Anda di halaman 1dari 28

Case Report

PREEKLAMPSIA BERAT
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Obgyn
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Daerah Cut Meutia

Oleh :

Tri Putri Oktaviani Tindaon, S.Ked


120610037
Preseptor :
dr. Nilawati Zulkarnaen B, Sp.OG

BAGIAN ILMU OBGYN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RSUD CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2016

2
KATA PENGANTAR

Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNyalah sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan
kelulusan dari Lab/ SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram/ RSU Mataram. Dalam penyusunan laporan
yang berjudul “Preeklampsia Berat” ini penulis memperoleh bimbingan,
petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak memberikan
bimbingan kepada penulis:
1. dr. Nilawati Zulkarnaen B, Sp.OG, selaku Dosen Pembimbing.
2. Rekan-rekan dokter muda
3. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah
memberikan masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan
tinjauan pustaka.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan
kasus ini. Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan
pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam
menjalankan praktek sehari-hari sebagai dokter.

Lhokseumawe,Oktober 2016

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang

terkait dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal

setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan

persalinan. Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan, persalinan dan

nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20 menit anak usia di bawah 5

tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta

anak balita meninggal setiap tahun. Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara

miskin, terutama di Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita

menurun 15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei Demografi

Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara maju

seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar

kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk

perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim,

2005).

Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih merupakan

penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi di Indonesia. Wahdi,

dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr.

Kariadi Semarang selama tahun 1996-1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding

dengan dokumen WHO (18 September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung

kematian terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak

langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini preeklampsia yang

4
merupakan pendahuluan eklampsia serta penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan

seksama. Disamping itu, pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari

tanda preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha pencegahan,

disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya, 2003).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan ras dan

etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga faktor lingkungan.

Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di Colorado meningkatkan insiden

preeklampsia. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya

lebih maju jarang terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering

terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain yang menjadi

predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik, kelainan faktor pembekuan,

diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau

yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia dalam keluarga (George, 2007).

5
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA

2.1 Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya

perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai dengan peningkatan

tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003, Matthew warden, MD, 2005).

Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada

umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan

kehamilan. Preeklampsia dapat berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai

preeklampsia yang berat (George, 2007).

2.2 Epidemiologi Preeklampsia

2.2.1 Insiden Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang

mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriteria dalam

penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-

10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian

preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C

Jung, 2007). Pada primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka kejadian

preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus (5,1%) dari

1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000, dengan

preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama

dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola

hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas
6
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan

kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya hipertensi

kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E Campbell, 2006).

Di samping itu, preklamsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk (1999)

mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU Dr. Hasan Sadikin

Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu sebanyak 19 kasus dan juga

paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan tunggal, maka

memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklampsia (13 % : 5 %)

yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar

memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan

tunggal (Cunningham, 2003).

2.2.2 Faktor Risiko Preeklampsia

Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia,

tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya

preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi;

1) Riwayat preeklampsia. Seseorang yang mempunyai riwayat preeklampsia atau riwayat

keluarga dengan preeklampsia maka akan meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia.

2) Primigravida, karena pada primigravida pembentukan antibodi penghambat (blocking

antibodies) belum sempurna sehingga meningkatkan resiko terjadinya preeklampsia

Perkembangan preklamsia semakin meningkat pada umur kehamilan pertama dan

kehamilan dengan umur yang ekstrem, seperti terlalu muda atau terlalu tua.

3) Kegemukan

7
4) Kehamilan ganda. Preeklampsia lebih sering terjadi pada wanita yang mempuyai bayi

kembar atau lebih.

5) Riwayat penyakit tertentu. Wanita yang mempunyai riwayat penyakit tertentu

sebelumnya, memiliki risiko terjadinya preeklampsia. Penyakit tersebut meliputi

hipertensi kronik, diabetes, penyakit ginjal atau penyakit degenerati seperti reumatik

arthritis atau lupus.

2.3 Etiologi Preeklampsia

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori-teori

yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu

disebut “penyakit teori”; namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.

Teori sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori “iskemia plasenta”.

Namun teori ini belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini

(Rustam, 1998).

Adapun teori-teori tersebut adalah ;

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga

sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan

pada kehamilan normal prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit

bertambah sehingga timbul vasokonstrikso generalisata dan sekresi aldosteron menurun.

Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi

dan penurunan volume plasma (Y. Joko, 2002).

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada kehamilan I terjadi

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada

8
preeklampsia terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat

diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia hanya terjadi pada manusia. Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu

yang menderita preeklampsia.

4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

5) Defisiensi kalsium. Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial. Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki

peranan penting dalam patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui

dilepaskan oleh sel endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan

dalam darah wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah

dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai

dengan kemajuan kehamilan (Drajat koerniawan, ).

2.4 Patofisiologi Preeklampsia

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada

sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia

(Cunningham, 2003). Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan

respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat

menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan

kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan

proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan

peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume

9
intavaskular, meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark

plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian

janin dalam rahim (Michael, 2005).

Perubahan pada organ-organ :

1) Perubahan kardiovaskuler.

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan

eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload

jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya

secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan

onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2003).

2) Metabolisme air dan elektrolit

Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui

penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia

dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.

Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang

diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan

kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam

serum biasanya dalam batas normal (Trijatmo, 2005 ).

3) Mata

Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat terjadi

ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu indikasi

untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda preklamsia berat

10
yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini

disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri

atau didalam retina (Rustam, 1998).

4) Otak

Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks

serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan (Trijatmo, 2005).

5) Uterus

Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga

terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada

preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap

rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.

6) Paru-paru

Kematian ibu pada preeklampsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh edema paru yang

menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia, atau

abses paru (Rustam, 1998).

2.5 Gambaran Klinis Preeklampsia

2.5.1 Gejala subjektif

Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,

penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejala-gejala ini

sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa

eklamsia akan timbul. Tekanan darahpun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria

bertambah meningkat (Trijatmo, 2005).

Pemeriksaan fisik

11
Pada pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan meliputi; peningkatan tekanan sistolik 30

mmHg dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg.

Tekanan darah pada preklamsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai

kerusakan beberapa organ. Selain itu kita juga akan menemukan takikarda, takipnu, edema

paru, perubahan kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, pendarahan otak (Michael,

2005).

2.6 Diagnosis Preeklampsia

Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi 2

golongan yaitu;

1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau

kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat

tekanan darah normal.

b) Proteinuria kuantitatif ≥ 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter

atau midstearm.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

a) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+

c) Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

d) Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.

e) Terdapat edema paru dan sianosis

f) Trombositopeni

g) Gangguan fungsi hati

12
h) Pertumbuhan janin terhambat (Lanak, 2004).

2.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Penanganan umum.

a) Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi, sampai tekanan diastolik

diantara 90-100 mmHg

b) Pasang infus RL

c) Ukur keseimbangan cairan, jangan sapai terjadi overload

d) Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria

e) Jika jumlah urin < 30 ml perjam:

Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam

Pantau kemungkinan edema paru

f) Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan

kematian ibu dan janin

g) Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam

h) Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru.

Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop pemberian cairan

dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg intravena

i) Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan bedside. Jika pembekuan tidak terjadi

sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulapati (Abdul bari, 2001).

Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium sulfat yang

diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang efektif tanpa menimbulkan depresi

susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara

intravena melalui infus kuntinu atau intramuskular dengan injeksi intermiten.

13
Infus intravena kontinu;

a) Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan dan

diberikan dalam 15-20 menit

b) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena

c) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan infus

untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l)

d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

Injeksi intamuskular intermiten:

a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan kecepatan tidak

melebihi 1 g/manit

b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan dalam-

dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 % dapat

mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan MgSO4 sampai

2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1

g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar, MgSo4 dapat diberikan samapi 4

gram perlahan.

c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang disuntikan dalam-

dalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan, tetapi setelah dipastikan

bahwa:

Reflek patela (+)

Tidak terdapat depresi pernapasan

Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml

d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.

e) Siapkan antidotum

14
Jika terjadi henti napas

Berikan bantuan dengan ventilator

Berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena

perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.

Antihipertensi.

a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan selama 5

menit sampai tekanan darah turun

b) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5 intamuskular

setiap 2 jam

c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:

Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.

Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak membaik

dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg intravena

(Cunningham, 2003) .

Persalinan.

a) Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam.

b) Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:

Tidak terdapat koagulapati

Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan anastesia

lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi

c) Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil, lakukan

persalinan pervaginam.

15
Jika servik matang, lakukan induksi dengan aksitosin 2-5 IU dalam 500 ml

dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin (Abdul bari, 2001).

16
BAB III LAPORAN
KASUS

I. IDENTITAS
Nama : Nyonya “Hd”
Umur : 22 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sasak
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Nama Suami : Tuan “Pr”
Suku/Bangsa : Sasak
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Nikah ~ 13 tahun
Alamat : Pagutan
MRS : 15 Oktober 2016

II. ANAMNESIS :
Keluhan Utama : Keluar air dari jalan lahir
Penderita kiriman Puskesmas Tanjung Karang dengan keluhan sakit perut hilang
timbul sejak pukul 00.00 WIB (15/10/2016) dan keluar air dari jalan lahir sejak pukul 00.30
WIB (15/10/2016), keluar air tiba-tiba, berwarna jernih dan tidak berbau. Penderita tidak
mengeluhkan nyeri perut, dan tidak ada riwayat keluar darah dan lendir sebelumnya.
Penderita tidak mengeluhkan pusing, mual/ muntah (-), nyeri epigastrium (-), pandangan
kabur (-), kejang (-). Pada kehamilan sebelumnya menurut penderita, tekanan darahnya dalam
batas normal. Gerakan anak masih dirasakan.
Hari pertama haid terakhir : penderita lupa namun menurut pengakuan penderita umur
kehamilannya cukup 9 bulan.
Selama kehamilannya penderita memeriksa kehamilannya ke Puskesmas 4x, terakhir tanggal
22 Agustus 2016. Pemeriksaan USG belum pernah dilakukan. Selama pemeriksaan kehamilan
dikatakan keadaan janinnya sehat dan tekanan darahnya dalam batas normal.
TD: 140/90 mmHg, Nadi: 84 x/menit, Respirasi: 24 x/menit, T: 36,5 0C

17
Letak kepala, Masuk PAP ↓ 4/5, TFU=35 cm, TBJ = 3.720 gram
His (+) 1-2x/10’ ~ 25”, DJJ (+) 12.11.12 (140x/mnt)
VT : Φ 1 jari longgar, effacement 10 %, ketuban (-) jernih, teraba kepala denom belum jelas,
penurunan H I, tidak teraba bagian kecil/tali pusat janin
02.30 Rujuk RSU Mataram
Riwayat Persalinan : 1. ♂, lahir spontan, dukun, 12 thn
2. ♂, lahir spontan, dukun, 6 thn
3. Ini
Riwayat Perkawinan : Penderita menikah 1 kali dan telah berlangsung 13 tahun
Riwayat Kontrasepsi:
Penderita mengakui pernah menggunakan kontrasepsi jenis suntikan 3 bulan, terakhir
spiral, stop 1 tahun yang lalu. Rencana penggunaan kontrasepsi MOW/ steril.
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Penderita mengaku tidak memiliki riwayat penyakit yang kronis ataupun berat seperti:
HDK, PE-E, DM, asma, hipertensi, kelainan jantung, penyakit paru, dan penyakit berat
lainnya.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4V5M6
BB : 58 kg
TB : 155 cm
TD : 160/110 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
T rectal : 36,8 0C
Mata : anemis -/-, ikterus -/-
Thorax : Cor : S1 S2 tunggal, Reguler, Mur (-), Gal (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Whez -/-
Abdomen : membesar sesuai status obstetri
Ekstremitas : edema (-)
Refleks patella : +/+
Status Obstetri

17
Abdomen :
Leopold I : teraba bagian lunak (bokong)
Leopold II : teraba bagian punggung di perut kanan (puka)
Leopold III : teraba bagian bulat, keras (kepala)
Leopold IV : letak kepala, masuk PAP ↓ 4/5
Tinggi Fundus Uteri (TFU): 36 cm, Taksiran Berat Janin (TBJ) : 3.875 gram
His: (positif) 2 x /10 menit selama 30 detik
Denyut Jantung Janin (DJJ) : 12.12.12 (144 x/menit)
Pemeriksaan Dalam Vagina (03.15 WIB)
VT : Pembukaan (Φ) 2 cm, effacement 25 %, ketuban (-) jernih, teraba kepala
sutura sagitalis melintang, penurunan H I+, tidak teraba bagian kecil/tali pusat janin.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium : DL, UL dan HbsAg
Hb : 11,3 g%, Leukosit : 14.900/mm3
Trombosit : 247.000/mm3, Hematokrit : 35,7
HbsAg : (-), Proteinuria (++)

V. DIAGNOSIS
03.00 G3P2A0H2 A/T/H dengan HDK + inpartu kala I fase laten + Riwayat keluar air
04.00 G3P2A0H2 A/T/H dengan PEB + inpartu kala I fase laten + Riwayat keluar air

VI. PENATALAKSANAAN
Observasi kesra Ibu dan Janin
Cek Laboratorium : Darah Lengkap (DL), HbSAg, Urine Lengkap (UL)
Pemberian Antibiotik : Tes Ampicilin dan Injeksi Ampicilin 1 gram IV
Lapor Supervisor
- Usul : pemberian MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc larutan RL (drip 28
tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan Nifedipin 3 x 10 mg.
- Advice supervisor: usul ACC
Pasang Dawer Catheter (DC)  pemantauan produksi urine perjam
Evaluasi 4 jam lagi

18
Ny. “Hd”, 22 tahun Pagutan MRS : 15 Oktober 2016/ 03.00 WIB
Os kiriman PKM Tanjung Karang StatusGeneralis G3P2A0H2 A/T/H dengan HDK + Observasi kesra Ibu dan Janin
dengan keluhan sakit perut hilang timbul KU : baik, Kesadaran : E4V5M6 inpartu kala I fase laten + riwayat Cek Laboratorium : Darah Lengkap
sejak pukul 00.00 WIB (15/10/2016) TD : 160/110 mmHg, FN : 88 x/menit keluar air (DL), HbSAg, Urine Lengkap (UL)
0
dan keluar air dari jalan lahir sejak pukul FP : 20 x/menit, T : 36,8 C
Pemberian Antibiotik : Tes
00.30 WIB (15/10/2016). Penderita Mata : anemis -/-, ikterus -/-
Ampicilin dan Injeksi Ampicilin 1
tidak mengeluh nyeri perut dan tidak ada Thorax :
gram IV
riwayat keluar darah dan lendir - Cor : S1 S2 tunggal, Reg, Mur (-), Evaluasi 4 jam lagi
sebelumnya. Os tidak mengeluh pusing, Gal (-)
mual/ muntah (-), nyeri epigastrium (-), - Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Whez -/-
-
pandangan kabur (-), kejang (-).Gerakan Abdomen: membesar sesuai status
janin (+) obstetri
02.00 WIB (15/10/2016 di PKM Tanjung Ekstremitas: edema (-)
Karang) Refleks patella: +/+
TD: 140/90 mmHg, Nadi: 84 x/menit,
Respirasi: 24 x/menit, T: 36,5 0C StatusObstetri
Letak kepala, Masuk PAP ↓ 4/5, TFU=35 L1 = bokong
cm, TBJ = 3.720 gram L2 = puka
His (+) 1-2x/10’ ~ 25”, DJJ (+) 12.11.12 L3 = kepala
(140x/mnt) L4 = kepala msk PAP ↓ 4/5
VT : Φ 1 jari longgar, effacement 10 %, TFU : 36 cm, TBJ : 3.875 gram
ketuban (-) jernih, teraba kepala denom His : (+) 2x/10’~30”
belum jelas, penurunan H I, tidak teraba DJJ : (+) 12.12.12 (144 x/menit)
bagian kecil/tali pusat janin VT : Ø 2 cm, eff 25%, ket (-) jernih,

02.30 Rujuk RSU Mataram teraba kepala sutura sagitalis melintang,

Riwayat Persalinan: ↓ HI+, tidak teraba bagian kecil/ tali

19
1. ♂, lahir spontan, dukun, 12 thn pusat janin
2. ♂, lahir spontan, dukun, 6 thn
3. Ini
Riwayat KB: suntikan 3 bulan, terakhir
spiral stop ~ 1 tahun yll
Rencana KB: Steril.
RPD: tidak pernah menderita HDK,
PE-E, DM, asma, hipertensi, kelainan
jantung, penyakit paru, dan penyakit
berat lainnya
04.00 Hasil Laboratorium : G3P2A0H2 A/T/H dengan PEB + Lapor Supervisor, usul : pemberian
Hb : 11,3 g% inpartu kala I fase laten + riwayat MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc
3
Leukosit : 14.900/mm keluar air larutan RL (drip 28 tetes/ menit) dan
3
Trombosit : 247.000/mm MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dan
Hematokrit : 35,7 Nifedipin 3 x 10 mg
HbsAg : (-) Advice : usul ACC Minum
Proteinuria (++)
Nifedipin 1 tab Pasang
Douer Cateter (DC)

05.00 TD : 150/100 mmHg, FN : 88 x/menit


FP : 20 x/menit
His : (+) 2-3 x/10’~35”
DJJ : (+) 148x/menit
UT : 10 cc/ jam
06.00 TD : 150/100 mmHg, FN : 80 x/menit
FP : 22 x/menit, T : 36,90C

20
His : (+) 2-3 x/10’~35”
DJJ : (+) 148x/menit
UT : 70 cc/ jam
07.00 TD : 145/90 mmHg, FN : 90 x/menit G3P2A0H2 A/T/H dengan PEB + - Observasi kesra Ibu dan Janin
Os mengatakan sakit perut bertambah FP : 20 x/menit inpartu kala I fase aktif + riwayat - Evaluasi 4 jam lagi (kelola sesuai
sering His : (+) 3x/10’~ 40” keluar air partograf WHO)
DJJ : (+) 140x/menit
UT : 120 cc/ jam
VT : Ø 6 cm, eff 50%, ket (-), denom uuk
kiri depan, teraba kepala ↓ HII, ttb
bagian kecil/ tali pusat.
08.00 TD : 150/100 mmHg, FN : 86 x/menit
Os mengeluh sakit perut sering FP : 20 x/menit
His : (+) 3x/10’~ 40”
DJJ : (+) 140x/menit
UT : 110 cc/ jam
09.00 TD : 150/100 mmHg, FN : 80 x/menit
Os mengeluh sakit perut sering FP : 20 x/menit, T : 36,80C
His : (+) 3x/10’~ 45”
DJJ : (+) 145x/menit
UT : 130 cc/ jam
10.00 TD : 160/110 mmHg, FN : 78 x/menit KIE ibu agar tidak mengedan
Os mengeluh sakit perut sering FP : 22 x/menit MgSO4 kolf I habis
Os mengedan sendiri His : (+) 3x/10’~ 40” Pemberian MgSO4 40% 15 cc kolf II
DJJ : (+) 150x/menit
UT : 170 cc (dibuang)
Refleks patella +/+

21
11.00 TD : 160/110 mmHg, FN : 88 x/menit G3P2A0H2 A/T/H dengan PEB + KIE ibu agar tidak mengedan
0
Os mengeluh sakit perut sering FP : 20 x/menit, T : 37,0 C inpartu kala I kasep + riwayat keluar Lapor Supervisor: Usul SC
Os mengedan sendiri His : (+) 4x/10’~ 45” air Advice : Siapkan SC
DJJ : (+) 152x/menit Resusitasi IU:
UT : 40 cc/ jam - Rehidrasi D5%:RL = 2:1
VT : Ø 8 cm, portio oedem, ket (-) keruh, - Pasang O2 5 lpm
denom uuk kiri depan, teraba kepala - Tidur posisi miring kiri
caput (+) ↓ HII, ttb bagian kecil/ tali Persiapan SC:
pusat janin. - Injeksi Cefotaxim 2 gr IV
- Cukur daerah operasi
- DC terpasang
12.30 Antar Pasien ke OK
13.10 SC dimulai
13.15 Kala II Lahir bayi ♀, BB/PB :3300 gram/50
cm, A-S : 6-8, caput (+)
Air ketuban hijau
13.19 Kala III Plasenta implantasi di korpus anterior
lahir spontan kesan lengkap
Perdarahan ± 350 cc
14.00 KU : baik, Kes : E4V5M6 Post SC Observasi kesra ibu
Tidak ada keluhan TD : 100/70 mmHg, FN : 80 x/menit Observasi perdarahan
FP : 20 x/menit, T: 36,2 C
UT: 120 cc, Lochia: 10 cc
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus: baik
14.15 KU : baik, Kes : E4V5M6 Post SC Observasi kesra ibu
Tidak ada keluhan TD : 100/80 mmHg, FN : 84 x/menit Observasi perdarahan

22
FP : 20 x/menit, T: 36,4 C
Lochia 10 cc
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus: baik
14.30 KU : baik, Kes : E4V5M6 1 jam post SC Observasi kesra ibu
Tidak ada keluhan TD : 100/80 mmHg, FN : 76 x/menit Observasi perdarahan
FP : 18 x/menit, T: 36,6 C
Lochia 10 cc
TFU : 2 jari bawah pusat
Kontraksi uterus: baik
15.00 KU : baik, Kes: E4V5M6 Post SC Observasi kesra ibu
Tidak ada keluhan TD : 100/80 mmHg, FN : 80 x/menit Observasi perdarahan
FP : 20 x/menit, T: 36,5 C
UT: 200 cc, Lochia 20 cc
TFU : 3 jari bawah pusat
Kontraksi uterus: baik
15.30 KU : baik, Kes: E4V5M6 2 jam post SC Observasi kesra ibu
Tidak ada keluhan TD : 110/80 mmHg, FN : 84 x/menit Observasi perdarahan
FP : 22 x/menit, T: 36,6 C
Lochia 40 cc
TFU : 3 jari bawah pusat
Kontraksi uterus: baik
16/10/2016 KU : baik, Kes: E4V5M6 1 hari post SC
06.00 WIB TD : 110/80 mmHg, FN : 88 x/menit
Luka operasi terasa nyeri FP : 20 x/menit, T: 36,9 C
UT : 400 cc, Lochia 50 cc
TFU : 3 jari bawah pusat

23
Kontraksi uterus: baik
Bayi masih di NICU
Kondisi bayi baik
T=36,0, RR=40x/mnt, DJ=140x/mnt
Pasi =20 cc
17/10/2016 KU baik, Kes: E4V5M6 2 hari post SC Kontrol dan perawatan luka operasi di
08.00 WIB TD : 110/70 mmHg, FN : 80x/mnt fasilitas kesehatan terdekat
Os boleh pulang FP :22x/mnt, T :37 C
Kont Uterus : baik
TFU :4 jr bwh pusat
lochia : ±20 cc
Luka Operasi: kering, tidak tampak
sekret keluar dari luka, tanda radang (-)
Bayi sudah Rawat Gabung
Kondisi bayi baik
T=36,2, RR=44x/mnt, DJ=140x/mnt
ASI (+)

24
Bab IV
PEMBAHASAN

Preeklampsia berat adalah timbulnya hipertensi ≥ 160/110 mmHg disertai


proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20 minggu. Pada kasus ini ibu
dikatakan mengalami preeklampsia berat karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan
darahnya sebesar 160/110 mmHg dan disertai proteinuria +3. Ibu tidak mengalami
edema. Edema memang bukan lagi menjadi kriteria untuk mendiagnosis preeklampsia
berat. Dalam kasus ini ibu telah hamil cukup bulan.
Hipertensi terjadi sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tahanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat tercukupi. Proteinuria terjadi karena pada preeklampsia
permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Edema terjadi karena terjadi
penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial. Pada preeklampsia dijumpai
kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi daripada kehamilan
normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi
air dan natrium. Pada preeklampsia terjadi perubahan pada ginjal yang disebabkan oleh
aliran darah kedalam ginjal menurun sehingga mengakibatkan filtrasi glomerulus
berkurang atau mengalami penurunan. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus
arteriole ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun yang
menyebabkan retensi garam dan juga retensi air.
Tanda lain dari preeklampsia berat yang tidak dijumpai pada kasus ini adalah
• Oliguria, jumlah produksi urine < 500 cc / 24 jam yang disertai kenaikan kadar
kreatinin darah. Hal ini terjadi karena pada preeklampsia filtrasi glomerulus dapat
turun sampai 50% dari normal sehingga menyebabkan diuresis menurun; pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
• Gangguan visus : mata berkunang-kunang karena terjadi vasospasme, edema/ ablatio
retina. Hal ini dapat diketahui dengan oftalmoskop.
• Gangguan Serebral : kepala pusing dan sakit kepala karena vasospasme / edema otak
dan adanya resistensi pembuluh darah dalam otak.
• Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen karena regangan
selaput hati oleh perdarahan/ edema atau sakit akibat perubahan pada lambung.

25
• Edema paru dan sianosis. Edema paru merupakan penyebab utama kematian pada
penderita preeklampsia dan eklampsia. Komplikasi ini terjadi sebagai akibat
dekompensasio kordis kiri.
• Pertumbuhan janin terhambat ( IUGR )
Terapi preeklampsia berat menggunakan MgSO4 40% 15 cc dalam 500 cc
larutan RL (drip 28 tetes/ menit) dan MgSO4 40% 4 g IV (bolus) dalam kasus ini terbukti
efektif dalam mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian Nifedipin 3x 10 mg
peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah pasien
segera turun dan berada dalam keadaan normotensi (tekanan darah normal) sehingga
pemberian MgSO4 tidak dilanjutkan.

26
BAB IV DAFTAR
PUSTAKA

Anonim, (2005, 07 April), Make Every Mother and Child Count, Available from:

http://pikas.bkkbn.go.id/news_detail.php?nid=4356 (Accesed: 2016, November

20).

Anaonim., (2006, october 31 – Last updated), About Preeclampsia, Available from:

http://www.preeklamsia.org/abaut.asp. (Accesed: 2016, November 20)

Anonim, (2006, August), Preeclampsia, Eclampsia, and HELLP Syndrome, Available

from: http://www.marchofdimes.com/pnhec/188 1054.asp. (Accesed: 2016,

November 20)

Anonim, (2007, January 24), Preeclampsia, Available from:

htttp://www.mayoclinic.com/health/preeclamsia/DS00583/DSECTION=4 (Accesed:

2016, November 20)

Brooks, B.M., (2005, January 05 – Last update), Pregnancy, Preeclampsia, Available

from: http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed: 2016, November

20)

Cunningham, F.G. et all, 2003, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill Companies.

Mochtar, R., 1998, Toksemia Gravidarum, dalam: Sinopsis Obstetri, Jilid I edisi II, EGC,

Jakarta.

Musalli,G. & Linden, A. (2007), Preeclampsia, Available from:

http://www.babycenter.com/refcap/pregnancy/pregcomplications/257.html#5.

(Accesed: 2016, November 20).

27
Rachimhadhi, T., 2005, pereklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu Kebidanan,

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.

Saifuddin, B. A., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan

Neonatal, JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka sarwono

prawirohardjo, Jakarta.

Sudinaya I.P., 2003, Insiden Preeklamsia-Eklamsia di Rumah Sakit Umum Tarakan

Kalimantan Timur-Tahun 2000, Cermin Dunia Kedokteran, 139, 13-15.

Surjadi, M.L. dkk, 1999, Perbandingan Rasio Ekskresi Kalsium/Kreatinin Dalam Urin

Antara Penderita Preeklamsia Dan Kehamilan Normal, Majalah Obstetri Dan

Ginekologi Indonesia, 23, 23-26.

Suyono, Y.J., 2002, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates, Jakarta

Tomasulo, P.J. & Lubetkin, D., (2006, March 15 – Review date), Preeclamsia,

Availablefrom:

http://www.obgyn.health.ivillage.com/pregnancybacics/preeclamsia.cmf.

Wagner, L., (2004), Diagnosis And Management Of Preeclampsia, Available:

http://www.aafp.org/afp/20041215/2317.html. (Accesed: 2016, November 20) Wahdi.

Dkk, 2000. Kematian Maternal Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-

1998, Majalah Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 24, 165-170.

28

Anda mungkin juga menyukai