Anda di halaman 1dari 30

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

OLIGOHIDRAMNION PADA PREEKLAMPSIA BERAT

Oleh :
Diyah S. Kurnia, S.ked
105505420017

Pembimbing :
dr. Hj. Andi Fatimah Arsyad, Sp.OG (K)
(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu obstetric dan ginekologi)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Diyah S. Kurnia, S.ked

NIM : 105505420017

Judul Laporan Kasus : Oligohidramnion pada Preeklampsia berat


Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
bagian ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2019


Pembimbing

dr. Hj. Andi Fatimah Arsyad, Sp.OG (K)


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan hidayah-
Nya sehingga laporan kasus ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini, penulis menyajikan makalah mengenai oligohidramnion
pada preeclampsia berat. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu obstetric dan ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan pula terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dr. Hj. Andi Fatimah, Sp.OG (K), atas kesediaan beliau sebagai
pembimbing dalam penulisan laporan kasus ini. Besar harapan, melalui laporan kasus ini,
pengetahuan dan pemahaman kita mengenai oligohidramnion pada preeclampsia berat
lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih belum sempurna, baik dari segi
materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan kasus
ini. Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral maupun
spiritual, penulis ucapkan terima kasih. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

Diyah S. Kurnia, S.Ked


BAB I
PENDAHULUAN

Sekitar delapan juta perempuan/tahun mengalami komplikasi kehamilan dan lebih


dari setengah juta diantaranya meninggal dunia, dimana 99% terjadi di negara
berkembang. Angka kematian akibat komplikasi ini jauh lebih rendah dibandingkan di
negara berkembang, yaitu 1 dari 11 perempuan kehamilan dan persalinan di negara maju
yaitu 1 dari 5000 perempuan, dimana angka meninggal akibat komplikasi kehamilan dan
persalinan. Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan di
Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama kehamilan dan
nifas. AKI di Indonesia masih merupakan salah satu yang tertinggi di Negara Asia
Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Tren AKI di Indonesia
menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi 228 per 100.000
kelahiran hiduo. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada tahun 2007 masih cukup
tinggi, AKI di Singapura hanya 6 per 100.000 kelahiran hidup. Brunei 33 per 100.000
kelahiran hidup,Filipina 112 per 100.000 kelahiran hidup, serta Malaysia dan Vietnam
sama-sama mencapai 160 per 100.000 kelahiran hidup. Meskipun, Millenium
development goal (MDG) menargetkan penurunan AKI menjadi 102 per 100.000
kelahiran hidup tahun pada tahun 2015, namun pada tahun 2012 SDKI mencatat kenaikan
AKI yang signifikan yaitu dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran
hidup. Peningkatan jumlah penduduk dan jumlah kehamilan berisiko turut mempengaruhi
sulitnya pencapaian target ini. Berdasarkan prediksi Biro Sensus Kependudukan
Amerika, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015 dengan jumlah
kehamilan berisiko sebesar 15-20 % dari seluruh kehamilan. 1
Tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan (30%), hipertensi dalam
kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus preeklamsia tujuh kali
lebih tinggi di negara berkembang daripada di negara maju. Prevalensi preeklamsia di
negara maju adalah 1.3%-6%, sedangkan di negara berkembang adalah 1,8%-18%.
Insiden preeklamsia di Indonesia sendiri adalah 128.273/tahun atau sekitar 5,3%.
Kecendrungan yang ada dalam dua decade terakhir ini tidak terlihat adanya penurunan
yang nyata terhadap insiden preeklampsia, berbeda dengan insiden infeksi yang semakin
menurun sesuai dengan perkembangan temuan antibiotic. Preeklampsia merupakan
masalah kedokteran yang serius dan memiliki tingkat kompleksitas yang tinggi. Besarnya
masalah ini bukan hanya karena preeklampsia berdampak pada ibu saat hamil dan
melahirkan, namun juga menimbulkan masalah pasca persalinan akibat disfungsi endotel
di berbagai organ, seperti risiko penyakit kardiometabolik dan komplikasi lainnya.1
Insiden oligohidramnion bervariasi dari sekitar 0,5 % sampai 5% tergantung pada
populasi penelitian dan definisi dari oligohidramnion. Penurunan volume cairan amnion
atau oligohidramnion berhubungan dengan kondisi ibu atau janin seperti pada keadaan
hipertensi, pertumbuhan janin terhambat atau kelainan bawaan, sindroma aspirasi
meconium, skor APGAR rendah. Oligohidramnion juga berhubungan dengan morbiditas
maternal dalam bentuk peningkatan induksi persalinan atau intervensi operasi seksio
sesarea. Phelan dkk (1997) menjelaskan dengan metode perhitungan amniotic fluid level
< 2 cm menggunakan USG transabdominal dapat mengindentifikasikan janin pada
kehamilan dengan resiko tinggi.13
BAB II
LAPORAN KASUS
REKAM MEDIS
Nama : Ny. KH
No. RM : 53 99 28
Tempat/Tgl lahir : Makassar, 19 Mei 2000
Umur : 19 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Lembang Teko
Tanggan Masuk : 19 Agustus 2019

ANAMNESIS
Anamnesis : Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis
G1P0A0 Gravid 38 minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang
dengan keluhan nyeri perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul
23.00. Riwayat pelepasan darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir. Pasien
juga mengeluh pusing (+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti sakit
kepala (-), mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Hipertensi (-), DM (-), Asma (-)
Riwayat Haid :
 Menarche usia 15 tahun
 HPHT 5-November-2018
 Usia kehamilan : 38 minggu 2 hari
 Taksiran persalinan : 2-September-2019
 Siklus haid : Teratur (antara 28-30 hari)
Riwayat Perkawinan :
 Status : Menikah
 Usia saat menikah : 17 tahun
 Lama perkawinan : 1 tahun
 Jumlah anak :0
Riwayat Kehamilan : Saat ini merupakan kehamilan pertama
Riwayat Kontrasepsi : (-)
Riwayat Obat : (-)
Riwayat Hamil Muda : Mual (+), Muntah (-), tidak mengganggu aktifitas
Riwayat Hamil Tua : Perdarahan (-)
Riwayat ANC : Kunjungan ke Bidan 1x pada trimester pertama
dan kedua, kunjungan 2x ke bidan pada trimester ke 3
Riwayat Suntik TT : 1x pada trimester pertama
Riwayat Operasi sebelumnya : Belum pernah

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign :
 Tekanan darah : 160/100 mmHg
 Nadi : 80x/menit
 Frekuensi napas : 18x/menit
 Suhu : 36,6’C
Berat badan :
Tinggi badan :
Kepala : Normocephal, Deformitas (-)
Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran KGB (-)
Dada : Paru : Vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ1 dan BJ2 normal, murmul (-), gallop (-)
Ekstremitas Atas : Edema tungkai (-/-), Akral hangat (-/-)
Ekstremitas Bawah : Edema (+/+), Akral hangat (+/+)

Status Obstetri
Abdomen :
Inspeksi : perut membuncit
Palpasi :
- Leopold 1 : TFU 36 cm, LP 90 cm. Teraba bagian lunak bundar dengan
ballottement menempati fundus uteri.
- Leopold II : Teraba bagian punggung janin pada sisi kanan ibu
- Leopold III : Teraba bagian keras dan bulat tidak dapat digerakkan di Pintu
atas panggul
- Leopold IV : Teraba 4/5
His : 3x10 (20-25 dtk)
TBJ : 3240 gram
DJJ : 141x/I

Genitalia :
 Pemeriksaan dalam vagina : Diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada di hodge 1,
pelepasan lender + darah.

Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium ( 19 /08/19 ) 12:12
WBC : +15.1x103 /uL
RBC : 4.44x106/uL
HGB : 12.0g/dL
HCT : 37.0%
MCV : 83,3 fL
PLT : 270x103 /uL
HBSAG : Non reaktif
Pemeriksaan Lain : Protein Urin (+++)
RESUME
Pasien datang ke RSUD Syekh Yusuf Gowa dengan diagnosis G1P0A0 Gravid 38
minggu 1 hari inpartu kala 1 fase laten + hipertensi. Pasien datang dengan keluhan nyeri
perut tembus belakang yang dirasakan sejak tadi malam pukul 23.00. Riwayat pelepasan
darah (+), lender (+), air (-) yang keluar dari jalan lahir. Pasien juga mengeluh pusing
(+), penglihatan kadang kabur (+). Keluhan lainnya seperti sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-), nyeri ulu hati (-). Gerakan janin masih dirasakan pasien. Menurut pasien
tekanan darah mulai meningkat saat usia kehamilan 30 minggu (160/100 mmHg) dan
terus menetap seperti itu hingga diperiksa di IRD Maternal.
Pada pemeriksaan status generalis tampak sakit sedang, compos mentis, TD :
160/100 mmHg, Nadi : 80x/I, Pernapasan 18x/I, Suhu 36,6ºC. Ekstremitas bawah edema
+/+.
Pada pemeriksaan status obstetric. TFU 36 cm, LP 90 cm, TBJ 3240 gr. His 3x10 (20-25
dtk), DJJ 141x/i. Pemeriksaan dalam vagina diameter 3 cm, ketuban (+), kepala berada di
Hodge 1, pelepasan lender + darah. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis
dan pemeriksaan Urin : Protein (+++).

Diagnosa
Diagnosa masuk : G1P0A0 Gravid 38 minggu 2 hari + inpartu kala 1 fase laten + PEB +
Oligohidramnion.

Penatalaksanaan : drips Oxytocin ½ amp 20 tpm


RL + MgS04 40% 6 gr 28 tpm
Nifedipin 3x10 mg
Observasi kemajuan persalinan
Prognosis : Quo ad vitam : dubia
Quo ad fungsional : dubia
Quo ad sanationam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Preeklampsia adalah penyakit hipertensi khusus kehamilan dengan keterlibatan
multisistem. biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan, paling sering dalam waktu
dekat, dan dapat menjadi superimposed hypertensive disorder lainnya. Preeklampsia,
bentuk paling umum pada tekanan darah tinggi yang mempersulit kehamilan, terutama
ditentukan oleh terjadinya hipertensi onset baru ditambah proteinuria onset baru. Namun,
meskipun kedua kriteria ini dianggap sebagai definisi klasik preeklampsia, beberapa
wanita datang dengan hipertensi dan tanda-tanda multisistemik yang biasanya
menunjukkan keparahan penyakit tanpa adanya proteinuria. Dengan tidak adanya
proteinuria, preeklampsia didiagnosis sebagai hipertensi dalam hubungannya dengan
trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000 / mikroliter), gangguan fungsi
hati (peningkatan kadar transaminase hati dalam darah menjadi dua kali konsentrasi
normal), perkembangan baru dari kekurangan ginjal (peningkatan kreatinin serum tanpa
adanya penyakit ginjal lainnya), edema paru, atau gangguan otak baru atau gangguan
visual.3
Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion
kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300-500 ml, tetapi
pada kasus oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. (Linda K.Brown
dan V. Ruth Bennett) Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang
dari normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter. 11

Pada suatu keadaan tertentu banyaknya air ketuban berkurang dari normal. Bila
sampai kurang dari 500 cc maka akan disebut sebagai oligohidramnion. Biasanya
cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan.3 Oligohidramnion merujuk
pada jumlah cairan amnion yang lebih sedikit (kurang dari 400ml).12
B. Etiologi

Preeklampsia adalah kelainan multisistemik dengan implikasi mendalam


bagi ibu dan janin. Interaksi abnormal antara trofoblas janin dan desidua ibu,
termasuk sel-sel sistem kekebalan ibu, menyebabkan invasi plasenta yang tidak
memadai dan remodeling pembuluh darah ibu. Dengan demikian, asal-usul
preeklampsia terletak pada tahap awal kehamilan. Preeklamsia umumnya
bermanifestasi selama akhir kehamilan dan remisi setelah persalinan
menghubungkan peran penting penampilannya dengan plasenta. Secara umum,
preeklamsia dianggap sebagai kelainan dengan dua komponen: 1. Sinyal yang tidak
diketahui dari plasenta terkait dengan implantasi yang rusak atau massa plasenta
yang lebih besar seperti pada kehamilan multifetal atau mol vesikular. 2. Respons ibu
yang menyimpang terhadap sinyal ini ditentukan oleh genotipe dan fenotipenya dan
dipengaruhi oleh perubahan fisiologis dan metabolik pada kehamilan dan juga
menyebabkan disfungsi endotel dengan afeksi multisistemik.4
Patogenesis dari asal multifaktorial yang dapat dipahami secara kasar di
bawah komponen berikut:4
1. Patologi uteroplasenta: ada kegagalan arteri arteri uterina spiral uterus ibu untuk
berubah menjadi sinusoid yang lebar. Pada kehamilan normal, invasi trofoblastik ke
dalam miometrium dan desidua mengubah arteriol otot menjadi sinusoid resistansi
rendah yang mengubah pasokan vaskular dari sistem aliran rendah bertekanan tinggi
ke sistem aliran tinggi bertekanan rendah untuk menyehatkan plasenta dan janin.
Juga, hilangnya lapisan otot dan endotelium dalam pembuluh ini membuatnya tidak
sensitif terhadap rangsangan vasomotor. Pada preeklampsia, invasi trofoblastik pada
pembuluh darah rahim ini tidak lengkap sehingga menyebabkan suplai darah terbatas
yang menyebabkan hipoksia fetoplasenta. Oksigenasi yang bervariasi dalam plasenta
menyebabkan stres oksidatif dan pelepasan radikal bebas. Penyimpangan dalam
perfusi dan hemodinamik dapat menyebabkan pembentukan aterosis akut dan plak
aterosklerotik pada arteriol spiral yang tidak dimodifikasi. Faktor-faktor plasenta
dibebaskan untuk mengkompensasi aliran darah yang terganggu. Faktor-faktor ini
memulai perubahan sistemik yang menghasilkan sindrom maternal. Faktor-faktor
plasenta yang diidentifikasi adalah agen angiogenik, sitokin, produk dari peroksidasi
lipid, autoantibodi, dan plasenta sel debris.
2. Faktor angiogenik: plasenta iskemik diyakini berkontribusi pada disfungsi sel
endotel dengan mengubah keseimbangan antara tingkat sirkulasi faktor pertumbuhan
angiogenik dan anti-angiogenik. Ini adalah faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF), faktor pertumbuhan plasenta (PIGF), dan (sFlt-1). SFlt-1 diketahui dapat
mengikat dan menghambat aktivitas VEGF dan PIGF. Demikian pula, endoglin
adalah protein antiangiogenik lain yang terlibat dalam patogenesis preeklamsia. Baik
sFlt-1 dan endoglin ditemukan meningkat dalam sirkulasi ibu sebelum timbulnya
preeklampsia.
3. Lipid peroksida: oksidasi lipoprotein (stres oksidatif) terjadi pada kehamilan
normal tetapi sangat meningkat pada preeklampsia. Peroksidasi lipid dari
synciotrophoblast bertanggung jawab atas pelepasan metabolit oksidatif yang stabil
seperti malondialdehyde dan 4-hydroxynonenal yang menyebabkan kerusakan
endotelial yang menyebar luas.
4. Inflamasi dan sitokin: peran plasenta dalam diseminasi langsung sitokin
inflamasi tidak terbukti. Tetapi, plasentasi yang buruk yang mengarah ke hipoksia
dapat memperkuat pelepasan stimulasi inflamasi dalam sirkulasi ibu. Leukosit di
dasar plasenta dan vena uterus diaktifkan untuk melepaskan sitokin dan spesies
oksigen reaktif. Sel-sel elastase-positif yang merupakan penanda aktivasi neutrofil
ditemukan meningkat jumlahnya dalam desidua dan plasental bed.
5. Fragmen plasenta dan partikel mikro: banyak sel debris dari permukaan
plasenta dan syncytiotrophoblast dilepaskan dalam sirkulasi ibu pada preeklampsia
sebagai akibat dari kematian sel akibat hipoksia. Pembersihan yang tidak adekuat
dari hal ini melebih-lebihkan respons peradangan ibu terhadap kehamilan. Bahan
turunan plasenta seperti sitokeratin yang bersirkulasi dan DNA janin yang larut
langsung merusak sel-sel endotel vaskular. Mereka juga berinteraksi dengan fagosit
dan berkontribusi terhadap respon peradangan.
6. Autoantiobodi: penelitian terbaru menunjukkan bahwa wanita dengan
preeklampsia memiliki autoantibodi yang disebut ATI-AAs. Antibodi ini
mengaktifkan reseptor angiotensin II. Ini diketahui hadir dalam sirkulasi ibu 2 tahun
setelah kelahiran anak dan menyiratkan bahwa preeklamsia mungkin merupakan
penyakit autoimun yang disebabkan oleh kehamilan.
7. Genetik: preeklampsia adalah kelainan genetik dan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan. Hal ini ditemukan dengan peningkatan frekuensi pada ibu, anak
perempuan, saudara perempuan, dan cucu perempuan dari wanita yang mengalami
preeklampsia. Hubungan antara antigen histokompatibilitas HLADR4 dan hipertensi
proteinurik juga dimungkinkan. Jenis HLA tertentu lebih sering terjadi pada ibu dan
janin dari kehamilan preeklampsia.
8. Faktor imunologis: Dekker dan Sibai telah mengkaji kemungkinan peran
maladaptasi imun dalam patofisiologi preeklampsia. Dimulai pada awal trimester
kedua, wanita yang ditakdirkan untuk mengalami preeklampsia memiliki proporsi sel
T-helper yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang tetap
normotensif. Antibodi terhadap sel endotel telah ditemukan pada 50% wanita dengan
preeklampsia versus 15% wanita kontrol normotensif.

Gambar 1. Tinjauan Patogenesis


C. Faktor Resiko Preeklampsia dan Oligohidramnion
Dengan tidak adanya modalitas skrining yang efektif, faktor risiko klinis
dapat membantu kita untuk lebih waspada. Faktor-faktor ini adalah hipertensi kronis
/ penyakit ginjal (15-40%), diabetes pregestasional (10-35%), penyakit jaringan ikat
(lupus, rheumatoid arthritis) (10-20%), trombofilia (didapat atau bawaan) (10-40)
%), obesitas / resistensi insulin (10-15%), usia lebih tua dari 40 tahun (10-20%),
paparan sperma terbatas (10–35%), riwayat keluarga preeklampsia / penyakit
kardiovaskular (10–15%). 4
Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami oligohidramnion tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Penyebab
oligohidramnion yang telah diketahui adalah cacat bawaan janin dan bocornya
kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi
yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan
saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.13
Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih
janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000
kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar
dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi
oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah
tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan
berkaitan dengan anomali-anomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di
membran dapat cukup banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi
persalinan. Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.14
Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of
the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan pecahnya
membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya penurunan fungsi plasenta,
gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi,
diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti
Lupus Eritematosus Sistemik.15
Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion adalah masalah
karena pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal
dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor (contohnya captopril), dapat
merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan
kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan
kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darahnya dapat tetap terawasi baik dan
pengobatan yang mereka gunakan aman diminum selama masa kehamilan. 11

D. Patofisiologi Preeklampsia dan Oligohidramnion


Pre-eklampsia adalah penyakit multisistem yang kompleks dan banyak
model telah berusaha menjelaskan patogenesisnya. Invasi abnormal jaringan
trofoblastik ke dinding rahim ibu pada usia kehamilan sekitar 12-13 minggu
diperkirakan mengakibatkan pre-eklampsia awal. Pada pre-eklampsia, sel-sel
trofoblas yang sangat besar gagal menginvasi melewati desidua ke lapisan
miometrium, sehingga aliran darah arteri spiral tetap dalam keadaan resistensi tinggi
dan beraliran rendah, dengan hasil hipoperfusi dan hipoksemia plasenta.5
Investigasi mekanisme seluler dan patologi yang terjadi pada remodeling
arteri spiral telah menyebabkan pemahaman yang lebih baik tentang peran penting
imunologi dalam pre-eklampsia. Sitokin dan faktor pertumbuhan, termasuk faktor
nekrosis tumor, diproduksi oleh sel-sel trofoblastik dan merupakan bidang penelitian
penting tentang etiologi preeklampsia. Kerusakan respon imun ibu normal,
kemungkinan dimediasi oleh tekanan oksigen yang lebih rendah dari normal dan
sebagian faktor angiogenik, dapat menjelaskan mengapa invasi trofoblastik yang
abnormal terjadi pada beberapa kehamilan.29,30 Hipoksia plasenta menyebabkan
pelepasan sitokin dan faktor inflamasi yang menyebabkan ibu kerusakan endotel.5
Kerusakan endotel adalah inti dari banyak efek patofisiologis pre-
eklampsia (HELLP, penyakit serebrovaskular, hipertensi) dan menyebabkan
ketidakseimbangan antara tromboksan dan prostasiklin, yang mengakibatkan
sirkulasi uteroplasenta terganggu.5
Disfungsi trombosit telah terlibat dalam preeklampsia, dengan aktivasi
trombosit yang dimediasi permukaan, penurunan sensitivitas terhadap prostasiklin,
dan peningkatan pelepasan tromboksan dan serotonin, yang mengarah pada agregasi
trombosit lebih lanjut dan peningkatan regulasi uteroplacental renin angiotensin
aldosterone system.5
Genetik juga terlibat dalam patogenesis preeklampsia. Wanita dengan
kerabat tingkat pertama yang memiliki pre-eklampsia lebih mungkin untuk
mengembangkan penyakit ini. Menariknya, pria yang lahir dari kehamilan pra-
eklampsia lebih cenderung menjadi ayah dalam kehamilan pra-eklampsia. Pola
keluarga ini juga dikaitkan dengan penyakit yang lebih parah.5
Dalam artikel ulasan terbaru Verdonk et al. menyajikan laporan terperinci
tentang keterlibatan auto-antibodi reseptor RAAS dan Ang II AT-1 (AT-1AA) dalam
patofisiologi pre-eklampsia. Mereka menyatakan bahwa pada kehamilan normal,
terutama pada tahap awal kehamilan, ada peningkatan volume darah ibu dan
penurunan resistansi total, dan untuk mengatasi penurunan tekanan darah, RAAS
diaktifkan, menghasilkan retensi natrium dan air. Namun, pada PE berbeda dengan
kehamilan normal, volume darah intravaskular dan curah jantung berkurang,
sementara resistansi perifer total meningkat, dan sebagian besar komponen RAAS
mengalami penurunan regulasi. Temuan ini membuat mereka menyimpulkan bahwa
pada preeklampsia, supresi sebagian besar komponen RAAS dapat menyebabkan
peningkatan respons terhadap Ang II dan AT-1AA. Mereka melaporkan bahwa peran
pasti sistem RAAS dan AT-1AA dalam PE tetap tidak terjawab, cukup untuk
menyatakan bahwa sensitivitas reseptor Ang II terhadap Ang II meningkat, dan
sintesis angiotensinogen dirangsang oleh kadar estrogen sirkulasi yang tinggi dalam
10 minggu pertama kehamilan.9

Fisiologi normal
AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan
dengan volume sekitar 30 ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar
1L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester pertama dengan
volume sekitar 800 ml pada minggu ke-40. Berkurang lagi menjadi 350 ml pada
kehamilan 42 minggu dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar
150 ml/minggu pada kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi
AFV belum diketahui dengan pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran
keluar-masuk cairan amnion pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi
dengan tingkat pertukaran sekitar 3600 ml/jam.
Faktor utama yang mempengaruhi AFV:
1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran
3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta

Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion pada kehamilan aterm rata-
rata ialah 800 ml, cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,008. Setelah 20
minggu produksi cairan berasal dari urin janin. Sebelumnya cairan amnion juga banyak
berasal dari rembesan kulit, selaput amnion, dan plasenta. Janin juga meminum cairan
amnion (diperkirakan 500ml/hari). Selain itu, cairan ada yang masuk ke parusehingga
penting untuk perkembangan.11

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan


kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan post-term, insufisiensi plasenta, dan obat-
obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling
sering adalah kelainan saluran kemih (kelainan ginjal bilateral dan obstruksi uretra) dan
kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan
kelainan pada sauran kemih sehingga tidak menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi
plasenta oleh sebab apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang
berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya
adalah terjadinya penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi
oligohidramnion.15
Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan:
- Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)
- Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut obstructive
uropathy
 Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke
kantong amnion.
 Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia dan
atresia uretra.
- Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan perfusi
ginjal
 Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac
output fetal.
 Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran
darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.
 Anuria dan oliguria.
- Post-term gestation
- Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti
- Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus

E. Manifestasi klinis Preeklampsia berat dan Oligohidramnion


Tes klinis dan laboratorium dimaksudkan untuk menentukan tingkat
keparahan preeklampsia. Sakit kepala, tinitus, sinyal fosfen, gangguan visual, refleks
tendon cepat, dan gangguan kewaspadaan berhubungan dengan edema serebral;
oliguria hingga gagal ginjal akut; kontraksi uterus, perdarahan vagina hingga solusio
plasenta; muntah pada sindrom HELLP; nyeri epigastrium bandlike pada hematoma
hati subkapsular; dan dispnea untuk gagal jantung. Eclampsia, komplikasi neurologis
utama pre-eklampsia, didefinisikan sebagai episode kejang atau tanda lain dari
perubahan kesadaran yang timbul dalam pengaturan pre-eklampsia, dan yang tidak
dapat dikaitkan dengan kondisi neurologis yang sudah ada sebelumnya. Pemeriksaan
klinis harus mencakup pengukuran tekanan darah saat istirahat dengan menggunakan
manset yang sesuai, dan skrining untuk penambahan berat badan, edema (termasuk
tanda edema paru akut dan edema serebral), kardiomiopati, dan gagal ginjal akut.
Janin harus dinilai dengan elektrokardiotokografi. Tes laboratorium meliputi: hitung
darah lengkap dengan trombosit, haptoglobin, dan laktat dehidrogenase; apusan
darah untuk menguji schistocytes; bilirubin, aspartate transaminase, dan alanine
transaminase untuk mengidentifikasi potensi sindrom HELPP; penilaian elektrolit,
urea, dan kreatinin untuk memeriksa gagal ginjal akut atau uremia; Proteinuria 24
jam; protrombin, waktu trombin teraktivasi, dan fibrinogen (anemia hemolitik
mikroangiopatik); golongan darah; dan skrining antibodi tidak teratur. Pemeriksaan
lainnya termasuk USG janin dengan velokimetri Doppler dari arteri umbilikalis,
serebral, dan uterin, estimasi berat janin, penilaian kesejahteraan janin berdasarkan
skor Manning, dan pemeriksaan plasenta.2
Meskipun definisi pre-eklampsia berat bervariasi, beberapa komponen dari
definisi ini biasanya diterima: tekanan darah sistolik ibu ≥160 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥110 mmHg; gangguan neurologis ibu seperti sakit kepala persisten,
sinyal fosfen, tinitus, dan refleks tendon polibetik cepat, eklampsia, edema paru akut,
proteinuria ≥5 g / hari, oliguria 500 cc / hari, kreatinin 120 μmol / L, sindrom
HELLP (Hemolysis, Elevated liver enzymes, Low platelets count) , trombositopenia
100.000 / mm3, dan kriteria janin terutama retardasi pertumbuhan intrauterin,
oligohidramnion, atau kematian janin dalam rahim. Pre-eklampsia ringan
didefinisikan sebagai tekanan darah diastolik $ 90 mmHg diukur pada dua
kesempatan setidaknya 6 jam terpisah, dikombinasikan dengan proteinuria (dua
kejadian atau lebih protein pada dipstick, 300 mg total protein dalam pengumpulan
urin 24 jam, atau protein rasio kreatinin 0,30 mg / mmol).2

Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:11


1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin.
3) Sering berakhir dengan partus premature.
4) Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar lebih jelas.
5) Persalinan lebih lama daripada biasanya.
6) Pada saat his akan terasa sakit sekali.
7) Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar.

Gambar .Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B.
Saunders, Elsevier.

F. Klasifikasi Preeklampsia
Preeklampsia didefinisikan sebagai sindrom spesifik kehamilan yang
diamati setelah minggu ke 20 kehamilan dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg disertai dengan proteinuria yang signifikan
(yaitu, ekskresi urin sebesar ≥ 0,3 g protein dalam 24 jam). Pada wanita dengan
preeklampsia, tekanan darah biasanya kembali ke garis dasar dalam beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah melahirkan.6
Eklampsia adalah kejadian, pada wanita dengan preeklampsia yakni
kejang yang tidak dapat dikaitkan dengan penyebab lain.
Hipertensi gestasional didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
yang terdeteksi untuk pertama kalinya setelah pertengahan kehamilan dan dibedakan
dari preeklampsia dengan tidak adanya proteinuria. Hipertensi gestasional adalah
diagnosis yang berfungsi hanya selama kehamilan. Jika proteinuria berkembang dan
hipertensi membaik setelah kehamilan, diagnosis diubah menjadi preeklampsia. Jika
tekanan darah tinggi terus berlanjut, didiagnosis hipertensi kronis. Dengan tidak
adanya faktor lain, diagnosis disebut hipertensi transien kehamilan.6
Hipertensi kronis mengacu pada peningkatan tekanan darah pada ibu yang
terjadi sebelum kehamilan. Ini juga dapat didiagnosis secara retrospeksi ketika
preeklampsia atau hipertensi gestasional yang gagal untuk dinormalisasi setelah
melahirkan. Dengan demikian, hipertensi yang belum dinormalisasi setelah 12
minggu postpartum dianggap hipertensi kronis.6
Subklasifikasi lebih lanjut. Meskipun mempertimbangkan preeklamsia
berbeda dari hipertensi yang sudah ada sebelumnya adalah sangat penting, subdivisi
lebih lanjut juga dapat berguna. Dalam klasifikasi National High Blood Pressure
Education Program, hipertensi transien kehamilan didefinisikan sebagai hipertensi
gestasional tanpa proteinuria dan disajikan sebagai entitas terpisah dari preeklampsia.
Ini cukup penting karena penilaian laboratorium dan tindak lanjut epidemiologis
menunjukkan bahwa hipertensi gestasional dengan proteinuria dan hipertensi
gestasional saja merupakan kelainan yang berbeda. Di masa lalu, banyak penelitian
tentang nutrisi tidak secara ketat memisahkan gangguan. Dalam 10 tahun terakhir,
sebagian besar penyelidikan preeklampsia membutuhkan proteinuria sebagai bagian
dari definisi, yang telah membantu pemahaman tentang gangguan ini. Meskipun
demikian, temuan klinis menunjukkan bahwa bahkan hipertensi dengan proteinuria
selama kehamilan menentukan kelompok perempuan yang heterogen.6

G. Penatalaksanaan
Skema klasifikasi kelainan hipertensi pada kehamilan secara umum dan
definisi preeklampsia khususnya telah bervariasi dalam beberapa tahun terakhir.
Sistem klasifikasi yang terkenal diadopsi oleh National High Blood Pressure
Education Program (NHBPEP) pada tahun 1990 dan kemudian disahkan. oleh 46
organisasi medis. Versi yang diperbarui pada tahun 2000 telah menjadi standar yang
diikuti oleh American College of Obstetrics and Gynaecology (ACOG). Sejak
laporan asli NHBPEP, pedoman dari masyarakat internasional telah muncul, masing-
masing dengan bukti sendiri, meskipun banyak dengan rekomendasi yang serupa.7
Tujuan pengobatan untuk tekanan darah, berikut adalah rangkuman tujuan
pengobatan:7

Tabel 1. Target Tekanan Darah

Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap


minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus
berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus
berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi
untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.14
Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan, dapat
dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan kristaloid untuk
mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering digunakan selama
persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat.14

Konseling Prekonsepsi, Pencegahan, Perawatan, dan Perawatan


Pascapersalinan pada Preeklampsia
Perawatan wanita yang berisiko untuk preeklampsia dimulai dengan
konseling prakonsepsi diikuti oleh pencegahan, pengobatan, dan tindak lanjut
pascapersalinan yang sesuai. Tinjauan luas topik ini berada di luar cakupan makalah
ini. Namun, kami ingin menyoroti beberapa poin penting. ACOG merekomendasikan
bahwa wanita yang memiliki preeklamsia pada kehamilan sebelumnya mencari
konseling dan penilaian prakonsepsi. Selain itu, mereka merekomendasikan bahwa
untuk wanita yang memiliki riwayat hipertensi kronis, penggunaan penghambat
enzim pengonversi angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin
dikontraindikasikan untuk mereka yang menginginkan kehamilan. Kami setuju
dengan konseling prakonsepsi pada individu berisiko tinggi; Namun, kami tidak
merekomendasikan terhadap penggunaan penghambat enzim pengonversi
angiotensin dan penghambat reseptor angiotensin pada wanita dengan komorbiditas,
seperti diabetes, proteinuria, atau CKD, karena lemahnya bukti malformasi
kongenital pada trimester pertama. Kami merekomendasikan bahwa agen-agen ini
dihentikan setelah kehamilan telah dikonfirmasi. Kami juga telah merangkum terapi
penting dalam pencegahan dan pengobatan preeklampsia dan eklampsia.7
Lini pertama agen hipertensi disajikan pada Tabel 2. Surveilans post
partum, sesuai dengan pedoman ACOG, termasuk memperoleh profil
kardiovaskular, termasuk penilaian tekanan darah tahunan, lipid, glukosa darah
puasa, dan indeks massa tubuh, pada wanita dengan riwayat preterm preeklampsia
atau preeklampsia berulang. Diakui bahwa bukti di balik rekomendasi ini rendah dan
oleh karena itu, penyedia layanan kesehatan harus membuat keputusan secara
individual berdasarkan nilai informasi dibandingkan dengan kenyamanan dan biaya.7

Tabel 2. Pengobatan lini pertama pada Hipertensi Kehamilan

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan dianjurkan
ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan
gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban
adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar
bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus
dioperasi atau perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan
pilihan terakhir pada kasus oligohidramnion.11
Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap
minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus
berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus
berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi
untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.11

H. Diagnosis
Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriuksaan fisik adalah bila tinggi
fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau dari usia kehamilan yang
seharusnya. Pada pemeriksaan Ultrasonografi ditemukan:1,2
 Jumlah cairan amnion < 300 ml
 Ukuran kantung amnion vertikal ≥ 2 cm tidak ada
 AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu
 Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm

Pengukuran Volume Cairan Amnion

Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk memperkirakan


volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri.
Penentuan AFI (Amniotic Fluid Index) adalah metode semikuantitatif untuk
memperkirakan volume cairan amnion.6
Gambar 5. Pengukuran Cairan Amnion
Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

Gambar 6. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran


Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B.
Saunders, Elsevier.

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm pada
masing-masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20
minggu: 5 – 20 cm. Mulai dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri
dan diperkirakan janin meminum cairan amnionnya 400 ml/hari yaitu sekitar separuh dari
jumlah totalnya. Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari pada bulan kelima,
tetapi urin ini sebagian besar adalah air, karena plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat
pertukaran sisa-sisa metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya
hidrostatik yang akan membantu melebarkan saluran leher rahim.

I. Komplikasi
Survey di India pada tahun 2012 sebanyak 349 wanita hamil dengan
preeklamsia berat dipelajari. Karakteristik ibu dirangkum dan sebagian besar
kelompok usia ibu berada dalam kelompok 18-35 tahun (80,2%) usia kehamilan
lebih besar atau sama dengan 35 minggu dan dalam nulipara (59,6%). Persalinan
pervaginam pada 120 kasus (34/4%) dan sectio caesarea pada 229 kasus (65/6%).
Tidak ada angka kematian ibu dan koma dalam penelitian tersebut. Sebagian besar
komplikasi ibu terkait dengan preeklamsia berat adalah koagulopati (37 kasus) dan
solusio plasenta (27 kasus). Satu kasus didiagnosis sebagai sindrom HELLP yang
nulliparus, pada kelompok usia 18-35 tahun dan usia kehamilan 28-37 minggu. Dari
22 kasus eklampsia, 2 kasus berusia lebih dari 35 tahun (9,1%), 3 kasus berusia
kurang dari 18 tahun (13,6%) dan yang lainnya (17 kasus) berusia antara 18 dan 35
tahun. Semua kejang eklampsia terjadi pada periode sebelum persalinan.12
Dari 17 kasus dengan komplikasi hati saja, 1 kasus (0/3%) didiagnosis
dengan hematoma. Dari 13 kasus dengan gangguan Visual, 5 kasus (1/4%)
melibatkan retinopati grade II dan III dan sisanya telah mengalami penurunan
visual.12
Dari metaanalisis 4 penelitian menunjukkan wanita dengan preeklampsia
memiliki risiko stroke sebesar 1,81 (95% CI 1,45 – 2,27) dan DVT (RR 1,19; 95%
CI 1,37 – 2,33) dibandingkan kontrol. Empat penelitian menunjukkan risiko relatif
menderita kanker payudara pada wanita dengan riwayat preeklampsia adalah 1,04
(95 % CI 0,78 – 1,39), sedangkan kejadian kanker lain adalah 0,96 (95% CI 0,73 –
1,27), namun hal ini tidak berbeda bermakna. Dari empat penelitian menunjukkan
wanita dengan preeklampsia memiliki peningkatan risiko kematian oleh sebab
apapun dibandingkan kontrol (RR 1,49; 95% CI 1,05 – 2,14), dimana preeklampsia <
37 minggu memliki risiko relatif yang lebih tinggi 2,71 (95% CI 1,99 – 3,68).12
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan
adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut merupakan suatu keadaan kompleks
yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan berhubungan dengan
oligohidramnion. Oligohidroamnion menyebabkan bayi tidak memiliki bantalan terhadap
dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas
(wajah Potter). Selain itu karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh
akan menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidroamnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru (hipoplasia paru)
sehingga pada saat lahir paruu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma
potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan
pembentukan ginjal atau yang disebut agenesis ginjal bilateral ataupun karena penyakit
ginjal lainnya yang akan menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal,
ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin dan dengan tidak adanya cairan amnion
menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma potter.15
Gejala sindrom Potter berupa:
1. 1Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkalhidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke
belakang)
2. Urin tidak terproduksi
3. Gawat pernafasan
DAFTAR PUSTAKA
1. Bilano, Ver L, Ota Erika, Ganchimeg Togoobatar, Mori Rintaro,Souza, Joao P.
Risk Factors of Pre-Eclampsia/Eclampsia and Its Adverse Outcomes in Low-
and Middle-Income Countries: A WHO Secondary Analysis. Department of
Global Health Policy Graduate School of Medicine The University of Tokyo.
2014. Volume 9 : 1-9 p
2. Uzan Jennifer, Carbonnel Marie, Piconne Olivier, Asmar Roland, Ayoubi, Jean
M. Pre-eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management. Department of
Gynecology and Obstetrics Hôpital Foch. France. 2011. 467-474.
3. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in
Pregnancy. Washington. 2013 : 13-15 p
4. Gupte Sanjay, Girija Wagh. Preeclampsia–Eclampsia. The Journal of Obstetrics
and Gynecology of India. January–February 2014. 64(1):4–13.
5. Turner, Judi A. Diagnosis and management of pre-eclampsia: an update.
International Journal of Women’s Health. California. 2010 : 327 – 337 p.
6. James M. Roberts, Judith L. Balk, Lisa M. Bodnar, Jose M. Beliza, Eduardo
Bergely Anibal Martinezy Bawazier. Nutrient Involvement in Preeclampsia.
American Society for Nutritional Sciences. Pittsburgh. 2003 : 1684 – 1692 p.
7. Elizabeth Phipps, Devika Prasanna, Wunnie Brima, Belinda Jim. Preeclampsia:
Updates in Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. American Society of
Nephrology. 2016. Volume 11 : 1102 – 1113 p.
8. Nankali A, Malek-khosravi Sh, Zangeneh M, Rezaei M, Hemati Z, Kohzadi
M. Maternal Complications Associated with Severe Preeclampsia. The Journal
of Obstetrics and Gynecology of India. March-April 2013. 63(2):112–115.
9. P Gathiram, J Moodley. Pre-eclampsia: its pathogenesis and pathophysiolgy.
Cardiovascular Journal of Africa. March/April 2016. Vol 27 : 71 – 78 p.
10. Leanne Bellamy JPC, Aroon D Hingorani, David J Williams. Preeclampsia and
risk of cardiovascular disease and cancer in later life: systematic review and
meta-analysis. bmjcom.
11. Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri; Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi.
Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
12. Sadler, TW. 2000. Selaput Janin dan Plasenta; dalam buku: Embriologi
Kedokteran LANGMAN. Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC; p 101-121.
13. Wiknjosastro, Hanifa. 2002. Plasenta dan Likuor Amnii; dalam buku: Ilmu
Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; p
66-76.

14. Leveno J, Kenneth et all. 2009. Oligohidramnion; dalam buku Panduan


Ringkas Obstetri Williams. Edisi Ke-21. Jakarta: EGC; hal 120-123.

15. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Jakarta: PT


Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Anda mungkin juga menyukai