FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR SEPTEMBER 2019
Oleh :
Diyah S. Kurnia, S.ked
105505420017
Pembimbing :
dr. Hj. Andi Siti Fatimah Arsyad, Sp.OG
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu obstetric dan
ginekologi)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
NIM : 105505420017
Judul Laporan Kasus : Preeklampsia berat dan Oligohidramnion pada Ibu Hamil
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis
2.2. Epidemiologi
Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi
di dunia khususnya Negara-negara sedang berkembang. Pada Negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkisar antara 0,3 persen sampai 0,7 persen. Di
Indonesia preeklamsia berat merupakan penyebab kematian ibu berkisar 1,5 persen
sampai 25 persen, sedangkan kematian bayi antara 45 persen sampai 50 persen. 3
Terdapat lebih dari 4 juta wanita hami mengalami preeklampsia setiap tahun.
Dan setiap tahun diperkirakan sebanyak 50.000 sampai 70.000 wanita meninggal karena
preeclampsia serta 500.000 bayi meninggal. Preeclampsia merupakan penyebab 15-20%
kematian wanita hamil di seluruh dunia serta penyebab utama mortalitas dan morbiditas
pada janin. 4
1. Primigravida, primipaternitas.
2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes
mellitus,hidrops fetalis, bayi besar.
3. Umur yang ekstrim
4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eklampsia
5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil.
6. Obesitas.
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas.
Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Tetapi
tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah: 5
Pada kehamilan normal, Rahim dan placenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uerina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
myometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium emnjadi arteri vasalis dan arteri basalis memberi
cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut
sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan
sekitararteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri
spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular,
dan peningkatan aliran darah pada daerah utero placenta. Akibatnya, aliran darah ke
janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada
lapisan otot-otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri
spiralis menjadi tetap kaku dank eras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan
mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah
uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia placenta. Dampak iskemia
placenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis
HDK selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron,
sedangkan pada preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi
lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke utero placenta.
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, missal vitamin E pada hipertensi
dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak
yang relative tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis
ini akan beredar di seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel
endotel. Membrane sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal
hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel
endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan membrane
sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh
struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel” (endothelial dysfunction).
Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel ,
maka akan terjadi:
o Gangguan metabolism prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah
memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2):
suatu vasodilatator kuat.
o Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan
endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal
perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin
(lebih tinggi vasodilatator). Pada preeclampsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan
tekanan darah.
o Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).
o Peningkatan permeabilitas kapilar.
o Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, yaitu endotelin. Kadar NO
(vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor) meningkat.
o Peningkatan factor koagulasi.
Teori Intoleransi Imunologik antara ibu dan janin
Teori Genetik
Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,
26% anak perempuannya akan mengalami preeclampsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami preeclampsia.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang
pengaruh diet pada preeclampsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan
kenaikan insiden hipertensi dalam kehamilan.
Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi
minyak ikan atau bahan yang mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah
preeclampsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris torfoblas di dalam sirkulasi
darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.
Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif.
selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm
rata-rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085. Setelah
20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga
banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta. Janin juga meminum
cairan amnion (diperkirakan 500 ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke paru
sehingga penting untuk perkembangan. 5
Preeclampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante,
intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeclampsia dapat dibagi menjadi
preeclampsia ringan dan preeclampsia berat. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang
timbul pada preeclampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria; sehingga bila
gejala-gejala ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeclampsia. 5
o Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg.
Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
sakit dan sudah menjalani tirah baring .
o Proteinuria lebih 5 g/24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif.
o Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/24 jam.
o Kenaikan kadar kreatinin plasma.
o Gangguan visus dan serebral: perununan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
padangan kabur.
o Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
o Edema paru-paru dan sianosis.
o Hemolisis mikroangiopatik.
o Trombositopenia berat: < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
o Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanine dan
aspartate aminotransferase
o Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat.
o Sindrom HELLP.
Pada dasarnya terdapat 4 jenis hipertensi yang umumnya terdapat pada saat kehamilan,
yaitu. 8
Preeclampsia berat dibagi menjadi (a) preeclampsia berat tanpa impending eclampsia
dan (b) preeclampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending eclampsia
bila preeclampsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat,
gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.5
Proteinuria ditetapkan bila eksresi protein di urin melebihi 300 mg dalam 24 jam
atau tes urin dipstick > positif 1. Pemeriksaan urin dipstick bukan merupakan
pemeriksaan akurat dalam memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada
sampel urin sewaktu bergantung pada beberapa factor, termasuk jumlah urin. 5
1. tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama
2. trombositopenia : trombosit <100.000/ microliter
3. gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau
adanya nyeri di daerah epigastrik / region kanan atas abdomen
5. Edema paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
oligihidramnion, fetal growth restriction (FGR) atau didapatkan absen or
reversed end diastolic velocity (ARDV).
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda klinik
berupa : nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastriym, dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
o Penderita preeclampsia berat harus segera masuk ke rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang
penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
factor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan
onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring
input cairn (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumalh
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda-tanda
edema paru, segera lakukan tindakan koreksi. Caian yang diberikan dapat berupa
(a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam atau
(b) Infus Dekstrose 5 % yang tiap 1 Liternya diselingi dengan infus Ringer laktat
(60-125cc/jam) 500cc. Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran
urin. Oliguria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500
cc/24 jam. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila
mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat
asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
o Pemberian obat antikejang adalah:
- obat antikejang adalah:
MgSO4
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang: Diasepam, fenitoin,
difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada
penderita eklampsia.
Pemberian MgSO4 sebagai antikejang lebih efektif disbanding fenitoin, berdasarkan
Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan
serat saraf menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular
membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan
menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif
inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam
darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini
tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau eklampsia.
Banyak cara pemberian magnesium sulfat.
Cara pemberian: 5
Magnesium sulfat regimen
Loading dose: Initial dose
4 gram MgSO4 : intravena, ( 40 % dalam 10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau
5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram i.m. tiap 4-6
jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10 % = 1 gram ( 10% dalam 10 cc) diberikan i.v. 3 menit
o Refleks patella (+) kuat
o Frekuensi pernapasana > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress
napas.
Magnesium sulfat dihentikan bila:
o Ada tanda-tanda intoksikasi
o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
o Dosis terapeutik 4 – 7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
o Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter 12 mg/dl
o Terhentinya pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
o Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl
Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan
50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
o Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off
yang dipakai adalah >160/110 mmHg dan MAP di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas
tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 𝑚𝑚𝐻𝑔 dan
atau tekanan diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <
160/105 MAP <125.
- Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg
dalam 24 jam
- Antihipertensi lini kedua
Sodium nitroprusside: 0,25 ug i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0,25 ug i.v./kg/ 5 menit
Diazokside: 30 – 60 mg i.v./5 menit; atau i.v. infus 10 mg/menit/dititrasi.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin dosis awal 10 – 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg
per 24 jam.
Skema klasifikasi kelainan hipertensi pada kehamilan secara umum dan definisi
preeklampsia khususnya telah bervariasi dalam beberapa tahun terakhir. Sistem
klasifikasi yang terkenal diadopsi oleh National High Blood Pressure Education
Program (NHBPEP) pada tahun 1990 dan kemudian disahkan. oleh 46 organisasi medis.
Versi yang diperbarui pada tahun 2000 telah menjadi standar yang diikuti oleh American
College of Obstetrics and Gynaecology (ACOG). Sejak laporan asli NHBPEP, pedoman
dari masyarakat internasional telah muncul, masing-masing dengan bukti sendiri,
meskipun banyak dengan rekomendasi yang serupa.11
Tujuan pengobatan untuk tekanan darah, berikut adalah rangkuman tujuan pengobatan:11
2.8 Komplikasi
Survey di India pada tahun 2012 sebanyak 349 wanita hamil dengan preeklamsia
berat dipelajari. Karakteristik ibu dirangkum dan sebagian besar kelompok usia ibu
berada dalam kelompok 18-35 tahun (80,2%) usia kehamilan lebih besar atau sama
dengan 35 minggu dan dalam nulipara (59,6%). Persalinan pervaginam pada 120 kasus
(34/4%) dan sectio caesarea pada 229 kasus (65/6%). Tidak ada angka kematian ibu dan
koma dalam penelitian tersebut. Sebagian besar komplikasi ibu terkait dengan
preeklamsia berat adalah koagulopati (37 kasus) dan solusio plasenta (27 kasus). Satu
kasus didiagnosis sebagai sindrom HELLP yang nulliparus, pada kelompok usia 18-35
tahun dan usia kehamilan 28-37 minggu. Dari 22 kasus eklampsia, 2 kasus berusia lebih
dari 35 tahun (9,1%), 3 kasus berusia kurang dari 18 tahun (13,6%) dan yang lainnya (17
kasus) berusia antara 18 dan 35 tahun. Semua kejang eklampsia terjadi pada periode
sebelum persalinan.12
Dari 17 kasus dengan komplikasi hati saja, 1 kasus (0/3%) didiagnosis
dengan hematoma. Dari 13 kasus dengan gangguan Visual, 5 kasus (1/4%) melibatkan
retinopati grade II dan III dan sisanya telah mengalami penurunan visual.12
BAB 3
LAPORAN KASUS
REKAM MEDIS
Nama : Ny. KH
No. RM : 53 99 28
Tempat/Tgl lahir : Makassar, 19 Mei 2000
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lembang Teko
Tanggan Masuk : 19 Agustus 2019
ANAMNESIS
Anamnesis : Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis
G1P0A0 Gravid 38 minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul
23.00. Riwayat pelepasan darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir.
Pasien juga mengeluh pusing (+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti
sakit kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 80x/menit
Frekuensi napas : 18x/menit
Suhu : 36,6’C
Berat badan :
Tinggi badan :
Kepala : Normocephal, Deformitas (-)
Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Paru : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ1 dan BJ2 normal, murmul (-), gallop (-)
Status Obstetri
Abdomen :
Inspeksi : perut membuncit
Palpasi :
- Leopold 1 : TFU 36 cm, LP 90 cm. Teraba bagian lunak bundar dengan
ballottement menempati fundus uteri.
- Leopold II : Teraba bagian punggung janin pada sisi kanan ibu
- Leopold III : Teraba bagian keras dan bulat tidak dapat digerakkan di Pintu
atas panggul
- Leopold IV : Teraba 4/5
His : 3x10 (20-25 dtk)
TBJ : 3240 gram
DJJ : 141x/I
Genitalia :
Pemeriksaan dalam vagina : Diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada di hodge
1, pelepasan lender + darah.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium ( 19 /08/19 ) 12:12
WBC : +15.1x103 /uL
RBC : 4.44x106/uL
HGB : 12.0g/dL
HCT : 37.0%
MCV : 83,3 fL
PLT : 270x103 /uL
HBSAG : Non reaktif
Pemeriksaan Lain : Protein Urin (+++)
RESUME
Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis G1P0A0 Gravid
38 minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang dengan keluhan
nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul 23.00. Riwayat
pelepasan darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir. Pasien juga
mengeluh pusing (+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti sakit
kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-). Gerakan janin masih dirasakan pasien.
Menurut pasien tekanan darah mulai meningkat saat usia kehamilan 30 minggu (160/100
mmHg) dan terus menetap seperti itu hingga diperiksa di IRD Maternal.
Pada pemeriksaan status generalis tampak sakit sedang, compos mentis, TD :
160/100 mmHg, Nadi : 80x/I, Pernapasan 18x/I, Suhu 36,6ºC. Ekstremitas bawah edema
+/+.
Pada pemeriksaan status obstetric. TFU 36 cm, LP 90 cm, TBJ 3240 gr. His 3x10 (20-25
dtk), DJJ 141x/i. Pemeriksaan dalam vagina diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada
di Hodge 1, pelepasan lender + darah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat
leukositosis dan pemeriksaan Urin : Protein (+++).
Diagnosa
Diagnosa masuk : G1P0A0 Gravid 38 minggu 2 hari + inpartu kala 1 fase laten + PEB +
Oligohidramnion.