Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR BY .NY. D USIA 1 JAM


DENGAN ASFIKSIA DI RSUD SEKARWANGI

Nama : Indah Martiastuti Harahap

NPM : H522216

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Asuhan Kebidanan Persalinan Pada Bayi baru lahir BY.NY. D usia 1 jam
dengan Asfikisa di RSUD Sekarwangi, telah disahkan oleh Tim Pembimbing
pada :
Hari : JUMAT
Tanggal : 4-7-2023
Tempat : Institut Kesehatan Rajawali

Mengetahui,

Pembimbing Akademik
Program Pendidikan Profesi Bidan
Fakultas Kebidanan
Institut Kesehatan Rajawali

Mira Miraturrofi’ah, S.S.T.,M.Kes


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik. Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir By ny D usia 1
jam dengan Asfiksia di RSUD Sekarwangi Kabupaten Sukabumi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat hasil pelaksanaan praktik klinik program studi Pendidikan Profesi Bidan
Kebidanan Institut Kesehatan Rajawali.
Dalam penyusunan laporan ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tonika Tohri, S. Kep., M. Kes selaku Rektor Institut Kesehatan Rajawali.
2. Erni Hernawati,S.S.T.,Bd.,M.M.,M.Keb selaku Dekan Fakultas Kebidanan Institut
Kesehatan Rajawali
3. Lia Kamila, S.S.T.,Bd., M.Keb selaku penanggung jawab program studi sarjana
kebidanan Institut Kesehatan Rajawali;
4. Lelasari S.S.T.,M.Kes selaku pembimbing praktik klinik di RSUD Sekarwangi kapubaten
Sukabumi telah membimbing dan membantu dalam penyusunan laporan selama
pelaksanaan praktik klinik
5. Mira Miraturrofi’ah, S.S.T.,M.Kes selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan membantu dalam penyusunan laporan
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat menulis dengan lebih baik. Semoga
laporan ini dapat memberikn manfaat. Aamiin.

AGUSTUS 2023

Indah Martiastuti Harahap


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………….………………………………. i
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ………………………………………………. 1
B. TUJUAN ……………………………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN TEORI………………………………………………... 4
BAB III TINJAUAN KASUS.......................................................................... 25
BAB III PEMBAHASAN …………………………………………………… 31
BAB IV SIMPULAN ………………………………………………………… 34
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu 32angka kematian
bayi per 1000 kelahiran hidup yang mana terdiri dari bayi usia0-11 bulan 13 angka kematian
bayi per 1000 kelahiran hidup, bayi neonatum 0-28 hari 19 angka kematian bayi per 1000
kelahiran hidup. Pada tahun 2030 untuk mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat dicegah,
dengan seluruh warga negara berusaha menurunkan angka kematian neonatal 12 per 1000
kelahiran hidup. Sementara target yang ingin dicapai sesuai tujuan SDG’s pada tahun 2030 AKB
turun menjadi 12 angka kematian bayi per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). Untuk
mencapai tujuan itu ada beberapa sasaran yang harus dicapai, diantaranya pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan berkualitas (Helmizar, 2014).
Penyebab kematian bayi baru lahir adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) sebanyak
225 bayi (36%), cacat bawaan sebanyak 210 bayi (33%), kekurangan oksigen (asfiksia) sebanyak
198 bayi (31%), sedangkan penyebab lain kematian bayi baru lahir disebabkan oleh sepsis
(infeksi sistemik), kelainan bawaan dan trauma persalinan (SDKI, 2012).

Asfiksia merupakan penyebab ke-3 kematian bayi baru lahir hal ini disebabkan karena
proses persalinan yang terlalu lama terutama pada proses persalinan kala II lama dan memegang
peran penting dalam pencapaian penurunan angka kematian bayi baru lahir. Solusinya dengan
menekan angka kejadian asfiksia dengan cara meminimalkan resiko terjadinya asfiksia pada saat
proses persalinan. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Prawirohardjo (2009), yaitu asfiksia
merupakan hipoksia yang progesif melakukan penimbunan CO 2 dan asidosis. Bila proses ini
berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksiajuga dapat
mempengaruhi organ vital lainnya. Pada bayi yang kekurangan oksigen akan terjadi pernafasan
yang cepat dalam periode yang singkat dan apabila berlanjut gerak nafas akan berhenti, denyut
jantung juga mulai menurun.

Setelah melihat banyaknya kematian bayi baru lahir karena afiksia serta dampak yang
ditimbulkan oleh asfiksia, maka diperlukan upaya pencegahan dan penanganan yang tepat
terhadap kasus tersebut.Tenaga kesehatan dituntut untuk meningkatkan pelayanan pada bayi
baru lahir dengan baik dan memberikan asuhan yang tepat (Arief & Sari, 2009). Banyaknya
fenomena Bayi Baru Lahir dengan asfiksia membuat penulis tergerak untuk membahas asuhan
kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Mampu memahami, mengetahui dan mengembangkan pola pikir dalam memberikan
/ menerapkan asuhan kebidanan yang tepat pada pasien dengan kasus BBL dengan
Asifksia di RSUD SEKARWANGI.
1.2.2. Tujuan khusus
a. Melaksanakan pengkajian dan pengumpulan data atau anamnesis secara subjektif
pada pasien By. Ny. S dengan kasus Asfiksia di RSUD SEKARWANGI.
b. Melakukan pengkajian dan pemeriksaan objektif serta pemeriksaan penunjang
pada pasien By. Ny. S dengan kasus Asfiksia di RSUD SEKARWANGI.
c. Mengidentifikasi analisa yang berisi diagnosa dan masalah kebidanan
berdasarkan data subjektif dan objektif pada kasus By. Ny. S dengan kasus
Asfiksia di RSUD SEKARWANGI.
d. Melakukan penatalaksanaan yang dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan
segera, tindakan secera komperhensif yaitu penyuluhan dukungan, kolaborasi,
evaluasi atau follow up serta melakukan pendokumentasian berdasarkan seluruh
tindakan yang telah dilakukan pada kasus By. Ny. S dengan kasus Asfiksia di
RSUD SEKARWANGI.
2.1 Asfiksia

2.1.1 Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur


pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Sembiring 2017). Asfiksia
Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 (oksigen) dan makin
meningkatkan CO2 (karbondioksida) yang dapat menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan lebih lanjut (Dweindra 2014). Asfiksia adalah keadaan pada bayi baru
lahir yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
(Dewi 2013).

Asfiksia merupakan kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkarbia dan asidosi. Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan
kelanjutan dari anoksida/hipoksia janin. Diagnosis anoksida/hipoksia janin dapat
dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal
yang perlu mendapat perhatian ( Maryunani 2013)

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR

a. Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3)

Pada kasus asfiksia , bayi akan mengalami asidosis, sehingga memerlukan


resusitasi segera secara aktif, dan pembentukan oksigen terkendali. Karena
selalu disertai asidosis, maka perlu diberikan natrikus bikarbonas 7,5%
dengan dosis 2,4 ml per kg berat badan, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml per
kg berat badan, diberikan melalui vena umbilicus. Tanda dan gejala yang
muncul pada asfiksia adalah sebagai berikut :
 Frekuensi jantung kecil, yaitu < 40 x/menit.
 Tidak ada usaha nafas

 Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.

 Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.

 Bayi tamPak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.

 terrjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah


persalinan.
b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) Pada asfiksia sedang, tanda dan
gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
 Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit.

 Usaha nafas lambat.

 Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.

 Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.

 Bayi tampak sianosis.

 Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses


persalinan.
c. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10) Pada asfiksia ringan, tanda dan
gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
 Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit.

 Bayi tampak sianosis.

 Adanya retraksi sela iga.

 Bayi merintih (grunting).

 Adanya pernafasan cuping hidung.

 Bayi kurang aktifitas.

 Auskultasi diperoleh hasil ronchi rales, dan wheezing positif


(Maryunani 2013).

Menurut Dwiendra tahun 2014 Asfiksia terbagi atas tiga jenis yaitu :

a. Asfiksia Ringan

Asfiksia ringan dapat dilihat dengan nilai Apgar 7-10 dengan bayi terlihat
merintih, bayi merintih, takipnea dengan nafas >60x/menit, bayi tampak
sianosis, bayi kurang aktifitas, adanya retraksi sela iga, adanya pernafasan
cuping hidung dan pemeriksaan auskultasi didapatkan wheezing positif.
b. Asfiksia sedang

Nilai Apgar pada asfiksia sedang adalah 4-6 dapat dilihat dengan napas yang
lambat, frekuensi jantung menurun (60-80x/menit), bayi tampak sianosis,
tonus otot biasanya dalam keadaan baik, bayi masih bisa bereaksi terhadap
rangsangan yang diberikan, dan tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna
selama proses persalinan.

c. Asfiksia berat

Nilai Apgar 0-3, tidak ada usaha nafas, frekue40x/menit), tonus otot lemah,
bahkan hampir tidak ada, bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu,
bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, dan tidak
terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

2.1.3 Etiologi

Menurut Dewi (2014) penyebab asfiksia atau kegagalan pernapasan pada janin
disebabkan oleh beberapa hal seperti berikut:
a. Faktor keadaan ibu

 Gangguan aliran pada tali pusat, biasanya berhubungan dengan adanya


lilitan tali pusat, ketuban pecah dini (KPD) yang menyebabkan tali pusat
menumbung dan kehamilan lebih bulan ( post-term).
 Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan
narkosa.
 Penyakit masalah kehamilan preeklampsia dan eklampsia, penyakit
kronis seperti TBC (tuberculosis), jantung, kekurangan gizi, dan gijnal.
 Persalinan patologis seperti presentasi bokong, letak lintang, partus lama
atau partus macet, demam sebelum dan selama persalinan, vakum
ekstraksi, dan forceps.
 Penyakit genetic

 Kehamilan lebih bulan (serotinus)

Keadaan ibu yang harus diwaspadai yang dapat menyebabkan


terjadinya asfiksia yang kemungkinan mengancam kesalamatan ibu dan bayi
(hisk risk priganancy). Beberapa yang dapat dilihat pada ibu yang dapat
terjadinya asfiksia menurut Dewi (2014:15-16) adalah edema pada kaki
yang tidak hilang dengan istrahat, tekanan darah sistol >130 mmHg,
albuminaria, tinggi badan ibu <148 cm, umur ibu hamil terlalu muda <16
tahun atau terlalu tua >35 tahun, anemia <7gr %, perdarahan pervaginam,
ibu riwayat persalinan buruk, ibu bersalin dengan kesakitan yang luar biasa
(skor nyeri >7), sikap, dan presentasi bayi abnormal. Penyebab asfiksia
tersebut, dapat menyebabkan aliran darah ibu ke janin melalui plasenta
berkurang, sehingga menurunkan aliran oksigen dan kosa ke janin,
akibatnya terjadi gawat janin yang menyebabkan asfiksia bayi baru lahir.
b. Faktor keadaan tali pusat

Berikut adalah beberapa faktor tali pusat yang dapat menyebabkan


asfiksiampada neonatal.
 Insersio velamentosa adalah inserpsi tali pusat paa selaput janin,
pembuluh-pembuluh umbilical di selaput ketuban terpisah jauh dari
tepi plasenta dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya dilapisi
oleh satu lipatan amnion.
 Proplapsus vuniculi adalah ketika tali pusat keluar dari uterus
mendahului bagian presentasi.
c. Faktor plasenta

 Palsenta previa adalah plasenta yang letaknya yang abnormal yaitu


pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Keadaan normal uterus terletak di
bagian atas uterus.
 Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta sebelum janin lahir,
biasanya terjadi pada trimester III, walaupun dapat terjadi setiap saat
kehamilan.
 Infark plasenta adalah terjadinya pemadatan plasenta, nuduler dank
eras sehingga tidak berfungsi dalam pertukuran nutrisi.
d. Faktor janin
Penyebab asfiksia yang diakibatkan oleh janin adalah kelainan
kromosom, kelainan genetika, kelainan pertumbuhan, dan malnutris pada
janin.
e. Faktor keadaan bayi

Berikut adalah faktor bayi yang dapat menyebabkan asfiksia:

 Kelainan kongenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi

 Persalinan patologis seperti persalinan dengan presentasi bokong,


gemeli, distosia bahu, ekstraksi vakum, dan forseps
 Bayi prematur atau kehamilan kurang dari 37 minggu

 Aspirasi mekonium pada air ketuban bercampur meconium atau


ketuban berwarna kehijauan.
Menurut Armawan 2013 ada beberapa upaya pencegahan, cara
mengidentifikasi, dan penanganan terjadinya gawat janin adalah sebagai berikut:

 Pencegahan gawat janin

Anjurkan ibu untuk sering berganti posisi selama masa persalinan,


posisi berbaring terlentang dapat mengurangi aliran darah atau oksigen
ke janin dan menggunakan partograf untuk memantau kondisi dan
kemajuan persalinan.
 Cara mengidentifikasi gawat janin

Periksa ada atau tidaknya air ketuban bercampur dengan meconium dan
periksa frekuensi denyut jantung janin selama 30 menit pada kala I dan
setiap 5-10 menit pada kala II.
 Penanganan gawat janin

Meningkatkan pasokan oksigen ke janin dengan meminta ibu berbaring


miring ke salah satu sisi agar aliran oksigen pada janinnya meningkat,
memberikan oksigen apabila tersedia, dan berikan cairan secara oral
atau IV untuk ibu.
2.1.4 Tanda Gejala

 Tidak bernafas atau nafas megap-megap atau pernafasan lambat


(kurangdari 30 kali permenit).
 Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (pelekukan dada).

 Tangisan lemah atau merintih.

 Warna kulit pucat atau biru.

 Tonus otot lemas atau ekstremitas terkulai.

 Denyut jantung tidak ada atau lambat (bradikerdia) (kurang dari 100
kali per menit) (Sudarti, 2013).
Tanda dan gejala asfiksia pada bayi baru lahir meliputi bayi yang tidak
bernapas atau napas yang megap-megap, denyut jantung yang kurang dari
100x/menit, pucat, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respo
terhadap refleks rangsangan (Sembiring 2017). Bayi yang mengalami asfiksia berat,
sedang atau ringan dapat ditentukan dengan menggunakan penilaian APGAR.

Nilai 0 1 2
Seluruh
Badan merah Seluruh tubuh
Appereance tubuh biru
ekstremitas biru kemerahan
atau putih
>100 kali
Pulse (nadi) Tidak ada <100 kali permenit
permenit
Perubahan mimic
Greemace Tidak ada Bersin/menangis
(menyeringai)
Gerakan
Activity Ekstremitas sedikit
Tidak ada aktif/ekstremitas
fleksi
(tonus otot) fleksi
Respiratory Menangis
Tidak ada Lemah/tidak teratur
(pernafasan) kuat/keras
Tabel 2.1 nilai apgar (prawirorahardjo.2014)

Keterangan nilai Apgar pada bayi baru lahir :

0-3 : bayi mengalami asfiksia berat

4-6 : bayi mengalami asfiksia sedang

7-10:bayi mengalami asfiksia ringan atau dikatakan bayi dalam keaadaan normal
2.1.5 Patofisiologi

Patofisiologi asfiksia neonatorum dapat dijelasakan dalam dua tahap yaitu


mengetahui cara bayi dalam memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir, dan
mengetahui reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal, seperti yang
dijelaskn sebagai berikut :
a. Cara bayi memperoleh oksigen sebelum dan setelah lahir

 Sebelum bayi lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen
atau jalan untuk mengeluarkan karbondioksida.
 Pembuluh arteriol yang ada di dalam keadaan konstriksi sehingga
tekanan oksigen (O2) persial rendah.
 Seluruh darah hampir dari jantung kanan yang tidak dapat melalui paru
karena konstriksi pembuluh darah di alirkan melalui pembuluh yang
bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke
aorta (Indrayani dan Djami, 2014).

b. Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen.
 Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru, dan
alveoli akan berisi udara.

 Pengisisan alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir


masuk ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
c. Arteri dan vena umbilikalis akan menutup setelah lahir sehingga menurunkan
tahanan pada sirkulasi plasenta dan meningkatkan tekanan sistemik sehingga
aliran darah paru akan mengalami relaksasi sehingga tahanan terhadap aliran
darah berkurang.
 Oksigen yang diabsorpsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena
pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke
bagian jantung kiri, kemudian di pompa ke seluruh tubuh bayi baru
lahir.
 Kebanyakan pada keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk
menginisiasi relaksasi pembuluh paru

 Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami


relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit.
 Darah yang sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui
pulmo, akan mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh
jaringan tubuh.
d. Akhir di masa transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan
paruparunya untuk mendapatkan oksigen.
 Tangisan pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong
cairan dari jalan nafasnya.
 Pengembangan paru dan oksigen adalah rangsangan utama
relaksasi pembuluh darah paru.
 Saat oksigen masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi
dari biru/abu-abu berubah menjadi kemerahan
e. Reaksi bayi terhadap kesulitan selama transisi normal:

 Bayi baru lahir melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam


paruparunya. Hal ini mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke
jaringan interstitial di paru sehingga oksigen dapat di hantarkan ke

arteri pulmonal dan menyebabkan arteri beralaksasi .Keadaan ini jika


terganggu maka arteri pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli akan tetap
terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen
 Saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi kontriksi arteri pada
organ seperti otot, kulit, ginjal, dan usus, demikian aliran darah ke
jantungdan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan
pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong
kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun jika oksigen
berlangsung terus maka akan terjadi kegagalan fungsi miokardium dan
kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan darah, yang
mengakibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang
(Indrayani dan Djami, 2014).
 Akibat dari kekukarangan perfusi oksigen dan oksigenasi jaringan, akan
menimbulkan kerusakan jaringan otak, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
Bayi dalam keadaan membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-
tanda klinis seperiti tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot dan
organ lain seperti depresi, pernafasan karena otak kekurangan oksigen, penurunan
frekuensi jantung (Bradikardi) karena kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel
otak, tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan
darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama
proses persalinan, dan pernapasan cepat (takipnu) karena kegagalan absorbsi cairan
paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah (Indrayani dan
Djami, 2014).
Menurut Safrina, (2013) dalam Lia Yulianti (2015), segera setelah lahir bayi
akan menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai
berfungsi untuk resoirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan
yang ada di dalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap. Bersamaan
dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke dalam paru
meningkat secara memadai (Yulianti, 2015).
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsanga
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat Jika
kekurang O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.
timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat
dan akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan
intrauterine dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan
mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas.
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2
dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat berekasi terhadap
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan (Yulianti
2015).

2.1.6 Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia dan
hipoksia, diagnosis asfiksia neonatorum dapat ditegakkan berdasarkan:

a. Anamnesis

Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap terjadinya asfiksia


neonatorum
b. Pemeriksaan fisik

 Bayi tidak bernapas atau menangis

 Denyut jantung kurang dari 100x/menit

 Denyut jantung yang bervariasi mendingindikasikan kemampuan janin


untuk beradaptasi dengan berbagi kondisi. Peningkatan denyut jantung
sementara dapat mengindikasikan asfiksia intrauterus
danmenunjukkan derajat stress pada janin.
 Tonus otot menurun

 Cairan ketuban bercampur mekonium, atau terdapat sisa meconium


pada tubuh bayi.
c. Pemeriksaan penunjang

Laboraterium : hasil analisis gas darah tali pusat menunjukkan hasil asidosis
pada darah tali pusat (Rukiyah dan Yuliyanti, 2013: 250).

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari

anoksia/hipoksiajanin. Diagnosis anoksia/hipoksia janin dapat dibuat dalam

persalinan dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu
mendapat perhatian yaitu:

a. Denyut jantung janin: frekuensi normal ialah antara 120-160 denyutan permenit.
Apabila frekuensi denyutan turun sampai di bawah 100 x/menit diluar his dan
lebih-lebih jika tidak teratur itu merupakan tanda bahaya.
b. Mekonium dalam air ketuban: adanya mekonium pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan gawat janin, karena terjadi
rangsangan nervus X, sehingga peristaltic usus meningkat dan sfingter ani
membuka. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
c. Pemeriksaan pH darah janin: adanya asidosis menyebabkan turunnya pH.
Apabila pH itu turun sampai di bawah 72 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya
(Rukiyah dan Yuliyanti, 2013)
2.1.7 Komplikasi

Menurut Indrayani & Maudy (2013), Komplikasi yang muncul pada


asfiksia neonatus antara lain :

a. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut
sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan
menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang
berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan
otak.
b. Anuria atau oliguria

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai
dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak
mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang
menyebabkan pengeluaran urine sedikit dan terjadilah asfiksia pada neonatus.
c. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran

gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan


kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak
tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Koma terjadi karena gangguan pengaliran darah menuju otak sehingga otak
tidak mendapatkan asupan oksigen untuk melakukan metabolisme.
e. Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

Menurut Indrayani & Maudy (2013), Dampak Asfiksia yaitu :

 Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI) / kerusakan otak karena kekurangan


kadar oksigen dan penimbunan karbondioksida sehingga otak tidak dapat
mekukan metabolisme untuk sel dan jaringan pada tubuh bayi.
 Ginjal : Gagal ginjal akut karena tidak terjadi metabolisme dalam tubuh
sehingga fungsi ginjal menjadi abnormal. Perinatal hipoksemia
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal
dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu juga terjadi aktivitasi
sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosin intrarenal yang
menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin.
Semua faktor ini akan mengganggu
hemodinamik glomeruler.
 Jantung : Gagal jantung akibat gangguan aliran darah sehingga jantung tidak
dapat memompa darah ke seluruh tubuh . Disfungsi miokard dan
penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan
hipotensi dan curah jantung yang rendah akan mengalami gangguan
autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemi
meningkat.
 Saluran cerna : EKN = Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing
entero. hal ini disebabkan proliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang
mengalami asfiksia dan iskemia.
 Paru : faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin seperti
hipoksia, asfiksia, dan asidosis. Asfiksia meyebabkan peningkatan
peristaltic gastrointestinal dan relaksasi tonus otot spinkter

ani, sehingga terjadi pengeluaran mekonium. Apabila fetus mengalami


gasping intrauterine, maka terjadilah aspirasi mekonium.

2.1.8 Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum

Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan


beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan menurut Wiknjosastro (2009)

berupa :

 Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk


mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu mendapat
rujukan ke rumah sakit secara segera.
 Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan bayi.
 Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu.
 Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi
dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi.
 Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.
 Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan.
 Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat
persalinan berlangsung yang terdiri dari :
 Persalinan yang bersih dan aman

 Stabilisasi suhu

 Inisiasi pernapasan spontan

 Inisiasi menyusu dini

 Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

2.1.9 Penatalaksanaan

a. Penilaian Segera

Segera stelah bayi lahir, letakkan bayi dibawah ibu atau dekat perineum (harus
bersih dan kering. Cegah kehilangan panas dengan menutupi tubuh
bayi dengan kain/handuk yang telah disiapkan sambil melakukan penilaian
dengan menjawab 2 pertaanyaan:
 Apakah bayi menangis kuat, tidak bernafas atau megap-megap?

 Apakah bayi lemas.

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu
resusitasi, segera lakukan tindakan yang diperlukan. Penundaan pertolongan
dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit dan potong tali pusat dan
pindahkan bayi ketempat resusitasi yang telah disediakan. Lanjutkan dengan
langkah awal resusitasi. Penilaian pada bayi baru lahir:

 Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah: Apakah air ketuban bercampur
mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
 Segera setelah bayi baru lahir: Apakah bayi menangis, bernafas spontan
atau teratur, bernafas megap-megap atau tidak bernafas.
 Apakah bayi lemas atau lunglai.

Putuskan apakah bayi memerlukan tindakan resusitasi apabila:

 Air ketuban bercampur mekonium.

 Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap.

 Bayi lemas atau lunglai.

 Segera lakukan tindakan resusitasi apabila bayi tidak bernafas atau


bernafas megap-megap atau lemas.
b. Persiapan Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir

Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap untu melakukan


tindakan resusitasi bayi baru lahir.Kesiapan untuk bertindak dapat
menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya
penolong.Walaupun hanya beberapa menit tidak bernafas, bayi baru lahir dapat
mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal (Indrayani dan Djami,
2014).
 Persiapan keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan kepada keluarga mengenai
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi terhada ibu dan bayinya serta
persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran

persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan (Indrayani dan Djami,


2014).
 Persiapan Tempat Resusitasi

Persiapan yang diperlukan meliputi tempat bersalin dan tempat resusitasi.


Gunakan ruangan yanga hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata,
keras, bersih dan kering, meja atau diatas lantai yang beralaskan tikar.Kondisi
yang diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaikny
didekat sumber pemanas (misalnya: lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin
(jendela atau pintu terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam
berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu
menjelang kelahiran bayi (Indrayani dan Djami, 2014).
 Persiapan Alat dan Bahan Resusitasi

 Meja Resusitasi

 Handuk kecil (1 buah) dan handuk besar (3 buah)

 Alat penghisap lendir Dee Lee atau bola karet

 Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal

 Stetoskop neonatal

 Jam atau pencatat waktu

 Bengkok (Hayati dan Novita, 2013)

 Langkah-langkah Resusitasi Bayi

Resusitasi BBL bertujuan untuk memulihkan fungsi pernafasan bayi baru lahir
yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa
dikemudian hari.
 Langkah Awal

Sambil melakukan langkah awal:

 Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk


memulai bernafas.
 Minta keluarga mendampingi ibu (memberikan dukungan moral, menjaga
dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).Langkah awal
ini perlu dilakukan secara tepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6
langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk
bernafas spontan dan teratur. Langkah awal (dilakukan dalam waktu 30
detik):
 Jaga bayi tetap hangat:

- Letakkan bayi diatas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum.

- Selimuti bayi dengan kain tersebut.

- Pindahkan bayi keatas kain tempat resusitasi

 Atur posisi bayi

- Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.

- Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi

Gambar 2.1 posisi kepala yang benar dan salah pada resusitasi

Isap lendir

Gunakan alat penghisap lendir Dee Lee atau bola karet.

- Pertama, isap lendir didalam mulut kemudian baru hisap lendir


dihidung.
- Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan pada
saat memasukkan).
- Bila menggunakan penghisap lendir Dee Lee, jangan memasukkan
ujung penghisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm kedalam mulut atau
3 cm kedalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung
bayi melambat atau henti nafas bayi (Indrayani dan Djami, 2014).
Keringkan dan rangsang taktil

- Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernafasan
bayi atau bernafas lebih baik.
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini
Menepuk atau menyentil telapak kaki.

Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai dengan telapak


tangan (Indrayani dan Djami, 2014).

gambar 2.2 rangsang taktil

Reposisi

- Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.

- Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru
(disiapkan).
- Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada
agar pemantauan pernafasan bayi dapat diteruskan.
- atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).

 Penilaian apakah bayi menangis atau bernafas spontan dan teratur

- Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, megapmegap atau tidak


bernafas.
- Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga
kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
- Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya, bila bayi tidak
bernafas atau megapmegap, segera lakukan tindakan ventilasi
c. Ventilasi

Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara
ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru
agar bayi bernafas spontan dan teratur.

Langkah-langkah ventilasi:

- Memasangan sungkup

Perhatikan perlengkatan sungkup, pasang dan pegang sungkup agar


menutupi mulut dan hidung bayi.
- Ventilasi percobaan (2 kali)

Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air, tiupan awal ini sangat
penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan
sekaligus menguji apakah jalan nafas terbuka atau bebas.
- Amati gerakan dada bayi
Bila tidak mengembang:
(a) periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.

(b) periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.

(c) periksa ulang apakah jalan nafas tersumbat cairan atau lendir (hisap
kembali) (Indrayani dan Djami, 2014)
- Bila dada mengembang, lakukan ketahap berikutnya:

- Ventilasi defenisi (20 kali dalam 30 detik)

- Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air, sebanyak 20 kali dalam


30 detik
- Pastikan udara masuk (dada, mengembang) dalam 30 detik
tindakan
- Lakukan penilaian Lakukan penilaian apakah bayi menangis atau
bernafas spontan dan teratur?
- Bila bayi sudah bernafas normal, hentikan ventilasi secara
bertahap.
- lihat apakah ada retraksi dinding dada bawah.

- hitung frekuensi pernafasan, apabila pernafasan >40 kali permenit


dan tidak ada retraksi berat, maka:
 Jangan ventilasi lagi.

 Berikan oksigen aliran bebas 5-10 L/menit.

 Asuhan BBL rutin (bungkus tali pusat, beri salep mata, suntik
vitamin K, letakkan bayi dengan kontak kulit dengan kulit pada
dada ibu, 1 jam kemudian suntik Hepatitis B.
 Pantau setiap 15 menit untuk pernafasan dan kehangatan dalam
2 jam pertama.
 Jelaskan pada keluarga bahwa bayinya kemungkinan besar akan
membaik.

 ila bayi tidak bernafas atau megap-megap, lanjutkan VTP.

 Siapkan rujukan bila bayi belum bernafas spontan setelah 2


menit di ventilasi
- Minta keluarga membantu persiapan rujukan.

- Teruskan resusitasi untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20


menit upaya ventilasi tidak berhasil (Indrayanidan Djami, 2014).
d. Asuhan pascaresusitasi

Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah


menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
- Resusitasi berhasil

Bayi menangis dan bernafas normal sesudah langkah awal atau sesudah
ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan. Resusitasi dinyatakan
berhasil apabila pernafasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal
yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif.
Lanjutkan dengan asuhan berikutnya.
- Konseling
 Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah
dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
 Ajarkan ibu cara menilai pernafasan dan menjaga kehangatan tubuh
bayi. Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.
 Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayi (asuhan dengan
metode kangguru)
 Jelaskan kepada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda- tanda
bahaya baru lahir dan bagaimna memperoleh pertolongan segera bila
terlihat tandatanda tersebut pada bayi.
- Lakukan asuhan bayi baru lahir normal, meliputi:

 Anjurkan ibu menyusui sambil memperhatikan dan membelai


bayinya.
 Berikan vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B

 Lakukan pemantauan seksama terhadap bayi pascaresusitasi selama


2 jam pertama.
- Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernafas pada bayi.

 Tarikan interkostal, nafas megap-megap frekuensi nafas <30 kali


permenit atau >60 kali permenit.

 Bayi kebiruan atau pucat.

 Bayi lemas

 Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernafas


dengan normal.
 Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering

 Resusitasi tidak/kurang hasil/bayi memerlukan rujukan.

- Bayi perlu rujukan, yaitu sesudah ventilasi 2 menit sebelum bernafas


atau bayi sudah bernafas tetapi masih megap-megap atau pada
pemantauan ternyata kondisinya makin memburuk. Bila bayi
pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk kefasilitas rujukan.

Tanda-tanda bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi, antara lain:


- Frekuensi pernafasan <30 kali permenit atau lebih dari >60 kali
permenit.
- Adanya retraksi (tarikan) intercostal.

- Bayi merintih (bising nafas espirasi) atau megap-megap (bising nafas


aspirasi).
- Tubuh bayi pucat atau kebiruan Apabila resusitasi tidak/kurang
berhasil/bayi memerlukan rujukan, lakukan:
 Konseling

Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi
dirujuk bersama ibunya dan di dampingi oleh bidan. Jawab setiap
pertanyaan yang diajukan oleh ibu dan keluarganya.
 Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya.
Suami atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk
menemani selama perjalanan rujukan.
 Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang
kondisi bayi dan perkirakan waktu tiba
 Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan
selama perjalanan ke tempat rujukan.
- Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk

 Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernafasan, warna kulit,


suhu tubuh) dan catatan medik.

 Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi
dalam posisi “Metode kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu
bersama bayi dalam satu selimut.
 Lindungi bayi dari sinar matahati.

 Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada


bayinya, kecuali pada keadaan gangguan nafas dan kontra indikasi
lainnya.
- Asuhan lanjutan

Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukan


akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan
bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah hal tersebut dapat
dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BY .NY D NEONATUS CUKUP BULAN 1


JAM DENGAN ASFIKSIA RINGAN

No. Medrec : 728XXX


Tanggal Masuk : 20-7-2023
Tangga /jam Pengkajian : 20-7-2023/19.22
Pengkaji : Indah Martiastuti Harahap

A. Identitas Bayi/Anak

Nama Bayi/ Anak : By Ny D


Tanggal Lahir/ Jam : 20 -07-2023 / jam 19.22 wib
Umur : 1 jam
Jenis Kelamin : laki laki
Anak Ke- : Kedua
B. Identitas Orang Tua
Ibu Ayah

Nama : Ny D Tn S
Umur : 33 Tahun 30 Tahun
Suku : Sunda Sunda
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMP SD
Pekerjaan : IRT Buruh
Alamat : CIKEMBAR

C. Data Subjektif
1. Alasan datang ke Faskes
Ibu ingin melahirkan bayi di RS Secara spontan
2. Keluhan utama
Tidak ada keluhan
3. Data Kesehatan
Riwayat Kehamilan
a. Usia Kehamilan : 40 minggu
b. G 2 P1 A0 Hidup 1
c. Komplikasi pada kehamilan : KPD
Riwayat Persalinan
a. Tanggal/ Jam persalinan : 20 -07-2023/18.00
b. Tempat Melahirkan : RSUD Sekarwangi Kabupaten
Sukabumi
c. Penolong : Bidan
d. Jenis Persalinan : Spontan pervaginam
e. Lama Persalinan : 22 menit
f. Komplikasi dalam persalinan : KPD <12 jam
g. Bayi lahir jam : 18.22 Wib A/S : 6/8 BB lahir
3200 gram PB : 49 cm

h. Riwayat imunisasi : Hb 0
i. Warna air ketuban : Jernih
j. Trauma persalinan : Tidak ada
k. Bonding attachment : dilakukan
4. Pola Nutrisi : ASI on demam
5. Pola Eliminasi : BAK 1 X/hari BAB 1X /hari
6. Pola Tidur : bayi baru lahir i jam belum tidur

7. Data Sosial : bayi di rawat gabung sama ibunya

D. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
2. Keadaan umum : Baik
3. Antopometri
a. Berat badan : 3200 gram
b. Panjang badan : 49 cm
c. Lingkar dada : 34 cm
d. Lingkar kepala : 36 cm
4. Tanda-tanda vital
a. Nadi : 138X / menit
b. Suhu : 36,8°C
c. Pernafasan : 42X / menit
5. Apgar Score : 6/8

6. Pemeriksaan Fisik Khusus


a. Kepala
Pembengkakan/benjolan : Tidak ada
Fontanel : Tidak ada
Sutura : Tidak menyatu
Caput succedaneum : Tidak ada
Cephal hematome : Tidak ada
Luka pada kepala : Tidak ada
b. Muka
Keadaan : Normal
Warna : Kemerahan
c. Mata
Keadaan : Simetris kiri dan kanan
Kotoran : Tidak ada
Sklera : Tidak Ikterik/warna putih
Konjungtiva : Tidak Anemis/merah muda
Tanda-tanda infeksi : Tidak ada
Refleks labirin : Ada
d. Hidung
Keadaan : Normal
Kesimetrisan : Simetris
Lubang hidung : Ada
e. Mulut
Keadaan : Normal
Bibir : Normal
Palatum : Ada
Saliva : Ada
Refleks rooting : Ada
Refleks sucking : Ada
Refleks swallowing : Ada

f. Telinga
Keadaan : Normal/simetris
Daun telinga : Ada
g. Leher
Keadaan : Normal
Pergerakan : Aktif
Benjolan : Tidak ada
Refleks tonic Neck : Ada
h. Dada
Keadaan : Simetris, tidak ada retraksi dinding
dada
Puting susu : Ada
Frekuensi dan bunyi nafas : Normal
Frekuensi dan bunyi jantung : Normal
i. Abdomen
Keadaan : Normal
Bentuk : Normal
Tali pusat : Normal/kering sudah puput
Perdarahan : Tidak ada
j. Kulit
Keadaan : Normal
Warna : Kemerahan
Tanda lahir : Tidak ada
k. Genitalia laki laki
Kebersihan : Bersih
Kesimetrisan : Simetris
Skrotum : Ada
Pengeluaran : tidak ada
l. Punggung dan anus
Gerakan pada panggul : Aktif
Tulang belakang : Normal
Anus : Ada
m. Ekstremitas
Bahu lengan dan tangan
Kesimetrisan : Simetris
Warna : ektremitas kebiruan
Gerakan : Aktif
Jumlah jari : Lengkap 10 jari / tidak ada kelainan
Refleks grasping : Ada
n. Tungkai dan kaki
Bentuk : Normal
Pergerakan : Aktif
Jumlah jari : Lengkap 10 jari / tidak ada kelainan
Refleks Babinski : Ada
Refleks Walking : Ada
7. Pemeriksaan Refleks
a. Moro : Ada
b. Rooting : Ada
c. Sucking : Ada
d. Grasping : Ada
e. Neck Righting : Ada
f. Tonik Neck : Ada
g. Babinski : Ada
h. Galant’s : Ada
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hb : 14,5 gr/dl
b. Leukosit : 16.700
c. Hematrokit 57
d. Trombosit 313000
E. Analisa
By Ny D Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan usia 1 jam dengan Asfisia
Masalah potensial : Hipotermi
F. Penatalaksanaan
1. Memberitahu ibu tentang keadaan bayinya dan akan dilakukan tindakan
resuitasi
Evaluasi : ibu mengetahui dan menyetuji tindakan yang akan dilakukan .
Evaluasi : ibu merasa sangat senang
2. Memotong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptic.
Evaluasi : tali pusat sudah terpotong dan terpasang klem
3. Menghangatkan bayi
Evaluasi : bayi diletakan di bawah infant warmer
4. Mengatur posisi bayi
Evaluasi : bayi diposisikan semi ekstensi
5. Mengeringkan bayi
Evaluasi : bayi telah memakai pernel kering
6. Mengatur kembali posisi bayi dan membungkus bayi
Evaluasi : bayi diposisikan Kembali semi ekstensi
7. Melakukan kolaborasi dengan Dokter Sp. A untuk penanganan pasca
resusitasi
Evaluasi : advis dokter observasi Tanda tanda vital
8. Melakukan Pemeriksaan fisik dan obsrevaso dalam 24 jam pertama
Evaluasi : ibu mnegtahi rencana perawtan untuk bayinya
9. Memberi bayi terapi Vitamin K 0,5mg/IM dan zalf mata
Evalausi : vitamin k 0,5 mg dan salep mata telah diberikan.

:
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas kasus tentang bayi baru lahir dengan
asfiksia ringan yang ada di lahan klinik dengan teori yang ada. Karena penulis
menggunakan manajemen kebidanan tujuh langkah dari Varney, maka pembahasan
akan diuraikan langkah demi langkah sebagai berikut :
1. Pengkajian
Pengkajian dengan pengumpulan data dasar yang merupakan data awal dari
manajemen kebidanan secara Varney, dilaksanakan denganwawancara, observasi, dan
pemeriksaan fisik.
Bayi baru lahir dengan asfiksia ringan merupakan keadaan dimana bayi tidak
dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir yang disebabkan
beberapa faktor dari gangguan menuju janin dan faktor ibu misalnya, gangguan his
(Rohani, 2011).
Pada pengkajian Bayi Ny. D dengan asfiksia ringan diperoleh data subjektif
dengan keluhan bayi lemah dan bayi tidak dapat menangis secara spontan. Dataobjektif
dilakukan pemeriksaan khusus APGARscorediperoleh hasil nilai APGAR score 6,
pemeriksaan umum bayi lemah, S : 37 0C, HR : 140 x/ menit, RR : 40 x/ menit.
Pemeriksan fisik warna kulit tubuh merah muda, ekstermitas biru, hidung terdapat
secret, mulut kebiruan dan aktifitas kurang. Dalam kasus ini tidak ditemukan adaya
gejala takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit dan pemeriksaan
antropometri normal, jadi dalam pengkajian tidak terdapat kesenjangan antara teori
dan praktek dilapangan.

2. Interpretasi Data
Interpretasi data terdiri dari penentuan diagnosa kebidanan, menentukan
masalah, dan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksiaringan. Interpretasi data
terdiri dari diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup
praktik kebidanan dan memenuhi standarkebidanan yang dikemukakan dari hasil
pengkajian atau yang menyertai diagnosa masalah pada bayi baru lahir dengsan
asfiksia ringan yaitu hipotermi, resiko infeksi dan nutrisi (Syaifudin, 2008).
Sedangkan kebutuhan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan yaitu pemberian
lampu sorot, resusitasi pada bayi baru lahir dan pencegahan infeksi (Varney, 2007).
Pada kasus ini penulis mendapatkan diagnosa kebidanan Bayi Ny. D umur 1
JAM dengan asfiksia ringan. Masalah yang ditemukan pada bayi baru lahir Ny. D
adalah hipotermi. Kebutuhan yang diberikan adalah menjaga kehangatan dengan cara
membedong bayi dengan kain kering dan bersih. Adapun yang mendasari penulis
menentukan diagnosa kebidanan tersebut adalah dari anamnesa, pemeriksaan
khusus, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan antropometri.
Jadi pada langkah ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek
lapangan.
3. Diagnosa Potensial
Pada kasus bayi Ny. D dengan asfiksia ringan diagnosa potensial terjadi
asfiksia sedang, jadi sudah sesuai dengan teori menurut Surasmi (2008), bahwa
diagnosa potesial asfiksia ringan adalah asfiksia sedang. Pada kasus ini tidak terjadi
diagnosa potensial karena dapat ditangani dengan baik sehingga bayi dapat bernapas
dengan spontan.

4. Antisipasi
Pada kasus bayi Ny. D dengan asfiksia ringan antisipasi yang dilakukan adalah
potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptic, kolaborasi dengan Dokter Sp.
A untuk penanganan resusitasi, resusitasi. Antisipasi yang diberikan pada kasus ini
sudah sesuai dengan teori menurut Arief dan Sari (2009) yaitu perawatan bayi, potong
tali pusat, pembersihan jalan nafas, dan menjaga agar suhu tetap hangat. Jadi pada
langkah ini terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan
5. Perencanaan

Pada Pada kasus bayi Ny. D dengan asfiksia ringan rencana tindakan yang
diberikan adalah :
a. Observasi TTV bayi setiap 8 jam
b. Observasi pemeriksaan fisik, reflek, antropometri
c. Observasi in take
d. Observasi eliminasi
e. Jaga kehangatan bayi
f. Pemberian oksigen 1 liter/menit
6. Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari asuhan kebidanan bayi baru lahir dengan asfiksia
ringan adalah bayi bisa bernapas dengan normal, tidak hipotermi,tidak infeksi, reflek
dan nutrisi bayi baik, vital sign normal (Hyre, 2008). Setelah dilakukan asuhan
kebidanan selama 4 hari pada bayi Ny. D dengan riwayat asfiksia ringan di RSUD
Sekarwangi, maka hasil asuhan yang di dapat yaitu keadaan umum bayi baik, bayi
bernapas normal, reflek moro, rooting, suching, tonick neck positif dan kuat, serta bayi
sudah di perbolehkan pulang.
Demikian asuhan yang telah diberikan sehingga pada langkah evaluasi ini tidak
terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.
BAB V
SIMPULAN

1. Pengkajian terhadap bayi baru lahir dengan asfiksia ringan dilakukan dengan
pengumpulan data subyektif yang diperoleh dari hasil wawancara pada pasien keluhan
bayi tidak menangis segera setelah lahir, dan tidak bernapas secara spontan segera
setelah lahir. Data objektif diperoleh dari pemeriksaan fisik yaitu dengan pemeriksaan
khusus (Apgar Score) pada menit pertama 6 dan menit kedua 8
2. Interpretasi data dilakukan dengan pengumpulan data secara teliti dan akuratsehingga
didapatkan diagnosa kebidanan Bayi Ny. D Umur 1 jam dengan asfiksia ringan.
Masalah yang timbul adalah hipotermi pada bayi, kebutuhanyang diberikan adalah
menjaga kehangatan bayi.
3. Diagnosa potensial pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan adalah asfiksia sedang,
tetapi tidak terjadi karena telah dilakukan perawatan secara intensif.
4. Tindakan segera potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptic, kolaborasi
dengan Dokter Sp. A untuk penanganan resusitasi.
5. Dalam menyusun suatu rencana asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan asfiksia
ringan dilakukan secara menyeluruh yaitu Jaga kehangatan bayi, pemberian oksigen 1
liter/menit, per nasal, lakukan pemeriksaan vital sign, observasi in take dan out put,
observasi eliminasi
6. Pelaksanaan asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir dengan asfiksia ringan sesuai
dengan rencana yang sudah dibuat yaitu Menjaga kehangatan bayi dengan memasukan
bayi kedalam incubator, memberian oksigen 1 liter/menit, per nasal, melakukan
pemeriksaan vital sign, mengobbservasi in take, mengobservasi eliminasi
7. Evaluasi dari asuhan kebidanan pada Bayi Ny. D dengan riwayat asfiksia ringan di
RSUD Sekarwangi, maka hasil asuhan yang di dapat yaitu keadaan umum bayi baik,
bayi bernafas normal, reflek moro, rooting, suching, tonick neck ada dan kuat, serta
bayi sudah di perbolehkan pulang. Demikian asuhan yang diberikan dengan teori yang
ada, sehingga terdapat kesenjangan antara teori dengan praktik dilapangan yaitu pada
pemberian terapi dan itu tidak menjadi suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Arief dan Sari. 2009. Neonatus dan Asuhan Keperawatan Anak .Yogyakarta:
Nuha Medika.

Arikunto, S, 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi


V. Jakarta : Rineka Cipta.

Dep.Kes RI, 2007. Ibu Selamat Bayi Sehat Suami Siaga.


http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-realese/790-ibu-selamat-
bayi-sehatsuami-siaga.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2016

Dewi, V, N, L. 2011 .Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:


SalembaMedika.

Dinkes, RI. Angka Kematian Bayi menurut SDKI.http://www.dinkesri-aki.co.id.


Diakses tanggal 23 Oktober 2016

Helmizar. 2014. Jurnal KesehatanMasyarakat. Http:// Journal.Unnes. Ac.


Id. /Nju / Index.Php/ Kemas DiaksesTanggal : 21 Oktober 2016.

Kepmenkes, 2010.Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1464


/MENKES /PER /X /2010.

Kurniawati dan Mirzanie. 2009. Obgynacea.Yogyakarta : Toska. Muslihatun, dkk.


2009. Dokumentasi Kebidanan.Yokyakarta : Fritamaya.
Muslihatun. 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitramaya.
Notoadmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Selemba
Prawirohardjo. S. 2009. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta :PT
Bina Pustaka
Riwidikdo, H. 2013. Statistik Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendikia Press
Rohani.2011.AsuhanKebidananPada Masa Persalinan. Jakarta :
Salemba Medika.

Sondakh, 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.


Jakarta : Erlangga

Sumaroh, Dkk. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yokyakarta: Fitramaya.Varney, 2007.


Varnay Midwifery. Jakarta : EGC.Wiknjosastro, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka SarwonoPrawirohardjo

Dewi. Vivian Nanny. 2011. Asuhan Heonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi
Keenam. Missouri: Mosby Elsevier
Morhedd, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.
Missouri: Mosby Elsevier
Muslihatun, Wati Nur. 2011. Asuhan Neonatus bayi dan balita. Jogjakarta: FitraMaya
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi
10.Jakarta: EGC
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC, Edisi Revisi Jilid 2. Jogjakarta:
MediAction Publishing
Prawiryoharyo, Jarwono. 2010. Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan
Neonatal.Jakarta: YPB SP.

Anda mungkin juga menyukai