Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat

bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O 2 dan

makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam

kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 1998). Berbagai kemungkinan yang

menyebabkan terjadinya asfiksia neonatorum diantaranya persalinan

preterm, lilitan tali pusat, gangguan pusat pernafasan, faktor ibu dan

banyak faktor lainnya. Namun faktor yang dominan adalah persalinan

preterm (JPKN-NR, 2007). Persalinan preterm merupakan persalinan

yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang atau bayi yang lahir

dengan berat badan kurang dari 2.500 gram.

Menurut Towel faktor yang berhubungan dengan kejadian asfiksia

neonatorum ada empat yaitu : faktor ibu, faktor bayi, faktor persalinan,

dan faktor plasenta. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada faktor ibu

dan faktor persalinan karena kedua faktor tersebut memberikan

kontribusi yang besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum. Faktor ibu

yang diteliti adalah : umur ibu, masa gestasi, paritas, dan penyakit ibu.

Sedangkan dari faktor persalinan yaitu ketuban pecah dini, partus lama,

dan jenis persalinan (Dewi, 2010).

Angka kematian balita terutama pada masa neonatal masih cukup

tinggi dan menjadi masalah kesehatan baik secara global, regional,

maupun di Indonesia. Itulah sebabnya tujuan keempat Milenium


2

Development Goals (MDGs) adalah mengurangi jumlah kematian anak

(Haider dan Bhutta, 2006). Secara global 23% dari kematian neonatal

dikaitkan dengan asfiksia neonatorum (Waqar dan Haque, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO), setiap tahunnya 120 juta

bayi lahir didunia, secara global 4 juta (33 per 1000) bayi lahir mati dan 4

juta (33 per 1000) lainnya meninggal dalam usia 30 hari (neonatal

lanjut). Kira-kira 3,6 juta (3%) dari 120 juta bayi mengalami asfiksia

neonatorum, hampir 1 juta (27,78%) bayi ini meninggal (Sari, dkk, 2011).

Kejadian asfiksia neonatorum masih menjadi masalah serius di

Indonesia. Salah satu penyebab tingginya kematian bayi di Indonesia

adalah asfiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%. Angka kematian

karena asfiksia di Rumah Sakit Pusat Rujukan Propinsi di Indonesia

sebesar 41,94% (Suryani, 2009). Di Indonesia angka kejadian asfiksia

kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000

neonatus meninggal setiap tahun karena asfiksia. Di daerah pedesaan

Indonesia angka kejadian asfiksia neonatorum sebanyak 31-56,5%. Dan

asfiksia menjadi penyebab 19% dari 5 juta kematian bayi baru lahir

setiap tahun (Setyobudi, 2008).

Angka asfiksia di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 berdasarkan

laporan dari kabupaten/kota sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup,

mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2010

sebesar 104,97/100.000 kelahiran hidup. AKB di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2011 sebesar 10,34/1000 kelahiran hidup, menurun jika

dibandingkan dengan tahun 2010, sebesar 10,62/1000 kelahiran hidup.

Dibandingkan dengan target MDGs ke-4 tahun 2011 sebesar 17/1000

kelahiran hidup, maka AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sudah

cukup baik karena telah melampaui target.


3

AKB di Kabupaten Demak mencapai 6,66/ 1000 kelahiran hidup.

Sedangkan AKI di Kabupaten Demak mencapai 26/ 100.000 kelahiran

hidup (Dinkes jatengprov, 2011).

Di dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy Safer

(MPS) di Indonesia 2001-2010, bahwa Visi dari MPS adalah kehamilan

dan persalinan di Indonesia berlangsung aman, serta bayi yang

dilahirkan hidup dan sehat (Syaifuddin 2002).

Misi MPS adalah menurunkan kesakitan dan kematian maternal

dan neonatal melalui pemantauan sistem kesehatan untuk menjamin

akses terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah

yang berkualitas, memberdayakan wanita, keluarga dan masyarakat

melalui kegiatan yang mempromosikan kesehatan ibu dan bayi baru

lahir, serta menjamin agar kesehatan maternal dan neonatal

dipromosikan dan dilestarikan sebagai prioritas program pembangunan

nasional (Syaifuddin 2002).

Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah

menurunkan angka kematian maternal menjadi 125 per 100.000

kelahiran hidup, dan angka kematian neonatal menjadi 16 per 1000

kelahiran hidup (Syaifuddin 2002).

Menurut World Health Organization (WHO) menunjukkan di

Indonesia terdapat Angka Kematian Ibu sekitar 307 per 100.000

kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Bayi di Indonesia 35 per

1000 kelahiran hidup (Azrul Azwar, 2005).

Tingginya Angka Kematian Bayi tersebut disebabkan oleh asfiksia

neonatorum (49-60 %), infeksi (24-34 %), permaturus/BBLR (15-20 %),

trauma persalinan (2-7 %) dan cacat bawaan (1-3%).


4

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

37 minggu atau kurang (Wiknjosastro, 2002). Persalinan preterm dapat

didefinisikan sebagai persalinan yang terjadi dibawah umur kehamilan

37 minggu dengan perkiraan berat badan janin kurang dari 2500 gr.

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan

kurang dari 37 minggu (antara 20-37 minggu) atau berat badan janin

kurang dari 2.500 gram (Saifuddin, 2001).

Kesulitan utama dalam persalinan preterm adalah perawatan bayi

preterm yang semakin muda usia kehamilan semakin besar morbiditas

dan mortalitas, karena disamping harapan hidup perlu dipikirkan pula

kualitas bayi tersebut. (Syaifuddin, 2002). Persalinan Preterm

menimbulkan resiko neonatal seperti gangguan pernapasan dan suhu

tubuh yang tidak stabil. (Surasmi, 2003). Hal tersebut merupakan hal

yang berbahaya karena mempunyai dampak potensial meningkatkan

kematian bayi.

Hasil penelitian sebelumnya di RSUD dr. M. Soewandhie

Surabaya periode Januari 2010 Juni 2011 didapatkan sebanyak 73,0 %

dari jenis persalinan tindakan bayi mengalami asfiksia neonatorum,

sedangkan 66,9% dari jenis persalinan normal bayi tidak mengalami

asfiksia neonatorum. Artinya jenis persalinan tindakan mempunyai

resiko 5,471 kali lebih 3 besar terhadap kejadian asfiksia neonatorum

dibandingkan dengan persalinan normal (Neneng, 2011).

Menurut Zulkarnain (2012) dalam penelitian yang berjudul

hubungan jenis persalinan dengan kejadianasfiksia neonatorum di

RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado menunjukan adanya hubungan

yang bermakna antara jenis persalinan dan asfiksia neonatorum


5

(P=000), dimana persalinan seksio sesarea dengan presentase terbesar

pada bayi asfiksia yakni 31 bayi (62%). Adanya hubungan yang sangat

bermakna antara jenis persalinan dengan kejadian asfiksia.Seksio

sesarea dengan presentase terbesar dikarenakan kebanyakan

dilakukan apabila ibu maupun janin dalam keadaan darurat misalnya

gawat janin, eklamsia, preeklamsia, kelainan letak janin, panggul sempit,

oligohidramnion, ketuban pecah dini, dan partus lama.

Di RSUD Sunan Kalijaga Demak pada tahun 2011 angka kejadian

persalinan preterm sebanyak 64 dari 1242 persalinan dan terdapat 39

kasus asfiksia. Sedangkan pada tahun 2012 angka kejadian persalinan

preterm 53 dari 690 persalinan dan terdapat 36 kasus asfiksia,

sedangkan dari jumlah persalinan preterm tersebut dan 16 dari 36

kasus asfiksia tersebut mengalami kematian (Medical Record RSUD

Sunan Kalijaga Demak, 2014).

Melihat dampak negatif persalinan preterm tidak saja terhadap

kematian perinatal tetapi juga terhadap morbiditas, potensi generasi

akan datang, kelainan mental dan beban ekonomi bagi keluarga dan

bangsa. Maka Indonesia harus bertekad untuk menurunkan angka

kejadian persalinan preterm, yang bila berhasil akan mempengaruhi

angka kematian bayi. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka

penulis tertarik untuk melakukan penelitian Hubungan Persalinan

Preterm Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan fenomena diatas penulis dapat merumuskan

masalah bagaimana hubungan antara persalinan preterm dengan

kejadian asfiksia di ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak.


6

C. Pertanyaan Penelitian

“Apakah ada hubungan antara persalinan preterm dengan

kejadian asfiksia di ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak”?.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara persalinan preterm dengan

kejadian asfiksia neonatorum di ruang bersalin RSUD Sunan

Kalijaga Demak

2. Tujuan khusus

a. Diketahui distribusi frekuensi persalinan preterm RSUD

Sunan Kalijaga Demak tahun 2014.

b. Diketahui distribusi frekuensi asfiksia neonatorum di

RSUD Sunan Kalijaga Demak tahun 2014.

c. Diketahui hubungan persalinan preterm dengan

kejadian asfiksia neonatorum di RSUD Sunan Kalijaga

Demak tahun 2014.

E. Ruang Lingkup

Guna menghindari penafsiran yang berbeda dan lebih

terarahnya penelitian ini, maka penulis membatasi ruang lingkup

penelitian pada persalinan preterm dengan kejadian asfiksia pada

neonates saja yang direncanakan pada bulan Mei tahun 2014.


7

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Responden

Menambah pengetahuan responden tentang bahaya kejadian

asfiksia pada neonatus sehingga menjadi pembelajaran

responden untuk kehamilan berikutnya.

2. Bagi Tenaga Kesehatan

Bahan masukan bagi petugas kesehatan khususnya petugas

ruang kebidanan dan perinatologi RSUD Sunan Kalijaga

Demak terhadap persalinan preterm dan kejadian asfiksia

neonatorum.

3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai

kasus persalinan preterm dan kejadian asfiksia neonatorum

serta meningkatkan pengalaman penulis dalam bidang

penelitian.

G. Keaslian Peneitian

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan tentang persalinan

preterm adalah :

Tabel 1.1
Keaslian Penelitian

No. Penulis Judul Variabel Hasil


1. Margarets Hubungan antara Independen : Ada hubungan faktor
(2008) Faktor Ibu Dengan Faktor Ibu ibu dengan angka
Angka Kejadian Dependen : kejadian asfiksia
Asfiksia Angka neonatorum
Neonatorum di Kejadian
RSUD Asfiksia
Banjarnegara Neonatorum
Kabupaten
Banjarnegara
8

Perbedaannya adalah jenis penelitian Helmy Margarets yaitu

Penelitian Explanatory Survey dengan Pendekatan Cross Sectional,

menggunakan Uji Statistik Chi square. Perbedaan dengan penelitian

ini adalah pada design penelitian, tempat dan lokasi penelitian.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asfiksia neonatorum

1. Definisi

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi baru lahir

tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah

dilahirkan (Mocthar, 2008).

Definisi lain, asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang

tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat

menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan

akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 2008).

Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan

kering yang disiapkan pada perut bawah ibu. Segera lakukan

penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan ;

a. Apakah bayi cukup bulan ?

b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

c. Apakah bayi menangis atau bernapas ?

d. Apakah tonus otot bayi baik?

Jika bayi cukup bulan dan air ketuban bercampur mokonium

dan tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-megap dan

atau tonus otot tidak baik lakukan langkah resusitasi. Dalam

bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat dilihat alur

penatalaksanaan BBL. Untuk BBL yang langsung menangis atau

bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan BBL normal.


10

2. Etiologi

a. Faktor bayi :

1) Persalinan preterm (sebelum 37 minggu)

2) Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, eksraksi vakum, ekstraksi forcep)

3) Kelainan bawaan (congenital)

4) Air ketuban bercampur mekonium

b. Faktor ibu :

1) Preeklampsi dan eklampsi

2) Plasenta previa atau solusio plasenta

3) Partus lama atau macet

4) infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

c. Faktor tali pusat

1) Lilitan tali pusat

2) Tali pusat pendek

3) Simpul tali pusat

4) Prolapsus tali pusat (JPKN-NR, 2007 : 108).

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah,

timbullah rangsangan terhadap Nervus Vagus sehingga bunyi

jantung janin menjadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus

berlangsung, maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi.

Timbullah kini rangsangan dari nervus simpatikus. Denyut jantung

janin menjadi cepat akhirnya irregular dan menghilang.

Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekoneum

keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia.

- Jika DJJ normal dan ada mokeneum : janin mulai asfiksia


11

- Jika DJJ lebih 160 kali per menit dan ada mekoneum : janin

sedang asfiksia

- Jika DJJ kurang dari 100 klai per menit dan ada mekoneum :

janin dalam keadaan gawat. (Mochtar, 2008).

Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila

asfiksia berlanjut gerakan pernafasan akan berhenti, denyut

jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular

berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode

apnu primer. Biasanya pemberian rangsangan dan oksigen

selama periode ini dapat merangsang pernafasan spontan.

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan

megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun,

tekanan darah bayi juga menurun dan bayi terlihat lemas

(flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi

memasuki periode apnu skunder. Bayi sekarang tidak bereaksi

terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya

pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila

resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen

dimulai dengan segera. (Saifudin, 2001).

Untuk dapat menegakkan diagnosis gawat janin dapat

ditetapkan melakukan pemeriksaan sebagai berikut :

a. In utero

1) Denyut jantung janing (DJJ) dengan frekuensi lebih dari

160 atau kurang dari 100 kali per menit

2) Mekoneum dalam air ketuban (pada letak kepala)

3) Analisa air ketuban/amnioskopi


12

4) Kardiotografi

5) Ultrasonografi

b. Setelah bayi lahir

1) Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak

bernafas

2) Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada

gejala neurologik seperti kejang, nistagmus dan

menangis kurang baik atau tidak menangis. (Mocthar,

2008).

3. Dampak

Dalam gawat janin sangat penting untuk dapat

menyelamatkan karena dengan demikian dapat membatasi

morbiditas dan mortalitas perinantal. Jika terdapat asfiksia,

tingkatannya perlu dikenal untuk dapat melakukan resusitasi

perinantal. Jika terdapat asfiksia, tingkatannya perlu dikenal untuk

dapat melakukan resusitasi yang sempurna.

4. Cara Penilaian

Cara penilaian bayi baru lahir adalah setelah lahir, letakkan

bayi di atas kain bersih dan kering yang disiapkan pada perut

bawah ibu. Segera lakukan penilaian awal dengan menjawab 4

pertanyaan ;

a. Apakah bayi cukup bulan ?

b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?

c. Apakah bayi menangis atau bernapas ?

d. Apakah tonus otot bayi baik?


13

Jika bayi cukup bulan dan air ketuban bercampur mokonium

dan tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-megap dan

atau tonus otot tidak baik lakukan langkah resusitasi.

Dalam bagan alur manajemen bayi baru lahir dapat dilihat

alur penatalaksanaan BBL. Untuk BBL yang langsung menangis

atau bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan BBL normal.

B. Persalinan preterm

1. Pengertian Persalinan preterm

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada

kehamilan 37 minggu atau kurang (Wiknjosastro, 2002).

Persalinan preterm dapat didefinisikan sebagai persalinan yang

terjadi dibawah umur kehamilan 37 minggu dengan perkiraan

berat badan janin kurang dari 2500 gr. Persalinan preterm adalah

persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu

(antara 20-37 minggu) atau berat badan janin kurang dari 2.500

gram (Saifuddin, 2001).

2. Etiologi

Etiologi persalinan preterm sering kali diketahui. Namun

beberapa kondisi medik mendorong untuk dilakukan tindakan

sehingga terjadi persalinan preterm. Menurut Saifuddin (2001),

faktor-faktor mendorong untuk dilakukan tindakan sehingga terjadi

persalinan preterm tersebut diantaranya :

a. Hipertensi

b. Perdarahan anterpartum seperti pada solusio plasenta,

plasenta previa

c. Perkembangan janin terlambat


14

d. Janin mati

e. Ketuban pecah dini

f. Hidramnion, kehamilan gemili

g. Plasenta yang kurang baik

h. Riwayat pernah melahirkan prematur atau keguguran

Namun selain faktor kondisi medik di atas, ada juga faktor-

faktor kondisi umum yang mempengaruhi persalinan preterm,

diantaranya:

a. Umur ibu, suku bangsa, sosial ekonomi

b. Anemia

c. Umur hamil terlalu muda kurang dari 20 tahun atau terlalu

tua diatas 35 tahun.

d. Perokok berat, dengan lebih dari 10 batang/hari. (Manuaba,

2008).

3. Pencegahan

Langkah-langkah yang dapat diambil untuk pencegahan

persalinan preterm adalah :

a. Perbaiki keadaan sosial ekonomi

b. Cuti hamil

c. Antenatal care

d. Pakailah kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan

e. Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil

f. Menghindarkan kerja berat selama hamil.

4. Pertolongan persalinan preterm

Pertolongan persalinan preterm dilakukan dengan trauma

yang minimal mungkin. Penyulit yang dihadapi diantaranya :

a. Trauma persalinan menimbulkan perdarahan intracranial


15

b. Gangguan pernafasan karena aspirasi air ketuban

c. Asfiksia neonatorum

d. Mudah terjadi infeksi neonatus. (Manuaba, 2008).

5. Tanda dan Gejala Bayi Preterm

a. Umur kehamilan sama dengan atau kurang dari 37 minggu

b. Berat badan sama dengan atau kurang dari 2.500 gram

c. Panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm

d. Kuku panjangnya belum melewati ujung jari

e. Batas dahi dan rambut kepala tidak jelas

f. Lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm

g. Lingkar dada sama dengan atau kurang dari 30 cm

h. Rambut lanugo masih banyak

i. Jaringan lemak subkutan tipis atau kurang

j. Tulang rawan daun telinga belum sempurna

pertumbuhannya, sehingga seolah-olah tidak teraba tulang

k. Alat kelamin bayi laki-laki pigmentasi dan rugae pada

skrotum kurang, testis belum turun ke dalam skrotum. Untuk

bayi perempuan klitoris menonjol, labia minora belum

tertutup oleh labia mayora

l. Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan

pergerakannya lemah

m. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang,

mengakibatkan refleks isap, menelan dan batuk masih

lemah atau tidak efektif dan tangisnya lemah

n. Jaringan kelenjer mamae kurang akibat pertumbuhan otot

dan jaringan lemak masih kurang

o. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit. (Surasmi, 2003 : 32).


16

C. Kerangka Teori

Faktor ibu
Faktor bayi
Faktor tali pusat

Persalinan Preterm Asfiksia Neonatus

a. Hipertensi a. Apakah bayi cukup


b. Perdarahan bulan ?
anterpartum b. Apakah air
c. Perkembangan ketuban jernih,
janin terlambat tidak bercampur
d. Janin mati mekonium?
e. Ketuban pecah dini c. Apakah bayi
f. Hidramnion, menangis atau
kehamilan gemili bernapas ?
g. Plasenta yang d. Apakah tonus otot
kurang baik bayi baik?
h. Riwayat pernah
melahirkan
prematur atau
keguguran

Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian


Sumber : Mochtar (2008), Manuaba (2008), Saifuddin (2001)
17

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Variable penelitian

Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat/ukuran

yang dimiliki/ didapatkan oleh satuan peneliti tentang suatu konsep

pengertian tertentu, misal : umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan

(Notoatmodjo, 2005).

1. Variabel Independent (Variabel Bebas)

Variabel bebas adalah variabel yang akan

menentukan/mempengaruhi variabel terikat (Notoatmodjo, 2005).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persalinan preterm.

Variabel Dependent (Variabel Terikat)

Variabel terikat adalah variabel yang kondisi atau nilainya

ditentukan atau dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel

lainnya (Notoatmodjo, 2005).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian asfiksia di

ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap

rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008).

14
18

Hiposesis dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada hubungan persalinan preterm dengan kejadian asfiksia


neonaturum di ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Ho : Tidak ada hubungan persalinan preterm dengan kejadian asfiksia
neonaturum di ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak.

C. Kerangka konsep

Variable bebas Variabel terikat

persalinan preterm kejadian asfiksia


neonaturum

Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian

D. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan studi korelasi

(Correlation study) yaitu penelitian korelasional mengkaji

hubungan antara variabel. Menurut sifat dasar penelitian,

penelitian ini termasuk jenis penelitian yang menggunakan sample

untuk mengambil kesimpulan pada populasi.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

Cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan pada

waktu pengukuran / observasi data variabel independen dan

dependen dinilai secara simultan pada satu saat, jadi tidak follow

up (lanjutan) (Nursalam, 2008).


19

2. Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Sasaran penelitian adalah ibu-ibu yang sedang menjalani

proses persalinan di ruang bersalin RSUD Sunan Kalijaga Demak

pada tahun 2014.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Data primer

Data primer diambil dengan melakukan wawancara secara

langsung kepada responden dan keluarga tentang segala

sesuatu yang berhubungan dengan ibu-ibu yang sedang

menjalani proses persalinan.

b. Data Sekunder

Merupakan data pendukung yang berhubungan dengan

penelitian, meliputi data yang diperoleh dari bagian

administrasi RSUD Sunan Kalijaga Demak.

4. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan obyek yang diteliti

(Notoatmodjo, 2005). Populasi merupakan keseluruhan sumber

data yang diperlukan dalam suatu penelitian (Saryono, 2008).

Populasi pada penelitian ini adalah ibu-ibu yang sedang

menjalani proses persalinan di Ruang bersalin RSUD Sunan

Kalijaga Demak.

5. Prosedur Sampel Dan Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mewakili suatu

populasi (Saryono, 2008). Sampel adalah sebagian yang diambil

secara keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili

seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).


20

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang sedang

menjalani proses persalinan di ruang bersalin RSUD Sunan

Kalijaga Demak yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria Inklusi

adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau yang akan diteliti.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

quota sampling yaitu pengambilan sampel secara quota dilakukan

dengan cara menetapkan sejumlah anggota sampel secara jatah

(Sugiyono, 2008). Sampel didapatkan dengan rumus:

N 810 810
n    38 responden
1  N 0.05
2
1  8100.025 21,25

a. Kriteria inklusi

1) Ibu sedang menjalani persalinan

2) Bayi lahir kurang bulan

3) Bayi dengan asfiksia

b. Kriteria Eksklusi

1) Bayi lahir cukup bulan

2) Pasien tidak bersedia menjadi responden saat

pengambilan data

6. Definisi Operasional Variabel Penelitian Dan Skala Pengukuran

Tabel 3.1
Definisi Operasional
No Variabel Definisi Parameter Kategori Skala
Operasional
1. Persalinan Kejadian ibu Umur nilai 1 Jika Nominal
preterm bersalin dengan kehamilan preterm
umur kandungan kurang 38 nilai 2 jika
kurang dari 38 minggu tetapi tidak preterm
minggu sedang masuk
in partu kala 1
21

2. Kejadian Bayi mengalami Bayi tampak nilai 1 Jika Nominal


Asfiksia asfiksi pasca pucat dan asfiksia
Neonaturum dilahirkan kebiru-biruan nilai 2 jika
serta tidak tidak asfiksia
bernafas

7. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat – alat yang akan digunakan

untuk pengumpulan data (Notoadmodjo, 2005). Dalam penelitian

ini menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk

kuesioner tertutup (Nursalam, 2008).

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

berupa kuesoiner:

a. Pengisian identitas responden

b. Penilaian kejadian asfiksia neonaturum

8. Teknik Pengolahan dan Cara Penelitian

a. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer

dengan langkah – langkah sebagai berikut (Saryono, 2010):

1) Editing (pemeriksaan)

Memeriksa daftar pertanyaan yang diserahkan oleh

para pengumpul data.

2) Coding (pemberian kode)

Kegiatan untuk mengklasifikasikan data atau jawaban

dari para responden kedalam kategori.


22

3) Tabulating (memasukan data penelitian)

Kegiatan untuk memasukkan data – data hasil

penelitian kedalam distribusi frekuensi sesuai dengan

variabel yang diteliti.

4) Procecing (pengolahan data)

Memasukkan data dalam kuesioner kedalam paket

program komputer, salah satu paket progrsm komputer

yang sudah umum digunakan untuk memasukkan data

adalah paket program SPSS For Window.

5) Scoring (pemberian nilai pada item instrument)

Memberikan penilaian terhadap item-item yang perlu

diberikan penilaian atau skor.

b. Analisis Data

1) Analisa univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteritik setiap variabel penelitian.

Untuk data numerik digunakan nilai mean atau rata–

rata. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari

tiap variable (Notoadmodjo, 2012). Rumus yang

digunakan adalah:

2) Analisis Bivariat
23

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan atau berkorelasi

(Notoadmodjo, 2010). Dalam penelitian ini

menggunakan analisis bivariat untuk membuktikan

apakah hipotesa diterima atau ditolak dengan

menggunakan x2 (chi-square) dengan rumus:

Keterangan :

X2 : chi kuadrat

fo : frekuensi yang di observasi

fe : frekuensi yang diharapkan

Untuk mengetahui taraf signifikan observasi digunakan

nilai p, bila p <0,05 maka hipotesa penelitian diterima.

Pengambilan keputusan berdasarkan kriteria penelitian

sebagai berikut :

Apabila p value ≤ 0.05 maka Ha diterima, dan Ho di

tolak berarti ada hubungan antara kedua variable.

9. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti menekankan masalah

etika meliputi :

a. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara

peneliti dan responden penelitian. Tujuan informed consent

adalah agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian

serta mengetahui dampak bagi dirinya. Jika subjek bersedia


24

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan,

jika responden tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak pasien (Hidayat, 2007).

b. Anonymity (tanpa nama)

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang

memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian

dengan cara tidak memberikan atau tidak mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data (Hidayat,

2007).

c. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah etika penelitian ini dengan maksud memberikan

jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun

masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang telah

dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset

(Hidayat, 2007).

10. Jadwal Penelitian

Terlampir

Anda mungkin juga menyukai