Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dari

keberhasilan upaya kesehatan terhadap ibu. AKI adalah rasio kematian ibu

selama kehamilan, persalinan dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan

karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau jatuh per 100.000 kelahiran

hidup. Hasil SUPAS 2015 menunjukkan angka kematian ibu tiga kali lipat dari

target MDGs. (Kemenkes RI, 2019)

World Health Organization (WHO) melaporkan status kesehatan nasional

dalam mencapai tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) dengan sekitar

830 wanita meninggal setiap hari akibat komplikasi selama kehamilan dan

persalinan, dengan Angka Kematian Ibu 216 per 100.000 kelahiran hidup. 99%

kematian ibu akibat masalah kehamilan, persalinan atau kelahiran terjadi di

negara-negara berkembang. Rasio Angka Kematian Ibu masih dirasa cukup

tinggi sebagaimana diperkirakan menjadi 70 per 100.000 kelahiran hidup pada

tahun 2030. (WHO, 2017)

Pada tahun 2015 total Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 4.999 kasus.

Pada tahun 2016 sedikit mengalami penurunan menjadi 4.912 kasus. Lalu di

tahun 2017 terjadi penurunan yang signifikan yakni menjadi 1.712 kasus.

Penyebab kematian ibu hingga kini masih didominasi oleh tiga penyebab utama

yakni perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan infeksi (Kemenkes RI,

2017). Berdasarkan laporan profil kesehatan kabupaten/kota, kematian ibu pada

1
2

tahun 2018 sebesar 79,68 per 700 atau 100.000 KH, meningkat 5 dari 695 kasus

pada tahun 2017. Penyebab kematian ibu masih didominasi oleh 26%

pendarahan, 30% HDK, 17% penyakit kardiovaskular (jantung) dan 20 %

penyebab lainnya. (Kemenkes RI, 2019)

Pada tahun 2015 AKI mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup

diakibatkan karena perdarahan mencapai 38,24% (111,2 per 100.000 kelahiran

hidup), preeklampsia berat 26,47% (76,97 per 100.000 kelahiran hidup),

penyakit bawaan 19,41 (56,44 per 100.000 kelahiran hidup), dan infeksi 5,88%

(17,09 per 100.000 kelahiran hidup). (Kemenkes RI, 2019). Menurut

(Rakerkernas, 2019) faktor penyebab kematian ibu yaitu akibat gangguan

hipertensi (preeklampsia) sebanyak 33,07%, pendarahan obstetrik 27,03%,

pendarahan non obstetrik 15,7%, komplikasi obstetrik lainnya 12,04%.

Berdasarkan studi pendahuluan peneliti tanggal 25 Oktober 2021 di RSUP

Dr. Kariadi Kota Semarang, jumlah seluruh ibu hamil yang menderita

preeklampsia berat pada Tahun 2020 adalah 107 orang dan seluruh ibu hamil

yang menderita preeklampsia berat di RST Bhakti Wira Tamtama pada bulan

Januari-Maret 2022 berjumlah 33 orang.

Mengingat kematian ibu akibat preeklampsia-eklampsia di beberapa daerah

dan rumah sakit di Indonesia menunjukkan angka yang tinggi, maka dibutuhkan

penanganan yang tepat terhadap pasien dengan preeklampsia. Hal ini karena

preeklampsia berat yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan

kematian. (Astuti Setyaningsih et al., 2020)


3

Preeklampsia/eklampsia, penyebab utama kematian ibu di Indonesia

merupakan masalah yang mengancam selama kehamilan. Preeklampsia berat

dan eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian maternal secara

langsung. Menurut Soto dkk (Obestetric Critical Care Unit of Hospital General

de Mexico Experience During 2014-2015) preeklampsia berat dan eklampsia

merupakan penyebab utama mortalitas maternal. (Lalenoh, 2018)

Preeklampsia Berat (PEB) menjadi salah satu penyebab morbiditas dan

mortalitas ibu apabila tidak ditangani secara benar dengan angka kejadian

antara 0,51%-38,4%. Preeklampsia berat dapat menyebabkan berbagai

komplikasi berbahaya bagi ibu dan janin serta dapat menimbulkan kematian.

Pada negara maju angka kejadian preeklampsia berat antara 6-7% dan

eklampsia 0,1-0,7%. Lalu pada angka kematian ibu dikarenakan preeklampsia

berat dan eklampsia di negara berkembang masih tinggi. (Legawati & Utama,

2017)

Diagnosis minimal dari preeklampsia adalah tekanan darah ≥ 140/90 mmHg

seusai umur kehamilan 20 minggu dan adanya proteinuria ≥ 300 mg/24 jam atau

≥ +1 dipstik, rasio protein: kreatinin ≥30 mg/mmol. Sedangkan diagnosis dari

preeklampsia berat ditegakkan jika ditemukan keadaan adanya hipertensi

berat/hipertensi urgensi (TD≥160/110) dengan proteinuria berat (≥5 g/hr atau

tes urin dipstik ≥ positif 2), atau bisa disertai dengan keterlibatan organ lain.

Kriteria lain dari diagnosis preeklampsia berat yaitu apabila ditemukan gejala

dan tanda disfungsi organ, seperti kejang, edema paru, oliguria, trombositopeni,

peningkatan enzim hati, nyeri perut epigastrik atau kuadran kanan atas disertai
4

mual dan muntah, serta gejala serebral menetap (sakit kepala, pandangan kabur,

penurunan visus atau kebutaan kortikal hingga penurunan kesadaran). (Putra et

al., 2019)

Usia adalah salah satu faktor risiko terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

Rentang usia 20-35 tahun, organ reproduksi wanita telah berkembang dan

berfungsi secara optimal. Pada wanita usia 35 tahun kurang baik untuk hamil

atau melahirkan dikarenakan kehamilan pada usia ini mempunyai risiko tinggi

keguguran atau kegagalan pada persalinan, bahkan kematian pada ibu dan janin.

Preeklampsia terjadi pada usia >35 tahun karena hipertensi yang diperberat oleh

kehamilan. Wanita usia <20 tahun perkembangan organ–organ reproduksi dan

fungsi fisiologisnya belum optimal dan belum tercapai status emosi dan

kejiwaan yang matang sehingga dapat mempengaruhi kondisi janin yang

dikandung dan juga meningkatkan terjadinya gangguan kehamilan dalam

bentuk preeklampsia ataupun eklampsia akibat adanya gangguan sel endotel.

(Rufaidah, 2018)

Kejadian preeklampsia juga dapat terjadi pada paritas primigravida maupun

multigravida. Risiko terjadi preeklampsia akan meningkat pada ibu dengan

grandemulti. (Rahayu & Yunarsih, 2020). Paritas 0 merupakan faktor risiko

preeklampsia berat. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan pertama terjadi

ketidaksempurnaan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta

sehingga timbul respon imun yang tidak menguntungkan. (Karta Asmana et al.,

2016)
5

Wanita dengan IMT tinggi berisiko mengalami preeklampsia tiga kali lebih

besar dibandingkan wanita dengan berat badan normal. Kondisi ini sangat

membahayakan ibu dan bayi serta ibu lebih mudah untuk mengalami

komplikasi. Ibu dengan obesitas akan berpengaruh terhadap proses

metabolisme dalam tubuh, pernafasan, dan semua kerja organ terutama

peredaran darah. Perubahan biokimia juga terjadi pada ibu hamil dengan

obesitas, seperti meningkatnya stress oksidatif, inflamasi, hiperlipidemia,

kerusakan endothelial, dan vasokonstriksi. Hal ini mengakibatkan terjadinya

preeklampsia meningkat (Rahayu & Yunarsih, 2020).

Wanita yang pernah mengalami abortus atau mempunyai riwayat abortus

memiliki risiko 0,5 kali mengalami preeklampsia dengan pasangan (suami)

yang sama. Penelitian lain menunjukkan bahwa memiliki riwayat aborsi yang

diinduksi dua kali atau lebih akan memberikan risiko sebesar 0,36 kali untuk

mengalami preeklampsia. Memiliki riwayat aborsi spontan tidak mengubah

risiko terhadap terjadinya preeklampsia. (Gustri et al., 2016)

Ibu dengan jarak kehamilan 5 tahun berisiko mengalami preeklampsia

dibandingkan dengan jarak kehamilan 3-5 tahun. Kehamilan berulang

mengakibatkan keadaan rahim menjadi tidak sehat lagi untuk kehamilan

berikutnya pada interval atau jarak waktu yang berdekatan. (Gustri et al., 2016)

Pada konsumsi nutrisi harian terpenuhi sebagian besar mengalami

preeklampsia ringan sedangkan pada konsusmi nutrisi harian tidak terpenuhi

sebagian besar mengalami preeklampsia berat. (Dewi et al., 2021)


6

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai “Faktor Risiko Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil”.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah preeklampsia merupakan

salah satu penyebab utama kematian ibu di Indonesia. Ibu hamil adalah salah

satu sasaran kelompok rentan terkena Preeklampsia terutama preeklampsia

berat. Data dari RSUP Dr. Kariadi Kota Semarang, + 100 pasien ibu hamil

terkonfirmasi preeklampsia berat. Ibu hamil dengan preeklampsia berat

berpotensi mengalami IUFD, IUGR, ketuban pecah dini, sectio cesarea saat

persalinan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah yang ditemukan

adalah “Apa saja Faktor Risiko dari Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Risiko Preeklampsia Berat

pada Ibu Hamil.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara usia ibu dengan kejadian preeklampsia

berat pada ibu hamil

b. Mengetahui hubungan antara graviditas dengan kejadian preeklampsia

berat pada ibu hamil

c. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan kejadian preeklampsia

berat pada ibu hamil


7

d. Mengetahui hubungan antara riwayat abortus dengan kejadian

preeklampsia berat pada ibu hamil

e. Mengetahui hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian

preeklampsia berat pada ibu hamil

f. Mengetahui hubungan antara status nutrisi dengan kejadian preeklampsia

berat pada ibu hamil

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Masyarakat

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan serta pemahaman

masyarakat tentang faktor risiko preeklampsia berat pada ibu hamil.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada tenaga

kesehatan khususnya bidan dalam menurunkan angka kejadian

preeklampsia berat pada ibu hamil.

3. Bagi Institusi Kesehatan

Data dan hasil yang diperoleh dari penelitian dapat dijadikan suatu tolok

ukur serta upaya dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Menambah informasi sebagai referensi serta memberikan kontribusi untuk

pengembangan ilmu dalam lingkup kebidanan tentang faktor risiko

preeklampsia berat pada ibu hamil.


8

5. Bagi Peneliti

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan peneliti tentang adanya

faktor risiko preeklampsia berat pada ibu hamil.

6. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil dari penelitian ini akan digunakan sebagai alternatif bahan untuk

melakukan penelitian lain yang berhubungan dengan faktor risiko

preeklampsia berat pada ibu hamil.

E. Ruang Lingkup Penelitian

1. Ruang Lingkup Keilmuan

Dalam penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup bidang kebidanan

khususnya faktor risiko preeklampsia berat pada ibu hamil.

2. Ruang Lingkup Variabel

Variabel dalam penelitian ini yaitu usia ibu, graviditas, obesitas, riwayat

abortus, jarak kehamilan dan status nutrisi pada ibu hamil.

3. Ruang Lingkup Subyek

Ruang lingkup dalam penelitian ini ialah ibu hamil dengan preeklampsia

berat.

4. Ruang Lingkup Lokasi

Lokasi pengambilan kasus dalam penelitian ini yaitu di RSUP Dr. Kariadi

dan Rumah Sakit Bhakti Wira Tamtama Kota Semarang.

5. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian dilakukan dengan perkiraan waktu 3 bulan, mulai bulan April

sampai dengan bulan Juni 2022.


9

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1. 1 Penelitian Terdahulu

Judul dan
Variabel Metode
No Nama Peneliti Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
(Tahun)
1 Kejadian Variabel Survei analitik Hasil uji chi square
Preeklampsia dependent: dengan desain ialah terdapat
pada Ibu faktor yang case control hubungan antara
Bersalin mempengaru umur (p value=
Renita hi kejadian 0,016), usia
Muzalfah, preeklampsia kehamilan (p value=
Yunita Dyah pada ibu 0,014), pemeriksaan
Puspita bersalin. ANC (p value=
Santik, Anik 0,031), riwayat
Setyo Variabel hipertensi (p value=
Wahyuningsih umur, usia 0,026), pendapatan
(2018) kehamilan, keluarga (p value=
pemeriksaan 0,030), riwayat
ANC, riwayat pemakaian
hipertensi, kontrasepsi
pendapatan hormonal (p value=
keluarga, dan 0,028) dengan
riwayat kejadian
pemakaian preeklampsia pada
kontrasepsi ibu bersalin.
hormonal. Simpulan dari
penelitian ini adalah
adanya hubungan
antara umur, usia
kehamilan,
pemeriksaan ANC,
riwayat hipertensi,
pendapatan
keluarga, dan
riwayat pemakaian
kontrasepsi
hormonal dengan
kejadian
preeklampsia pada
ibu bersalin akan
tetapi tidak ada
hubungan antara
graviditas, paritas,
IMT dan riwayat
10

abortus dengan
kejadian
preeklampsia pada
ibu bersalin di
wilayah kerja
Puskesmas
Sirampog
Kabupaten Brebes.
2 Faktor Risiko Variabel analitik Hasil penelitian
Kejadian dependent: kuantatif didapatkan hasil ada
Preeklampsia faktor-faktor dengan desain hubungan yang
Berat/Eklamp risiko yang case control signifikan antara
sia pada Ibu berhubungan usia (p 0,000),
Hamil. dengan paritas (p 0,003),
kejadian pendidikan (p
Sutiati Bardja preeklampsia 0,000), riwayat
(2020) pada ibu preeklampsia (p
hamil. 0,000), riwayat
penyakit keluarga (p
Variabel 0,000), kenaikan
independent: berat badan (p
usia, Paritas, 0,000), jumlah janin
pendidikan, (p 0,061), dan
riwayat konsumsi kalsium (p
preeklampsia, 0,000) dengan
riwayat kejadian
penyakit preeklampsia berat/
keluarga, eklampsia pada ibu
kenaikan hamil di ruang VK
berat badan, RSUD
jumlah janin, Arjawinangun
konsumsi Kabupaten Cirebon
kalsium, tahun 2019.
ekonomi, Namun, tidak ada
perokok pasif, hubungan signifikan
dan pekerjaan ekonomi (p 0,640),
perokok pasif (p
0,681) dan
pekerjaan (p 0,469)
dengan kejadian
preeklampsia
berat/eklampsia
pada ibu hamil di
ruang VK RSUD
Arjawinangun
11

Kabupaten Cirebon
tahun 2019.
3 Gambaran Variabel Deskriptif Hasil penelitian
Preeklampsia dependent: retrospektif didapatkan hasil 80
Berat Dan gambaran dengan desain orang preeklampsia
Eklampsia preeklampsia potong lintang berat (PEB) dan 6
Ditinjau Dari berat dan orang eklampsia.
Faktor Risiko eklampsia. PEB dan eklampsia
Di RSUP Prof. terbanyak
Dr. R. D. Variabel ditemukan pada usia
Kandou independent: 20-35 tahun (63%
Manado. usia, dan 50%), primipara
primipara, (61% dan 83%),
Claudia riwayat tidak didapatkan
Meinda hipertensi, riwayat hipertensi
Sumampouw, kehamilan (95% dan 100%)
Hermie M. M ganda, dan tidak ada
Tendean, obesitas. kehamilan ganda
Freddy W. (94% dan 100%).
Wagey (2019) PEB paling banyak
ditemukan pada
obesitas (54%), dan
pada eklampsia
tidak ditemukan
berat badan kurang.
Dapat disimpulkan
preeklampsia berat
dan eklampsia
paling banyak
terjadi pada
kelompok usia 20-
35 tahun, jumlah
paritas pada
primipara, tanpa
riwayat hipertensi,
dan tanpa kehamilan
ganda. Pada
preeklampsia berat
sebagian besar
disertai obesitas,
sedangkan pada
eklampsia tidak
ditemukan berat
badan kurang.
4 Faktor Variabel Deskriptif Berdasarkan hasil
dependent: analitik penelitian
12

Pendukung faktor-faktor dengan didapatkan faktor-


Terjadinya Pre pendukung rancangan faktor yang
Eklamsia. terjadinya pre case control berhubungan
eklampsia. study secara signifikan dengan
Dwi Rahayu, retrospektif kejadian
Yunarsih Variabel usia, preeklampsia pada
(2020) gravida, ibu hamil ialah usia
jumlah ibu hamil (p value:
paritas, 0,009), riwayat
riwayat abortus pada ibu (p
abortus, usia value: 0,026), berat
kehamilan, badan ibu sebelum
riwayat hamil atau obesitas
hipertensi. yang terjadi pada
Ibu (p value: 0,026)
serta riwayat
keluarga dengan
hipertensi ataupun
pre eklampsia (p
value: 0,043).
Sedangkan faktor–
faktor yang tidak
berhubungan
dengan kejadian pre
eklampsia pada ibu
hamil yaitu status
gravida (p value:
0,19), usia
kehamilan (p value:
0,072), serta status
pekerjaan ibu (p
value: 0,351)

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut.

1. Lokasi penelitian : RSUP Dr. Kariadi dan Rumah Sakit Tentara

Bhakti Wira Tamtama Kota Semarang.

2. Variabel dependen : Faktor risiko preeklampsia berat.


13

3. Variabel independen : Usia ibu, graviditas, obesitas, riwayat abortus,

jarak kehamilan dan status nutrisi

4. Subyek penelitian : Subyek penelitian ini adalah ibu hamil.

5. Metode penelitian : Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah analitik observasional

dengan rancangan cross sectional.

Anda mungkin juga menyukai