Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR SEPTEMBER 2019

PREEKLAMPSIA BERAT DAN OLIGOHIDRAMNION PADA IBU


HAMIL

Oleh :
Diyah S. Kurnia, S.ked
105505420017

Pembimbing :
dr. Hj. Andi Siti Fatimah Arsyad, Sp.OG
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu obstetric dan
ginekologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Diyah S. Kurnia, S.ked

NIM : 105505420017

Judul Laporan Kasus : Preeklampsia berat dan Oligohidramnion pada Ibu Hamil

Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2019


Pembimbing

dr. Hj. Andi Siti Fatimah Arsyad, Sp.OG


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai Preeklamsia berat
dan oligohidramnion pada ibu hamil. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Andi Sitti Fatimah, Sp.OG atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini. Besar harapan, melalui laporan kasus
ini, pengetahuan dan pemahaman kita mengenai preeklamsia berat dan
oligohidramnion semakin bertambah.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus
ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun
spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Makassar, September 2019

Penulis

Diyah S. Kurnia, S.Ked


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan
lebih dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di Negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi kehamilan dan persalinan di Negara
maju yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka ini jauh lebih rendah dibandingkan di
Negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan meninggal akibat komplikasi kehamilan
dan persalinan. Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah
kesehatan di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama
kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di
Negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di
Indonesia menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per
100.000 kelahiran hiduo. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun 2007
masih cukup tinggi, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup. Brunei 33
per 100.000 kelahiran hidup,Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia
dan Vietnam sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun,
Millenium development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per
100.000 kelahiran hidup tahun pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 SDKI mencatat
kenaikan AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut
mempengaruhi sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro Sensus
Kependudukan Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015
dengan jumlah kehamilan berisiko sebesar 15-20 % dari seluruh kehamilan. 1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklamsia tujuh kali
lebih tinggi di Negara berkembang daripada di Negara maju. Prevalensi preeklamsia di
Negara maju adalah 1.3%-6%, sedangkan di Negara berkembang adalah 1,8%-18%.
Insiden preeklamsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecendrungan yang ada dalam dua decade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeclampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotic. Preeklamsia merupakan
masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi.
Besarnya masalah ini bukan hanya karena preeclampsia berdampak pada ibu saat hamil
dan melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi
endotel di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi
lainnya.1
Insiden oligohidramnion bervariasi dari sekitar 0,5 % sampai 5% tergantung
pada populasi penelitian dan definisi dari oligohidramnion. Penurunan volume cairan
amnion atau oligohidramnion berhubungan dengan kondisi ibu atau janin seperti pada
keadaan hipertensi, pertumbuhan janin terhambat atau kelainan bawaan, sindroma
aspirasi meconium, skor APGAR rendah. Oligohidramnion juga berhubungan dengan
morbiditas maternal dalam bentuk peningkatan induksi persalinan dan/atau intervensi
operasi seksio sesarea. Phelan dkk (1997) menjelaskan dengan metode perhitungan AFL
< 2 cm menggunakan USG transabdominal dapat mengindentifikasikan janin pada
kehamilan dengan resiko tinggi.13
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pre eklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria >
300 mg/24 jam. Pada kondisi berat preeklamsia dapat menjadi eklamsia dengan
penambahan gejala kejang-kejang. Preeclampsia merupakan penyebab ke-2 kematian
ibu di dunia setelah perdarahan. 2

Preeklampsia/eklampsia dikenal sebagai “disease of theories” karena banyak


teori yang menjelaskan tentang penyebab preeclampsia/eklampsia dan sampai saat ini
belum diketahui secara pasti penyebabnya.4

2.1.1 Definisi Oligohidramnion

Berkurangnya volume cairan disebut Oligohidramnion. Secara sonografis didefinisikan


sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang. Penyebab keadaan ini belum
sepenuhnya dipahami. Secara umum,oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan
jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume
cairan mungkin cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm.
Risiko penekanan tali pusat, dan pada gilirannya distress janin, meningkat akibat
berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi kehamilan postmatur.

2.2. Epidemiologi

Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
di dunia khususnya Negara-negara sedang berkembang. Pada Negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen. Di
Indonesia preeklamsia berat merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen
sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. 3

Terdapat lebih dari 4 juta wanita hami mengalami preeklampsia setiap tahun.
Dan setiap tahun diperkirakan sebanyak 50.000 sampai 70.000 wanita meninggal karena
preeclampsia serta 500.000 bayi meninggal. Preeclampsia merupakan penyebab 15-20%
kematian wanita hamil di seluruh dunia serta penyebab utama mortalitas dan morbiditas
pada janin. 4

2.3. Faktor risiko preeclampsia

Terdapat banyak faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan,


yang dapat dikelompokkan dalam factor risiko sebagai berikut.5

1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus,hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas.

Faktor penyebab terjadinya preeclampsia bisa dilihat dari tidak seimbangnya


berat badan pada ibu. Menurut penelitian Kusumawati Y factor kegemukan merupakan
salah satu yang bisa menyebabkan terjadinya preeclampsia pada kehamilan bahkan
sampai persalinan hingga masa nifas. 6

2.4. Etiologi dan patofisiologi preeklampsia

Sebab preeclampsia dan eklampsia sampai sekarang belum diketahui. Telah


banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit tersebut, akan tetapi
tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori yang diterima harus dapat
menerangkan hal-hal berikut: (1) sebab bertambahnya frekuensi pada primigrafiditas,
kehamilan ganda, hidramnion dan mola hidatidosa; (2) sebab bertambahnya frekuensi
dengan makin tuanya kehamilan; (3) sebab terjadinya perbaikan keadaan penderita
dengan kematian janin dalam uterus; (4) sebab jarangnya terjadi eklampsia pada
kehamilan-kehamilan berikutnya; dan (5) sebab timbulnya hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. 7

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah: 5

1. teori kelainan vaskularisasi plasenta


2. Teori iskemia placenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetic
5. Teori defisiensi gizi
6. Teori inflamasi.

Teori Kelainan vaskularisasi placenta

Pada kehamilan normal, Rahim dan placenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uerina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
myometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium emnjadi arteri vasalis dan arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis.

Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitararteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular,
dan peningkatan aliran darah pada daerah utero placenta. Akibatnya, aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot-otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia placenta. Dampak iskemia
placenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis
HDK selanjutnya.

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero placenta.

Teori Iskemia Placenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

 Iskemia placenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam


kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat placenta
mengalami iskemia. Placenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan
oksidan (disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa
penerima electron atau atom/molekul yang mempunyai electron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan placenta iskemia adalah radikal hidroksil
yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.
Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan
memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah
mungkin dahulu dianggap sebagao bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu
hipertensi dalam kehamilan disebut ‘’toxaemia’’. Radikal hidroksil akan merusak
membrane sel, yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida
lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus,
dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) yang bersifat toksis, selalu
diimbangi dengan produksi antioksidan.

 Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis
ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel
endotel. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

 Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel ,
maka akan terjadi:

o Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2):
suatu vasodilatator kuat.
o Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi vasodilatator). Pada preeclampsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan
tekanan darah.
o Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
o Peningkatan permeabilitas kapilar.
o Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
o Peningkatan factor koagulasi.
Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahawa factor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam


kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut.

 Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam


kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida.
 Ibu multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih besar
terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami yang
sebelumnya.
 Seks oral mempunya risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama
periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Teori adaptasi kardiovascular

Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.


Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor,
atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons
vasokonstriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap
bahan vasopressor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel
endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan
vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang
menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin.

Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan


vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang
sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Banyak
peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan
vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjadi pada trimester 1 (pertama).
Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjadi hipertensi dalam kehamilan,
sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Teori Genetik

Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,
26% anak perempuannya akan mengalami preeclampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeclampsia.

Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi


berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk


minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet


perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeclampsia/eklampsia. Penelitian di
Negara Equados Andes dengan metode uji klinik, ganda tersamar, dengan
membandingkan pemberian kalsium dan placebo.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi suplemen kalsium cukup,
kasus yang mengalami preeclampsia adalah 14% sedang yang diberi glukosa 17%.

Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris torfoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.

Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya


proses inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas
wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses
apoptosis pada preeclampsia, di mana pada preeclampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.
Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,
maka reaksi oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga
makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu
menjadi jauh lebih besar, dibandingkan reaksi inflamasi pada kehamilan normal.
Respons inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel magrofag/granulosit,
yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan
gejala-gejala preeclampsia pada ibu.

Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeclampsia akibat


produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas, mengakibatkan “aktivitas
leukosit yang sangat tinggi” pada sirkulasi ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut
sebagai “kekacauan adaptasi dari proses inflamasi intravascular pada kehamilan” yang
biasanya berlangsung normal dan menyeluruh.

Pre-eklampsia adalah penyakit multisistem yang kompleks dan banyak


model telah berusaha menjelaskan patogenesisnya. Invasi abnormal jaringan
trofoblastik ke dinding rahim ibu pada usia kehamilan sekitar 12-13 minggu
diperkirakan mengakibatkan pre-eklampsia awal. Pada pre-eklampsia, sel-sel
trofoblas yang sangat besar gagal menginvasi melewati desidua ke lapisan
miometrium, sehingga aliran darah arteri spiral tetap dalam keadaan resistensi tinggi
dan beraliran rendah, dengan hasil hipoperfusi dan hipoksemia plasenta.9
Investigasi mekanisme seluler dan patologi yang terjadi pada remodeling
arteri spiral telah menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang peran penting
imunologi dalam pre-eklampsia. Sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk faktor
nekrosis tumor, diproduksi oleh sel-sel trofoblastik dan merupakan bidang
penelitian penting tentang etiologi preeklampsia. Kerusakan respon imun ibu
normal, kemungkinan dimediasi oleh tekanan oksigen yang lebih rendah dari
normal dan sebagian faktor angiogenik, dapat menjelaskan mengapa invasi
trofoblastik yang abnormal terjadi pada beberapa kehamilan.29,30 Hipoksia
plasenta menyebabkan pelepasan sitokin dan faktor inflamasi yang menyebabkan
ibu kerusakan endotel.9
Kerusakan endotel adalah inti dari banyak efek patofisiologis pre-
eklampsia (HELLP, penyakit serebrovaskular, hipertensi) dan menyebabkan
ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin, yang mengakibatkan
sirkulasi uteroplasenta terganggu.9
Disfungsi trombosit telah terlibat dalam preeklampsia, dengan aktivasi
trombosit yang dimediasi permukaan, penurunan sensitivitas terhadap prostasiklin,
dan peningkatan pelepasan tromboksan dan serotonin, yang mengarah pada agregasi
trombosit lebih lanjut dan peningkatan regulasi uteroplacental renin angiotensin
aldosterone system.9

2.4.2 Patofisiologi Pembentukan cairan

selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm
rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085. Setelah
20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga
banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta. Janin juga meminum
cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru
sehingga penting untuk perkembangan. 5

2.5 Gejala klinis

Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi
preeclampsia ringan dan preeclampsia berat. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang
timbul pada preeclampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila
gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeclampsia. 5

Preeklampsia berat ialah preeclampsia dengan tekanan darah sistolik ≥ 160


mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg disertai proteinuria lebih 5 g/24 jam.
Preeclampsia digolongkan preeclampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala
sebagai berikut. 5

o Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring .
o Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
o Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
o Kenaikan kadar kreatinin plasma.
o Gangguan visus dan serebral: perununan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
padangan kabur.
o Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
o Edema paru-paru dan sianosis.
o Hemolisis mikroangiopatik.
o Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
o Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanine dan
aspartate aminotransferase
o Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
o Sindrom HELLP.

Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat kehamilan,
yaitu. 8

a. Preeclampsia-eklampsia atau disebut juga sebagai hipertensi yang diakibatkan


kehamilan/keracunan kehamilan (selain tekanan darah yang meninggi, juga
didapatkan kelainan pada air kencingnya). Preeklampsia adalah penyakit yang
timbul dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena
kehamilan.
b. Hipertensi kronik yaitu hipertensi yang sudah ada sejak sebelum ibu
mengandung janin.
c. Preeclampsia pada hipertensi kronik, yang merupakan gabungan preeclampsia
dengan hipertensi kronik.
d. Hipertensi gestational atau hipertensi yang sesaat.

Pembagian preeclampsia berat

Preeclampsia berat dibagi menjadi (a) preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
dan (b) preeclampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia
bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.5

Tes klinis dan laboratorium dimaksudkan untuk menentukan tingkat keparahan


preeklampsia. Sakit kepala, tinitus, sinyal fosfen, gangguan visual, refleks tendon cepat,
dan gangguan kewaspadaan berhubungan dengan edema serebral; oliguria hingga gagal
ginjal akut; kontraksi uterus, perdarahan vagina hingga solusio plasenta; muntah pada
sindrom HELLP; nyeri epigastrium bandlike pada hematoma hati subkapsular; dan
dispnea untuk gagal jantung. Eclampsia, komplikasi neurologis utama pre-eklampsia,
didefinisikan sebagai episode kejang atau tanda lain dari perubahan kesadaran yang
timbul dalam pengaturan pre-eklampsia, dan yang tidak dapat dikaitkan dengan kondisi
neurologis yang sudah ada sebelumnya. Pemeriksaan klinis harus mencakup pengukuran
tekanan darah saat istirahat dengan menggunakan manset yang sesuai, dan skrining
untuk penambahan berat badan, edema (termasuk tanda edema paru akut dan edema
serebral), kardiomiopati, dan gagal ginjal akut. Janin harus dinilai dengan
elektrokardiotokografi. Tes laboratorium meliputi: hitung darah lengkap dengan
trombosit, haptoglobin, dan laktat dehidrogenase; apusan darah untuk menguji
schistocytes; bilirubin, aspartate transaminase, dan alanine transaminase untuk
mengidentifikasi potensi sindrom HELPP; penilaian elektrolit, urea, dan kreatinin untuk
memeriksa gagal ginjal akut atau uremia; Proteinuria 24 jam; protrombin, waktu trombin
teraktivasi, dan fibrinogen (anemia hemolitik mikroangiopatik); golongan darah; dan
skrining antibodi tidak teratur. Pemeriksaan lainnya termasuk USG janin dengan
velokimetri Doppler dari arteri umbilikalis, serebral, dan uterin, estimasi berat janin,
penilaian kesejahteraan janin berdasarkan skor Manning, dan pemeriksaan plasenta.10
Meskipun definisi pre-eklampsia berat bervariasi, beberapa komponen
dari definisi ini biasanya diterima: tekanan darah sistolik ibu ≥160 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg; gangguan neurologis ibu seperti sakit kepala persisten,
sinyal fosfen, tinitus, dan refleks tendon polibetik cepat, eklampsia, edema paru akut,
proteinuria ≥5 g / hari, oliguria 500 cc / hari, kreatinin 120 μmol / L, sindrom HELLP ,
trombositopenia 100.000 / mm3, dan kriteria janin terutama retardasi pertumbuhan
intrauterin, oligohidramnion, atau kematian janin dalam rahim. Pre-eklampsia ringan
didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik $ 90 mmHg diukur pada dua kesempatan
setidaknya 6 jam terpisah, dikombinasikan dengan proteinuria (dua kejadian atau lebih
protein pada dipstick, 300 mg total protein dalam pengumpulan urin 24 jam, atau protein
rasio kreatinin 0,30 mg / mmol).10

2.6 Penegakkan Diagnosis Preeklampsia berat

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90


mmHg diastolic pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama. Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya
160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic. Tensimeter sebaiknya menggunakan
tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter air
raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau
tensimeter otomatis yang sudah divalidasi. Laporan terbaru menunjukkan pengukuran
tekanan darah menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah. 1

Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk


tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan.
Pengukuran dilakukan pada posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan
tekanan diastolic diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi).

Proteinuria ditetapkan bila eksresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstick > positif 1. Pemeriksaan urin dipstick bukan merupakan
pemeriksaan akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada
sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa factor, termasuk jumlah urin. 5

Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeclampsia didefinisikan sebagai


hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai
adanya gangguan organ jika hanya didapatkan hipertensi saja. Kondisi tersebut tidak
dapat disamakan dengan preeclampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat
preeclampsia tersebut. Kebanyakan kasus preklampsia ditegakkan dengan adanya
protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan
lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeclampsia, yaitu.

1. Trombositopenia : trombosit <100.000/microliter


2. Gangguan ginjal : kreatinin serum>1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatini serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsenstrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
4. Edema paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada


preeclampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi
pemberatan preeclampsia atau disebut denga preeclampsia berat. Kriteria gejala dan
kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeclampsia atau preeclampsia berat
adalah salah satu di bawahn ini :

1. tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
2. trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
3. gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
5. Edema paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
oligihidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau didapatkan absen or
reversed end diastolic velocity (ARDV).

Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara kuantitas


protein urin terhadap luaran preeclampsia, sehingga kondisi protein urin massif (lebih
dari 5 g) telah dieliminasi dari kriteria pemberatan preeclampsia (preeclampsia berat)>
kriteria baru tidak lagi mengkategorikan lagi preeclampsia ringan, dikarenakan setiap
preeclampsia merupakan kondisi yang berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas secara signifikan dalam waktu singkat. 1

2.7 Tatalaksana Preeklampsia berat

 Perawatan dan pengobatan preeclampsia berat

Pengelolaan preeclampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan


hiperetnsi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,
dan saat yang tepat untuk persalianan.

 Monitoring selama di rumah sakit

Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastriym, dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

 Manajemen umum perawatan preeclampsia berat

Perawatan preeclampsia berat sama halnya dengan perawatan preeclampsia ringan,


dibagi menjadi dua unsur:

- Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.


- Sikap terhadap kehamilannya ialah: aktif : manajemen agreisf, kehamilan
diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

Sikap terhadap penyakitnya: pengobatan medikamentosa

o Penderita preeclampsia berat harus segera masuk ke rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
factor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring
input cairn (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumalh
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Caian yang diberikan dapat berupa
(a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam atau
(b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 Liternya diselingi dengan infus Ringer laktat
(60-125cc/jam) 500cc. Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran
urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500
cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
o Pemberian obat antikejang adalah:
- obat antikejang adalah:
 MgSO4
 Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang: Diasepam, fenitoin,
difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada
penderita eklampsia.
Pemberian MgSO4 sebagai antikejang lebih efektif disbanding fenitoin, berdasarkan
Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini
tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklampsia.
Banyak cara pemberian magnesium sulfat.
Cara pemberian: 5
Magnesium sulfat regimen
 Loading dose: Initial dose
4 gram MgSO4 : intravena, ( 40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau
5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6
jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10 % = 1 gram ( 10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernapasana > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
napas.
 Magnesium sulfat dihentikan bila:
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik 4 – 7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
o Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
o Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan
50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
o Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off
yang dipakai adalah >160/110 mmHg dan MAP di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas
tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 𝑚𝑚𝐻𝑔 dan
atau tekanan diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <
160/105 MAP <125.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg
dalam 24 jam
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 ug i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 ug i.v./kg/ 5 menit
Diazokside: 30 – 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 10 mg/menit/dititrasi.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin dosis awal 10 – 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg
per 24 jam.
Skema klasifikasi kelainan hipertensi pada kehamilan secara umum dan definisi
preeklampsia khususnya telah bervariasi dalam beberapa tahun terakhir. Sistem
klasifikasi yang terkenal diadopsi oleh National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) pada tahun 1990 dan kemudian disahkan. oleh 46 organisasi medis.
Versi yang diperbarui pada tahun 2000 telah menjadi standar yang diikuti oleh American
College of Obstetrics and Gynaecology (ACOG). Sejak laporan asli NHBPEP, pedoman
dari masyarakat internasional telah muncul, masing-masing dengan bukti sendiri,
meskipun banyak dengan rekomendasi yang serupa.11
Tujuan pengobatan untuk tekanan darah, berikut adalah rangkuman tujuan pengobatan:11

Tabel 1. Target Tekanan Darah

2.7 Diagnosis Banding 5


Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit
lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklampsia menjadi sangat penting, misalnya
perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolic, meningitis, epilepsy
iatrogenic. Eklampsia selalu didahului oleh preeclampsia. Perawatan prenatal untuk
kehamilan dengan predisposisi preeclampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal
sedini mungkin gejala-gejala prodoma eklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil
yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya
preeclampsia sebelumnya.5
Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik ialah
dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar
mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang
menenagng, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita
mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam,
kedua tungkai dalam posisi inverse. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan
kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15 – 30 detik. 5
Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai
dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai
pula dengan terbukanya rahang secara tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat
disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan
kontraksi intermitten pada otot-otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. 5
Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak
segera diberi obat-obat antikejang akan segera disusul dengan episode kejang
berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernapasan meningkat, dapat
mencapai 50 kali per menit akibat terjadinya hiperkardia, atau hipoksia. Pada beberapa
kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma,
umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.5

2.8 Komplikasi
Survey di India pada tahun 2012 sebanyak 349 wanita hamil dengan preeklamsia
berat dipelajari. Karakteristik ibu dirangkum dan sebagian besar kelompok usia ibu
berada dalam kelompok 18-35 tahun (80,2%) usia kehamilan lebih besar atau sama
dengan 35 minggu dan dalam nulipara (59,6%). Persalinan pervaginam pada 120 kasus
(34/4%) dan sectio caesarea pada 229 kasus (65/6%). Tidak ada angka kematian ibu dan
koma dalam penelitian tersebut. Sebagian besar komplikasi ibu terkait dengan
preeklamsia berat adalah koagulopati (37 kasus) dan solusio plasenta (27 kasus). Satu
kasus didiagnosis sebagai sindrom HELLP yang nulliparus, pada kelompok usia 18-35
tahun dan usia kehamilan 28-37 minggu. Dari 22 kasus eklampsia, 2 kasus berusia lebih
dari 35 tahun (9,1%), 3 kasus berusia kurang dari 18 tahun (13,6%) dan yang lainnya (17
kasus) berusia antara 18 dan 35 tahun. Semua kejang eklampsia terjadi pada periode
sebelum persalinan.12
Dari 17 kasus dengan komplikasi hati saja, 1 kasus (0/3%) didiagnosis
dengan hematoma. Dari 13 kasus dengan gangguan Visual, 5 kasus (1/4%) melibatkan
retinopati grade II dan III dan sisanya telah mengalami penurunan visual.12
BAB 3
LAPORAN KASUS
REKAM MEDIS
Nama : Ny. KH
No. RM : 53 99 28
Tempat/Tgl lahir : Makassar, 19 Mei 2000
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lembang Teko
Tanggan Masuk : 19 Agustus 2019

ANAMNESIS
Anamnesis : Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis
G1P0A0 Gravid 38 minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul
23.00. Riwayat pelepasan darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir.
Pasien juga mengeluh pusing (+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti
sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Haid :
 Menarche usia 15 tahun
 HPHT 5-November-2018
 Usia kehamilan : 38 minggu 2 hari
 Taksiran persalinan : 2-September-2019
 Siklus haid : Teratur (antara 28-30 hari)
Riwayat Perkawinan :
 Status : Menikah
 Usia saat menikah : 17 tahun
 Lama perkawinan : 1 tahun
 Jumlah anak :0
Riwayat Kehamilan : Saat ini merupakan kehamilan pertama
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Obat : (-)
Riwayat Hamil Muda : Mual (+), Muntah (-), tidak mengganggu aktifitas
Riwayat Hamil Tua : Perdarahan (-)
Riwayat ANC : Kunjungan ke Bidan 1x pada trimester pertama dan
kedua, kunjungan 2x ke bidan pada trimester ke 3
Riwayat Suntik TT : 1x pada trimester pertama
Riwayat Operasi sebelumnya : Belum pernah

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
 Tekanan darah : 160/100 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Frekuensi napas : 18x/menit
 Suhu : 36,6’C
Berat badan :
Tinggi badan :
Kepala : Normocephal, Deformitas (-)
Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Paru : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ1 dan BJ2 normal, murmul (-), gallop (-)

Ekstremitas Atas : Edema tungkai (-/-), Akral hangat (-/-)


Ekstremitas Bawah : Edema (+/+), Akral hangat (+/+)

Status Obstetri
Abdomen :
Inspeksi : perut membuncit
Palpasi :
- Leopold 1 : TFU 36 cm, LP 90 cm. Teraba bagian lunak bundar dengan
ballottement menempati fundus uteri.
- Leopold II : Teraba bagian punggung janin pada sisi kanan ibu
- Leopold III : Teraba bagian keras dan bulat tidak dapat digerakkan di Pintu
atas panggul
- Leopold IV : Teraba 4/5
His : 3x10 (20-25 dtk)
TBJ : 3240 gram
DJJ : 141x/I

Genitalia :
 Pemeriksaan dalam vagina : Diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada di hodge
1, pelepasan lender + darah.

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium ( 19 /08/19 ) 12:12
WBC : +15.1x103 /uL
RBC : 4.44x106/uL
HGB : 12.0g/dL
HCT : 37.0%
MCV : 83,3 fL
PLT : 270x103 /uL
HBSAG : Non reaktif
Pemeriksaan Lain : Protein Urin (+++)

RESUME
Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis G1P0A0 Gravid
38 minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang dengan keluhan
nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul 23.00. Riwayat
pelepasan darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir. Pasien juga
mengeluh pusing (+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti sakit
kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Gerakan janin masih dirasakan pasien.
Menurut pasien tekanan darah mulai meningkat saat usia kehamilan 30 minggu (160/100
mmHg) dan terus menetap seperti itu hingga diperiksa di IRD Maternal.
Pada pemeriksaan status generalis tampak sakit sedang, compos mentis, TD :
160/100 mmHg, Nadi : 80x/I, Pernapasan 18x/I, Suhu 36,6ºC. Ekstremitas bawah edema
+/+.
Pada pemeriksaan status obstetric. TFU 36 cm, LP 90 cm, TBJ 3240 gr. His 3x10 (20-25
dtk), DJJ 141x/i. Pemeriksaan dalam vagina diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada
di Hodge 1, pelepasan lender + darah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat
leukositosis dan pemeriksaan Urin : Protein (+++).

Diagnosa
Diagnosa masuk : G1P0A0 Gravid 38 minggu 2 hari + inpartu kala 1 fase laten + PEB +
Oligohidramnion.

Penatalaksanaan : drips Oxytocin ½ amp 20 tpm


RL + MgS04 40% 6 gr 28 tpm
Nifedipin 3x10 mg
Observasi kemajuan persalinan
Prognosis : Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsional : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Diagnosis dan tatalaksana


preeklampsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan
Kedokteran Feto Maternal 2016.
2. Mardiana, Saraswati nuning: Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
preeklampsia pada ibu hamil (studi kasus di RSUD Kabupaten brebes tahun
2014). Unnes Journal of Public Health.
3. Ika, sitti nur djannah: Gambaran epidemiologi kejadian preeklampsia/eklampsia
di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007-2009.
4. Lilis fatmawati, Sulistyono Agus, Hari Basuki: Pengaruh status kesehatan ibu
terhadap derajat preeklampsia/eklampsia di kabupaten gresik 2017.
5. Prawirohardjo, S: Hipertensi dalam kehamilan. Ilmu Kebidanan. PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta,2010. Hal 532-533.
6. Prawiroharjo, S: Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo
7. Rozikhan: Faktor-Faktor risiko terjadinya preeklampsia berat di Rumah Sakit Dr.
H. Soewondo Kendal.2007
8. Infodatin: Pusat data dan informasi Kementrian Kesehatan RI. Hipertensi.
9. Turner, Judi A. Diagnosis and management of pre-eclampsia: an update.
International Journal of Women’s Health. California. 2010 : 327 – 337 p.
10. Uzan Jennifer, Carbonnel Marie, Piconne Olivier, Asmar Roland, Ayoubi, Jean
M. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management.
Department of Gynecology and Obstetrics Hôpital Foch. France. 2011. 467-
474.
11. Elizabeth Phipps, Devika Prasanna, Wunnie Brima, Belinda Jim. Preeclampsia:
Updates in Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. American Society of
Nephrology. 2016. Volume 11 : 1102 – 1113 p.
12. Nankali A, Malek-khosravi Sh, Zangeneh M, Rezaei M, Hemati Z, Kohzadi
M. Maternal Complications Associated with Severe Preeclampsia. The Journal
of Obstetrics and Gynecology of India. March-April 2013. 63(2):112–115.
13. Lumentut, Tendean Hermie: Resiko Maternal dan Luaran Perinatal Dengan
Oligohidramnion di RSU Prof. DR. R. D . Kandou Manado. 2015

Anda mungkin juga menyukai