PENDAHULUAN
1.000 kelahiran hidup. Sebanyak 47% meninggal pada masa neonatal, setiap lima
menit terdapat satu neonatus yang meninggal. Penyebab kematian bayi baru lahir
di Indonesia, salah satunya adalah asfiksia sebesar 27% yang merupakan
penyebab kedua kematian bayi baru lahir setelah bayi berat lahir rendah (BBLR)
(Dinkes Prop. Sumsel, 2014). Salah satu faktor yang menyebabkan asfiksia pada
bayi baru lahir adalah ketuban pecah dini (Prawirahardjo, 2016).
Ketuban pecah dini akan mengakibatkan terjadinya oligohidramnion yang
dapat menyebabkan terjadinya hipoksia hingga gawat napas dan berlanjut menjadi
asfiksia pada bayi baru lahir, penanganan dalam menghadapi kasus ketuban pecah
dini (KPD) perlu mendapat perhatian lebih yang nantinya sangat menentukan
prognosis ibu dan neonatus ( Sholeh Kasim, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang, Angka Kematian
Bayi (AKB) pada tahun 2012 sebanyak 1,5% per 1.000 kelahiran hidup,
meningkat pada tahun 2012 sebesar 1,6% per 1.000 kelahiran hidup, meningkat
kembali pada tahun 2013 sebanyak 1,8% per 1.000 kelahiran hidup dan semua itu
disebabkan berbagai masalah mulai dari pernapasan (asfiksia), infeksi pada bayi,
berat bayi lahir rendah, dan hipotermi (Dinkes Kota Palembang, 2014).
Berdasarkan penelitian Sulistyorini (2014), dengan judul gambaran umur ibu dan
usia kehamilan ibu yang melahirkan bayi asfiksia di rumah sakit Muhammadiyah
Palembang tahun 2014 bahwa kejadian asfiksia pada bayi baru lahir di RS
Muhammadiyah Palembang sebanyak (21,9%) terjadi pada usia kehamilan
preterm, dan sebanyak (14,7 %) terjadi pada usia kehamilan posterm, selanjutnya
sebagian besar yang mengalami asfiksia sebanyak (63,4%) yaitu terjadi pada usia
kehamilan aterm. Dan dari data tersebut faktor predisposisi asfiksia neonatorum
pada kehamilan aterm yaitu bayi dengan berat badan bayi lahir rendah, ketuban
pecah dini, ibu yang mengalami eklamsi dan preeklamsi dan lain-lain
(Sulistyorini, 2014). Sedangkan berdasarkan penelitian Desfauza( 2007), dengan
judul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asfiksia neonatorum pada bayi
baru lahir yang dirawat di RS DR Pirngadi Medan tahun 2007 hasil penelitiannya
menunjukan bahwa tidak ada pengaruh anatara KPD dengan asfiksia neonatorum
(Desfauza, 2007).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
3
Universitas Muhammadiyah
Palembang
4
Universitas Muhammadiyah
Palembang
5
Universitas Muhammadiyah
Palembang
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Muhammadiyah
Palembang
7
Universitas Muhammadiyah
Palembang
8
Universitas Muhammadiyah
Palembang
9
c. Pembesaran Uterus
Over distensi dapat menyebabkan terjadinya KPD karena distensi
uterus atau over distensi yang membuat rahim lebih besar sehingga
selaput ketuban lebih tipis dan mudah pecah. Menurut Caughay bahwa
over distensi yang disebabkan oleh polihidramnion dan kehamilan
kembar mengakibatkan lebih tinggi resiko terjadi KPD. Wanita
dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami KPD. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon
yang dap memungkinkan ketegangan rahim meningkat sewaktu-waktu
selaput ketuban dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifi kasi
sebagai KPD.
Universitas Muhammadiyah
Palembang
10
d. Anemia
Anemia pada kehamilan terjadi karena kekurangan zat besi. Ibu hamil
yang mengalami anemia biasanya ditemukan ciri-ciri lemas, pucat,
cepat lelah, mata berkunang-kunang. Darah ibu hamil akan mengalami
hemodelusi atau pengenceran dengan peningkatan volume 30%
sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan
yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga. Efek anemia pada
janin antaralain: abortus, terjadi kematian intrauterin, prematuritas,
berat badan lahir rendah, cacat bawaan dan mudah infeksi. Efek pada
ibu saat kehamilan dapat mengakibatkan abortus, persalinan
prematuritas, ancaman dekompensasi kordis dan ketuban pecah dini.
(Manuaba, 2012).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
11
keluarnya bercak vagina yang banyak, nyeri perut, dan denyut jantung janin
bertambah cepat (Prawirohardjo, 2016).
Tanda dan gejala lain yang timbul pada ketuban pecah dini yaitu :
A. Tanda maternal
Keluarnya cairan ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau,
atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, disertai demam
apabila sudah terdapat infeksi, pada pemeriksaan dalam tampak
selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering atau tampak
cairan ketuban mengalir, bercak vagina yang banyak serta nyeri perut.
B. Tanda fetal
Janin mudah diraba, denyut jantung janin bertambah cepatyang
merupakan tanda dari infeksi yang terjadi
C. Tanda cairan amnion
Tanda pada cairan amnion antara lain, volume cairan ketuban
berkurang (Sukarni, 2013).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
12
Universitas Muhammadiyah
Palembang
13
B. Pemeriksaan fisik
- Inspeksi
Terdapat pengeluaran cairan ketuban dari vagina yang tampak
oleh mata, apabila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban
masih banyak maka pemeriksaan ini akan tampak lebih jelas
(Norma, 2013).
- Palpasi
Palpasi abdomen dilakukan untuk memastikan volume cairan
amnion. Apabila ketuban benar-benar pecah maka saat palpasi
abdomen kadang-kadang dapat mendeteksi berkurangnya cairan
karena terdapat peningkatan molase uterus serta dinding abdomen
disekeliling janin dan penurunan ballotement (Kriebs, 2010).
- Pemeriksaan dengan spekulum steril
Inspeksi genitalia eksternal untuk melihat adanya ostium serviks,
melihat cairan yang mengalir dari ostium serviks, melihat adanya
genangan cairan amnion, meminta pasien untuk mengejan lalu
tekan fundus dengan lembut atau angkat bagian presentasi
perabdomen sehingga cairan bisa mengalir, mengobservasi cairan
untuk mengetahui adanya lanugo atau vernik kaseosa. Melihat
serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat atau
ekstremitas janin (Kriebs, 2010). Melihat seviks untuk
memperkirakan pembukaan jika pemeriksaan dalam tidak
Universitas Muhammadiyah
Palembang
14
C. Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi, tes
lakmus merah berubah menjadi biru, amniosintesis, USG untuk
menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurang
(Sukarni, 2013). Tes pakis positif, tes nitrazin positif, Spesimen
untuk kultur streptokokus grup B, kultur herpes jika diindikasikan,
hasil observasi adanya cairan pada ostium serviks. Semakin cepat
dilakukan pemeriksaan seelah ketuban pecah, semakin mudah
menegakkan diagnosis ketuban pecah. Apabila sudah lebih dari 6
hingga 12 jam, banyak observasi diagnostik menjadi tidak reliabel
karena kurang cairan (Kriebs, 2010).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
15
Universitas Muhammadiyah
Palembang
16
Universitas Muhammadiyah
Palembang
17
Universitas Muhammadiyah
Palembang
18
Universitas Muhammadiyah
Palembang
19
yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah
pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.
Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir
kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy,
retardasi mental, dan gangguan belajar (Depkes, 2008).
Menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, tiga penyebab utama
kematian perinatal di Indonesia adalah gangguan pernapasan (35,9%),
prematuritas (32,4%) dan sepsis neonatorum (12,0%) (Sunshine, 2010).
Asfiksia pada bayi baru lahir dirumah sakit Provinsi Jawa Barat ialah
25,5 % dan angka kematian asfiksia neonatorum di rumah sakit pusat
rujukan provinsi di Indonesia sebesar 41,94% (Sholeh Kasim 2012).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
20
Universitas Muhammadiyah
Palembang
21
Universitas Muhammadiyah
Palembang
22
Universitas Muhammadiyah
Palembang
23
B. Pemeriksaan fisik
Ada beberapa tanda yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik yaitu:
1. Bayi tidak bernafas atau menangis
2. Denyut nadi kurang dari 100x/menit
3. Tonus otot menurun
4. Bisa didapat cairan ketuban ibu bercampur meconium atau sisa
mekonium pada tubuh bayi
C. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium berupa analisis gas darah pada tali pusat
menunjukan hasil asidosis pada darah tali pusat. Bila bayi tidak
membutuhkan bantuan resitutasi aktif pemeriksaan penunjang diarahkan
pada kecurigaan atas komplikasi, berupa :
1. Darah perifer lengkap
2. Analisis gas darah sesudah lahir
3. Gula darah sewaktu
4. Elektrolit darah (kalsium, natrium dan kalium)
5. Ureum kreatinin dan laktat
6. Rontgen dada dan rontgen abdomen tiga posisi
7. Pemeriksaan USG Kepala
8. Pemeriksaan EEG dan CT Scan kepala
(Prawirohardjo, 2016)
Universitas Muhammadiyah
Palembang
24
Universitas Muhammadiyah
Palembang
25
bayi baru lahir. Penilaian awal dilakukan pada setiap bayi baru lahir untuk
menentukan apakah tindakan resusitasi harus segera di mulai. Segera setelah
lahir dilakukan penilaian pada semua bayi dengan cara melihat:
1. Apakah bayi lahir cukup bulan?
2. Apakah air ketuban jernih dan tidak bercampur mekonium?
3. Apakah bayi bernafas adekuat atau menangis?
4. Apakah tonus otot baik?
Apabila semua jawaban diatas “ya”, berarti bayi baik dan tidak perlu
memerlukan tindakan resusitasi. Pada bayi ini segera dilakukan asuhan bayi
normal. Bila salah satu jawaban “tidak” bayi memerlukan resusitasi segera
(Sholeh Kasim, 2012).
Ada beberapa tahapan yang harus dilakukan dalam melakukan
resusitasi neonatus yang mengalami asfiksia yaitu:
A. Langkah awal dalam stabilisasi
Langkah awal dalam stabilisasi bayi yang mengalami asfiksia yaitu:
1. Memberikan kehangatan
Bayi diletakan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan
memudahkan eksplorasi seluruh tubuh serta memposisikan bayi
dengan sedikit mengadahkan kepalanya.
2. Membersihkan jalan nafas sesuai keperluan.
3. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakan pada
posisi yang benar.
B. Ventilasi tekanan positif
Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan positif harus
dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau pernapasan tidak
adekuat, dan atau frekuensi memadai tetapi sianosis sentral, bayi diberi
oksigen aliran bebas. Bila setelah ini bayi tetap sianosis, dapat dicoba
melakukan ventilasi tekanan positif (Sholeh Kasim, 2012).
C. Pemberian oksigen
Universitas Muhammadiyah
Palembang
26
Universitas Muhammadiyah
Palembang
27
4. Natrium Bikarbonat
Dosis : 1-2 mEq/kg diberikan secara intrevena setelah ventilasi dan
perfusi adekuat dicapai, diberikan dalam kira-kira 2 menit yaitu 1
mEq/kg/menit (Sholeh Kasim, 2012).
2.2.11 Pencegahan Asfiksia Neonatorum
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia. Derajat
kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi saat
kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya peningkatan
derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja
karena penyebab rendahnya kesehatan wanita adalah akibat banyak faktor
seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, kepercayaan, adat istiadat dan
lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas
sektoral yang saling terkait (Sholeh Kasim, 2012).
Universitas Muhammadiyah
Palembang
28
Universitas Muhammadiyah
Palembang
29
Oligohidramnion
Hipoksia janin
Asfiksia neonatorum
Universitas Muhammadiyah
Palembang
30
2.3. Hipotesis
Menurut Sastroasmoro (2008), hipotesis adalah pernyataan sebagai
jawaban sementara atas jawaban pertanyaan penelitian, yang harus di uji
validitasnya secara empiris.
Universitas Muhammadiyah
Palembang
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini adalah ibu pasca
persalinan secara pervaginam maupun seksio sesarea yang dirawat inap di
RS Muhammadiyah Palembang pada bulan Oktober – Desember 2017 dan
tercatat dalam rekam medik. Rumus besar sampel yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Universitas Muhammadiyah
Palembang
32
n=Z x P−Q ¿ ¿2
2
n=(1,64) x 0,40−0,60 ¿ ¿ 2
2
0,10
Keterangan :
Q = 1- P (0,60)
D = Presisi (10%)
(Dahlan, 2010)
Jadi besar sampel minimal yang dapat diambil pada penelitian ini adalah 65
responden. Untuk menghindari drop out pada penelitian ini sampel ditambah 10%
dari jumlah sampel perhitungan 65+ (10% x 65)= 71,5 responden, maka sampel
menjadi 72 responden.
Universitas Muhammadiyah
Palembang
33
Variabel Independen pada penelitian ini adalah ketuban pecah dini pada
kehamilan aterm.
Universitas Muhammadiyah
Palembang
34
Universitas Muhammadiyah
Palembang
35
Universitas Muhammadiyah
Palembang
36
Universitas Muhammadiyah
Palembang
37
Populasi
Sampel (n=65)
Analisis :
- Analisis univariat
- Analisis bivariat dengan uji Chi-Square
Hasil
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian Hubungan Antara Ketuban Pecah Dini Pada Kehamilan Aterm
Dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum Di RS Muhammadiyah Palembang
Universitas Muhammadiyah
Palembang
38
No Kegiatan Waktu
1. Penyusunan proposal skripsi Juli – Agustus
2. Seminar skripsi September
3. Perbaikan proposal September – Oktober
4. Surat izin pengambilan data September – Oktober
5. Pelaksanaan penelitian Oktober – Desember
6. Penyusunan skripsi Oktober – Desember
Universitas Muhammadiyah
Palembang