Anda di halaman 1dari 24

PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

Nama : ITA ROSITA PURNAMA SARI


NIM : 3090230083
JUDUL :
KMB
1. Hubungan Riwayat Neonatus (BBLR, premature, dan kelainan bawaan) Dengan
Kematian Asfiksia Pada Bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
- Variabel Independen (X) : BBLR (X1), Prematur (X2), Kelainan Bawaan (X3)
- Variabel Dependen (Y) : Kematian Asfiksia
Fenomena :
 Menurut WHO (2016) ada 7000 kematian bayi baru lahir di dunia setiap
harinya .
 Angka Kematian Bayi menurut WHO 2015 angka kematian bayi di
Indoenesia mencapai 27 per 1000 kelahiran, angkat kematian bayi di
Indonesia masing sangat tinggi jika dibandingkan negara-negara lain yang
ada di ASEAN seperti Singapura yang hanya 3 per 1000 kelahiran dan
Malaysia yang hanya 5 per 1000 kelahiran.
 Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kematian
neonatal 19 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 15 per 1000
kelahiran hidup pada tahun 2017.
 Tiga perempat kematian neonatal terjadi pada minggu pertama dan sebanyak
40% meninggal dalam 24 jam pertama yang salah satu penyebab utama
kematiannya adalah asfikasia (Kemenkes, 2019).
 Penyebab kematian neonatal kelompok 0-7 hari adalah prematuritas dan
BBLR 54% dan asfiksia lahir 46% (Prameswari, 2007). Menurut
Katiandagho & Kusmiyati (2015) penyebab terjadinya asfiksia adalah BBLR
36,9%, prematuritas 32,4% hipoksia 12%, kelainan bawaan 6,8% partus
macet 6,6%. Sedangkan dalam hasil penelitian Rakhmawati & Pangesti
(2017) menunjukkan bahwa penyebab asfiksia di Indonesia adalah premature
46%, BBLR 25%, section sesaria 7% dan hipoksia 3%.
 Menurut data rekam medis RS Sari Asih Karawaci Tangerang menunjukkan
penyumbang terbesar pada kematian neonatal adalah bayi dengan asfiksia
yaitu sebanyak …. kasus, BBLR … kasus, Kelainan bawaan … kasus, sepsis
sebanyak …. kasus dan lainnya sebanyak …kasus. Masalah ini timbul
sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang
memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan bersih serta
kurangnnya perawatan bayi baru lahir. Data RS Sari Asih Karawaci juga
menunjukkan terdapat ….kematian per …. kelahiran dengan salah satu
penyebab yaitu asfiksia sebanyak 25 kasus dan sebanyak 50 asfiksia hidup
menunjukkan riwayat neonatus BBLR sebanyak 37,3%, premature 37,3%,
dan adanya kelainan bawaan 16%.

2. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Berat badan Lahir
Rendah(BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
- Variabel Independen (X) : Anemia Pada Ibu Hamil
- Variabel Dependen (Y) : Kejadian BBLR
Fenomena :
 Prevalensi Anemia dan BBLR menurut World Health Organization (WHO)
dalam Maryunani (2013) memperkirakan kejadian anemia pada ibu hamil
diseluruh dunia adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil
diperkirakan di Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan
Eropa 25,1% Salmariantity dalam Willy (2017), dan kejadian BBLR di
perkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% -3,8%
 Data dari WHO tahun 2018, prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu
15% atau sekitar 20 juta bayi yang lahir setiap tahun dan sebagian besar
diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO, 2018). Di Asia selatan
prevalensi kelahiran BBLR mencapai 28% atau sekitar 1 dari setiap 4
kelahiran bayi.
 Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, angka kelahiran bayi dengan
BBLR di Indonesia mencapai 350.000 setiap tahun dimana prevalensi
BBLR di Indonesia yaitu 6,2%. Badan kesehatan dunia menetapkan target
untuk menurunkan angka kejadian BBLR sebesar 30% pada tahun 2025
(1)Dan angka Kejadian BBLR di Indonesia Sebesar 10,2%. Hal ini masih
menjadi masalah di dalam kesehatan masyarakat karena prevalensinya
masih ≥ 5%.
 Berdasarkan Survey Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan pada Tahun 2018, Neonatus merupakan penyumbang kematian
terbesar pada tingginya kematian bayi, Sebanyak 60% hingga 80%
kematian neonatus disebabkan oleh BBLR dan risiko kematian meningkat
20 kali lebih besar dari bayi dengan berat normal sampai usia satu tahun
(WHO, 2018).
 Hasil pencatatan yang dilakukan secara rutin oleh RS Sari Asih Karawaci
Tangerang diperoleh presentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019 bayi dengan BBLR sebesar
…. kasus, pada Tahun 2020 ditemukan kasus bayi dengan BBLR sebanyak
…. kasus, Tahun 2021 ditemukan ….. kasus BBLR atau sekitar 2,1%. Pada
Tahun 2022 ditemukan kasus BBLR atau sekitar ….%.

3. Hubungan Pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-
12 bulan di RS Sari Asih Karawaci Tangerang
- Variabel Independen (X) : Pemberian ASI Eksklusif
- Variabel Dependen (Y) : Kejadian Diare
Fenomena :
 World Health Organization (WHO pada tahun 2017 menyatakan
sekitar 1,7 milyar kasus diare terjadi setiap tahunnya diseluruh
dunia.Pada tahun yang sama, UNICEF juga menyatakan angka
kematian akibat diare pada anak di seluruh dunia perharinya, yaitu
1.300 atau sekitar 480.000 per tahunnya
 RISKESDAS (2018) menyatakan angka kejadian diare pada bayi di
Indonesia adalah 12,3%. Angka ini sedikit menurun dari prevalensi
diare pada bayi tahun 2013 yaitu 18,5% (Riskesdas, 2018).
 Data kasus diare pada semua umur yang tercatat di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan kader pada
tahun 2019 ditemukan sebesar 34.728 kasus dan tahun 2020 sebesar
32.632 kasus . Kasus diare pada bayi usia 0-12 bulan di Kota
Tangerang cukup banyak karena menempati urutan pertama. Penderita
diare pada bayi usia 0-12 bulan di Kota Tangerang tahun 2019 yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan yaitu 6.610 kasus dan dari 29
puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
 Data Tahun 2020 dan 2021 dari RS Sari Asih Karawaci Tangerang
kasus diare pada anak bayi usia 0-12 bulan ditemukan … kasus diare
anak usia bayi usia 0-12, dan tahun 2021 ada …. kasus diare anak usia
0-12 bulan (RS Sari Asih Karawaci, 2021)
 Rumah Sakit Umum (RS) Sari Asih Karawaci rumah sakit yang
terdapat di Kota Tangerang dan telah melayani cukup banyak
masyarakat termasuk bayi namun RSU tersebut belum memiliki
data mengenai jumlah bayi yang mendapatkan ASI di daerah
tersebut
HUBUNGAN RIWAYAT NEONATUS DENGAN
KEMATIAN ASFIKSIA PADA BAYI DI RUMAH SAKIT
SARI ASIH KARAWACI TANGERANG
TAHUN 2023

Proposal Skripsi

Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian asfiksia adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatan
karbondioksida yang menimbulakn akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
(Manuaba et al., 2018). Asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian
terjadinya kematian neonatal. Kematian neonatal sendiri meruapakan indikator
derajat Kesehatan ibu dan anak dalam pelayanan obstetrik secara umum. Semakin
baik kualitas ibu hamil maka akan meningkatakan kualitas bayi yang akan
dilahirkan. Banyak program pelayanan Kesehatan yang sudah dilakukan oleh
pemerintah guna menurunkan angka kematian bayi dan sampai saat ini kematian
neonatal merupakan masalah yang sangat membutuhkan perhatian secara serius
dibeberapa negara termasuk Indonesia.

Angka Kematian Bayi menurut WHO 2015 angka kematian bayi di Indoensia
mencapai 27 per 1000 kelahiran, angkat kematian bayi di Indonesia masing sangat
tinggi jika dibandingkan negara-negara lain yang ada di ASEAN seperti Singapura
yang hanya 3 per 1000 kelahiran dan Malaysia yang hanya 5 per 1000 kelahiran.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kematian neonatal 19 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2017. Menurut WHO (2016) ada 7000 kematian bayi baru lahir di dunia setiap
harinya . Di Indonesia terdapat 185 kematian per hari dengan angka kematian
neonatal sebanyak 15 kematian per 1000 kelahiran hidup. Tiga perempat kematian
neonatal terjadi pada minggu pertama dan sebanyak 40% meninggal dalam 24 jam
pertama yang salah satu penyebab utama kematiannya adalah asfikasia
(Kemenkes, 2019).
Ada beberapa penyebab kematian neonatal disebabkan berat badan lahir rendah,
asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum. Penyebab kematian
neonatal kelompok 0-7 hari adalah prematuritas dan BBLR 54% dan asfiksia lahir
46% (Prameswari, 2007). Menurut Katiandagho & Kusmiyati (2015) penyebab
terjadinya asfiksia adalah BBLR 36,9%, prematuritas 32,4% hipoksia 12%,
kelainan bawaan 6,8% partus macet 6,6%. Sedangkan dalam hasil penelitian
Rakhmawati & Pangesti (2017) menunjukkan bahwa penyebab asfiksia di
Indonesia adalah premature 46%, BBLR 25%, section sesaria 7% dan hipoksia
3%.

BBLR sangat rentan terhadap kematian bayi yang di sebabkan oleh asfiksia,
karena bayi tersebut lahir dengan kondisi fisik belum sepenuhnya dalam kondisi
baik,maka dari itu bayi dengan riawayat BBLR rentan terhadap asfiksia. Selain itu
BBLR juga merupakan salah satu penyebab kematian neonatal dini dan bayi yang
terlahir dengan BBLR di ikuti dengan asfiksia ini dikarenakan ketidakmatangan
organ tubuh yang dimiliki oleh bayi tersebut. Bayi prematur berisiko lebih tinggi
untuk mengalami kejadian asfiksia. Selain itu bayi yang lahir dari ibu dengan
kondisi yang memengaruhi kehamilan, seperti diabetes mellitus atau preeklamsia,
juga berisiko lebih besar. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Italian Journal
of Pediatrics mencatat, usia ibu atau berat bayi yang rendah saat lahir juga
merupakan faktor risiko.

Kelainan bawaan menjadi salah satu faktor reiko asfiksia. Data dari WHO
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia terlahir dengan
kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang terlahir dengan
kelainan bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya dalam waktu
beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan (WHO, 2018)

Penelitian yang dilakukan oleh Paulette S. Haws (2018) menyatakan dari 75


kelahiran yang mengalami asfiksia, ada sebanyak 37,3% bayi dengan riwayat
prematur, diantaranya 2% menyebakan kematian oleh asfiksia . Persalinan
prematur yaitu adanya kontraksi uterus teratur dengan dilatasi serviks
daneffacement sebelum usia gestasi 37minggu. Usia kehamilan merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam persalinan, karena usia kehamilan
berfungsi untuk menentukan fasefase pertumbuhan. Oleh karena itulah, pada bayi
prematur terjadi defisiensi surfaktan paru yang dapat menyebabkan kegagalan
nafas segera setelah lahir yang disebut dengan asfiksia neonatorum (Mayasari et
al., 2018). Perkembangan organ dalam janin. Semakin sedikit usia kehamilan,
berarti bahwa semakin imatur pula organ yang terbentuk,salah satunya yaitu paru-
paru. Oleh karena itulah, pada bayi prematur terjadi defisiensi surfaktan paru yang
dapat menyebabkan kegagalan nafas segera setelah lahir yang disebut dengan
asfiksia neonatorum. Kondisi ini disebabkan oleh gangguan selama masa tumbuh
kembang janin dalam kandungan Maharani & Radityo S (2013).

Kelainan kongenital dapat menyebabkan bayi lahir dengan kecacatan atau


gangguan fungsi pada organ tubuh atau bagian tubuh tertentu (Prabawa, 2018).
Gangguan fungsi berbagai organ pada bayi asfiksia tergantung pada lamanya
asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan. Suatu studi roberton (2019) mengenai
dampak kerusakan organ pada bayi asfiksia menunjukkan 23% bayi didapatkan
kerusakan pada satu organ, 34% bayi didapatkan kerusakan pada dua organ.

Menurut data rekam medis RS Sari Asih Karawaci Tangerang menunjukkan


penyumbang terbesar pada kematian neonatal adalah bayi dengan asfiksia yaitu
sebanyak …. kasus, BBLR … kasus, Kelainan bawaan … kasus, sepsis sebanyak
…. kasus dan lainnya sebanyak …kasus. Masalah ini timbul sebagai akibat
buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen
persalinan yang tidak tepat dan bersih serta kurangnnya perawatan bayi baru lahir.
Data RS Sari Asih Karawaci juga menunjukkan terdapat ….kematian per ….
kelahiran dengan salah satu penyebab yaitu asfiksia sebanyak 25 kasus dan
sebanyak 50 asfiksia hidup menunjukkan riwayat neonatus BBLR sebanyak
37,3%, premature 37,3%, dan adanya kelainan bawaan 16%.

Berdasarkan fenomena diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian


tentang hubungan riwayat neonatus (BBLR, premature, dan kelainan bawaan)
dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, riwayat prematur,
dan kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit Sari
Asih Karawaci Tangerang

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, prematur, dan
kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit Sari
Asih Karawaci Tangerang

2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi BBLR pada bayi di
Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang.
b) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi riwayat prematur pada
bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
c) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi kelainan bawaan pada
bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
d) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi asfiksia pada bayi di
Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
e) Untuk mengetahui hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, prematur,
dan kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit
Sari Asih Karawaci Tangerang.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi mahasiswa
khususnya mahasiswa keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang
untuk melakukan penelitian selanjutnya dan meningkatkan pengetahuan
tentang kematian akibat asfiksia pada bayi
2. Manfaat bagi institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolak ukur bagi RS Sari Asih
Karawaci Tangerang sebagai langkah dalam usaha peningkatan program-
program promotif dan preventif dalam menghadapi permasalahan asfiksia
pada bayi
3. Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka, serta
mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang sehat
seperti mencegah terjadinya kematian dengan asfiksia
4. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus asfiksia
pada bayi .
HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN
KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DI
RUMAH SAKIT SARI ASIH KARAWACI TANGERANG
TAHUN 2023

Proposal Skripsi

Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cita-cita pembangunan manusia mencakup semua komponen pembangunan yang
tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Subtainable Deploment Goals
(SDGs) adalah sebuah kesepakatan pembangunan baru penganti Millenium
Development Goals (MDGs), program SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target
spesifik Ke 17 tujuan tersebut salah satunya adalah “Menurunkan angka kematian
bayi atau anak” (Ermalena, 2017). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2015, masih cukup
tinggi yaitu 22 per 1.000 kelahiran hidup yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan.Demikian juga Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan pada tahun
2020 adalah 189 per 100.000 dengan rate tertinggi 565 terjadi di Provinsi Papua
dan rate terendah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 48, angka ini masih jauh dari
target Sustainable Development Growth AKI yang ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) adalah 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Dan salah satu
penyebab kematian bayi baru lahir (neonatus) yang terbanyak di Indonesia yang
dihadapi saat ini adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang beresiko
meningkatkan kematian bayi. Artinya angka kematian bayi akan meningkat bila
kejadian BBLR meningkat (Kemenkes, 2018).

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilannya yang dapat terjadi akibat dari prematuritas
(persalinan kurang bulan atau prematur). Neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature
(Proverawati, 2013).BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada massa perinatal. Selain itu bayi
BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Bayi dengan
BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah diseluruhdunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir (Properawati,
2013).

Faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR adalah kadar haemoglobin ibu
hamil. Ibu hamil yang kekurangan zat besi akan cenderung melahirkan bayi
dengan BBLR karena kebutuhan akan zat besi meningkat selama kehamilan,
seiring dengan pertumbuhan janin dan aktivitas ibu sehari-hari yang
membutuhkan zat besi lebih banyak, kadar haemoglobin menunjukan status
anemia. Anemia adalah berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah atau masa haemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsi sebagai
pembawa oksigen keseluruh jaringan (Andria, 2017). Seorang ibu hamil
dikatakan anemia jika kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl atau hematokrit kurang
dari 33% (Prawirohardjo, 2018).

Pada ibu yang mengalami anemia ringan selama masa kehamilan dapat
mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur danBBLR. Sedangkan pada ibu
hamil yang mengalami anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Selain itu anemia juga dapat
mengakibatkan tumbuh kembang janin dalam rahim menjadi terhambat, Ketuban
Pecah Dini (KPD) (Proverawati, 2013). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Departemen Kesehatan RI Tahun 2018 bahwa anemia pada ibu hamil dapat
berpengaruh terhadap berat bayi lahir rendah (BBLR).

Prevalensi Anemia dan BBLR menurut World Health Organization (WHO)


dalam Maryunani (2013) memperkirakan kejadian anemia pada ibu hamil
diseluruh dunia adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil
diperkirakan di Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan Eropa
25,1% Salmariantity dalam Willy (2017), dan kejadian BBLR di perkirakan 15%
dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% -3,8% dan lebih sering
terjadi di Negara-negara berkembang atau sosial ekonomi rendah, angka
kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan Berat Badan Lahir
lebih dari 2500 gram hal ini dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor seperti ibu
mempunyai penyakit yang langsung berhubungan dengan kehamilan, dan usia
ibu. Data dari WHO tahun 2018, prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu
15% atau sekitar 20 juta bayi yang lahir setiap tahun dan sebagian besar
diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO, 2018). Di Asia selatan
prevalensi kelahiran BBLR mencapai 28% atau sekitar 1 dari setiap 4 kelahiran
bayi. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, angka kelahiran bayi dengan
BBLR di Indonesia mencapai 350.000 setiap tahun dimana prevalensi BBLR di
Indonesia yaitu 6,2%. Badan kesehatan dunia menetapkan target untuk
menurunkan angka kejadian BBLR sebesar 30% pada tahun 2025 (1)Dan angka
Kejadian BBLR di Indonesia Sebesar 10,2%. Hal ini masih menjadi masalah di
dalam kesehatan masyarakat karena prevalensinya masih ≥ 5%.

Berdasarkan Survey Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Departemen


Kesehatan pada Tahun 2018, Neonatus merupakan penyumbang kematian
terbesar pada tingginya kematian bayi, Sebanyak 60% hingga 80% kematian
neonatus disebabkan oleh BBLR dan risiko kematian meningkat 20 kali lebih
besar dari bayi dengan berat normal sampai usia satu tahun (WHO, 2018). Angka
Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah banyaknya
kematian bayi usia di bawah 1 tahun (0–11 bulan) per 1.000 kelahiran hidup pada
satu tahun tertentu. Dalam rentang 50 tahun (periode 1971–2022). Prevalensi
angka Kematian Neonatal (Neonatal Mortality Rate) tahun 2020 sebesar 9,30
diantara 1.000 kelahiran hidup di Indonesia, artinya terdapat 9–10 bayi yang
meninggal sebelum umur 1 (BPS, 2020. Berdasarkan hasil Long Form SP2020,
AKB tertinggi berada di Provinsi Papua yaitu sebesar 38,17 kematian per 1.000
kelahiran hidup, sedangkan AKB terendah berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar
10,38 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Hasil pencatatan yang dilakukan secara rutin oleh RS Sari Asih Karawaci
Tangerang diperoleh presentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019 bayi dengan BBLR sebesar …. kasus, pada
Tahun 2020 ditemukan kasus bayi dengan BBLR sebanyak …. kasus, Tahun
2021 ditemukan ….. kasus BBLR atau sekitar 2,1%. Pada Tahun 2022 ditemukan
kasus BBLR atau sekitar ….%.

Penelitian tentang hubungan anemia dengan BBLR telah dilakukan oleh beberapa
peneliti seperti yang dilakukan oleh Suryati (2014) di Puskesmas Air Dingin Kota
Padang memperlihatkan terdapat pengaruh Anemia dan KEK pada waktu hamil
dengan kejadian BBLR. Dan penelitian yang dilakukan oleh Estiningtyas (2020)
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta mendapatkan bahwa terdapat 19 kasus ibu
hamil dengan anemia, 15 ibu diantaranya melahirkan BBLR. Penelitian terhadap
hubungan Anemia dengan kematian neonatal telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, seperti Bhalerao (2021) menunjukkan terjadi peningkatan risiko 3,2 kali
lebih besar untuk terjadi kematian perinatal pada kelompok ibu hamil yang
mengalami anemia.

Data Dinas Kesehatan Provinsi Banten mendapatkan jumlah Angka Kematian


Bayi (AKB) di Provinsi Banten pada Tahun 2013 mencapai 1653 kasus kematian.
Di Kabupaten Tangerang AKB di wilayah kabupaten didapat sebanyak 217
kematian bayi. Penyebabnya asfiksia 47% BBLR 36% kelainan kongenital 8%,
sepsis 6%, dan lain-lain sebanyak 3%. Mengingat angka kejadian BBLR akibat
anemia pada ibu hamil yang masih cukup tinggi di Indonesia, khususnya didaerah
Kamparmaka diperlukan upaya untuk mengatasinya. Dengan demikian
diharapkan prevalensi kejadian BBLR akibat anemia pada ibu hamil dapat
diturunkan. RS Sari Asih Karawaci Tangerang merupakan rumah sakit rujukan
kasus kasus obstertik dan melakukan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Dibawah
ini terdapat tabel mengenai data ibu hamil dan BBLR di RS Sari Asih Karawaci
Tangerang Tahun 2020 sampai 2022.

No Tahun Ibu Hamil % BBLR %


1 2020
2 2021
3 2022
Sumber : Rekam Medis RS Sari Asih Karawaci Tangerang

Berdasarkan laporan tahunan kegiatan pelayanan RS Sari sih KArawaci


Tangerang dari tabel di atas terlihat bahwa angka kejadian BBLR dari Tahun
2020-2022 terjadi peningkatan yang signifikan yaitu Tahun 2020 terdapat
…..kasus BBLR (…%) dari …. kasus (Rekam Medik RS Sari Asih Karawaci
Tangerang, 2022), pada Tahun 2021 terdapat …. kasus BBLR (…..%) dan pada
Tahun 2022 terdapat ….. kasus BBLR (43,4%) di RS RS Sari Asih Karawaci
Tangerang. Selama kurun waktu 3 tahun memperlihatkan adanya masalah BBLR
di RS RS Sari Asih Karawaci Tangerang. Berdasarkan dari data-data dan
uraianlatar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Berat badan Lahir
Rendah(BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan antara Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian
Berat badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun
2023
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian
Berat badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang
Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi anemia pada ibu hamil yang
bersalin di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
c) Untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoriti
a) Bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang BBLR
dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
serta untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian dan sebagai masukan yang dapat dijadikan
sebagai sumbangan pemikiran dan perbandingan bagi peneliti dimasa
yang akan datang serta untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya tentang hubungan anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi tempat penelitian
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi RS agar lebih memperhatikan
masalah BBLR sebagai salah satu faktor resiko penyebab kematian
bayi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menurunkan
angka kematian bayi
b) Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka,
serta mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang
sehat seperti mencegah terjadinya kematian akibat anemia pada BBLR
c) Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus BBLR
pada bayi .
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-12 BULAN
DI RUMAH SAKIT SARI ASIH KARAWACI
TANGERANG TAHUN 2023

Proposal Skripsi

Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diare didefinisikan sebagai tidak normalnya buang air besar atau
meningkatnya frekuensi dan jumlah tinja dengan konsistensi yang lebih cair
dari biasanya (Kay et al, 2018). Diarepada anak dinyatakan jika frekuensi BAB
melebihi tiga kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja, sedangkan
definisi diare pada bayi dapat diartikan sebagai meningkatnya frekuensi BAB
atau berubahnya konsistensi menjadi cair di luar dari biasanya atau abnormal
menurut ibunya (Subagyo, 2018). Diare berdasarkan penyebabnya dibagi dua
yaitu diare infeksi dan diare non-infeksi. Penyebab diare infeksi adalah bakteri,
virus atau parasite denganpenyebab diare yang paling sering pada anak adalah
Rotavirus. Diare non-infeksi disebabkan olehintoksikasi makanan, alergi,
malabsorpsi, imunodefisiensi, terapi obat, dan lain-lain.

Diare merupakan salah satu penyakit utama penyebab kematian pada bayi dan
anak. World Health Organization (WHO pada tahun 2017 menyatakan sekitar
1,7 milyar kasus diare terjadi setiap tahunnya diseluruh dunia.Pada tahun yang
sama, UNICEF juga menyatakan angka kematian akibat diare pada anak di
seluruh dunia perharinya, yaitu 1.300 atau sekitar 480.000 per tahunnya.
United Nation Inter-agency Group for Child Mortality Estimation(UN IGME)
(2019) melaporkan tingkat kematian anak usia 1-11 bulan di dunia pada tahun
2018 adalah sekitar 1,5 juta kematian dengan 8,3% disumbangkan oleh diare
sebagai penyebab kematian anak usia dibawah 5 tahun (UNIGME, 2019).

Di Indonesia, RISKESDAS (2018) menyatakan angka kejadian diare pada bayi


di Indonesia adalah 12,3%. Angka ini sedikit menurun dari prevalensi diare pada
bayi tahun 2013 yaitu 18,5% (Riskesdas, 2018). Diare menyumbang kematian
terbesar nomor dua pada anak usia 29 hari sampai 11 bulan atau 9,8 persen pada
2020. Walaupun demikian, penyakit ini tetap menjadi perhatian. Kejadian
diare pada anak dapat menyebabkan anak mengalami kekurangan cairan
atau dehidrasi dan kematian jika tidak ditangani dengan baik. Pada tahun
2018, kejadian diare masih cukup tinggi pada balita di Provinsi Banten yaitu
memiliki insiden diare sebesar 2,6% dan period prevalence 4,7%4 . Data kasus
diare pada semua umur yang tercatat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang dari
fasilitas pelayanan kesehatan dan kader pada tahun 2019 ditemukan sebesar
34.728 kasus dan tahun 2020 sebesar 32.632 kasus . Kasus diare pada bayi usia 0-
12 bulan di Kota Tangerang cukup banyak karena menempati urutan pertama.
Penderita diare pada bayi usia 0-12 bulan di Kota Tangerang tahun 2019 yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan yaitu 6.610 kasus dan dari 29 puskesmas
yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Data Tahun 2020
dan 2021 dari RS Sari Asih Karawaci Tangerang kasus diare pada anak bayi usia
0-12 bulan ditemukan … kasus diare anak usia bayi usia 0-12, dan tahun 2021 ada
…. kasus diare anak usia 0-12 bulan (RS Sari Asih Karawaci, 2021)

Pemberian ASI eksklusif adalah salah satu upaya untuk pencegahan diare
pada bayi terutama dibawah 1 tahun. Pada sudi yang dilakukan oleh BJC Perera
dkk di Sri Lanka membuktikan adanya proteksi terhadap infeksi pada bayi selama
periode pemberian ASI eksklusif. Saat bayi lahir dan beberapa bulan
setelahnya, fungsi organ tubuhnya belum sempurna sehingga belum dapat
memproduksi perlindungan atau kekebalan tubuhnya sendiri. Sistem pencernaan
pada bayi juga belum memiliki perlindungan terhadap benda asing seperti
bakteri atau virus. Pemberian ASI dapat memberikan perlindungan pada bayi.
Air susu ibu mengandung bermacam-macam faktor kekebalan, baik yang
spesifik maupun yang non-spesifik, seperti bifidus factor, lisozim, laktoferin,
imunoglobulin dan lain-lain. Imunoglobulin A sekretori adalah salah satu
komponen ASI yang berperan dalam mencegah kuman patogen melekat pada
dinding mukosa usus halus serta menghambat proliferasinya. Khasiat anti-
adhesif ini dapat melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan mencegah
terjadinya diare. Imunoglobulin G dan M (IgG dan IgM) juga disekresikan
dalam ASI dengan kadar yang cukup serta ikut berkontribusi sebagai imunitas
pasif.14Oleh karena adanya imunoglobulin dan komponen imunitas lainnya
dalam ASI, bayi yang diberi ASI memiliki tingkat kesakitan dan kematian
akibat diare lebih rendah dari bayi yang tidak diberi ASI.

Berdasarkan data WHO dan UNICEF didapatkan lebih dari 820.000 anak balita
dapat diselamatkan dari berbagai penyakit setiap tahunnya jika pada usia 0-12
bulan mereka diberi ASI yang optimal. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan pemberian ASI eksklusif di Provinsi
Banten pada tahun 2018 adalah sekitar …..%. Angka ini masih lebih rendah
dari target Perencanaan Strategis (Renstra) Nasional tahun 2018 yaitu 47%.
American Academy of Pediatrics(AAP) dan WHO menyarankan agar bayi
diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan
hingga 1 tahun atau lebih bersamaan dengan pemberian makanan pen-
damping. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menyatakan hal
yang sama mengenai anjuran pemberian ASI eksklusif terhadap bayi
sehubungan dengan pentingnya peranan ASI untuk mencegah terjadinya infeksi
khususnya diare.

Di Provinsi Banten, salah satu kabupaten, juga memiliki keterbatasan sarana


kesehatan dalam pemberian tatalaksana diare pada bayi. Hal ini menunjukan
akan pentingnya pemberian ASI terhadap bayi sebagai upaya mencegah
terjadinya diare. Rumah Sakit Umum (RS) Sari Asih Karawaci rumah sakit yang
terdapat di Kota Tangerang dan telah melayani cukup banyak masyarakat
termasuk bayi namun RSU tersebut belum memiliki data mengenai jumlah
bayi yang mendapatkan ASI di daerah tersebut. Berdasarkan penjelasan di
atas, maka penulistertarik untuk melakukan studi mengenai hubungan
pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di
RS Sari Asih Karawaci Tangerang.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare
pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci Tangerang.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci
Tangerang Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI EKsklusif di RS
Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Diare di RS Sari Asih
Karawaci Tangerang Tahun 2023
c) Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci
Tangerang

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoriti
a) Bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang BBLR
dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
serta untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian dan sebagai masukan yang dapat dijadikan
sebagai sumbangan pemikiran dan perbandingan bagi peneliti dimasa
yang akan datang serta untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya tentang hubungan anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi tempat penelitian
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi RS agar lebih memperhatikan
masalah BBLR sebagai salah satu faktor resiko penyebab kematian
bayi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menurunkan
angka kematian bayi
b) Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka,
serta mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang
sehat seperti mencegah terjadinya kematian akibat BBLR
c) Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus BBLR
pada bayi .

Anda mungkin juga menyukai