2. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Berat badan Lahir
Rendah(BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
- Variabel Independen (X) : Anemia Pada Ibu Hamil
- Variabel Dependen (Y) : Kejadian BBLR
Fenomena :
Prevalensi Anemia dan BBLR menurut World Health Organization (WHO)
dalam Maryunani (2013) memperkirakan kejadian anemia pada ibu hamil
diseluruh dunia adalah sebesar 41,8%. Prevalensi anemia pada ibu hamil
diperkirakan di Asia sebesar 48,2%, Afrika 57,1%, Amerika 24,1%, dan
Eropa 25,1% Salmariantity dalam Willy (2017), dan kejadian BBLR di
perkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3% -3,8%
Data dari WHO tahun 2018, prevalensi bayi dengan BBLR di dunia yaitu
15% atau sekitar 20 juta bayi yang lahir setiap tahun dan sebagian besar
diantaranya terjadi di negara berkembang (WHO, 2018). Di Asia selatan
prevalensi kelahiran BBLR mencapai 28% atau sekitar 1 dari setiap 4
kelahiran bayi.
Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, angka kelahiran bayi dengan
BBLR di Indonesia mencapai 350.000 setiap tahun dimana prevalensi
BBLR di Indonesia yaitu 6,2%. Badan kesehatan dunia menetapkan target
untuk menurunkan angka kejadian BBLR sebesar 30% pada tahun 2025
(1)Dan angka Kejadian BBLR di Indonesia Sebesar 10,2%. Hal ini masih
menjadi masalah di dalam kesehatan masyarakat karena prevalensinya
masih ≥ 5%.
Berdasarkan Survey Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Departemen
Kesehatan pada Tahun 2018, Neonatus merupakan penyumbang kematian
terbesar pada tingginya kematian bayi, Sebanyak 60% hingga 80%
kematian neonatus disebabkan oleh BBLR dan risiko kematian meningkat
20 kali lebih besar dari bayi dengan berat normal sampai usia satu tahun
(WHO, 2018).
Hasil pencatatan yang dilakukan secara rutin oleh RS Sari Asih Karawaci
Tangerang diperoleh presentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) mengalami fluktuasi. Pada tahun 2019 bayi dengan BBLR sebesar
…. kasus, pada Tahun 2020 ditemukan kasus bayi dengan BBLR sebanyak
…. kasus, Tahun 2021 ditemukan ….. kasus BBLR atau sekitar 2,1%. Pada
Tahun 2022 ditemukan kasus BBLR atau sekitar ….%.
3. Hubungan Pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare pada bayi usia 0-
12 bulan di RS Sari Asih Karawaci Tangerang
- Variabel Independen (X) : Pemberian ASI Eksklusif
- Variabel Dependen (Y) : Kejadian Diare
Fenomena :
World Health Organization (WHO pada tahun 2017 menyatakan
sekitar 1,7 milyar kasus diare terjadi setiap tahunnya diseluruh
dunia.Pada tahun yang sama, UNICEF juga menyatakan angka
kematian akibat diare pada anak di seluruh dunia perharinya, yaitu
1.300 atau sekitar 480.000 per tahunnya
RISKESDAS (2018) menyatakan angka kejadian diare pada bayi di
Indonesia adalah 12,3%. Angka ini sedikit menurun dari prevalensi
diare pada bayi tahun 2013 yaitu 18,5% (Riskesdas, 2018).
Data kasus diare pada semua umur yang tercatat di Dinas Kesehatan
Kota Tangerang dari fasilitas pelayanan kesehatan dan kader pada
tahun 2019 ditemukan sebesar 34.728 kasus dan tahun 2020 sebesar
32.632 kasus . Kasus diare pada bayi usia 0-12 bulan di Kota
Tangerang cukup banyak karena menempati urutan pertama. Penderita
diare pada bayi usia 0-12 bulan di Kota Tangerang tahun 2019 yang
datang ke fasilitas pelayanan kesehatan yaitu 6.610 kasus dan dari 29
puskesmas yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang.
Data Tahun 2020 dan 2021 dari RS Sari Asih Karawaci Tangerang
kasus diare pada anak bayi usia 0-12 bulan ditemukan … kasus diare
anak usia bayi usia 0-12, dan tahun 2021 ada …. kasus diare anak usia
0-12 bulan (RS Sari Asih Karawaci, 2021)
Rumah Sakit Umum (RS) Sari Asih Karawaci rumah sakit yang
terdapat di Kota Tangerang dan telah melayani cukup banyak
masyarakat termasuk bayi namun RSU tersebut belum memiliki
data mengenai jumlah bayi yang mendapatkan ASI di daerah
tersebut
HUBUNGAN RIWAYAT NEONATUS DENGAN
KEMATIAN ASFIKSIA PADA BAYI DI RUMAH SAKIT
SARI ASIH KARAWACI TANGERANG
TAHUN 2023
Proposal Skripsi
Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083
A. Latar Belakang
Kejadian asfiksia adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat bernafas spontan
dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan makin meningkatan
karbondioksida yang menimbulakn akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut
(Manuaba et al., 2018). Asfiksia merupakan salah satu penyebab kematian
terjadinya kematian neonatal. Kematian neonatal sendiri meruapakan indikator
derajat Kesehatan ibu dan anak dalam pelayanan obstetrik secara umum. Semakin
baik kualitas ibu hamil maka akan meningkatakan kualitas bayi yang akan
dilahirkan. Banyak program pelayanan Kesehatan yang sudah dilakukan oleh
pemerintah guna menurunkan angka kematian bayi dan sampai saat ini kematian
neonatal merupakan masalah yang sangat membutuhkan perhatian secara serius
dibeberapa negara termasuk Indonesia.
Angka Kematian Bayi menurut WHO 2015 angka kematian bayi di Indoensia
mencapai 27 per 1000 kelahiran, angkat kematian bayi di Indonesia masing sangat
tinggi jika dibandingkan negara-negara lain yang ada di ASEAN seperti Singapura
yang hanya 3 per 1000 kelahiran dan Malaysia yang hanya 5 per 1000 kelahiran.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang dilakukan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan angka kematian neonatal 19 per
1000 kelahiran hidup pada tahun 2012 dan 15 per 1000 kelahiran hidup pada tahun
2017. Menurut WHO (2016) ada 7000 kematian bayi baru lahir di dunia setiap
harinya . Di Indonesia terdapat 185 kematian per hari dengan angka kematian
neonatal sebanyak 15 kematian per 1000 kelahiran hidup. Tiga perempat kematian
neonatal terjadi pada minggu pertama dan sebanyak 40% meninggal dalam 24 jam
pertama yang salah satu penyebab utama kematiannya adalah asfikasia
(Kemenkes, 2019).
Ada beberapa penyebab kematian neonatal disebabkan berat badan lahir rendah,
asfiksia, tetanus, infeksi, dan masalah pemberian minum. Penyebab kematian
neonatal kelompok 0-7 hari adalah prematuritas dan BBLR 54% dan asfiksia lahir
46% (Prameswari, 2007). Menurut Katiandagho & Kusmiyati (2015) penyebab
terjadinya asfiksia adalah BBLR 36,9%, prematuritas 32,4% hipoksia 12%,
kelainan bawaan 6,8% partus macet 6,6%. Sedangkan dalam hasil penelitian
Rakhmawati & Pangesti (2017) menunjukkan bahwa penyebab asfiksia di
Indonesia adalah premature 46%, BBLR 25%, section sesaria 7% dan hipoksia
3%.
BBLR sangat rentan terhadap kematian bayi yang di sebabkan oleh asfiksia,
karena bayi tersebut lahir dengan kondisi fisik belum sepenuhnya dalam kondisi
baik,maka dari itu bayi dengan riawayat BBLR rentan terhadap asfiksia. Selain itu
BBLR juga merupakan salah satu penyebab kematian neonatal dini dan bayi yang
terlahir dengan BBLR di ikuti dengan asfiksia ini dikarenakan ketidakmatangan
organ tubuh yang dimiliki oleh bayi tersebut. Bayi prematur berisiko lebih tinggi
untuk mengalami kejadian asfiksia. Selain itu bayi yang lahir dari ibu dengan
kondisi yang memengaruhi kehamilan, seperti diabetes mellitus atau preeklamsia,
juga berisiko lebih besar. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Italian Journal
of Pediatrics mencatat, usia ibu atau berat bayi yang rendah saat lahir juga
merupakan faktor risiko.
Kelainan bawaan menjadi salah satu faktor reiko asfiksia. Data dari WHO
menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 8 juta bayi di seluruh dunia terlahir dengan
kelainan bawaan setiap tahunnya. Dari sekian banyak bayi yang terlahir dengan
kelainan bawaan tersebut, sekitar 300.000 bayi meninggal hanya dalam waktu
beberapa hari hingga 4 minggu setelah dilahirkan (WHO, 2018)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, riwayat prematur,
dan kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit Sari
Asih Karawaci Tangerang
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, prematur, dan
kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit Sari
Asih Karawaci Tangerang
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi BBLR pada bayi di
Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang.
b) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi riwayat prematur pada
bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
c) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi kelainan bawaan pada
bayi di Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
d) Untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi asfiksia pada bayi di
Rumah Sakit Sari Asih Karawaci Tangerang
e) Untuk mengetahui hubungan antara riwayat neonatus (BBLR, prematur,
dan kelainan bawaan) dengan kematian asfiksia pada bayi di Rumah Sakit
Sari Asih Karawaci Tangerang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi mahasiswa
khususnya mahasiswa keperawatan Universitas Sultan Agung Semarang
untuk melakukan penelitian selanjutnya dan meningkatkan pengetahuan
tentang kematian akibat asfiksia pada bayi
2. Manfaat bagi institusi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tolak ukur bagi RS Sari Asih
Karawaci Tangerang sebagai langkah dalam usaha peningkatan program-
program promotif dan preventif dalam menghadapi permasalahan asfiksia
pada bayi
3. Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka, serta
mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang sehat
seperti mencegah terjadinya kematian dengan asfiksia
4. Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus asfiksia
pada bayi .
HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN
KEJADIAN BERAT BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DI
RUMAH SAKIT SARI ASIH KARAWACI TANGERANG
TAHUN 2023
Proposal Skripsi
Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083
A. Latar Belakang
Cita-cita pembangunan manusia mencakup semua komponen pembangunan yang
tujuan akhirnya ialah kesejahteraan masyarakat. Subtainable Deploment Goals
(SDGs) adalah sebuah kesepakatan pembangunan baru penganti Millenium
Development Goals (MDGs), program SDGs terdiri dari 17 Tujuan dan 169 target
spesifik Ke 17 tujuan tersebut salah satunya adalah “Menurunkan angka kematian
bayi atau anak” (Ermalena, 2017). Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2015, masih cukup
tinggi yaitu 22 per 1.000 kelahiran hidup yang berkaitan dengan kehamilan dan
persalinan.Demikian juga Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan pada tahun
2020 adalah 189 per 100.000 dengan rate tertinggi 565 terjadi di Provinsi Papua
dan rate terendah di Provinsi DKI Jakarta yaitu 48, angka ini masih jauh dari
target Sustainable Development Growth AKI yang ditetapkan oleh World Health
Organization (WHO) adalah 70 per 100 ribu kelahiran hidup. Dan salah satu
penyebab kematian bayi baru lahir (neonatus) yang terbanyak di Indonesia yang
dihadapi saat ini adalah Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang beresiko
meningkatkan kematian bayi. Artinya angka kematian bayi akan meningkat bila
kejadian BBLR meningkat (Kemenkes, 2018).
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa
memandang masa kehamilannya yang dapat terjadi akibat dari prematuritas
(persalinan kurang bulan atau prematur). Neonatus dengan berat badan lahir
kurang dari 2500 gram atau sama dengan 2500 gram disebut premature
(Proverawati, 2013).BBLR merupakan salah satu faktor resiko yang mempunyai
kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada massa perinatal. Selain itu bayi
BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh kembang
selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Bayi dengan
BBLR hingga saat ini masih merupakan masalah diseluruhdunia karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada bayi baru lahir (Properawati,
2013).
Faktor lain yang mempengaruhi kejadian BBLR adalah kadar haemoglobin ibu
hamil. Ibu hamil yang kekurangan zat besi akan cenderung melahirkan bayi
dengan BBLR karena kebutuhan akan zat besi meningkat selama kehamilan,
seiring dengan pertumbuhan janin dan aktivitas ibu sehari-hari yang
membutuhkan zat besi lebih banyak, kadar haemoglobin menunjukan status
anemia. Anemia adalah berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah atau masa haemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsi sebagai
pembawa oksigen keseluruh jaringan (Andria, 2017). Seorang ibu hamil
dikatakan anemia jika kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl atau hematokrit kurang
dari 33% (Prawirohardjo, 2018).
Pada ibu yang mengalami anemia ringan selama masa kehamilan dapat
mengakibatkan terjadinya kelahiran prematur danBBLR. Sedangkan pada ibu
hamil yang mengalami anemia berat dapat meningkatkan risiko morbiditas dan
mortalitas pada ibu maupun bayi yang dilahirkan. Selain itu anemia juga dapat
mengakibatkan tumbuh kembang janin dalam rahim menjadi terhambat, Ketuban
Pecah Dini (KPD) (Proverawati, 2013). Hal ini sejalan dengan pernyataan
Departemen Kesehatan RI Tahun 2018 bahwa anemia pada ibu hamil dapat
berpengaruh terhadap berat bayi lahir rendah (BBLR).
Penelitian tentang hubungan anemia dengan BBLR telah dilakukan oleh beberapa
peneliti seperti yang dilakukan oleh Suryati (2014) di Puskesmas Air Dingin Kota
Padang memperlihatkan terdapat pengaruh Anemia dan KEK pada waktu hamil
dengan kejadian BBLR. Dan penelitian yang dilakukan oleh Estiningtyas (2020)
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta mendapatkan bahwa terdapat 19 kasus ibu
hamil dengan anemia, 15 ibu diantaranya melahirkan BBLR. Penelitian terhadap
hubungan Anemia dengan kematian neonatal telah dilakukan oleh beberapa
peneliti, seperti Bhalerao (2021) menunjukkan terjadi peningkatan risiko 3,2 kali
lebih besar untuk terjadi kematian perinatal pada kelompok ibu hamil yang
mengalami anemia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan antara Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian
Berat badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun
2023
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian
Berat badan Lahir Rendah (BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang
Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi anemia pada ibu hamil yang
bersalin di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
c) Untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan
kejadian BBLR di RS Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoriti
a) Bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang BBLR
dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
serta untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian dan sebagai masukan yang dapat dijadikan
sebagai sumbangan pemikiran dan perbandingan bagi peneliti dimasa
yang akan datang serta untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya tentang hubungan anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi tempat penelitian
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi RS agar lebih memperhatikan
masalah BBLR sebagai salah satu faktor resiko penyebab kematian
bayi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menurunkan
angka kematian bayi
b) Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka,
serta mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang
sehat seperti mencegah terjadinya kematian akibat anemia pada BBLR
c) Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus BBLR
pada bayi .
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF TERHADAP
KEJADIAN DIARE PADA BAYI USIA 0-12 BULAN
DI RUMAH SAKIT SARI ASIH KARAWACI
TANGERANG TAHUN 2023
Proposal Skripsi
Oleh
ITA ROSITA PURNAMASARI
NIM : 30902300083
A. Latar Belakang
Diare didefinisikan sebagai tidak normalnya buang air besar atau
meningkatnya frekuensi dan jumlah tinja dengan konsistensi yang lebih cair
dari biasanya (Kay et al, 2018). Diarepada anak dinyatakan jika frekuensi BAB
melebihi tiga kali per hari disertai perubahan konsistensi tinja, sedangkan
definisi diare pada bayi dapat diartikan sebagai meningkatnya frekuensi BAB
atau berubahnya konsistensi menjadi cair di luar dari biasanya atau abnormal
menurut ibunya (Subagyo, 2018). Diare berdasarkan penyebabnya dibagi dua
yaitu diare infeksi dan diare non-infeksi. Penyebab diare infeksi adalah bakteri,
virus atau parasite denganpenyebab diare yang paling sering pada anak adalah
Rotavirus. Diare non-infeksi disebabkan olehintoksikasi makanan, alergi,
malabsorpsi, imunodefisiensi, terapi obat, dan lain-lain.
Diare merupakan salah satu penyakit utama penyebab kematian pada bayi dan
anak. World Health Organization (WHO pada tahun 2017 menyatakan sekitar
1,7 milyar kasus diare terjadi setiap tahunnya diseluruh dunia.Pada tahun yang
sama, UNICEF juga menyatakan angka kematian akibat diare pada anak di
seluruh dunia perharinya, yaitu 1.300 atau sekitar 480.000 per tahunnya.
United Nation Inter-agency Group for Child Mortality Estimation(UN IGME)
(2019) melaporkan tingkat kematian anak usia 1-11 bulan di dunia pada tahun
2018 adalah sekitar 1,5 juta kematian dengan 8,3% disumbangkan oleh diare
sebagai penyebab kematian anak usia dibawah 5 tahun (UNIGME, 2019).
Pemberian ASI eksklusif adalah salah satu upaya untuk pencegahan diare
pada bayi terutama dibawah 1 tahun. Pada sudi yang dilakukan oleh BJC Perera
dkk di Sri Lanka membuktikan adanya proteksi terhadap infeksi pada bayi selama
periode pemberian ASI eksklusif. Saat bayi lahir dan beberapa bulan
setelahnya, fungsi organ tubuhnya belum sempurna sehingga belum dapat
memproduksi perlindungan atau kekebalan tubuhnya sendiri. Sistem pencernaan
pada bayi juga belum memiliki perlindungan terhadap benda asing seperti
bakteri atau virus. Pemberian ASI dapat memberikan perlindungan pada bayi.
Air susu ibu mengandung bermacam-macam faktor kekebalan, baik yang
spesifik maupun yang non-spesifik, seperti bifidus factor, lisozim, laktoferin,
imunoglobulin dan lain-lain. Imunoglobulin A sekretori adalah salah satu
komponen ASI yang berperan dalam mencegah kuman patogen melekat pada
dinding mukosa usus halus serta menghambat proliferasinya. Khasiat anti-
adhesif ini dapat melindungi tubuh dari berbagai infeksi dan mencegah
terjadinya diare. Imunoglobulin G dan M (IgG dan IgM) juga disekresikan
dalam ASI dengan kadar yang cukup serta ikut berkontribusi sebagai imunitas
pasif.14Oleh karena adanya imunoglobulin dan komponen imunitas lainnya
dalam ASI, bayi yang diberi ASI memiliki tingkat kesakitan dan kematian
akibat diare lebih rendah dari bayi yang tidak diberi ASI.
Berdasarkan data WHO dan UNICEF didapatkan lebih dari 820.000 anak balita
dapat diselamatkan dari berbagai penyakit setiap tahunnya jika pada usia 0-12
bulan mereka diberi ASI yang optimal. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan pemberian ASI eksklusif di Provinsi
Banten pada tahun 2018 adalah sekitar …..%. Angka ini masih lebih rendah
dari target Perencanaan Strategis (Renstra) Nasional tahun 2018 yaitu 47%.
American Academy of Pediatrics(AAP) dan WHO menyarankan agar bayi
diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan dan dilanjutkan
hingga 1 tahun atau lebih bersamaan dengan pemberian makanan pen-
damping. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia juga menyatakan hal
yang sama mengenai anjuran pemberian ASI eksklusif terhadap bayi
sehubungan dengan pentingnya peranan ASI untuk mencegah terjadinya infeksi
khususnya diare.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian diare
pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci Tangerang.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci
Tangerang Tahun 2023
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui distribusi frekuensi pemberian ASI EKsklusif di RS
Sari Asih Karawaci Tangerang Tahun 2023
b) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Diare di RS Sari Asih
Karawaci Tangerang Tahun 2023
c) Untuk mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap
kejadian diare pada bayi usia 0-12 bulan di RS Sari Asih Karawaci
Tangerang
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoriti
a) Bagi institusi Pendidikan Universitas Sultan Agung Semarang
Dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan peneliti tentang BBLR
dan mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
serta untuk menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian dan sebagai masukan yang dapat dijadikan
sebagai sumbangan pemikiran dan perbandingan bagi peneliti dimasa
yang akan datang serta untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
khususnya tentang hubungan anemia pada ibu bersalin dengan
kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi tempat penelitian
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi RS agar lebih memperhatikan
masalah BBLR sebagai salah satu faktor resiko penyebab kematian
bayi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan dalam menurunkan
angka kematian bayi
b) Manfaat Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi ibu hamil agar
mempersiapkan sebaik mungkin persalinan atau kelahiran bayi mereka,
serta mempersiapkan kehamilan yang sehat agar menciptakan bayi yang
sehat seperti mencegah terjadinya kematian akibat BBLR
c) Manfaat bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan tentang kasus BBLR
pada bayi .