PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam mengukur
derajat kesehatan dan keberhasilan layanan suatu negara. AKI atau maternal
disebabkan karena kehamilan atau pada saat persalinan, tetapi bukan karena
sebab–sebab lain seperti kecelakaan, terjatuh, dan lain lain. Salah satu target
angka kematian ibu menjadi kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada
Prevalensi kematian ibu selama dan setelah kehamilan dan persalinan masih
tergolong sangat tinggi, yakni sebanyak 287.000 kematian ibu pada tahun 2020.
Komplikasi utama yang menyebabkan hampir 75% dari kematian ibu ialah
terjadinya perdarahan, infeksi pasca salin, tekanan darah tinggi (preeklamsi dan
eklamsi), komplikasi dari persalinan dan aborsi yang tidak aman (WHO, 2020).
Di Indonesia, tren tingginya angka kematian ibu masih terjadi hingga saat
sebanyak 4.627 jiwa. Tingginya jumlah kematian ibu saat persalinan disebabkan
oleh penularan virus Covid-19 yang mencapai 2.982 jiwa. Terdapat pula 1.320 ibu
kehamilan, 335 meninggal karena penyakit jantung, 207 ibu meninggal ketika
abortus, dan ada 1.309 ibu meninggal karena penyebab lainnya (Kementrian
penurunan dari tahun sebelumnya, yakni dari 149 per 100.000 kelahiran hidup
pada tahun 2019 menjadi 75 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2020.
Meskipun demikian, tetap perlu dilakukan evaluasi karena angka ini masih
Insiden kematian ibu di Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2020, paling
sering terjadi pada masa nifas yakni sebesar 54%, 30% kematian terjadi pada saat
persalinan dan 16% kematian terjadi pada masa kehamilan. (Dinkes Sultra, 2020).
dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah atau yang disebut
terjadi diluar rahim misalkan di tuba, ovarium, tetapi dapat juga terjadi didalam
rahim misalnya dalam cervix, ataupun di pars interstitialis tuba. Sebagian besar
3
isthmus. Kehamilan ektopik yang kemudian mengalami abortus atau rupture pada
terjadi pada 19,7 kasus dari 1000 kehamilan , dan merupakan penyebab mortalitas
kejadiannya dipercaya lebih tinggi lagi, tetapi data yang spesifik belum diketahui.
117 kasus (0,30%) dari 3.850 kehamilan pada tahun 2019. Pada tahun 2020
insiden KET sebanyak 115 kasus (0,38%) dari 2.975 kehamilan, jumlah ini
Bahteramas, 2020).
dan riwayat kebidanan yang lalu, dan riwayat kontrasepsi memiliki peranan yang
2014).
riwayat medik memiliki hubungan statistik yang sangat bermakna dengan nilai P
pada ibu yang memiliki riwayat medik dengan persentase sebesar 94,6%. Riwayat
medik dapat menyebabkan terjadinya kerusakan dan penurunan fungi pada organ-
2014).
menemukan kehamilan ektopik terganggu lebih sering terjadi pada multipara yaitu
sebesar 64,4%. Berdasarkan uji statistik terdapat hubungan antara paritas dengan
2018). Hal ini dikarenakan pada ibu multipara akan mengalami penurunan fungsi
sistem reproduksi terlebih lagi jika ibu disertai riwayat medis seperti abortus dan
Melihat adanya keterkaitan riwayat KET dan umur sebagai faktor resiko
pengaruh riwayat KET dan umur terhadap kejadian kehamilan ektopik terganggu
B. Rumusan Masalah
“Apakah ada pengaruh antara riwayat KET dan umur terhadap kejadian
Tahun 2022 ? “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
variabel lain.
7
c. Bagi Peneliti
mengenai faktor risiko riwayat KET dan umur dengan kejadian kehamilan
ektopik terganggu.
E. Keaslian Penelitian
memiliki riwayat
medik lebih berisiko
mengalami
kehamilan ektopik
terganggu.