Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan preterm merupakan salah satu penyebab tertinggi kematian

bayi di dunia. Sekitar 75% kematian perinatal disebabkan prematuritas.

Persalinan preterm merupakan persalinan yang terjadi pada usia kehamilan <

37 minggu atau dengan berat bayi baru lahir kurang dari 2500 gram,

sedangkan bayinya dapat dikatakan sebagai bayi prematur. (Syarif, 2017)

Menurut WHO, perkiraan global baru menunjukkan bahwa pada tahun

2014, sekitar 10,6% dari semua kelahiran hidup secara global adalah

prematur. Indonesia merupakan negara urutan kelima dengan persalinan

prematur tertinggi di dunia yaitu 675.700 atau 15,5 per 100 kelahiran hidup.

WHO menjelaskan bahwa Indonesia termasuk peringkat 9 dalam 11 besar

negara dengan tingkat persalinan preterm lebih dari 15% kelahiran dan

peringkat ke 5 dari 10 besar penyumbang 60% persalinan preterm di dunia

dengan angka kelahiran preterm 15,5 / 100 kelahiran hidup. (Syarif, 2017)

Komplikasi dari persalinan preterm secara tidak langsung menyebabkan

kematian bayi. Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator

untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara seluruh dunia.. Hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 mencatat Angka

Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 24 per 1000 kelahiran hidup.

1
2

Sementara target Sustainable Development Goals (SDGs) sebesar 20 per 1000

kelahiran hidup.

Di Indonesia kejadian prematuritas berada pada urutan kedua sebagai

penyebab kematian bayi baru lahir usia 0-6 hari sebesar 32,4% dan urutan

keempat sebagai penyebab kematian bayi usia 7-28 hari yaitu sebesar 12,8%.

(Trisa, 2019). Menurut Kemenkes RI (2020) Angka Kematian Bayi berusia di

bawah 5 tahun mencapai 28.158 jiwa. Dari jumlah itu sebanyak 20.266 balita

(71,97%) meninggal dalam rentan usia 0-28 hari (neonatal). Mayoritas atau

(35,2%) kematian neonatal akibat BBLR, (27,4%) akibat asfiksia, (11,4%)

akibat kelaianan kongenital, (3,4%) akibat infeksi, (0,03%) akibat tetanus

neonatorium, (2,5%) akibat lainnya.

Berdasarkan Data yang didapatkan dari Laporan Kinerja Instansi

pemerintah (LKIP tahun 2020) jumlah kematian Bayi Per Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 sebanyak 2.766 kasus. Proporsi kematian

bayi 81% adalah kematian neonatal (0-28 hari), 19% adalah kematian post

neonatal (29-11 bulan). Penyebab kematian neonatal tertinggi BBLR 40,04%

dan asfiksia 29,16%, penyebab lain-lain 14,91% dan kelainan bawaan

11,98%. (DINKES JABAR 2020)

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Barat tahun 2019,

jumlah kematian neonatal sebanyak 93 kasus, mengalami peningkatan pada

tahun 2020 sebanyak 125 kasus, dengan penyebab umum kematian adalah

BBLR (63,2%), asfiksia (28%), kelainan bawaan (0,8%), dan lain-lain (8%).
3

Persalinan preterm dapat disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu faktor

tidak langsung diantaranya adalah usia ibu dan paritas. Penelitian sebelumnya

menjabarkan bahwa usia ibu berhubungan dengan persalinan prematur. Usia

<20 tahun dan >35 tahun merupakan faktor risiko tinggi (Hidayati, 2016).

Krisnadi, dkk (2009) menjelaskan bahwa ibu hamil dengan usia muda yaitu

<20 tahun peredaran darah menuju serviks dan uterus belum sempurna yang

menyebabkan pemberian nutrisi pada janin berkurang. Demikian juga

peredaran darah yang kurang pada saluran genital menyebabkan infeksi

meningkat sehingga juga dapat menyebabkan persalinan preterm meningkat.

Menurut Kristiyanasari (2010), ibu hamil dengan usia diatas 35 tahun juga

berisiko terjadi persalinan preterm dikarenakan adanya penurunan fungsi dari

organ rahim akibat proses penuaan. Adanya kehamilan membuat ibu

memerlukan ekstra energi untuk kehidupannya dan juga kehidupan janin

yang sedang dikandungnya. Selain itu pada proses kelahiran diperlukan

tenaga yang lebih besar dengan kelenturan dan elastisitas jalan lahir yang

semakin berkurang.

Persalinan preterm tidak selalu terjadi pada ibu yang usianya berisiko

(<20 dan >35 tahun), tetapi juga dapat terjadi pada ibu usia reproduktif (20-35

tahun). Hal ini dapat dikaitkan oleh faktor lain seperti multiparitas, kehamilan

ganda, preeklamsia-eklampsia, polihidramnion, KPD, plasenta previa,

inkompetensi serviks, riwayat obstetri, infeksi, anemia, status gizi, aktivitas,

stres psikologi, merokok, alkohol dan penyakit penyerta lainnya. (Halimah,

2019) Pada usia terlalu muda alat reproduksi belum matang sempurna
4

sehingga bila terjadi kehamilan rahim belum terlalu kuat untuk menahan

beban janin, sementara usia wanita di atas 35 tahun terjadi penurunan

kekuatan fisik yang akan berdampak pada masalah kesehatan seperti diabetes

dan hipertensi sehingga dapat menimbulkan komplikasi berupa persalinan

terlalu dini, yaitu pada usia kehamilan 20-36 minggu. (Sekar, 2018)

Faktor selanjutnya yaitu paritas yang merupakan banyaknya kelahiran

hidup yang dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Menurut Krisnadi

(2009), persalinan prematur lebih sering terjadi pada kehamilan pertama.

Menurut Wiknjosastro (2016), ibu dengan paritas lebih tinggi (4 atau lebih)

termasuk kehamilan yang berisiko tinggi dikarenakan penurunan sistem

reproduksi. Paritas 2-3 adalah paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian

maternal.

Kehamilan dan persalinan pertama meningkatkan risiko kesehatan yang

timbul karena ibu belum pernah mengalami kehamilan yang sebelumnya,

selain itu jalan lahir baru akan dicoba dilalui janin, sebaliknya jika terlalu

sering melahirkan rahim akan menjadi semakin lemah karena jaringan parut

uterus akibat kehamilan berulang. Jaringan parut ini menyebabkan tidak

adekuatnta persediaan darah ke plasenta sehingga plasenta tidak mendapat

aliran darah yang cukup untuk menyalurkan nutrisi ke janin akibatnya

pertumbuhan janin terganggu. Hal itu akan meningkatkan r1siko terjadinya

persalinan preterm. (Depkes RI, 2016)

Selain kematian perinatal, ada komplikasi lain yang menyertai, berupa

komplikasi jangka pendek maupun jangka panjang. Komplikasi jangka


5

pendek sering dikaitkan dengan pematangan organ janin yang belum

sempurna. Komplikasi jangka panjang berupa kelainan neurologik seperti

cerebral palsy, retinopati, retardasi mental, sehingga bisa mempengaruhi

prestasi anak di sekolah yang kurang baik. (Wahyuni, 2017)

Menurut studi pendahuluan, data seluruh persalinan di RSIA Kartini

padalarang menyataakan bahwa pada tahun 2019 terdapat 205 (14,3%)

persalinan pretem dari 1432 persalinan, sedangkan tahun 2020 terdapat 243

(15,3%) persalinan pretem dari 1587 persalinan. Data registrasi terbaru tahun

2021 didapat hasil jumlah kejadian persalinan preterm sebesar 311 kasus dari

1789 persalinan (17,38%) atau mengalami kenaikan sebesar 2,08%.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan

Kejadian Persalinan Preterm di RSIA Kartini Padalarang Tahun 2021.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi masalah dalam penelitian ini

“Apakah Terdapat Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Kejadian

Persalinan Preterm di RSIA Kartini Padalarang Tahun 2021?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui “Hubungan Antara Usia Ibu Dan Paritas Dengan

Kejadian Persalinan Preterm Di RSIA Kartini Padalarang Periode Januari

– Desember Tahun 2021”.

2. Tujuan Khusus
6

a. Untuk Mengetahui gambaran kejadian persalinan preterm di RSIA

Kartini Padalarang tahun 2021

b. Untuk Mengetahui gambaran usia ibu terhadap kejadian persalinan

preterm di RSIA Kartini Padalarang tahun 2021

c. Untuk Mengetahui gambaran paritas terhadap kejadian persalinan

preterm di RSIA Kartini Padalarang tahun 2021

d. Untuk Mengetahui “Hubungan antara usia ibu dan paritas terhadap

kejadian persalinan preterm di RSIA Kartini Padalarang tahun 2021”

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berada pada ruang lingkup pelaksanaan pelayanan

kesehatan ibu dan anak RSIA Kartini Padalarang.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi ilmiah dan sumbangan pengetahuan mengenai

hubungan usia ibu dan paritas dengan persalinan preterm.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi RSIA Kartini Padalarang

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

pertimbangan dan dasar kewaspadaan dalam pelayanan kesehatan ibu

dan anak di RSIA Kartini Padalarang.

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi awal bagi

peneliti yang berminat melakukan penelitian serupa.

Anda mungkin juga menyukai