Anda di halaman 1dari 12

LITERATURE REVIEW HUBUNGAN KETUBAN PECAH

DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA


NEONATORUM

NASKAH PUBLIKASI

Disusun oleh:
Sri Wiyanti
1910104062

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LITERATURE REVIEW HUBUNGAN KETUBAN PECAH
DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA
NEONATORUM

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Sebagai Syarat Mencapai Gelar


Sarjana Terapan Kebidanan
Program Studi Kebidanan Program Sarjana Terapan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah
Yogyakarta

Disusun oleh:
Sri Wiyanti
1910104062

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA TERAPAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LITERATURE REVIEW HUBUNGAN KETUBAN PECAH
DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA
NEONATORUM 1
Sri wiyanti2, Sholaikhah Sulistyoningtyas3
Email: Sriwiyanti4797@gmail.com

Abstrak: Kejadian ketuban pecah dini di Indonesia terjadi pada 6-20% kehamilan,
yang sangat berpengaruh pada kehamilan dan persalinan, makin lama jarak antara pecahnya
selaput ketuban makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim yang dapat meningkatkan
kejadian morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi. Komplikasi yang paling sering terjadi
pada KPD adalah sindrom distres pernapasan yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir
dan menyebabkan hipoksia. Dampak buruk asfiksia neonatorum bila berlangsung
terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir.
Tujuan penelitian ini untuk menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu
terjadi kemudian melakukan analisis dinamika kolerasi antara fenomena atau faktor
resiko dengan adanya faktor efek yang mengenai pengetahuan hubungan ketuban
pecah dini dengan kejadian asfiksia neonatorum. Penelitian ini menggunakan metode
literature review dengan menggunakan strategi secara komprehensif baik nasional
maupun internasional seperti artikel dalam database jurnal penelitian, pencarian
melalui internet, tinjauan ulang artikel antara lain proquest, EBSCO, PUBMED dan
juga Google scholer. Pada tahap awal pencarian artikel menggunakan kata kunci”
Hubungan Ketuban Pecah dini dengan kejadian Asfiksia neonatorum, Ketuban pecah
dini, Asfiksia Neonatorum, Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Ketuban Pecah
Dini, Faktor- FaktorYang menyebabkan Asfiksia Neonatorum”. Digunakan 10 jurnal
artikel sebagai referensi. Kemudian memilih artikel yang sesuai dengan yang di
butuhkan oleh penulis yaitu dengan mengevaluasi tulisan ilmiah dengan memastikan
apakah literature berasal dari dari sumber terpercaya. Lalu informasi dari literature
yang tersedia harus lengkap dan mencakup bidan yang di teliti. Hasil penelitian
literature review ini menunjukkan bahwa ada hubungan ketuban pecah dini dengan
kejadian asfiksia neonatorum. Sehingga diperlukan adanya upaya preventif dengan
memberikan informasi yang baik pada ibu hamil terkait faktor resiko
kegawatdaruratan maternal dan neonatal.

Kata kunci : Asfiksia Neonatorum, Ketuban Pecah Dini

Abstract: The incidence of premature rupture of membranes in Indonesia occurs in 6-


20% of pregnancies, which greatly affects pregnancy and childbirth. The longer the
distance between the rupture of the membranes, the greater the possibility of infection
in the uterus which can increase the incidence of maternal and infant morbidity and
mortality. The most common complication in PROM is respiratory distress syndrome
which occurs in 10-40% of newborns and causes hypoxia. Bad effects of asphyxia
neonatorum if it goes too far can result in brain damage and death in newborns. The
purpose of this study is to explore how and why this health phenomenon occurs and
then to analyze the dynamics of the correlation between the phenomena or risk factors
with the effect factors that affect the knowledge of the relationship between premature
rupture of membranes and the incidence of neonatal asphyxia. This study used a
literature review method using a comprehensive national and international strategy
such as articles in research journal databases, internet searches, article reviews
including Proquest, EBSCO, PUBMED and Google Scholer. In the early stages of
searching for articles using the keyword "Relationship of premature rupture of
membranes with incidence of asphyxia neonatorum, premature rupture of membranes,
asphyxia neonatorum, factors associated with premature rupture of membranes, factors
that cause neonatal asphyxia". 10 journal articles were used as references, then chose
the article that suits what the author needs, namely by evaluating scientific writing by
ensuring whether the literature was from trusted sources. Then the information from
the available literature was completed and included the midwife studied. The results
of this literature review study indicate that there is a relationship between premature
rupture of membranes and the incidence of neonatal asphyxia. Thus, it is necessary to
have preventive efforts by providing good information to pregnant women regarding
risk factors for maternal and neonatal emergencies.
Key words : Asphyxia Neonatorum, Premature Rupture of Membranes

PENDAHULUAN setelah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)


Angka Kematian Bayi (AKB) di (Profil Kesehatan Indonesia, 2017).
Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Secara umum kasus kematian
World Health Organization (WHO) bayi di DiIY pada tahun 2017 yaitu 313.
(2016), setiap tahunnya 4 juta bayi Kasus kematian bayi tertinggi di
meninggal karena asfiksia pada saat Kabupaten Bantul (108 kasus) dan
lahir, hal tersebut mewakili sekitar 38% terendah di Kota Yogyakarta (33 kasus).
dari semua kematian pada anak dibawah Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten
umur 5 tahun. Di Negara yang Bantul antara lain: Asfiksia 14 kasus,
berpenghasilan rendah, 23% kematian BBLR 22 kasus, infeksi 7, dan karena
pada bayi baru lahir disebabkan oleh penyebab penyakit lainya (seperti
asfiksia. Laporan WHO juga aspirasi, diare, pendarahan intracranial,
menyebutkan bahwa Angka Kematian kelainan bawaan) (Profil Kesehatan
Bayi (AKB) akibat asfiksia kawasan Kabupaten Bantul, 2018).
Asia Tenggara merupakan kedua yang Berdasarkan hasil penelitian
paling tinggi yaitu sebesar 142 per 1000 yang dilakukan oleh Rambe, 2018
setelah Afrika. Di tahun 2011, Indonesia diketahui bahwa dari 167 responden ibu
merupakan negara dengan AKB dengan bersalin spontan dengan KPD di RSUD
asfiksia tertinggi kelima untuk negara Gunungsitoli mayoritas responden
ASEAN yaitu 35 per 1000, dimana melahirkan bayi asfiksia yaitu 95 orang
Myanmar 48 per 1000, Laos dan Timor (56,9%) sedangkan responden yang tidak
Laste 48 per 1000, Kamboja 36 per 1000. melahirkan bayi asfiksia 72 orang
Berdasarkan hasil Survei (43,1%). Dan dari 167 responden yang
Demografi Indonesia (SDKI) tahun tidak KPD mayoritas tidak asfiksia
2017, menunjukan jumlah Angka neonatorum 132 (79%) dan asfiksia
Kematian Neonatal sebesar 15 per 1000 neonatorum 35 (21%) dengan nilai p <
kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi 0,005 yang artinya terdapat hubungan
24 per 1000 kelahiran hidup dan Angka antara ketuban pecah dini dengan
Kematian Balita 32 per 1000 kelahiran kejadian asfiksia neonatorum.
hidup. Penyebab kematian bayi baru Menurut WHO (2012), Asfiksia
lahir di Indonesia, salah satunya asfiksia pada bayi baru lahir menempati
yaitu sebesar 27% yang merupakan penyebab kematian bayi ke 3 di dunia
penyebab ke-2 kematian bayi baru lahir dalam periode awal kehidupan. Faktor
risiko asfiksia pada bayi baru lahir dapat
dilihat pada masa antepartum, penanganan komplikasi yang terjadi
intrapartum dan janin. (Rahmawati dan pada bayi dan ibunya kepada petugas
Mahdalena, 2016). Beberapa faktor yang kesehatan yang dianggapnya kompeten
mempengaruhi asfiksia pada bayi baru dan mampu menanganinya.
lahir diantaranya adalah; a) faktor ibu Menurut Peraturan Menteri
yaitu post-term, hipertensi, Preeklamsia, Kesehatan Republik Indonesia No. 53
ketuban pecah dini; b) faktor persalinan tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
yaitu persalinan lama, persalinan letak Neonatal Esensial pada pasal 4
sungsang, persalinan sectio caesarea; c) disebutkan bahwa pelayanan neonatal
faktor janin yaitu prematur, lilitan tali esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam
pusat; d) faktor plasenta, yaitu solutio diantaranya menjaga bayi tetap hangat,
plasenta, plasenta previa, tali pusat inisiasi menyusu dini, pemotongan dan
(Sagita, 2015). perawatan tali pusat, pemberian suntikan
Salah satu penyebab asfiksia vitamin K1, pemberian salep mata
adalah ketuban pecah dini. Ketuban antibiotik, pemberian imunisasi hepatitis
pecah dini terjadi pada 6-20% B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir,
kehamilan, yang sangat berpengaruh pemantauan tanda bahaya, penanganan
pada kehamilan dan persalinan, makin asfiksia bayi baru lahir, pemberian tanda
lama jarak antara pecahnya selaput identitas diri, dan merujuk kasus yang
ketuban makin besar kemungkinan tidak dapat ditangani dalam kondisi
infeksi dalam rahim yang dapat stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan
meningkatkan kejadian morbiditas dan kesehatan yang lebih mampu (Kemenkes
mortalitas ibu dan bayi (Rambe, 2018). RI, 2016).
Ketuban Pecah Dini (KPD) Kementerian Kesehatan
merupakan komplikasi yang menyusun program Expanding Maternal
berhubungan dengan kehamilan kurang and Neonatal Survival (EMAS) yang
bulan, dan mempunyai kontribusi yang diharapkan dapat menurunkan angka
besar pada angka kematian perinatal kematian ibu dan neonatal sebesar 25%.
pada bayi yang kurang bulan. Program EMAS berupaya menurunkan
Komplikasi paling sering terjadi pada angka kematian ibu dan angka kematian
KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu neonatal melalui meningkatkan kualitas
adalah sindrom distress pernafasan pelayanan emergensi obstetri dan bayi
(RDS), yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir minimal di 150 Rumah Sakit
baru lahir dan menyebakan hipoksia dan PONEK dan 300 Puskesmas/Balkesmas
asfiksia pada bayi (Sagita, 2015). PONED) dan memperkuat sistem
Dampak buruk asfiksia rujukan yang efisien dan efektif antar
neonatorum yang dapat mengakibatkan puskesmas dan rumah sakit. Upaya
kematian pada bayi baru lahir, sehingga percepatan penurunan AKI dapat
perlu adanya perhatian khusus terhadap dilakukan dengan menjamin agar setiap
masalah ini. Masyarakat beranggapan ibu mampu mengakses pelayanan
bahwa kelahiran seorang anak kesehatan ibu yang berkualitas, seperti
merupakan suatu hal yang pelayanan kesehatan ibu hamil,
membahagiakan, sehingga masyarakat pertolongan persalinan oleh tenaga
sangat ingin menjaga kehamilan sampai kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan
persalinan. Sebagian masyarakat kesehatan, perawatan pasca persalinan
beranggapan bahwa adanya komplikasi bagi ibu dan bayi, perawatan khusus dan
saat persalinan pada bayinya akan rujukan jika terjadi komplikasi,
menentukan tingkat kesejahteraan bayi kemudahan mendapatkan cuti hamil dan
pada tahap selanjutnya, sehingga melahirkan, dan pelayanan keluarga
masyarakat sangat menyerahkan
berencana (Profil Kesehatan Indonesia, dan 1%-2% kemungkinan mengalami
2017). kematian janin. Pasien yang mengalami
ketuban pecah dini 50%-75% akan
METODE PENELITIAN mengalami persalinan secara spontan
dalam waktu 48 jam, 33% akan
Penelitian ini menggunakan mengalami sindrom gawat napas, 32%-
literature review. Metode yang 76% mengalami kompresi tali pusat,
digunakan dalam literature review ini 13%-60% mengalami khorioamnionitis,
menggunakan strategi secara 4%-12% mengalami abruption plasenta,
komprehensif baik nasional maupun dan 1%-2% kemungkinan mengalami
internasional, seperti artikel dalam kematian janin. Semakin lama KPD,
database jurnal penelitian, pencarian semakin besar kemungkinan komplikasi
melalui internet, tinjauan ulang artikel yang terjadi, sehingga meningkatkan
antara lain Proquest, EBSCO, dan juga risiko asfiksia.
Google Scholer. Pada tahap awal
pencarian artikel menggunakan kata 2. Kejadian Asfiksia Neonatorum
kunci” Hubungan Ketuban Pecah dini Peneliti telah melakukan
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum, literature review dengan beberapa
faktor-faktor yang berhubungan dengan jurnal, dari jurnal yang di dapatkan
kejadian asfiksia neonatorum, ketuban bahwa penyebab tingginya angka
pecah dini, asfiksia neonatorum”. kematian bayi antara lain karena
pertumbuhan janin yang terlambat
PEMBAHASAN (25,53%), kurangnya oksigen dalam
Penelitian ini dilakukan untuk Rahim (hipoksia intra uterine)(21,24)
mengetahui hubungan ketuban pecah dan kegagalan bernafas secara
dini dengan kejadian asfiksia spontan dan teratur pada saat lahir
neonatorum. Analisis data dilakukan atau beberapa saat setelah lahir (
dengan melakukan literature review Asfiksia Neonatorum) yaitu sebesar
pada sepuluh jurnal di 10 tahun terakhir (29,23%) dan masalah kesehatan
terkait dengan penelitian ini. lainya selama periode perinatal
1. Kejadian Ketuban Pecah dini (depkes RI, 2010). Pada periode
Peneliti telah melakukan intranatal, masalah bayi disebabkan
literature review dengan beberapa jurnal, oleh adanya infeksi dan diperlukan
dari jurnal pada tujuan univariat saat lahir. Infeksi lebih sering
didapatkan bahwa kejadian Ketuban dikarenakan kuman misalnya pada
Pecah dini merupakan masalah penting keadaan ketuban pecah dini, partus
yang berkaitan dengan komplikasi, lama dan pada ibu yang menderita
meliputi kelahiran kurang bulan, gonorea. Sedangkan pada masa
sindrom gawat napas, kompresi tali postnatal biasanya kelanjutan dari
pusat, khorioamnionitis, abruptio masalah/ gangguan pada masa
plasenta, sampai kematian janin yang antenatal dan intranatal (Jumiarni,
meningkatkan mortalitas dan morbiditas 2011).
perinatal Pasien yang mengalami 3. Hubungan Ketuban Pecah dini
ketuban pecah dini 50%-75% akan Dengan Kejadian Asfiksia
mengalami persalinan secara spontan Neonatorum
dalam waktu 48 jam, 33% akan Berdasarkan hasil literature
mengalami sindrom gawat napas, 32%- review yang telah dipaparkan terdapat
76% mengalami kompresi tali pusat, sepuluh jurnal mengenai Hubungan
13%-60% mengalami khorioamnionitis, Ketuban Pecah Dini dengan Kejadian
4%-12% mengalami abruption plasenta, Asfiksia Neonatorum, dari sepuluh
artikel ini rata-rata ibu spontan dan H0 ditolak yang berarti terdapat
dengan ketuban Pecah dini mayoritas hubungan yang signifikan antara
melahirkan bayi asfiksia. ketuban pecah dini dengan kejadian
Pada penelitian yang dilakukan asfiksia neonatorum. ketuban pecah
oleh Linehan (2016), menyebutkan dini yang terlalu lama sehingga dapat
bahwa pada ibu yang melahirkan menyebabkan janin mengalami
dengan ketuban pecah dini masalah dalam transport O2 yang bisa
berdampak pada terjadinya terjadi hipoksia pada janin. Pada ibu
komplikasi pada bayi yang yang bersalin dengan ketuban pecah
dilahirkannya, dimana semua bayi dini bayinya akan mengalami asfiksia
yang dipindahkan ke NICU memiliki neonatorum sebesar 1.65 kali
morbiditas pernapasan yang dibandingkan pada ibu bersalin yang
signifikan dan dikelola dengan tidak mengalami mengalami ketuban
ventilasi mekanis, oksida nitrat, dan pecah dini.
surfaktan. Sehingga dalam penelitian Pada penelitian yang dilakukan
ini menyimpulkan bahwa pada setiap oleh Meiriza (2016), menyebutkan
ibu yang melahirkan dengan bahwa ibu yang bersalin dengan KPD
komplikasi ketuban pecah dini beresiko mengalamai asfiksia yang
mempunyai morbiditas neonatal yang disebabkan karena aliran nutrisi dan
tinggi. O2 tidak cukup, sehingga
ketuban pecah dini yang terlalu menyebabkan metabolism janin
lama sehingga dapat menyebabkan menuju metabolisme anaerob dan
janin mengalami masalah dalam terjadi penimbunan asam laktat dan
transport O2 yang bisa terjadi piruvat yang merupakan hasil akhir
hipoksia pada janin. Apabila nilai dari metabolisme anaerob. Keadaan
apgar skor tersebut semakin buruk ini akan menimbulkan kegawatan
yaitu dibawah 3 pada menit ke 10, 15, janin (fetal distress) intrauteri yang
dan 30, akan menyebabkan anak akan berlanjut menjadi asfiksia
tersebut mengalami kerusakan syaraf neonatorum pada bayi baru lahir.
dalam waktu yang panjang serta yang Pada penelitian
paling parah bisa menyebabkan Wiradharma, (2013) menyebutkan
kerusakan pada otaknya. Oleh karena bahwa Ketuban pecah dini merupakan
itu diharapkan bisa mencegah masalah penting yang berkaitan
terjadinya ketuban pecah dini agar dengan komplikasi, meliputi
tidak terjadi masalah pada bayi kelahiran kurang bulan, sindrom
dikemuadian hari (Judarwanto, 2012). gawat napas, kompresi tali pusat,
Hal ini sesuai dengan penelitian khorioamnionitis, abruptio plasenta,
yang pernah dilakukan sebelumnya sampai kematian janin yang
oleh Stephanie (2016) di RSUD meningkatkan mortalitas dan
Ambarawa bahwa terdapat hubungan morbiditas perinatal. Pasien yang
antara ketuban pecah dini dengan mengalami ketuban pecah dini 50%-
asfiksia neonatorum, dimana bayi 75% akan mengalami persalinan
dengan ketuban pecah dini berisiko secara spontan dalam waktu 48 jam,
2.809 kali lebih besar terkena asfiksia 33% akan mengalami sindrom gawat
neonatorum dibandingkan bayi yang napas, 32%-76% mengalami
tidak ketuban pecah dini. Dari hasil kompresi tali pusat, 13%-60%
uji statistik didapatkan nilai Chi mengalami khorioamnionitis, 4%-
kuadrat sebesar 96.066 dengan p- 12% mengalami abruption plasenta,
value (nilai signifikansi) sebesar dan 1%-2% kemungkinan mengalami
0.000 (< 0.05) sehingga H1 diterima kematian janin. Semakin lama KPD,
semakin besar kemungkinan pada trimester kedua dan 2 kali pada
komplikasi yang terjadi, sehingga trimester ketiga dan ibu juga harus
meningkatkan risiko asfiksia. memperhatikan kesehatannya guna
Ketuban pecah dini dapat mencegah kelainan pada saat hamil
mengakibatkan asfiksia, baik akibat agar nantinya tidak ada komplikasi
kelahiran kurang bulan, sindrom saat persalinan dan mengurangi resiko
gawat napas, gangguan plasenta terjadinya asfiksia.
maupun infeksi. Terjadinya asfiksia Beberapa Penelitian memiliki arti
seringkali diawali infeksi yang terjadi hubungan KPD dengan Asfiksia
pada bayi, baik pada bayi cukup bulan neonatorum rendah, maka peneliti
terlebih lagi pada bayi kurang bulan, menyimpulkan terdapat faktor lain
dengan infeksi keduanya saling yang dapat menyebabkan terjadinya
mempengaruhi. Ketuban pecah dini asfiksia neonatorum, salah satunya
dapat memudahkan infeksi asenden. yaitu persalinan premature, Faktor
Infeksi tersebut dapat berupa Presentasi Puncak kepala, BBLR.
amnionitis dan korionitis atau Menurut Winkjosastro (2010),
gabungan keduanya disebut persalinan premature beresiko
korioamnionitis. Selain itu menyebabkan terjadinya asfiksia
korioamnionitis dapat dihubungkan neonatorum pada ayi yang dilahirkan
dengan lama pecah selaput ketuban, karena imaturitas organ terutama
jumlah kali periksa dalam dan pola paru-paru yang menyababkan
kuman terutama grup Staphylococus. kegagalan bernafas spontan pada
Sepsis awitan dini sering menit awal kelahirannya. Dimana
dihubungkan dengan infeksi paru-paru terbentuk dan mengalami
intranatal, sedangkan sepsis awitan proses pematangan secara bertahap.
lambat sering dihubungkan dengan Organ ini merupakan organ yang
infeksi pascanatal terutama terbentuk sempurna paling akhir yaitu
nosocomial. di usia kehamilan 37-38 minggu.
KPD merupakan salah satu faktor Ketuban pecah dini merupakan
penyebab asfiksia, suatu hal penting komplikasi yang berhubungan dengan
untuk diperhatikan terutama oleh kehamilan kurang bulan, dan
tenaga kesehatan sehubungan dengan mempunyai kontribusi yang besar
komplikasi yang dapat di timbulkan pada angka kematian perinatal pada
akibat dari ketuban pecah dini seperti bayi yang kurang bulan. Komplikasi
infeksi pada ibu dan janin yang akan yang paling sering terjadi pada KPD
di lahirkannya, terjadinya sebelum usia kehamilan 37 minggu
prematuritas dan RDS (Respiration adalah sindrom distres pernapasan
Dystress Syndrome), hal tersebut (RDS), yang terjadi pada 10-40% bayi
akan meningkatkan mortalitas dan baru lahir dan menyebabkan hipoksia
morbiditas perinatal dan asfiksia pada bayi (Sagita, 2015).
KPD dapat dicegah dengan cara Menurut Stephanie (2016),
pencegahan infeksi oleh tenaga Faktor Presentasi Puncak Kepala
kesehatan yang benar, melakukan yang tidak terduga seperti pada
penyuluhan tentang kebiasaan hidup presentasi muka juga memungkinkan
sehat seperti tidak merokok, terjadinya gawat janin, karena partus
mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak maju sehingga mengalami fetal
minum yang cukup dan olahraga distress dan mengarah ke hipoksia
teratur. Pemeriksaan kehamilan yang janin dan berakhit pada asfiksia bayi
teratur minimal 4 kali pemeriksaan, 1 baru lahir.
kali pada trimester pertama, 1 kali
Pada penelitian yang dilakukan hubungan ketuban pecah dini dengan
oleh Rahmawati (2016) Berat badan Kejadian Asfiksia neonatorum, maka
Lahir Rendah terdapat kesesuaian demikian penulis menarik kesimpulan
dengan kejadian asfiksia neonatorum. bahwa ada hubungan antara ketuban
Hal ini dikarenakan bayi yang lahir pecah dini dengan kejadian asfiksia
dengan berat badan < 2500 gram neonatorum. Karena diketahui Ketuban
biasanya diakibatkan komplikasi pecah dini mempengaruhi asfiksia
kehamilan yang alami oleh ibu di karena terjadinya oligohidramnion yang
masa kehamilan seperti anemia, menekan tali pusat sehingga tali pusat
kelahiran premature dan lain mengalami penyempitan dan aliran
sebagainya. komplikasi seperti ini lah darah yang membawa oksigen ibu ke
yang pada akhirnya berpengaruh bayi terhambat sehingga menimbulkan
terhadap kejadian asfiksia asfiksia atau hipoksia. Terdapat
neonatorum pada bayi diwaktu hubungan antara terjadinya gawat janin
kelahiran. Karena berat badan bayi dan derajat oligohidramnion, semakin
lahir rendah sering di pengaruhi oleh sedikit air ketuban, janin semakin gawat
persalinan pre-term, sehingga organ ini ditemukan baik dilapangan maupun
dari alat pernafasan belum dalam di rumah sakit rujukan di Indonesia
keadaan terbentuk sempurna. (Prawirohardjo, 2010).
Pada penelitian yang dilakukan KPD dapat dicegah dengan cara
oleh Rahmawati, (2016) pencegahan infeksi oleh tenaga
menyebutkan ada juga bayi yang tidak kesehatan yang benar, melakukan
BBLR tetapi mengalami kejadian penyuluhan tentang kebiasaan hidup
asfiksia neonatorum, hal ini sehat seperti tidak merokok,
dikarenakan banyak faktor yang mengkonsumsi makanan yang sehat,
menyebabkan bayi lahir dengan minum yang cukup dan olahraga teratur.
keadaan asfiksia yaitu seperti ketuban Pemeriksaan kehamilan yang teratur
pecah dini yang di alami oleh ibu, minimal 4 kali pemeriksaan, 1 kali pada
pernah adanya catatan obstetri jelek trimester pertama, 1 kali pada trimester
pada ibu, serta infeksi intrauterine, kedua dan 2 kali pada trimester ketiga
serta rendahnya fungsi plasenta, dan ibu juga harus memperhatikan
Akibat proses penuaan plasenta maka kesehatannya guna mencegah kelainan
pemasokan makanan dan oksigen pada saat hamil agar nantinya tidak ada
menurun sehingga bayi mengalami komplikasi saat persalinan dan
berbagai macam bahaya janin seperti mengurangi resiko terjadinya asfiksia.
asfiksia neonatorum. B. Saran
Adapun saran yang dapat peneliti
KESIMPULAN DAN SARAN berikan dari literature review ini
A. Simpulan adalah sebagai berikut:
Ketuban Pecah Dini adalah suatu 1. Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta
keadaan pecahnya selaput ketuban Diharapkan dapat
sebelum waktu melahirkan, yang bisa memperlengkap referensi pada
terjadi pada akhir kehamilan maupun perpustakan, agar penelitian
jauh sebelum waktu melahirkan. selanjutnya mudah dilakukan, dan
Sedangkan asfiksia neonatorum adalah diharapkan dapat menjadi bahan
keadaan bayi baru lahir yang tidak pertimbangan atau masukan untuk
bernapas secara spontan segera setelah melakukan penelitian yang
lahir. berkaitan dengan hubungan antara
Berdasarkan analisa yang telah ketuban pecah dini dengan kejadian
dilakukan oleh penulis mengenai asfiksia neonatorum.
2. Peneliti selanjutnya Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir di
Diharapkan dapat mempelajari Ruang Medical Record RSUD
terkait hubungan antara ketuban Pariaman. Jurnal Ilmiah
pecah dini dengan kejadian asfiksia Kebidanan, Vol.7 No 1; 29-40
neonatorum dan mampu melengkapi
penelitian ini dengan informasi Meiriza Wira. (2016). Hubungan
terbaru sehingga mampu Ketuban Pecah Dini dengan
menyempurnakan penelitian ini. Kejadian Asfiksia Neonatorum.
Jurnal Kesehatan perintis, Vol 3
DAFTAR PUSTAKA Nomor 2.

Dinas Kesehatan DI Yogyakarta. (2017). Nazneen, S., Begum, F. & Nargis, S.,
Profil Kesehatan Provinsi DI (2013). Premature Rupture of
Yogyakarta Tahun 2017. Membrane -A Clinical Study In
Yogyakarta: Dinas Kesehatan. Comilla Medical College Hospital.
Bangladesh J Obstet Gynaecology,
Judarwanto, W. (2012). Asuhan 28(2)
Neonatus dan Balita. Jakarta:
Salemba Medika. Novisye K dan Kusmiyati. (2015).
Faktor-faktor yang Berhubungan
Kantiandagho, N & Kusmiyati. (2015). dengan Kejadian Asfiksia
Faktor-faktor yang Berhubungan Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan.
dengan Kejadian Asfiksia Vol.3(2).
Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan.
Vol.3(2). Nugroho, T. (2012). Ob\sgyn Obstetri
dan Ginekologi untuk Kebidanan
Kementrian Kesehatan RI. (2017). Data dan Keperawatan. Yogyakarta:
dan Informasi Profil Kesehatan Nuha Medika.
Indonesia Tahun 2017. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. Prawirohardjo, S. (2010). Ilmu
Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina
______. (2017). Profil Kesehatan Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Indonesia Tahun 2017. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI. Rambe, N.L. (2018). Hubungan Antara
Ketuban Pecah Dini Dengan
Komsiyati. (2014). Hubungan Ketuban Kejadian Asfiksia Neonatorum Di
Pecah Dini dengan Kejadian Rumah Sakit Umum Daerah
Asfiksia Neonatorum di RSUD (RSUD) Gunungsitoli. Jurnal
Ambarawa. Skripsi. Jawa tengah: Ilmiah Kebidanan IMELDA.
STIKES Ngudi Waluyo. Vol.4(1).

Lia. (2012). Hubungan Ketuban Pecah Sagita, Y.D. (2015). Hubungan Antara
Dini dengan Kejadian Asfiksia Ketuban Pecah Dini dan Persalinan
Neonatorum di RSU PKU Sectio Caesarea dengan Kejadian
Muhammadiyah Yogyakarta. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.
Tesis. Yogyakarta: Universitas Jurnal Kebidanan.Vol.2(1).
Gajah Mada.
Sari, A. K. (2017). Hubungan Antara
Lisa, R. (2016). Faktor-Faktor yang Lamanya Ketuban Pecah Dini
berhubungan dengan Kejadian Pada Persalinan Aterm Dengan
Tingkat Asfiksia Neonatorum. World Helath Organization
Skripsi. Surabaya: Universitas Working Definitions. (online).
Katolik Widya Mandala Surabaya. (tersedia dalam
https://www.newbornwhocc.org/p
Stephanie, S., Purwaningtyas, B., & df/SEAR_NPD-Final_report.PDF,
Dian, P., (2016). Hubungan diakses tanggal 18 November
Ketuban Pecah Dini dengan 2019).
Kejadian Asfiksia pada BBL di
Rumah Sakit Umum Daerah A.W. Wiradharma & Kardhana, I. (2013).
Sjahranie Samarinda Tahun 2016. Resiko Asfiksia pada Ketuban
Jurnal Kebidanan Mutiara Pecah Dini di RSUP Sanglah.
Mahakam, Vol.V, No.1, Maret Jurnal Sari Pediatri, Vol. 14, No.5,
2017 Februari 2013

Tasew, H. (2018). Risk factors of birth Winkjosastro, H. Prof. Dr. Sp.Og.


asphyxia among newborns (2010). Ilmu Kebidanan Edisi ke-3.
in public hospitals of Central Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Zone, Tigray, Ethiopia 2018. Sarwono Prawirohardjo.
Tasew et al. BMC Res Notes
(2018) 11:496 Yadav, N & Sachin D. (2017). Study Of
Tri, M.U. (2011). Risk Factors for Risk Factors In Children With
Birth Asphyxia, Department of Birth Asphyxia. International
child Health. Jurnal Folia Medica Journal of Contemporary
Indonesia. Vol. 47, No.4, oktober- Pediatrics. Vol.4(2).
desember 201.
Yufita, Y & Ertiana D. (2016).
WHO. (2016). Neonatal mortality Hubungan Ketuban Pecah Dini
Situation and Trends. (online). dengan Kejadian Asfiksia
(tersedia dalam Neonatorum di RSUD Kabupaten
https://www.who.int/gho/child_he Kediri Tahun 2016. Penelitian.
alth/mortality/neonatal_text/en/, Kediri: STIKES Karya Husada
diakses tanggal 18 November Kediri
2019).

_____. (2016). South East Asia Regional


Neonatal – Perinatal Database

Anda mungkin juga menyukai