjadinya
peningkatan dalam aktivitas sistem immunologi. Hal ini menyatakan
bahwa sistem immunomodulasi vitamin D secara potensial
memberikan manfaat terhadap implantasi plasenta selama
kehamilan. Kecukupan akan pemenuhan kebutuhan vitamin D
memberikan efek imunomodulasi dan regulasi tekanan darah.
7. Suplementasi Antioksidan
Pemberian vitamin C dan E dosis tinggi tidak menurunkan
risiko hipertensi dalam kehamilan, preeklampsia dan eklampsia,
serta berat lahir bayi rendah, bayi kecil masa kehamilan atau
kematian perinatal. Hanya sebagai metode untuk memperbaiki
kemampuan oksidatif perempuan yang berisiko mengalami
preeklampsia.

Gambar 4. Pencegahan Preeklamsia

29
2.10 Prognosis
 Wanita dengan riwayat preeklampsia memiliki risiko penyakit
kardiovaskular, 4x peningkatan risiko hipertensi dan 2x risiko penyakit
jantung iskemik, stroke dan DVT di masa yang akan datang.
 Risiko kematian pada wanita dengan riwayat preeklampsia lebih tinggi,
termasuk yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular.
 Penderita preeklampsia yang terlambat penanganann dapat berdampak
pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi
perdarahan otak, dekompensasi kordis dengan edema paru, payah ginjal
dan masuknya isilambung ke dalam pernafasan saat kejang. Pada janin
dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterin dan kelahiran
prematur.
 Jika pada penderita yang tidak terlambat mendapatkan penanganan
sesegera mungkin, terlebih untuk kasus gawat darurat, gejala perbaikan
akan tampak jelas setelah persalinan/terminasi.

30
BAB III

KESIMPULAN

Preeklampsia pada kehamilan menimbulkan dampak bervariasi. Gejala


ditandai dengan edema hipertensi, proteinuria, kejang sampai koma dengan umur
kehamilan di atas 20 minggu dan dapat terjadi antepartum, intrapartum,
pascapartus. Pada pre eklampsia, tekanan darah yang tinggi menyebabkan
berkurangnya kiriman darah ke plasenta. mengurangi suplai oksigen dan makanan
bagi bayi mengakibatkan asfiksia neonatorum.
Etiologi preeklamsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Ditandai dengan perubahan pembuluh darah plasenta dengan cepat menyebabkan
gangguan fungsi plasenta, diduga yang berperan menyebabkan hal ini adalah tiga
faktor yaitu maladaptasi imunologi, genetik predisposisi, dan faktor media-
vaskular.
Preeklampsia hanya ada dua kriteria yaitu preeklampsia dan preeklampsia
berat. Untuk gejala pre eklamsia juga disesuaikan dengan klasifikasinya.
Hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu dari lima penyebab
utama kematian ibu di dunia, hal ini diikuti oleh beberapa faktor resiko seperti
usia ibu, nulipara, jarak antar kehamilan, obesitaas, riwayat pre eklamsia
sebelumnya, riwayat hipertensi dan kehamilan ganda.
Komplikasi yang terjadi di bagi menjadi komplikasi maternal dan neonatal
yaitu seperti eklamsia, ablasia retina, fetal distress, premauritas dan sebagainya.
Tatalaksana pre eklamsi berupa tatalaksana untuk pre eklamsia dan pre eklamsia
berat diikuti dengan berbagai pencegahan primer, sekunder dn tersier.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group,


Diagnosis, Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders
of Pregnancy: Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology
Canada. 2014: 36(5); 416-438
2. Churchill D DL. Interventionist versus expectant care for severe
preeclampsia before term (Review). Cochrane database. 2010:1-19.
3. Conde-Agudelo A, Romero R, Kusanovic JP, Hassan SS.
Supplementation with vitamin C and E during pregnancy for prevention
of preeclampsia an other adverse maternal and perinatal outcomes: a
systematic review and metaanalysis. Am J Obstet Gynecol.
2011:204:503e1-12.
4. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI: 2016.
5. L Duley, DJ Henderson-Smart, S Meher. Altered dietary salt for
preventing preeclampsia, and its complications (Review). Cochrane
Review. 2010 (1).
6. LeFevre ML. Low-Dose Aspirin Use for the Prevention of Morbidity and
Mortality From Preeclampsia: U.S. Preventive Services Task Force.
Recommendation Statement. Ann Intern Med. 2014; 161:819-826
7. PNPK, POGI. "Diagnosis dan tatalaksana pre-eklamsia." Jakarta: POGI-
HKFM (2016).
8. Rumbold A, Duley L, Crowther CA, Haslam RR. Antioxidants for
preventing preeclampsia. Cochrane database of systematic reviews.
2008(1)
9. S Meher, L Duley. Rest during pregnancy for preventing preeclampsia
and its complications in women with normal blood pressure. Cochrane
Review. 2011 (10).
10. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of
Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington:
ACOG. 2013

32
11. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W,
Zeeman GG, Brown MA. The classification, diagnosis and management
of the hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from the
ISSHP. Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women;s
Cardiovascular Health 2014: 4(2):99-104.
12. T Stampalija, G Gyte, Z Alfirevic. Utero-placental Doppler ultrasound
for improving pregnancy outcome. Cochrane database of systematic
review. 2010(9). 17
13. Urinalysis by dipstick for proteinuria. Guideline 2010. Diunduh dari:
http:// www.3centres.com.au
14. WULANDINI, AFIFAH, Peby Maulina Lestari, and Abarham
Martadiansyah. KARAKTERISTIK LUARAN PERINATAL PADA IBU
DENGAN PREEKLAMSIA BERDASARKAN AWITAN DI RSUP DR.
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG. Diss. Sriwijaya University,
2021.

33

Anda mungkin juga menyukai